Anda di halaman 1dari 33

7 SIMPANG

7.1. PENGERTIAN SIMPANG


 Simpang adalah suatu area yang kritis pada suatu jalan raya yang merupakan tempat
titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih
(Pignataro, 1973).
 Tempat terjadinya konflik dan kemacetan  hampir semua simpang terutama di
perkotaan membutuhkan pengaturan.

TUJUAN PENGATURAN SIMPANG:


1 Mengurangi tingkat kecelakaan
 Untuk mengurangi kecelakaan, Bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah
menuju suatu area yang sama, yakni ruang di tengah simpang, dapat digambarkan sebagai suatu
kondisi ‘bottleneck’ dimana arus dari kaki-kaki simpang merupakan bagian ‘upstream’ dan area di
tengah–tengah simpang sebagai ’downstream’.
 Kondisi ini sebenarnya tidak akan menjadi masalah bilamana arus dari tiap bagian pendekat tidak
datang secara bersamaan, melainkan secara bergantian.  konflik antar kendaraan.
 Secara garis besar konflik dpt digolongkan: gerak saling memotong (crossing), gerak menggabung
(converging), gerak memisah (diverging),  seperti tampak pada Gambar 7.1.

Gambar 7.1. Titik Konflik Pada Simpang Dengan Empat Kaki

83
84

Jenis-Jenis Kecelakaan Yang Mungkin Terjadi Pada Simpang:


a. Tabrakan bersudut 900 ( Right Angle Collision)
Suatu tabrakan yang terjadi dari dua kendaraan yang datang dari arah berbeda sehingga
titik konflik membentuk sudut 900.

b. Tabrakan dari arah samping (Side Sweeping Collision)


Suatu tabrakan yang terjadi jika suatu kendaraan ditabrak dari arah samping oleh
kendaraan lain.

c. Tabrakan dari arah depan (Head on Collision)


Suatu tabrakan yang terjadi jika dua buah kendaraan datang dari arah depan membentuk
sudut 1800.

2. Untuk Meningkatkan Kapasitas


Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang ( kecil dibandingkan
dengan kapasitas pada pendekat)  adanya pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan
akibatnya kapasitas menjadi meningkat.

3. Meminimumkan Tundaan
Simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian utama (major) dan
minor,  arus dari arah utama merupakan arus menerus dengan kecepatan yang tinggi.
Jika tanpa pengaturan maka arus dari arah minor akan sulit sekali menyela  maka arus
dari arah minor akan mengalami tundaan yang cukup besar. Dengan adanya pengaturan
maka tundaan dari arah minor akan bisa dikurangi, sekalipun tundaan dari arah utama
menjadi bertambah, namun perhitungan secara keseluruhan tundaan akan menurun.
85

7.2. JENIS-JENIS PENGATURAN SIMPANG

 Pengaturan simpang disusun berdasarkan kebutuhan arus dari tiap-tiap pendekat.


 Besar kecilnya arus mrpk pertimbangan utama  menentukan jenis-jenis pengaturan,
 pertimbangan masalah dana yang tersedia, karena jumlah arus yang besar akan
menyebabkan tundaan yang berlebihan akibat distribusi kesempatan jalan yang tidak
merata pada setiap bagian, dan meningkatnya angka kecelakaan. Sebaliknya
pengaturan simpang yang tidak tepat juga akan menyebabkan jumlah tundaan
meningkat, pemborosan fasilitas, dan meningkatnya kecenderungan pengemudi untuk
melanggar.

Jenis-jenis pengaturan simpang berdasarkan tingkatan arus:


1. Pengaturan dengan Pemberian Kesempatan Jalan (Basic Right of Way Rule)
Pengaturan jenis ini lebih merupakan suatu bentuk pengaturan yang sulit diimplementasikan
ke dalam bentuk fasilitas pengatur yang riil (bentuk rambu ataupun marka). Pengaturan ini
menitikberatkan pada pemberian hak jalan pada kendaraan lain ketika memasuki simpang :
a. Memberi hak jalan pada kendaraan lain yang lebih dulu memasuki suatu simpang
b. Memberi hak jalan pada kendaraan lain yang berada pada posisi lebih kiri dari pada
kendaraan tinjauan.
c. Kendaraan yang hendak belok ke arah kanan pada suatu simpang diwajibkan memberi hak
jalan kepada kendaraan dari arah lainnya.
d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang telah menyentuh garis marka
penyeberangan (zebra cross)

2. Dengan Rambu Yield (kuning kedap kedip)


Rambu Yield biasanya dipasang pada jalan arah minor pada simpang. Pengemudi yang
melihat rambu ini diwajibkan untuk memperlambat laju kendaraannya dan baru boleh
meneruskan perjalanannya bilamana kondisi lalu-lintas cukup aman.
86

3. Dengan Rambu Stop

Berbeda dengan rambu Yield, pengemudi yang melihat rambu pada rambu Stop ini
diwajibkan untuk menghentikan kendaraannya pada garis stop, sekalipun tidak ada kendaraan
yang datang dari arah lain, dan baru boleh meneruskan perjalanannya bilamana kondisi lalu-
lintas cukup aman. Rambu Stop biasanya dipasang pada jalan arah minor pada simpang
dengan pertimbangan:
 Jarak pandangan tidak memenuhi syarat karena kondisi geometrik maupun oleh sebab
lainnya,
 Angka kecelakaan cukup tinggi,
 Adanya simpangan dengan kendaraan lain yang mendapat prioritas seperti kereta api
misalnya.
Terdapat dua macam pemasangan rambu Stop ini, yakni:
a. Two Way Stop Sign : pemasangan rambu Stop dari dua arah, biasanya dari arah jalan minor
b. Multy Way Stop Sign: pemasangan rambu Stop pada seluruh kaki simpang, dilakukan
dengan pertimbangan:
 Angka kecelakaan sudah cukup tinggi yakni lebih besar dari 5 kejadian per tahun,
 Rata-rata tundaan kendaraan mencapai lebih dari 30 detik,
 Arus kendaraan dari masing-masing pendekat minimal sudah mencapai 500 kendaraan
per jam selama 8 jam operasi tertinggi per hari,
 Pertimbangan untuk memakai lampu sinyal belum ada dananya

4. Kanalisasi Simpang
 Kanalisasi dimaksud untuk mengarahkan kendaraan ataupun memisahkannya dari arah
pendekat yang mau belok ke kiri, lurus, ataupun belok ke kanan.
 Kanalisasi dapat berupa pulau dengan kerb yang lebih tinggi dari jalan ataupun hanya
berupa garis marka jalan.

5. Dengan Bundaran (Roundabout)


 Bundaran atau roundabout merupakan pulau di tengah-tengah simpang yang lebih tinggi
dari permukaan jalan rata-rata (bukan berupa garis marka)  sehingga secara nyata tidak
ada kendaraan yang akan melewatinya.
 Pengemudi yang memasuki simpang begitu melihat adanya bundaran di tengah sudah
akan terkondisi untuk memperlambat laju kendaraannya.
87

 Bundaraan dapat berfungsi mengarahkan dan melindungi kendaraan belok kanan.


88

6. Pembatasan Belok (Turn Regulation)


Pembatasan belok pada suatu simpang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah konflik
sehingga akan memperkecil tundaan dan meningkatkan kapasitas simpang. Terdapat beberapa
cara untuk mengurangi jumlah konflik dengan pembatasan belok, antara lain:
a. Larangan Belok Kiri
Alasan diterapkannya larangan belok kiri karena akan terjadi konflik dengan pejalan kaki
sehingga kendaraan harus berhenti  kendaraan di belakang ikut pila berhenti.
b. Larangan Belok Kanan
Kendaraan yang belok ke kanan harus menunggu gap yang cukup lama karena arus
kendaraan arah lurus dengan arah yang berlawanan cukup besar sehingga akan
menghambat kendaraan di belakangnya.
Untuk mencapai arah tujuan yang dimaksud, yakni arah ke kanan, kendaraan harus
menempuh arah lurus sampai pada suatu tempat yang dipandang aman dari pengaruh
simpang kemudian berputar arah dan kembali menuju simpang baru kemudian belok ke
kiri.

Atau dapat pula ditempuh jalur yang lain yang dapat ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
89

Pembuatan arah yang demikian akan menambah jarak dan waktu tempuh bagi kendaraan,
namun demikian dengan ini jumlah konflik akan dapat terkurangi terutama jika arus lurus
dari arah lawan sangat besar yang menyebabkan kesempatan belok kanan sangat kecil
karena tidak adanya gap dari kendaraan arah lurus tersebut.

7. Dengan Lampu Lalu-Lintas (Traffic Signal)


Lampu lalu-lintas yang dipasang pada suatu simpang dengan tiga jenis warna yakni: merah,
hijau, dan kuning yang menyala secara bergantian merupakan upaya pengaturan simpang
untuk mencegah konflik antar kendaraan berdasarkan interval waktu (time interval).
Kendaraan yang datang dari berbagai arah menuju titik yang sama dalam waktu yang
bersamaan pula dipisah berdasarkan interval waktu karena adanya lampu merah, hijau, dan
kuning yang menyala secara periodik pada tiap-tiap kaki simpang.

8. Dengan Simpang Tidak Sebidang


Simpang tidak sebidang merupakan bentuk pengendalian simpang untuk mencegah konflik
berdasarkan interval ruang (space interval). Masing-masing kendaraan dengan arah yang
berlainan secara nyata dipisah ruangnya sehingga tidak dimungkinkan terjadi konflik
kecuali konflik yang terjadi dalam arah yang sama misalnya : tabrak dari belakang atau juga
bersinggungan antar kendaraan. Pengambilan keputusan pemakaian bentuk simpang yang
tidak sebidang ini merupakan pilihan terakhir bilamana dengan sinyal lalu lintas sudah tidak
memungkinkan lagi karena terjadinya tundaan yang berlebihan akibat kemacetan sementara
siklus lampu lalu-lintas sudah sangat jenuh. Disamping itu juga tersedia dana bagi
pembuatan simpang yang tidak sebidang.
Hal yang perlu diingat bahwa keputusan pembuatan simpang tidak sebidang merupakan
keputusan yang terintegrasi antara simpang satu dengan simpang yang lain dalam satu
wilayah (Area Traffic System). Kajian tentang kelayakan penerapan simpang tidak sebidang
pada suatu tempat tidak dapat berlaku tunggal hanya pada simpang yang ditinjau melainkan
harus pula dikaji dampaknya pada simpang yang berdekatan dalam satu wilayah. Apabila
perencanaan simpang ini menafikan simpang yang lain maka boleh jadi kelancaran arus
pada simpang tersebut justru akan menyebabkan kemacetan pada simpang lainnya karena
terjadinya tambahan arus demand pada suatu pendekat yang berlebihan.
Bentuk simpang yang tidak sebidang ini bisa berupa jembatan layang (fly over) atau bisa
juga dengan bentuk terowongan bawah tanah (underpass)
90

7.3. LAMPU LALU LINTAS ( TRAFFIC SIGNAL)

Lampu lalu lintas secara sederhana dapat diterangkan sebagai lampu yang berada pada kanan kiri
pendekat dari simpang berupa tiang dengan tiga buah lampu yang berderet dari atas ke bawah
dengan warna merah pada deret paling atas kemudian kuning dan hijau yang paling bawah.

Pemasangan lampu lalu-lintas merupakan suatu upaya pengaturan simpang yang mengacu pada
pertimbangan:
 Tundaan dari arah minor  30 detik selama delapan jam dalam sehari.
 Arus kendaraan dari masing-masing lengan  750 kendaraan / jam selama delapan jam
dalam sehari.
 Arus pejalan kaki dari masing-masing lengan  175 orang / jam selama delapan jam dalam
sehari.
 Angka kecelakaan  5 kejadian/tahun.

Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka pemasangan lampu lalu-lintas menjadi tidak
layak dan jika dipaksakan maka:
 Terjadi pemborosan karena biaya pengadaannya cukup mahal
 Timbul tundaan yang tidak perlu pada jalan utama
 Menimbulkan ketidakpatuhan dari pengemudi karena memang dirasakan tidak perlu atau
tidak ada gunanya
 Mengurangi kapasitas simpang

7.3.1. Jenis-jenis Sistem Pengatur Lampu Lalu-lintas

Jenis sistem pengaturan Lampu lalu-lintas dikelompokkan menjadi tiga macam, yakni:
1. Pretime Controller
Sistem ini disebut juga sebagai sistem dengan pengaturan waktu tetap (fixed time controller)
karena pada sistem ini, lama waktu siklus, phase, waktu hijau, merah, dan lainnya disetel
secara tetap sepanjang hari.
91

Cara seperti ini sangat baik dipasang pada simpang dengan pola lalu lintas yang stabil,
ataupun jika terjadi variasi arus lalu lintas maka variasi itu masih dalam koridor yang bisa
diakomodasi oleh sistem, ini tanpa terjadi tundaan atau kemacetan yang berarti.
Keuntungan pemakaian sistem pretime controller:
a. Karena semua diseting secara tetap yakni: lama waktu siklus, waktu hijau, dan lain-
lainnya maka akan lebih tepat koordinasinya terutama pada simpang simpang yang
berurutan atau berderet karena rata-rata tundaan akibat berhenti (stopped delay) lebih
kecil daripada sistem actuated.
b. Kerja alat tidak terpengaruh oleh pergerakan kendaraan dari arah pendekat sehingga tidak
ada pihak yang dirugikan akibat pengaruh mobil mogok misalnya atau oleh adanya
perbaikan jalan.
c. Lebih tepat jika dioperasikan pada suatu daerah simpang dengan jumlah pedestrian besar.
d. Harga peralatannya jauh lebih murah dibandingkan dengan sistem actuated dan lebih
mudah perawatannya.

2. Semiactuated Controller
Pada sistem ini didisain agar lampu hijau pada jalan utama selalu menyala sepanjang hari.
Lampu hijau akan berubah menjadi merah manakala detektor pada jalan minor menangkap
sinyal akan adanya kendaraan yang hendak memasuki simpang. Pengoperasian ini adalah
bahwa: panjang waktu siklus dan hijau bervariasi dari siklus satu ke siklus berikutnya sesuai
dengan arus demand.

3. Fully Actuated Controller


Berbeda dengan sistem semiactuated controller yang detektor hanya dipasang pada jalan
minor, maka pada sistem ini seluruh kaki simpang dipasang detektor. Sistem ini dipakai jika
arus kendaraan sangat bervariasi sepanjang hari dan disukai karena bersifat responsif terhadap
kebutuhan atau kondisi lalu-lintas. Sama dengan sistem semiactuated, panjang waktu siklus
dan hijau bervariasi dari siklus satu ke siklus berikutnya sesuai dengan arus demand. Secara
umum waktu hijau maksimum dan minimum diberikan pada tiap phase.
Detektor biasanya diletakkan di bawah permukaan jalan namun kadang-kadang diletakkan
pada tiang lampu sinyal. Jenis-jenis yang biasa dipergunakan adalah: inductive loop detector
(kumparan induktif), magnetometer, dan microwave detector (detektor gelombang mikro).
Sejauh ini inductive loop detector yang lebih umum dipakai. Prinsip kerja dari sistem ini
adalah: suatu kumparan dari kawat metal ditanam pada perkerasan kemudian ditutup dengan
92

pengisi epoxy. Setiap ada kendaraan yang lewat dia atas detektor, berat metal akan merubah
induksi kumparan dan secara otomatis akan menghitung jumlah kendaraan.
Keuntungan pemakain sistem actuated controller:

a. Lebih efisien dipakai pada simpang-simpang dimana fluktuasi arus lalu lintasnya tidak
bisa diatasi dan diprogram dengan sistem pretime controller.
b. Lebih efisien diterapkan pada simpang-simpang yang kompleks.
c. Lebih efisien baik bagi jalan utama maupun jalan minor karena pemutusan waktu hijau
hanya terjadi jika dibutuhkan oleh arus minor ataupun oleh pejalan kaki.
d. Lebih efisien pada simpang-simpang yang lokasinya tidak menguntungkan
e. Lebih menguntungkan pada operasi yang menerus tanpa membutuhkan tundaan pada
jalan utama
f. Diterapkan terutama pada alokasi dimana lampu kontrol lalu lintas hanya diperlukan
dalam waktu yang singkat dalam sehari.
g. Sistem actuated secara umum dapat meminimalkan tundaan terutama jika arus demand
sangat bervariasi.

7.3.2. Definisi-definisi pada Lampu Sinyal

1. Jalan Utama (Main Road atau Major Street)


Adalah arah bagian dari pendekat dari simpang yang memiliki arus lalu lintas yang lebih
besar dari arah lainnya (geometrik dengan lebar lengan yang > dari lengan yang lain).

2. Jalan Minor (Minor Street)


Adalah arah bagian dari pendekat dari simpang yang memiliki arus lalu lintas yang lebih kecil
dari arah lainnya (bentuk geometrik dengan lebar lengan < dari lengan yang lain).

3. Waktu Siklus (Cycle Time)


Adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu putaran dari sinyal pada
suatu simpang dan diberi simbol C.

4. Phase
Bagian dari waktu siklus yang dialokasikan bagi sembarang lalu lintas untuk mengadakan
pergerakan.
93

5. Waktu antara (Clearance Interval = Change Interval)


Adalah total waktu periode kuning dan semua merah (all red) yang terjadi pada akhir periode
hijau yang dimaksudkan untuk membersihkan atau mengosongkan simpang sebelum
pergerakan berikutnya dimulai atau merupakan periode kuning dan merah semua antar dua
phase sinyal yang berurutan dan diberi simbol Yi.
Istilah lain yang juga dipakai, pada IHCM 1997 dan Metoda Akcelik, adalah Intergreen yang
diberi simbol I

6. Waktu Hijau (Display Green)


Waktu nyala hijau dari suatu pendekat dan diberi simbol Gi

7. Waktu Hijau Efektif (Effective Green)


Waktu dalam satu phase yang efektif diijinkan mengalirkan pergerakan dan diberi simbol gi.
Secara umum waktu hijau efektif adalah waktu hijau ditambah dengan waktu antara dikurang
dengan waktu hilang atau: gi = Gi + Yi – L (7.1)
8. Waktu Hilang (Lost Time)

Adalah waktu dimana simpang tidak efektif digunakan untuk pergerakan yang dalam hal ini
terjadi selama waktu antara dan awal dari masing-masing phase dimana kendaraan dalam
antrian mengalami kelambatan dan diberi simbol: l.
9. Rasio Hijau Efektif (Green Time Ratio)

Perbandingan antara waktu hijau efektif dengan panjang siklus diberi simbol: u.

ui = gi / C (7.2)

10. Waktu Merah Efektif

Adalah waktu efektif dimana tidak diijinkan adanya pergerakan, yakni merupakan panjang
siklus dikurangi dengan waktu hijau efektif untuk phase tertentu, dan diberi simbol ri.

ri = C – gi (7.3)
94

7.3.3. Karakteristik Pergerakan

Karakteristik pergerakan meliputi: Arus jenuh (saturation flow), waktu hijau efektif (effective
green time), dan waktu hilang (lost time) (Gambar 7.2.)
Arus jenuh/ saturation flow adalah jumlah maksimum kendaraan yang bisa diberangkatkan dari
antrian pada periode waktu hijau. Syarat mutlak dipasang lampu sinyal  adanya antrian.
Waktu hilang (lost time = l) adalah

l = start lag a – end lag b (7. 4)


sedangkan :

start lag a= I + eel = Intergreen + start loss


= amber + all red + start loss (7.5)

Jika start loss = en lag b, maka lost time = Intergreen


Hubungan antara displayed green time (G) dan effective green time (g) adalah :

g+l = G+I (7.6)

Start lag,a Effective Green Time,g

Actual Flow Effective


Curve flow Curve

Start
Intergreen, I loss End lag,b =
Saturation flow ,s End gain

Time
Displayed Green
Time, G

F ( StartingPhase Change Time)


i F (Terminating Phase
k
change time )

= Amber = All-red = Green

Sumber: Akcelik, R, 1981, Traffic Signal: Capacity and Timing Signal, Australian Road and
Gb.7.2
Research, - Model
Victoria, Dasar Arus Jenuh dan Definisi
Australia.
95

Apabila digambarkan dalam suatu simpang dengan tiga kaki yang mempunyai tiga phase,
maka secara jelas dapat dilihat pada Gambar 7.3. di bawah ini.

1 1

2
3
4

PHASE A PHASE B PHASE C

Gambar 7.3. Diagram Phase Sinyal dan Denah Simpang

Dari Gambar 7.3. terlihat bahwa nomor pergerakan 1 berjalan dalam dua phase yakni phase A
dan B. Sedang pergerakan lainnya berlangsung hanya dalam satu phase. Siklus simpang yang
terdiri dari tiga phase yakni phase A, B, dan C, akan lebih mudah dipahami jika digambarkan
dalam bentuk diagram siklus sinyal seperti tampak pada Gambar 7.4.

Sedangkan untuk mengetahui waktu pergerakan tiap-tiap nomor gerakan dalam satu siklus dapat
dilihat pada Gambar 7.5.
96

Sumber: Akcelik, R, 1981, Traffic Signal: Capacity and Timing Signal, Australian Road and
esearch, Victoria, Australia.

Gambar 7.4. Diagram Siklus Sinyal

Gambar 7.5. Diagram Waktu Sinyal


97

7.3.4. Konsep Dasar Kapasitas ( c ) dan Tingkat Pelayanan (Level of Servive = LOS)

Konsep kapasitas dan tingkat pelayanan merupakan analisis utama pada simpang . Kedua konsep
tidak secara jelas berhubungan dan dua parameter tersebut dianalisis secara terpisah.

Kapasitas dihitung dari masing-masing lane group dari pendekat suatu simpang. Lane group
didefinisikan sebagai satu atau lebih lajur yang melayani arus lalu-lintas dan mempunyai
stopline bersama dan kapasitas terbagi oleh semua kendaraan. Analisis kapasitas menghasilkan
v/c ratio untuk tiap lane group. Sedangkan v/c ratio adalah arus yang ada atau arus yang
diperkirakan pada desain pada lane group untuk periode 15 menitan dibagi dengan kapasitas
lane group.

Tingkat pelayanan (LOS) didasarkan pada rata-rata tundaan per kendaraan untuk berbagai
pergerakan di simpang. Meskipun v/c ratio mempengaruhi tundaan, tapi ada parameter lain yang
lebih berpengaruh yakni: kualitas progress, panjang siklus, dan waktu hijau.

7.3.5. Kapasitas ( c ), v/c Ratio, dan v/s Ratio

Kapasitas suatu simpang bersinyal ditentukan untuk masing-masing lane group dari pendekat.
Kapasitas lane group adalah arus maksimum rata-rata pada lane group yang dapat dilepaskan
pada simpang di bawah kondisi ada, kondisi geometrik, dan kondisi sinyal yang ada. Rata-rata
arus yang ada biasanya diukur untuk periode 15 menitan dan satuan kapasitas adalah kendaraan /
jam.

Kondisi lalu lintas meliputi: volume pada tiap pendekat, distribusi pergerakan kendaraan (kiri,
lurus, kanan), lokasi perhentian bus, arus pejalan kaki, dan parkir pada daerah simpang. Kondisi
geometrik meliputi jumlah lajur, lebar laju, kelandaian, dan jalur khusus untuk parkir. Sedangkan
kondisi sinyal meliputi phase sinyal dan tipe dari controller.

Arus jenuh atau saturation flow merupakan jumlah maksimum kendaraan yang bisa
diberangkatkan pada saat lampu hijau jika terjadi antrian pada saat lampu merah. Notasi dari arus
jenuh adalah: ’s’ dengan satuan kendaraan per jam pada efektif hijau ( kpjh,kend.per jam hijau =
vphg, vehicle per hour green).
98

Hal penting yang perlu diingat bahwa variabel-variabel seperti arus atau flow (q), kapasitas (c),
dan arus jenuh (s) merupakan nasukan yang penting untuk analisis simpang.
Flow ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara arus yang ada atau arus yang diperkirakan
(arus disain) pada lane group i (vi) dengan arus jenuh (si).
Flow ratio = vi / sI (7.7)

ci = si x g/C (7.8)

Dimana : ci = kapasitas per lane per group i


si = arus jenuh per lane per group i
gi = hijau efektif
C = panjang siklus

Ratio antara arus dengan kapasitas disebut sebagai v/c ratio diberi simbol X

X = v/c (7.9)

dan perbandingan antara g/C disebut sebagai ratio hijau efektif (green time ratio) diberi simbol
‘U’, sehingga :
U = g/C (7.10)

Dengan demikian maka rumus (7.9) dan (7.8) untuk lane group i menjadi:

Xi = (v / c)I
vi
Xi =
si x( g i / C )
 v / si
Xi = (7.11)
( gi / C )

Dari rumus (7.11) dapat dikatakan bahwa: v/c ratio untuk lane group i merupakan hasil bagi
antara flow ratio dengan green time ratio.
Jika suatu pendekat I mempunyai arus demand sebesar 40 % dari saturation flow dan gi/C
sebesar 0,35 maka :
0,40
Xi = 0,35
= 1,14
99

Harga Xi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai Xi = 1 terjadi jika arus yang ada sama dengan
kapasitas. Sedangkan harga Xi = 0 terjadi jika tidak ada arus yang lewat. Jika nilai Xi lebih
besar dari 1 maka hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas jalan sudah tidak mencukupi
terhadap tuntutan demand.

Konsep kapasitas lainnya yang penting adalah v/c ratio kritis atau Xci yakni v/c ratio simpang
secara keseluruhan yang didasarkan dengan hanya mempertimbangkan flow ratio (v/s) lane
group yang tertinggi pada suatu phase sinyal.

C
Xci =  (v/s)ci x (7.12)
CL

Dimana Xc = v/c kritis pada suatu simpang


 (v/s)ci = penjumlahan dari flow
ratio untuk semua lane group kritis
C = panjang siklus
L = total waktu hilang

Jika pada suatu simpang terdapat 3 lane group kritis, memerlukan v/s berturut-turut : 0,40 ;
0,30 ; dan 0,20 sedangkan L = 6 detik dan C = 90 detik, maka v/c ratio kritisnya adalah :

90
Xc= (0,40 + 0,30 + 0,20) x = 0,96
90  6

V/c ratio merupakan ukuran dari kecukupan kapasitas yakni apakah kondisi geometrik dan disain
dari sinyal cukup menyediakan kapasitas bagi pergerakan. Sedangkan tundaan merupakan
ukuran kualitas bagi pelayanan terhadap pengguna jalan. Kedua parameter tersebut harus
dianalisis secara mendalam untuk mengoptimalkan operasi dari simpang.

7.3.6. Tingkat Pelayanan (level of Service = LOS)

Tingkat pelayanan suatu simpang merupakan ukuran kualitas pelayanan suatu simpang yang
digambarkan sebagai rata-rata tundaan berhenti (stopped delay) per kendaraan untuk periode
pengamatan 15 menitan. Tingkat pelayanan secara lengkap dicantumkan pada Tabel 7.1.
100

Tabel 7.1. Tingkat Pelayanan Simpang

LOS STOPPED DELAY PER KEND.


(detik)

A 5,0
B 5,1 – 15,0
C 15,1 – 25,0
D 25,1 – 40,0
E 40,1 – 60,0
F >60

Perhitungan tundaan merupakan hal yang sangat rumit, pengukurannya tergantung pada
banyaknya variabel meliputi: kualitas progress, panjang siklus, green time ratio (g/C), dan v/c
ratio. Tundaan juga dapat diukur langsung di lapangan.

Tingkat Pelayanan A menggambarkan tingkat operasi dengan tundaan yang rendah, lebih kecil
dari 6 detik. Terjadi pada kualitas progress yang sangat baik, artinya hampir semua kendaraan
datang pada saat lampu hijau dan sebagian besar tidak mengalami henti. Tingkat Pelayanan B
dapat menggambarkan kualitas progress yang baik , lama siklus pendek, lebih banyak kendaraan
yang terhenti daripada A dan tundaan lebih besar dari A. Tingkat Pelayanan C dapat
menggambarkan kualitas progress yang cukup , lama siklus lebih panjang, jumlah kendaraan
yang terhenti lebih banyak tapi masih ada juga kendaraan yang tidak mengalami stop. Tingkat
Pelayanan D: menggambarkan tingkat operasi dengan tundaan berkisar antara 25 sampai dengan
40 detik. Pada tingkat ini pengaruh kemacetan sudah mulai nampak. Rata-rata tundaan yang
panjang diakibatkan oleh kombinasi progression yang kurang baik, siklus yang panjang, atau v/c
ratio yang tinggi. Kendaraan yang stop semakin banyak dan yang tidak stop semakin sedikit.
Tingkat Pelayanan E: merupakan LOS dengan tundaan mendekati batas yang tidak bisa diterima
yang diakibatkan oleh progression yang jelek, siklus yang lama, dan v/c ratio yang tinggi.
Tingkat Pelayanan F: merupakan LOS dengan tingkat tundaan yang tidak bisa diterima oleh
pengemudi karena terjadinya oversaturation dimana arus yang datang melebihi kapasitas dan v/c
ratio melebihi angaka 1.
101

7.3.7. Hubungan Kapasitas dengan Tingkat Pelayanan


Karena tundaan sangat sulit diukur maka hubungannya dengan kapasitas juga sangat kompleks.
Tundaan yang tinggi dapat terjadi pada berbagai v/c ratio bilamana terjadi kombinasi dari
berbagai kondisi:
1. Waktu siklus lama
2. Lane group yang ditinjau tidak diuntungkan karena waktu sinyal misalnya waktu merah terlalu
lama.
3. Sinyal progress untuk pergerakan utama jelek.

Hal sebaliknya dapat terjadi yakni pada lane group yang jenuh yakni v/c ratio mendekati angka 1
tetapi tundaan rendah bilamana waktu siklus pendek dan progress sinyal pada pergerakan utama
bagus.

7.3.8. Metoda Perhitungan


Untuk menganalisis simpang bersinyal ada bebrapa cara yang biasa digunakan yakni :
1. Metoda IHCM 1997 (Indonesian Highway Capacity Manual 1997)
2. Metoda USHCM 1994 (United State of America Highway Capacity Manual 1994)
3. Metoda Akcelik
4. Metoda SIDRA
5. Metoda Webster

Banyak hal-hal yang sama pada berbagai metoda di atas sebagai langkah untuk menganalisis
simpang, sekalipun terdapat pendekatan yang berbeda untuk masing-masing metoda misalnya
pemakaian rumus dan pemakain faktor lainnya. Pada semua metoda variabel yang harus
dimasukkan sebagai faktor untuk analisis adalah kondisi geometrik, kondisi arus lalu-lintas, dan
kondisi sinyal. Sedangkan hasil akhir yang akan dicapai oleh semua metoda adalah untuk
menentukan: waktu siklus, pembagian phase sinyal, v/c ratio, v/s ratio, dan menghitung tundaan
untuk menentukan tingkat pelayanan yang ada.
102

7.4. METODA WEBSTER

7.4.1. Prinsip Pergerakan


Suatu hal yang paling mudah untuk menghilangkan terjadinya konfik pada suatu simpang
bersinyal adalah dengan mengijinkan pergerakan hanya dari satu pendekat saja. Memang
keputusan ini sangat bagus untuk mengatasi konflik, namun akan mengakibatkan hambatan yang
besar pada kaki simpang lainnya. Waktu siklus yang dibutuhkan akan sangat panjang dan
akibatnya tundaan rata-rata secara keseluruhan menjadi besar yang pada akhirnya menyebabkan
tingkat pelayanan simpang menjadi jelek dan simpang menjadi tidak efisien.

Untuk mengatasi hal itu maka perlu dipikirkan untuk mengalirkan beberapa arus lalu lintas
secara bersamaan untuk mempercepat waktu siklus dan pada akhirnya diperoleh efisiensi
penggunaan sinyal yang tinggi dengan tetap berprinsip pada aspek keselamatan. Terdapat
beberapa teknik untuk mengatur pergerakan yakni: mengijinkan pergerakan, membatasi
pergerakan, dan memisahkan pergerakan.
1. Mengijinkan pergerakan

Aplikasi dari mengijinkan pergerakan pada suatu simpang dengan empat kaki adalah dengan
melepas arus lalu lintas dari dua arah yang berlawanan sedangkan kedua arah lainnya ditahan.
Kendaraan yang berjalan lurus mendapatkan prioritas untuk jalan terlebih dahulu dan
kendaraan yang hendak berbelok ke kanan harus menunggu kesempatan. Bila jumlah lajur
hanya satu maka kendaraan yang hendak belok kanan dapat berjalan menuju ke tengah
simpang untuk menunggu kesempatan menyela sehingga kendaraan di belakangnya yang
berjalan lurus tidak terganggu. Pada cara ini berarti hanya dibutuhkan dua phase sinyal
sehingga waktu siklus menjadi kecil.

1
6
12
4
9 7
10

2
5
8

11
3

PHASE A PHASE B

Gambar 7.6. Pengaturan Dua Phase dengan Konsep Mengijinkan Pergerakan


103

2. Membatasi Pergerakan
Maksud dari membatasi pergerakan adalah dengan tidak mengijinkan belok kanan. Hal ini
diterapkan dengan pertimbangan arus lalu-lintas yang belok kanan cukup besar sehingga akan
mengganggu arus kendaraan lurus di belakangnya. Hal ini disebabkan ruang tengah simpang
sudah penuh dengan kendaraan belok kanan yang sedang menunggu kesempatan jalan.

6 1
12
4

10
2 9 7
5

8
3
11

PHASE 1 PHASE 2

Gambar 7.7. Pengaturan Dua Phase dengan Membatasi Pergerakan Kanan

3. Memisahkan pergerakan
Diterapkan pada simpang berkaki empat yang dilakukan dengan tiga tahapan:

a. Pemutusan Cepat ( Early cut off)


Jika arus belok kanan pada salah satu kaki cukup besar, maka cara yang dilakukan adalah
dengan:
 Melepas kedua arus yang berlawanan arah secara bersamaan dengan catatan arus
belok kanan dari kaki yang memiliki arus belok kanan yang cukup besar tersebut
ditahan terlebih dahulu.
 Tahap berikutnya arus dari arah lawan ditahan dan dilanjutkan dengan melepas arus
belok kanan sambil arus yang lurus pada kaki yang sama tetap diijinkan berjalan.

6 1 6 1
12
4 4
10

9
2 2 7
5 5
8

3 3
11

PHASE 1a PHASE 1b PHASE 2


104

b. Awal yang Terlambat (Late Start)


Gambar 7.8 Pengaturan Dua Phase dengan Pemutusan Cepat
Alternatif lain jika arus belok kanan pada salah satu kaki cukup besar disamping dengan
pemutusan cepat adalah dengan cara awal yang terlambat. Prinsip kerja pada cara ini
adalah dengan melepas arus lurus dan belok kanan terlebih dahulu dan menahan arus yang
berlawanan arah. Setelah beberapa detik berjalan baru arus dari arah lawan dilepas. Baik
cara pemutusan cepat dan awal terlambat keduanya memakai prinsip bahwa arus yang
berlawanan arah berjalan dalam satu phase. Sedangkan kelebihan cara awal yang terlambat
adalah arus yang hendak belok kanan dengan jumlah besar tidak perlu disediakan lajur
khusus karena tidak akan terjadi antrian kendaraan yang menunggu kesempatan untuk
belok kanan.

6 1 6 1
12
4 4

10
2 2 9 7
5 5

8
3 3
11

PHASE 1a PHASE 1b PHASE 2

Gambar 7.9 Pengaturan Dua Phase dengan Awal yang Terlambat


c. Phase Khusus Belok Kanan
Metoda ini diterapkan bilamana arus belok kanan untuk kedua kaki simpang cukup besar,
yakni dengan cara memberikan phase khusus untuk kendaraan belok kanan pada kedua
kaki simpang yang berlawanan, dengan kata lain dibuat menjadi tiga phase.

6 1 6 1
4 12
4
10

2 2 9 7
5 5
8

3 3
11

PHASE 1 PHASE 2 PHASE 3

Gambar 7.10 Pengaturan dengan Phase Khusus Belok Kanan


105

7.4.2. Prosedur Perhitungan

Prosedur yang diberikan ini merupakan petunjuk cara pembagian waktu pada simpang yang
terisolasi artinya antar simpang satu dengan simpang yang lain tidak dikoordinasikan setting-
nya atau terpisah. Sasaran dari prosedur perhitungan adalah mengoptimalkan tingkat operasi
simpang dengan waktu tunggu yang ditekan seminimal mungkin tanpa harus mengorbankan
keselamatan pemakai.

7.4.2.1. Data Geometrik Simpang

Data geometrik dari simpang perlu dihimpun untuk menentukan arus jenuh dari simpang. Data
itu meliputi:

1. Radius Tikungan
2. Sudut yang dibentuk oleh kaki-kaki simpang
3. Lebar pendekat
4. Data-data lain seperti:
 Pembagian lajur (kiri,lurus,kanan) serta lebar masing-masing
 Tata guna tanah di sekitar simpang
 Lebar bahu dan trotoar di sekitar simpang
 Rambu dan marka di daerah simpang
 Lokasi tempat parkir di sekitar simpang
 Kelandaian jalan

7.4.2.2. Data Arus Lalu lintas

Data arus lalu-lintas di simpang yang dibutuhkan tidak hanya data tentang jumlah kendaraan saja
melainkan juga tentang arah pergerakannya yaitu arah kiri (L), lurus (T), dan kanan (R).
Disamping itu pencatatan kendaraan yang melewati simpang perlu dilakukan untuk masing-
masing jenis kendaraan. Agar bisa dihitung maka jenis-jenis kendaraan yang ada perlu
dikonversikan ke dalam satuan yang sama yakni menjadi satuan mobil penumpang (smp). Pada
dasarnya pada setiap simpang setiap kendaraan mempunyai nilai emp yang berbeda, akan tetapi
MKJI memberikan nilai acuan untuk konversi nilai emp.
106

Tabel 7.2. Nilai Konversi Kendaraan

NO JENIS KENDARAAN NILAI KOVERSI


( SMP )

1 Bus / truk sedang 1,75


2 Bus besar 2,25
3 Truk berat / trailer 2,50
4 Sedan, jeep, dan sejenisnya 1
5 Sepeda motor 0,33
Sepeda
6 0,20
Sumber: Directorate General of Highways Ministry of Public Works, 1997,Indonesian Highway

Capacity Manual, Urban Roads,Indonesia.

7.4.2.3. Arus Jenuh

Besarnya arus jenuh tidaklah sama untuk tiap simpang tergantung pada berbagai faktor, seperti:
kondisi gradien jalan, lokasi parkir, radius tikungan, dan ada tidaknya lalu-lintas belok kanan
yang berpapasan dengan lalu-lintas yang datang dari arah berlawanan. Berikut ini rumus-rumus
pendekatan untuk mencari arus jenuh:
1. Untuk arus lalu-lintas lurus
s = 525 x W (7.13)
dimana : s = Arus Jenuh (saturation flow = smp/jam)
W = Lebar Lajur (meter)

2. Arus Lalu-lintas Belok Kanan


a. Tanpa arus lawan dan Tanpa lajur khusus
1800
S = (1  1,524 / r ) (7.14)

Dimana: r = jar-jari kelengkungan simpang (meter)

b. Tanpa arus lawan dan dengan lajur khusus


3000
S = (1  1,524 / r ) (7.15)
107

c. Dengan terdapat arus lawan dan tanpa lajur khusus


Pada kondisi seperti ini yakni terdapat arus yang melawan namun tidak terdapat lajur
khusus belok kanan, maka akan berpengaruh pada kondisi sekitar simpang yaitu:
 Akan menyebabkan tundaan pada arus belok kanan itu sendiri dan arus arah lain (selain
yang belok kanan) pada satu pendekat yang sama
 Akan menghalangi pemakain lajur lainnya untuk kendaraan lurus yang juga
mengakibatkan tundaan
 Sisa kendaraan yang berada di tengah simpang pada akhir periode hijau akan tetap
dihabiskan sehingga menyebabkan terlambatnya kendaraan pada phase berikutnya.

Pengaruh yang pertama dan kedua dapat dinetralisisr dengan menganggap bahwa arus
belok kanan rata-rata diasumsikan sebesar 1,75 kali arus yang lurus. Sedangkan pengaruh
yang ketiga ini yang cukup rumit. Belok kanan bisa berjalan jika terdapat gap yang cukup
dari kendaraan arah lawan, yang berdasarkan pengamatan gap (  ) tersebut berkisar 5
sampai 6 detik. Gambar 7.11 yang secara teoritis diberikan oleh Tanner menggambarkan
arus jenuh dengan kondisi: pertama jika arus melawan terdiri dari satu lajur dengan gap (
 ) 5 detik dan kedua jika arus melawan terdiri dari dua lajur dengan gap (  ) 6 detik .
Gambar 7.11 tersebut memberikan nilai saturation flow teoritis (Sr) yang dapat lolos
melalui gap yang terjadi pada arus lawan. Untuk mengkonversikan nilai Sr kepada jumlah
maksimum kendaraan belok kanan per siklus (cycle) atau Nr maka dipergunakan
persamaan:

 gS  qC 
Nr = Sr  S  q  (7.16)
 

Dimana: q = arus dari arah lawan


S = arus jenuh arah lawan
g = efektif hijau
C = waktu siklus
108

Gambar 7.11 Estimasi dari Arus jenuh Belok Kanan Efektif (Sr)

Selisih antara jumlah rata-rata kendaraan belok kanan per siklus dan Nr menunjukkan
jumlah rata-rata kendaraan sisa pada akhir periode hijau (N W). Laju pelepasan dari
kendaraan ini kurang lebih satu kendaraan setiap 2,5 detik dengan asumsi bahwa kendaraan
pertama ,yang menunggu belok kanan, melewati titik pada centre line simpang begitu
sinyal berubah merah (yakni 3 detik setelah periode intergreen mulai) sehingga lama
waktu kendaraan kedua untuk mencapai titik ini adalah pada 2,5 detik berikutnya dan 5
detik berikutnya untuk kendaraan yang ketiga dan seterusnya. Agar tidak ada waktu yang
dibuang antara waktu begitu kendaraan belok kanan habis dan kendaraan arah lawan mulai
berangkat maka kendaraan pertama pada phase berikutnya diharapkan datang di titik ini
pada 2,5 detik setelah kendaraan belok kanan terkhir. Dengan asumsi bahwa kendaraan
109

pertama pada phase berikutnya memerlukan waktu kurang lebih 3 detik dari mulainya awal
periode hijau untuk mempercepat dari sisa dan mencapai titik ini (yaitu datang 3 detik
setelah akhir periode intergreen) , mengabaikan variasi jumlah kendaraan belok kanan
yang menunggu, tidak akan ada waktu terbuang jika periode intergreen sebesar 2,5 NW
detik. Jika intergreen kurang dari 2,5 NW detik perbedaan ini memberikan estimasi kasar
tundaan ekstra pada ‘waktu mulai’ dari kendaraan lawan. Dengan jumlah random dari
kendaraan datang yang belok kanan per siklus maka efek tundaan pada kendaraan lawan
akan lebih besar daripada jika jumlah rata-rata diperkirakan datang tiap siklus, namun pada
kebanyakan keperluan, kemungkinan tidak dibutuhkan dalam perhitungan.
Untuk memperkirakan apakah rangkaian fakta dari waktu sinyal memerlukan kapasitas hal
ini dibutuhkan untuk membuat perhitungan.

d. Dengan terdapat arus lawan dan dengan lajur khusus belok kanan
Dengan kondisi seperti ini maka tidak ada tundaan pada kendaraan lurus pada pendekat
yang sama , namun akan ada efek pada phase berikutnya yang dihitung sesuai dengan
keterangan pada butir ‘ b ‘ di atas.

3. Pengaruh Lalu-lintas Belok Kiri


Pengaruh belok kiri pada arus jenuh tergantung pada ketajaman belok dan arus pedestrian,
dan perhitungannya sama dengan belok kanan. Karena jumlah belok kiri kecil, tidak ada 10%
dari arus total pendekat, maka tidak perlu koreksi pada arus jenuh. Jika jumlahnya lebih dari
10 % maka perlu dilakukan koreksi dengan ketentuan tiap arus belok kiri kelebihannya
equivalen dengan 1,25 arus kendaraan lurus.

4. Pengaruh Pedestrian
Pengaruh pedestrian tidak begitu menentukan dan tergantung pada kondisi luas lapangan.
Namun jika arus pedestrian tinggi maka pengaruhnya perlu dipertimbangkan dengan
mengklasifikasikan lapangan sesuai dengan ‘efek karakteristik lapangan’ seperti di bawah.

5. Pengaruh Parkir Kendaraan


Karena lokasi parkir di sekitar simpang mengganggu arus lalu-lintas, maka pengaruhnya
dapat didisejajarkan dengan pengurangan lebar lajur terpakai, persamaan (7.17).
110

0,9( z  25)
Pengurangan lebar = 5,5 - ft (jika positif) (7.17)
k
Dimana: k = setting waktu hijau (detik)
z = jarak kendaraan parkir dari stop line (ft), jika z <25ft maka hasilnya
negatif dan dianggap tidak ada pengurangan lebar.
Jika perhitungan dalam satuan meter maka rumus menjadi:
0,9( z  7,62)
Pengurangan lebar = 1,68 - meter (jika positif) (7.18)
k
Dimana k = waktu hijau (detik)
z = jarak kendaraan parkir dari stop line (meter), jika z <7,62 m maka
hasilnya negatif dan dianggap tidak ada pengurangan lebar.
6. Pengaruh Karakteristik Lapangan
Pengaruh karakteristik lapangan akan juga mempengaruhi arus jenuh dibagi dalam tiga
kondisi seperti terlihat pada Tabel 7.3.
7. Pengaruh Gradien
Gradien jalan akan mengurangi atau menambah arus jenuh dengan ketentuan:
 Tiap pendakian sebesar 1 % arus jenuh dikurangi sebesar 3 %
 Tiap penurunan sebesar 1 % arus jenuh ditambah sebesar 3 %

Tabel 7.3. Pengaruh Karakteristik Lapangan


Pada Arus Jenuh

Kondisi Prosentase
Lapangan Keterangan Terhadap Standar
Arus Jenuh

Bagus lajur ganda, terdapat pemisah jalur , tidak ada 120 %


gangguan pedestrian, radius putar cukup,
alinemen bagus, dll.

Rata-rata Kondisi rata-rata, sebagian karakteristik ada yang


bagus dan sebagian jelek 100 %
Kecepatan rendah, pengaruh kendaraan parkir dan
Buruk pedestrian besar, kondisi sekitar sibuk, alinemen
jelek
85 %

Sumber: Directorate General of Highways Ministry of Public Works, 1997,Indonesian Highway Capacity
Manual, Urban Roads,Indonesia 7.4.2.4. Ratio Arus Jenuh ( Flow Ratio)
111

Ratio arus atau flow ratio (Y), yang terjadi pada tiap-tiap pendekat pada kaki simpang dengan
phase yang sama, merupakan perbandingan antara arus (flow=q) dan arus jenuh (saturation
flow=S) atau Y= q/S. Jika tiap kaki terdapat 3 lajur terpisah misalnya belok kiri, lurus, dan
kanan maka perhitungan dilakukan untuk tiap-tiap lajur. Kemudian apabila pada satu phase
misal phase A yang bergerak adalah dua kaki dan tiap kaki dengan 3 lajur, maka akan terdapat 6
(enam) flow ratio. Karena jumlah flow ratio dalam satu phase lebih dari satu maka perlu diambil
nilai yang krritis yakni nilai terbesar sebagai dasar perhitungan.

7.4.2.5. Periode Intergreen

Periode intergreen (I) merupakan periode waktu yang dipakai untuk mengosongkan atau
membersihkan simpang yang terdiri dari periode amber (kuning) dan semua merah (all red).
Besarnya periode intergreen biasanya diambil 5 detik dengan amber 3 detik dan semua merah 2
detik.

7.4.2.6. Waktu Siklus

1,5 L  5
Co = (7.19)
1Y

L
Cmin = (7.20)
1 Y

0,9 L
Cp = 0,9  Y (7.21)

L = 2n + l (7.22)

Dimana : Co = Waktu siklus optimum (detik)


Cmin = Waktu siklus minimum (detik)
Cp = Waktu siklus praktis (detik)
l = Waktu hilang per phase (diambil sebesar 2 detik)
L = Total waktu hilang per siklus (detik)
n = Jumlah phase
7.4.2.7. Periode Waktu Hijau
112

y
g = (Co  L) (7.23)
Y

G = g+l (7.24)

k = G-a (7.25)

dimana: g = Waktu hijau efektif (detik)


G = Kombinasi waktu hijau dan periode amber (detik)
k = setting hijau di alat (detik)

7.4.2.8. Tundaan ( Delay)


1
C (1   ) 2 x2  C  3  2  5 
d =   0,65.
 q2 
 .x (7.26)
2(1  x ) 2q (1  x)  

Dimana : d = Tundaan rata-rata tiap kendaraan tiap lajur (detik)


C = Waktu siklus (detik)
g
=
C
q
x = ( derajad kejenuhan)
S

7.4.2.9. Perhitungan Tambahan

1. Jumlah Rata-rata Kendaraan tiap Siklus


M= qxC (7.27)
Dimana: M = Jumlah Rata-rata Kendaraan tiap Siklus (smp)
q = Arus (flow=smp)
C = Waktu siklus (detik)

2. Proporsi Kendaraan Terhenti


1 
E = 1 y (7.28)

3. Waktu Merah Efektif


r = C–g (7.29)
113

Dimana: r = Waktu merah efektif

4. Antrian Rata-rata
r 
N = q x  d (7.30)
2 
Atau N = qxr (7.31)
Dimana: N = Antrian rata-rata kendaraan yang terjadi pada saat awal hijau
d = tundaan
Nilai N dari rumuas (7.30) dan (7.31) dipilih mana yang terbesar sebagai perhitungan.
114

CONTOH KASUS

JL. BKR

JL. MARTANEGARA

JL. LODAYA

JL. BKR

POLA DAN JUMLAH PHASE

UTARA
115

PHASE C
PHASE A PHASE B

Anda mungkin juga menyukai