Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS

1. Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


1.1 Anatomi Fisiologi Genitalia bagian Luar (Vulva)

Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri
dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum,
orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
1.1.1 Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior simfisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
1.1.2 Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan
skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas
atas labia mayora. Dibagian bawah perineum, labia mayora
menyatu (pada commisura posterior).
1.1.3 Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan
ujung serabut saraf.
1.1.4 Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding
anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria.
Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh
darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.\
1.1.5 Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene
kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
1.1.6 Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa
robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau
fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan
bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen
imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan
darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.
1.1.7 Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian
kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi
dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix
lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding
dorsal yang elastis, dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah
mengikiti siklus haid. fungsi vagina yaitu untuk mengeluarkan
ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi
(persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri,
bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu
fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik
Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar
1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi
orgasmus vaginal.
1.1.8 Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan
diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda,
m.constrictor urethra). Perineum meregang pada persalinan,
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir
dan mencegah ruptur.

1.2 Anatomi Fisiologi Genitalia bagian Dalam


1.2.1 Uterus
1.2.1.1 Fungsi: tempat menerima, mempertahankan dan memberi
makan ovum yang telah dibuahi.
Bagian-bagian:
a. Fundus : terletak di atas muara tuba uterine
b. Corpus : terletak dibawah bagian tuba uterine
c. Cervix : bagian bawah korpus yang menyempit
Cervix menembus dinding anterior vagina dan menjadi 2:
1. Portio supravaginalis
2. Portio vaginalis cervicis uteri
1.2.1.2 Struktur Uterus: Semua bagian diliputi oleh peritoneum
kecuali pada bagian anterior dan di bawah ostium
histologicum uteri interni. Di tempat ini peritoneum
berjalan ke depan di atas vesica urinaria. Di lateral juga
terdapat ruangan diantara tempat perlekatan lapisan
ligamentum latum.
1.2.1.3 Histologi:
a. Tunica muscularis (myometrium) sangat tebal dan
dibentuk oleh otot2 polos yang disokong oleh jaringan
ikat.
b. Tunica mucosa yang membatasi corpus uteri disebut
endometrium. Tunica ini melanjutkan diri ke atas
sebagai tunica mucosa yang melapisi tuba uterine dan
kebawah sebagai membrane mukosa yang melapisi
cervix.
c. Endometrium langsung melekat pada otot sehingga
tidak mempunyai lapisan submukosa. Lapisan ini
dipengaruhi oleh hormone ovarium.
Pendarahan
Portio supravaginalis dikelilingi oleh fascia pelvis
viceralis yang disebut parametrium. Pada daerah ini, a.
uterine disilang oleh ureter pada kanan dan kiri cervix.
Pendarahan: Arteri: a. uterine. Cabang dari a. illiaca
interna.

1.2.2 Tuba Faloppi


1.2.2.1 Fungsi Tuba Faloppi
a. Menerima ovum dari ovarium
b. Saluran yang dilalui spermatozoa untuk mencapai
ovum
c. Tempat terjadinya fertilisasi (biasanya terjadi di
ampulla)
d. Menyediakan makanan untuk ovum yang terfertilisasi
dan membawanya ke cavitas uteri
1.2.2.2 Bagian-bagian tuba faloppi
a. Infundibulum
Ujung lateral tuba uterine. Berbentuk corong, menjorok
ke luar ligamentum latum dan terletak di atas ovarium.
Ujung lateralnya membentuk tonjolan seperti jari2 yang
disebut fimbriae yang melingkupi ovarium.
b. Ampulla
Bagian tuba yang paling luas.
c. Isthmus
Bagian tersempit tuba. Terletak lateral terhadap uterus.
d. Pars Uterina
Segmen tuba yang menembus dinding uterus.
Pendarahan:
1. Uterine → cabang dari a. illiaca interna
2. Arteri ovarica → cabang aorta abdominalis
1.2.3 Ovarium
1.2.3.1 Fungsi Ovarium:
a. Mengembangkan dan mengeluarkan ovum
b. Menghasilkan hormon steroid
Pendarahan
Arteri ovarica → berasal dari aorta abdominalis setinggi
L1

2 Konsep Abortus
2.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi
kurang dari 20 minggu dan berat badan janin kurang dari 500 gram
(Murray, 2002).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu


pada atau sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Praworihardjo, 2006).

Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia


kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010).

2.2 Etiologi

Sebab-sebab abortus tersebut antara lain:

2.2.1 Etiologi dari keadaan patologis


Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan
keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis abortus.
Sebab-sebab abortus spontan yaitu :
2.2.1.1 Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan
kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga
janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang
disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang
kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu
bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya
abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh
kelainan ovum.
Beberapa sebab abortus adalah :
a. Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak
mempengaruhi terjadinya aborsi adalah Trisomi dan
Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus
trisemester pertama yang disebabkan oleh
nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan
pada monosomi X (45, X) merupakan kelainan
kromosom tersering dan memungkinkan lahirnya
bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
b. Mutasi atau faktor poligenik
Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis
aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan aborsi euploid.
Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan
kromosom baik kelainan struktural kromosom atau
pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus
euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai
penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi
mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor
ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi
lingkungan.
2.2.1.2 Faktor ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus
misalnya:
a. Infeksi yang terdiri dari :
1) Infeksi akut
a) Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.

b) Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.

c) Parasit, misalnya malaria.

2) Infeksi kronis
a) Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada
trimester kedua.
b) Tuberkulosis paru aktif.
b. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air
raksa.
c. Penyakit kronis, misalnya :
1) Hipertensi  jarang menyebabkan abortus di
bawah 80 minggu
2) Nephritis
3) Diabetes  angka abortus dan malformasi
congenital meningkat pada wanita dengan
diabetes.
Resiko ini berkaitan dengan derajat control
metabolic pada trisemester pertama.
1) anemia berat
2) penyakit jantung
3) toxemia gravidarum yang berat dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi pada plasenta
d. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat
menimbulkan abortus
e. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus,
serviks yang pendek, retro flexio utero incarcereta,
kelainan endometriala, selama ini dapat
menimbulkan abortus.
f. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil,
sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus
g. Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,
mola)
2.2.1.3 Pemakainan obat dan faktor lingkungan
a. Tembakau
Merokok dapat meningkatkan resiko abortus
euploid. Wanita yang merokok lebih dari 14 batang
per hari memiliki resiko 2 kali lipat dobandingkan
wanita yang tidak merokok.
b. Alkohol
Abortus spontan dapat terjadi akibat sering
mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan.
c. Kafein
Kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per
hari tampak sedikit meningkatkan abortus spontan
d. Radiasi
e. Kontrasepsi
Alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan
peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan
kontasepsi.
f. Toxin lingkungan
Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi
yang menunjukkan bahan tertentu di lingkungan
sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa
arsen, timbal, formaldehida, benzena dan etilen
oksida dapat menyebabkan abortus.
2.2.1.4 Faktor Imunologis
a. Autoimun
b. Alloimun
2.2.1.5 Faktor ayah
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan
abortus.

2.2.2 Etiologi non-patologis misalnya: aborsi karena permintaan wanita


yang bersangkutan

2.3 Tanda dan gejala


2.3.1 Abortus spontanea
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau
terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada
gestasi bulan kedua dan ketiga. Abortus spontan terdiri dari
beberapa jenis yaitu:
2.3.1.1 Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan
dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks.
Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :
a. perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan.
Perdarahan biasanya terjadi beberapa jam sampai
beberapa hari. Kadang-kadang terjadi perdarahan
ringan selama beberapa minggu.
b. nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat
ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah
yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul,
atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis
tengah suprapubis.
2.3.1.2 Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus.

Gejala-gejala abortus insipiens adalah:

a. rasa mules lebih sering dan kuat

b. perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.

c. Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat


menyebabkan pembukaan.

2.3.1.3 Abortus Inkompletus


Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian
hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta
(seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau
lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih
lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif
sehingga menyebabkan hipovolemia berat.

Gejala-gejala yang terpenting adalah:


a. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan,
perdarahan berlangsung terus.
b. Servix sering tetap terbuka karena masih ada benda di
dalam rahim yang dianggap corpus allienum, maka
uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama, cervix akan
menutup.
2.3.1.4 Abortus kompletus
Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,
ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa
semuanya sudah keluar dengan lengkap.

2.3.2 Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)


Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan
sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila
kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi
belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah
1000 gram dapat terus hidup.

2.3.2.1 Missed abortion


Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu
atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi
diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian
Hormone progesterone pada abortus imminens mungkin
juga dapat menyebabkan missed abortion.

Gejala missed abortion adalah :

a. tanda-tanda abortus imminens yang kemudian


menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.

b. Gejala subyektif kehamilan menghilang,

c. mammae agak mengendor lagi,

d. uterus tidak membesar lagi malah mengecil,

e. tes kehamilan menjadi negatif


f. gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya
amenorhoe berlangsung terus.

2.3.2.2 Abortus Habitualis


Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3
kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak
sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum
28 minggu.

2.4 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda
asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum
menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14
minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya
plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam
bentuk miniature.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.


Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda
kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan
mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah
telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya
tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini
amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion
dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion
berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih
lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus)

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah –
merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan
yang terjadi sudah berlangsung lama (Prawirohardjo, 2006).
2.5 Pathway

2.6 Komplikasi
2.6.1 Perdarahan (haemorrogrie)
2.6.2 Perforasi
2.6.3 Infeksi dan tetanus
2.6.4 Payah ginjal akut
2.6.5 Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang
banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)
2.6.6 Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat
terjadi kelainan pembekuan darah

2.7 Prognosis
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada
seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan
Llewellyn – Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan
39% (Wiknjosastro, 2007).

2.8 Penanganan medis


Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
2.8.1 Teknik bedah
2.8.1.1 Kuretose / dilatasi
Kurotase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi
memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum
melakukan kuratase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus,
keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok
isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan
uterus dengan vakum disebut kuretase isap.
2.8.1.2 Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah
kanula karman 5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik,
dalam 1 sampai 3 minggu setelah keterlambatan haid
disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.
2.8.1.3 Laporotomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi
abdomen untuk abortus lebih disukai daripada kuretase
atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup
significanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan
terpa ideal.
2.8.2 Teknik medis
2.8.2.1 Oksitosin
2.8.2.2 Prostaglandin
2.8.2.3 Urea hiperosomik
2.8.2.4 Larutan hiperostomik intraamnion.

3 Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Abortus


3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit,
dan diagnosa medis.

3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga


Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu(faktor pendukung terjadinya
aborsi misalnya mioma uteri) dan keluarga(faktor genetik), riwayat
pembedahan ( seksio sesaria atau tidak), riwayat penyakit yang
pernah dialami(misal : hipertensi, DM, typhoid, dll), riwayat
kesehatan reproduksi, riwayat seksual, riwayat pemakaian
obat(misalnya : obat jantung), pola aktivitas sehari – hari.

3.1.3 Pemeriksaaan fisik


3.1.3.1 Inspeksi:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,
laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap
kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan
dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan
fifik, dan seterusnya.
3.1.3.2 Palpasi :
a. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat
suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.
b. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi
edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit
kulit untuk mengamati turgor.
c. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot
atau respon nyeri yang abnormal
3.1.3.3 Perkusi:
a. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan
dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya
cairan , massa atau konsolidasi.
b. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada
tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut
atau tidak
3.1.3.4 Auskultasi:
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus
atau denyut jantung janin

3.1.4 Pemeriksaan penunjang


3.1.4.1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif
bila janin sudah mati
3.1.4.2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah
janin masih hidup
3.1.4.3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
Data laboratorium tes urine, hemoglobin dan hematokrit,
menghitung trombosit
3.1.4.4. kultur darah dan urine
3.1.4.5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
1) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
2) Adakah disertai bekuan darah
3) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
4) Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
1) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
2) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah
terbuka
3) Apakah tampak jaringan keluar ostium
4) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari
ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
1) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
2) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
3) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih
kecil dari usia kehamilan
4) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
5) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
6) Adakah terasa tumor atau tidak
7) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau
tidak

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : nyeri akut
3.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
Association For The Study Of Pain): awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.

3.2.2 Batasan karakteristik


3.2.2.1 Perubahan selera makan
3.2.2.2 Perubahan tekanan darah
3.2.2.3 Perubahan frekuensi jantung
3.2.2.4 Perubahan frekuensi pernafasan
3.2.2.5 Mengekspresikan prilaku mis: gelisah, merengek,
menangis
3.2.2.6 Melaporkan nyeri secara verbal
3.2.2.7 Gangguan tidur

3.2.3 Faktor yang berhubungan


Agen cedera biologis

Diagnosa 2 : intoleran aktivitas


3.2.4 Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau ingin dilakukan.
3.2.5 Batasan karakteristik
3.2.5.1 Dispea setelah beraktivitas
3.2.5.2 Keletihan
3.2.5.3 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
3.2.5.4 Perubahan elektrokardiogram
3.2.5.5 Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
3.2.5.6 Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
3.2.6 Faktor yang berhubungan
3.2.6.1 Gaya hidup kurang gerak
3.2.6.2 Imobilitas
3.2.6.3 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3.2.6.4 Tirah baring

Diagnosa 3 : ansietas
3.2.7 Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
3.2.8 Batasan karakteristik
Perilaku
3.2.8.1 Agitasi
3.2.8.2 Gelisah
3.2.8.3 Insomnia
3.2.8.4 Gerakan mata yang buruk
3.2.8.5 Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam
peristiwa
3.2.8.6 Tampak waspada
3.2.8.7 Afektif
3.2.8.8 Distres
3.2.8.9 Kesedihan yang mendalam
3.2.8.10 Ketakutan
3.2.8.11 Menyesal
3.2.8.12 Sangat khawatir
3.2.8.13 Putus asa
3.2.9 Faktor yang berhubungan
3.2.9.1 Hubungan interpersonal
3.2.9.2 Perubahan besar
3.2.9.3 Stresor
3.2.9.4 Ancaman pada status terkini
3.2.9.5 Krisis situasi

Diagnosa 4 : risiko infeksi


3.2.10 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan.
3.2.11 Faktor risiko
3.2.11.1 Penyakit kronis
3.2.11.2 Prosedur invasif
3.2.11.3 Pertahanan tubuh primer tidak adekuat
3.2.11.4 Pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat
3.2.11.5 Pemajanan tehadap patogen lingkungan meningkat

Diagnosa 5 : risiko syok


3.2.12 Definisi
Rentan mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mngancam jiwa, yang dapat mengganggu kesehatan.

3.2.13 Faktor risiko


3.2.13.1 Hipoksemia
3.2.13.2 Hipoksia
3.2.13.3 Hipovolemia
3.2.13.4 Infeksi
3.2.13.5 Sepsis
3.2.13.6 Sindrom respons inflamasi sistemik
3.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
 Pain level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria hasil
3.3.1.1 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
3.3.1.2 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3.3.1.3 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
3.3.1.4 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3.3.2 Intervensi keperawatan
2.3.2.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
presipitasi
2.3.2.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
2.3.2.3 Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
2.3.2.4 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
2.3.2.5 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2.3.2.6 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
2.3.2.7 Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
2.3.2.8 Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa 2: intoleran aktivitas
3.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
3.3.2.1 Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
3.3.2.2 Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
3.3.2.3 Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
hari
3.3.2.4 Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuan/kondisi klien
3.3.2.5 Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan
aktivitas

Diagnosa 3 : Ansietas
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat
3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
3.3.2.1 Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga
terhadap penyakit
3.3.2.2 Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
3.3.2.3 Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
3.3.2.4 Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
3.3.2.5 Terangkan hal-hal seputar abortus yang perlu diketahui
oleh klien dan keluarga

Diagnosa 4 : risiko infeksi


3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
3.3.2.1 Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar, jumlah, warna,
dan bau
3.3.2.2 Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama
masa perdarahan
3.3.2.3 Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
3.3.2.4 Lakukan perawatan vulva
3.3.2.5 Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi
3.3.2.6 Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan
senggama selama masa perdarahan

Diagnosa 5 : risiko syok


3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
3.3.1.1 Status sirkulasi
3.3.1.2 Keseimbangan elektrolit dan asam / basa
3.3.1.3 Keseimbangan cairan
3.3.1.4 Hidrasi
3.3.1.5 Status infeksi
3.3.1.6 Deteksi resiko
3.3.1.7 Perfusi jaringan : jantung
3.3.1.8 Perfusi jaringan : otak
3.3.1.9 Perfusi jaringan : perifer
3.3.1.10 Status tanda vital
3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
3.3.2.1 Perawatan jantung
3.3.2.2 Perawatan sirkulasi
3.3.2.3 Manajemen cairan / elektrolit
3.3.2.4 Monitor cairan
3.3.2.5 Resusitasi cairan
3.3.2.6 Manajemen hipovolemia
3.3.2.7 Kontrol infeksi
3.3.2.8 Pencegahan infeksi
3.3.2.9 Pencegahan hipertemi malignan
3.3.2.10 Monitor neurology
3.3.2.11 Terapi oksigen
3.3.2.12 Manajemen sensasi perifer
3.3.2.13 Pencegahan syok
3.3.2.14 Monitor tanda vital
4 Daftar Pustaka
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1984). Obstetri Patologi, Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unpad: Bandung.
Hamilton, C. M. (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6.
EGC: Jakarta.
Heather H & Kamitsuru S. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta.
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000).
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Wilkinson, Judith.M;Ahern, Nancy.R. (2011). Diagnosa Keperawatan. Edisi
9.EGC: Jakarta.
Martapura, Oktober 2017
Preseptor Akademik,

( )

Anda mungkin juga menyukai