Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL

Produksi Padi Optimum Rasional:


Peluang dan Tantangan

Rationally Optimum Paddy Production :


Chance and Challenge

Tajuddin Bantacut
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, PO BOX 220, Bogor 16002
Email :tajuddin@ipb.ac.id

Naskahditerima: 01 Agustus 2012 RevisiPertama: 07 September 2012 RevisiTerakhir : 17 September 2012

ABSTRAK

Pemerintah Indonesia berkeinginan meningkatkan produksi padi hingga surplus 10 juta ton pada
tahun 2014. Secara akademik, target diatas harus dikaji dari perspektif yang lebih luas yaitu apakah
Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras untuk pangan pokok penduduknya atau berapakah
sesungguhnya produksi beras yang rasional yang dapat dihasilkan? Mengacu pada pola pikir sederhana
mengikuti kaidah produksi adalah produktivitas digandakan dengan luas panen maka sebuah analisis
dapat dibuat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tingkat produksi harus dinaikkan karena kebutuhan
konsumsi masih meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan perbaikan kesejahteraan.
Banyak pilihan tersedia untuk meningkatkan produksi pertanian yaitu memperluas penanaman,
memperbaiki produktivitas dan mengurangi susut pasca panen. Masing-masing pilihan dihadapkan
pada masalah dan tantangan. Paper ini membahas masing-masing pilihan yang diakhiri dengan pilihan
rasional. Pada bagian akhir dikemukan rekomendasi untuk mencapai produksi rasional dan penguatan
ketahanan pangan nasional.

kata kunci: beras, surplus, produktivitas, ekstensifikasi, susut, optimal

ABSTRACT

Government of Indonesia has targetted to increase rice production to 10 million ton surplus
above the necessity to feed its population. According to this target, a wideranalysis would be necessary
to estimate a rationalpotency and optimum rice production. A simple way of thinking as the analysis
framework is using the following formula: production equals to harvesting area times productivity The
targeted production that population rice consumption plus 10 million ton is used as the analysis base.
Therefore, the variables are harvesting area and productivity In the long run, that surplus should be
increased further to maintain self sufficiency given that consumption trend is still continuing. There
are several scenarios that can be adopted to increase harvesting area, productivity and secure post
harvest losses. This paper discusses the possibilityof each scenario and its opportunity and constraint.
At the end, it presents a conclusion that is composed from available alternatives followed by a set of
recommendation on how to strengthen the future food security.

keywords: rice, surplus, productivity, extensification, losses, optimal

PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295 281


I. PENDAHULUAN Kombinasi antara peluang dan tantangan ini
dapat menghasilkan strategi. Persoalannya
Pemerintah melalui pernyataan Presiden
adalah setiap strategi dihadapkan kepada
Susilo Bambang Yudhoyono (2012)
waktu yang dalam kasus surplus beras 10
menetapkan bahwa Indonesia harus mampu
juta ton dibatasi sampai tahun 2014. Dalam
memproduksi beras dengan surplus 10 juta
perspektif inilah maka terjadi benturan
ton di atas kebutuhan swasembada beras
berbagai kepentingan alokasi sumberdaya dan
pada tahun 2014. Artinya, dalam kurun waktu
sumberdana.
yang sangat pendek produksi harus digalakkan
hingga mencapai sekitar 12 juta ton di atas II. PRODUKSI BERAS DUNIA DAN INDONESIA
produksi saat ini. Target tersebut sangat tinggi
Produksi beras dunia sejak tahun 1961
sekaligus menantang serta harus menerjang hingga 2007 cenderung meningkat. Pola
banyak dan beragam faktor pembatas. Dari
produksi beras dunia sangat ditentukan oleh
sudut pandang akademik, pernyataan tersebut
produksi Asia secara keseluruhan. Penurunan
dimaknai sebagai mampukah Indonesia terjadi pada kurun waktu tertentu seperti tahun
memproduksi beras melebihi kebutuhan. Paper 1987 yang secara statistik sangat dipengaruhi
ini mendiskusikan peluang yang tersedia dan oleh penurunan produksi Asia seperti yang dapat
tantangan yang menghadang untuk mencapai dilihat pada Gambar 1. Lebih rinci pengaruh
dan mempertahankan kecukupan atau surplus tersebut adalah akibat penurunan produksi Cina
jangka panjang khususnya 10 juta ton beras (1985 dan 1986), India, Bangladesh, Myanmar
dengan periode yang sangat terbatas. dan Thailand (1986 dan 1987), dan Vietnam
Skenario pengembangan adalah melalui (1987). Indonesia pada tahun tersebut justru
penambahan yakni luas panen dan atau mengalami kenaikan.
peningkatan produktivitas. Pilihan rasional Penurunan produksi lebih besar terjadi
juga tersedia mengurangi susut panen dan pada tahun 2002 (dari tahun sebelumnya
pasca panen. Semua pilihan dihadapkan 598.036.000 ton menjadi 569.228.000 ton).
pada beragam kendala yang harus dihadapi Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan
mulai dari keterbatasan infrastruktur, kesulitan produksi di Cina, India, Thailand dan Myanmar.
sarana produksi pertanian, pembiayaan, skala Sementara negara lain yang mengalami
usaha, serta sosiologi petani dan masyarakat. kenaikan seperti Indonesia, Vietnam dan

700

Dunia

Asia

Cina

Thailand

Myanmar

Indonesia

Vietnam

India

Bangladesh
rTTT-T~rTT n imn rn~rj~n-rj II I } I

1970 1980 1990 2000 2007


1961

Gambar 1. Produksi Beras Dunia


Sumber Data: FAOSTAT Database, 2008. FAO, Rome. 22 Sep 2008 (FAO last access).

282 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295


Bangladesh tidak mampu mempertahankan 2010.
produksi dunia. Sejak tahun 2007 terjadi Fluktuasi produksi terjadi akibat dua sebab
penurunan produksi yang relatif besar karena yaitu faktor lingkungan (termasuk bencana
berbagai faktor penyebab termasuk perubahan alam) dan kebijakan pemerintah. Fakta di
iklim, perubahan kebijakan negara pengekspor atas menunjukkan bahwa faktor lingkungan
dan pergeseran orientasi produksi pertanian. (gangguan iklim seperti curah hujan) sangat
Akibatnya, tahun 2009 terjadi kenaikan harga dominan. Kejadian gagal panen atau setidaknya
yang berkait dengan turunnya pasokan beras gangguan produksi semakin sering terjadi
dari dua negara yakni India dan Filipina. Pada sehingga tingkat kepastian produksi semakin
periode September dan Oktober 2009, Filipina sulit diperkirakan. Produksi dunia masih dapat
dilanda topan yang menyebabkan kerusakan dipertahankan, bahkan ditingkatkan dengan
persawahan dan memusnahkan satu juta ton memperhatikan dan mengelola faktor kendala
beras dalam gudang penyimpanan. Kekeringan secara cermat. Upaya yang lebih serius
dan banjir di India telah menurunkan produksi dalam bentuk pengelolaan air, pola tanam dan
sekitar 15 juta ton pada musim penghujan 2009 pengendalian hama menjadi faktor penentu
dibandingkan dengan musim tahun sebelumnya. keberhasilan produksi beras dunia. Oleh karena
Sebagai contoh, daerah produsen terbesar itu, bergantung pada komoditas pangan tunggal
di India, Andhra Paradesh dan Karnataka sangat berbahaya di masa mendatang.
dilanda banjir. Paradesh, setelah itu, terkena
kekeringan. Akibatnya, dua negara produsen Produksi padi Indonesia dengan fluktuasi
ini harus membeli beras dari pasar dunia untuk di beberapa tahun mempunyai kecenderungan
memenuhi kebutuhannya. Berbagai upaya telah meningkat. Pada awal tahun 1960 sampai
dilakukan oleh banyak negara produsen padi dengan tahun 1970, kenaikan produksi lebih
sehingga dapat meningkatkan cadangan beras banyak dipengaruhi oleh perluasan lahan
dunia menjadi lebih besar dibandingkan 2007. dan perbaikan produktivitas meskipun masih
Penambahan stok beberapa tahun terakhir berjalan relatif lamban. Pertumbuhan produksi
sekitar 16 juta ton (dari 75 juta tahun 2006 cukup tajam sekitar rata-rata 4,3 persen per
menjadi 91,5 ton tahun 2009). Negara yang tahun pada kurun waktu 1970-1990. Periode
besar kenaikan produksinya adalah Cina, India, berikutnya 1997-2000 meningkat rata-rata
Indonesia dan Thailand. Dengan demikian pasar 1,67 persen per tahun, terutama karena
beras selama 2009 relatif stabil. Peningkatan bertambahnya areal panen. Kenaikan rata-
seperti ini tidak selalu dapat dicapai karena rata terus terjadi sehingga pada tahun 2008
berbagai kendala lingkungan (iklim, gangguan diperkirakan mencapai 60,28 juta ton gabah
hama) dan kebijakan negara produsen. kering giling atau naik sebesar 5,46 persen
dibanding tahun 2007 (Gambar 2). Dengan
Pada tahun 2010 yang lalu, berbagai produksi tersebut, maka Indonesia kembali
persoalan dihadapi oleh sebagian negara, menjadi negara swasembada beras. Fluktuasi
misalnya Amerika Latin mengalami kekeringan terus terjadi dalam kurun waktu terakhir hingga
dan kelebihan curah hujan yang mengundurkan swasembada sulit dipertahankan. Kebutuhan
musim tanam. Indonesia mengalami gangguan konsumsi nasional sebagian dipenuhi dari impor.
produksi akibat dampak El Nino. Sebaliknya
Australia mengalami sedikit kenaikan produksi. Fluktuasi stok beras dunia sangat
Situasi tidak menentu terjadi di Afrika Bagian menghawatirkan apalagi banyak kebijakan
Selatan karena gangguan Cyclon. Perdagangan negara produsen untuk mengurangi produksi.
dunia mengalami perbaikan dengan peningkatan Kecenderungan negara produsen seperti Cina
produksi sekitar 30 juta ton. Pertumbuhan untuk menambah produksi jagung sebagai
permintaan dunia dapat dipenuhi dengan relatif bahan baku bioetanol diperkirakan akan
baik. FAO memperkirakan terjadi tambahan berpengaruh terhadap pengurangan stok dan
pasokan sekitar 6 juta ton menjadi 123 juta kenaikan harga beras dunia. Pasar dunia dalam
ton. Pengurangan konsumsi terjadi di beberapa jangka panjang tidak lagi dapat diandalkan
negara produsen sampai 24 persen. Sebaliknya, sebagai sumber pasokan bagi negara pengimpor
Indonesia dan Korea menambah cadangan. termasuk Indonesia. Warr (2011) mengingatkan
Secara keseluruhan, cadangan beras dapat bahwa Indonesia sangat riskan mengantungkan
memenuhi kebutuhan 27 persen konsumsi kebutuhan berasnya pada pasar dunia.

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 283
(Tajuddin Bantacut)
60

50

| 40
a
rr 30

O 20

10

N I I I I I I II I I I I I I I I M I I I II I I I I i I I I I I II II 1 I I I I I I

^DU)4£»^o\Dr^r^r^f^f^oooooooooochCharY0^choooo
o^aicnmch^mch^cyi^^oicncncricnaicncnoooo

Gambar 2. Produksi padi Indonesia


Sumber Data: FAOSTAT Database, 2008

III. PERBAIKAN PRODUKTIVITAS tidak dapat dijadikan acuan karena perbedaan


Produktivitas bervariasi tidak saja antar varitas dan sistem pertanian terutama irigasi dan
negara dan pulau, tetapi juga antar daerah pengelolaan lahan. Situasi pertanian Indonesia
menurut zona ekologi pertanian (agro-ecological lebih dekat dengan Cina sehingga, secara
zones) dan sistem produksi yang digunakan. statistik, dapat menjadikannya sebagai patoktuju
Selisih antar petani-pun masih terjadi walaupun (bench mark) dalam peningkatan produktivitas.
berbagai upaya telah dilakukan. Hal ini Untuk memperkirakan peningkatan produktivitas
mengisyaratkan bahwa faktor pembatas yang secara rasional dapat menggunakan perbedaan
mempengaruhi produktivitas dan produksi sangat produktivitas Indonesia dengan Cina dan
beragam mulai dari pengolahan tanah, produksi Jepang. Dibandingkan Cina maka Indonesia
dan pemasaran (Liangzhi, 2008). Produktivitas berpeluang meningkatkan produktivitas sebesar
rata-rata dunia tertinggi terjadi pada tahun 2007 1,66 ton/ha. Jika perbandingan dibuat dengan
(4,15 ton/ha) dengan laju peningkatan yang Jepang maka selisih produktivitas masih
berkesinambungan dari tahun 1961 sebesar sangat besar yakni 2,08 t/ha. Pembandingan
1,87 ton/ha. Cina sebagai produsen terbesar ini dimaksudkan untuk memperkirakan batas
dunia mencapai produktivitas tertinggi 6,35 ton/ (limit) yang mungkin, meskipun sulit, dapat
ha pada tahun 2007 dengan kecenderungan dicapai dengan semua perbedaan terutama
masih meningkat. Thailand dan India masih iklim. You (2008) melakukan perbandingan
relatif rendah dan cenderung meningkat. yang serupa antara Brasil (tropis) dengan Cina
Jepang adalah negara yang produktivitasnya (sub-tropis) dan menyimpulkan bahwa, selain
paling tinggi di dunia dengan rata-rata mencapai Brasil dominan dengan lahan kering, faktor
6,74 ton/ha pada tahun 1997 yang fluktuatif produktivitas disebabkan terutama oleh pola
dan cenderung stabil. Produktivitas Indonesia curah hujan dan penerapan teknologi yang
tergolong sedang dengan capaian tertinggi terkait dengan irigasi (khusus untuk antisipasi
sebesar 4,69 ton/ha pada tahun 2007 dengan perbedaan dan pemanfaatan variasi iklim lihat
kecenderungan masih dapat meningkat dapat Amien dan Runtunuwu, 2010)
dilihat pada Gambar 3.
Peningkatan produktivitas harus dilakukan
Dari perkembangan produktivitas melalui perbaikan semua aspek budidaya
tersebut, maka semua negara mempunyai dan fasilitas pendukungnya. Faktor dominan
kecenderungan meningkat kecuali Jepang yang penyebab rendahnya produktivitas tanaman
telah mencapai angka stabil dan cenderung pangan, antara lain adalah (i) penerapan
menurun. Namun demikian, pencapaian Jepang teknologi budidaya di lapangan yang masih

284 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295


x
-->•-,

c /=*
o

1 -Cina
3
-India
O

-Indonesia

^Jepang

-Thailand

Dunia

r,Wlf>S©^"WWS01>T-Mlf)SO>,r'Wtf>SO!iT-WW)S

Gambar 3. Perkembangan produktivitas padi dunia dan negara produsen utama


(FAO, 2008)

rendah; (ii) tingkat kesuburan lahan yang kompetisi penggunaan air semakin ketat antara
terus menurun (Adiningsih, dkk., 1994); pertanian dan sektor lain seperti industri dan
dan (iii) eksplorasi potensi genetik tanaman perumahan. Orientasi pengembangan pertanian
yang masih belum optimal (Khush, 2002). haruslah pada perbaikan genetik, teknik
Perbaikan produktivitas menjadi pilihan yang budidaya tepat guna dan sistem irigasi yang
diyakini dapat meningkatkan produksi secara efisien (Singh, 2008).
rasional. Banyak teknologi yang berkembang Kualitas air akan menjadi persoalan besar
termasuk benih hibrida dan bioteknologi untuk di masa mendatang. Drainase yang buruk di
peningkatan produksi sudah menjadi perhatian perkotaan dan sistem irigasi yang tidak efisien
dunia penelitian. Hal ini mengisyaratkan bahwa adalah penyebab utama masalah air termasuk
teknologi padi hibrida dan tanaman padi baru pembendungan, salinitas, toksisitas, dan
akan menjadi pilihan peningkatan produktivitas pencemaran. Situasi ini tidak mudah diperbaiki
(Suhendrata, 2008). karena berawal dari ketidaksempurnaan
Salah satu kendala peningkatan produksi pengembangan skema irigasi dan cara pandang
padi adalah ketersediaan air. Kekurangan air di petani yang keliru dalam pengelolaan air.
musim kemarau menyebabkan luas tanaman Salinitas terjadi akibat intrusi air laut di daerah
semakin kecil. Sebaliknya kelebihan air di pesisir dan mempengaruhi kualitas air irigasi
musim penghujan menjadi penyebab genangan (Postel, 1989).
dan banjir yang dapat menyebabkan kerusakan Selama revolusi hijau, laju ekspansi varietas
tanaman. Situasi ini sudah diperkirakan oleh padi modern sangat cepat menyebabkan
banyak ahli sejak dua dekade yang lalu. pengurusan lahan subur pertanian, termasuk
Misalnya, para ahli memperkirakan bahwa sawah. Urbanisasi dan industrialisasi yang
meskipun negara Asia Tenggara mempunyai sangat cepat dan tekanan populasi memaksa
curah hujan yang tinggi, tetapi banyak negara petani mengeksploitasi lahan marginal dalam
Asia yang kekurangan air pada tahun 2025. Hal meningkatkan produksi untuk memenuhi
ini disebabkan karena pertumbuhan populasi kebutuhan keluarga mereka. Akibatnya, tanah
dan urbanisasi (Pingali, 1996). Dewasa ini,

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 285
(Tajuddin Bantacut)
masam, daerah pasang surut, dan hutan Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
dikonversi menjadi lahan pertanaman yang Indonesia masih berpeluang untuk meningkatkan
kemudian menjadi faktor pembatas produksi produktivitas padi sebagai salah satu strategi
potensial. Sawah beririgasi teknis yang dikelola untuk meningkatkan produksi nasional. Banyak
melalui intensifikasi telah mengubah karakteristik kendala dan potensi penurunan produktivitas
dan polusi tanah (Ayurnis, dkk., 2008). yang perlu dipertimbangkan, dikelola dan
diwaspadai dengan cermat. Merujuk pada
Penggenangan dan pengeringan dalam
produktivitas Cina maka Indonesia dapat
waktu yang lama telah menyebabkan
menambah produksi pada luasan lahan
pengerasan tanah dengan kedalaman 5-15
sawah yang ada sekitar 6,8 juta ha dengan
cm di bawah permukaan. Lapisan keras yang
indeks pertanaman 1,61 (Bappenas, 2007).
mempunyai kerapatan tinggi mengurangi poros
Dengan kondisi ini maka Indonesia berpotensi
medium dan besar, menyebabkan penurunan
memanen padi dari luasan sekitar 11 juta hektar
permeabilitas dan kemampuan akar menyerap
setiap tahunnya. Tambahan produksi yang
hara dari subsoil dan mendorong pembentukan
dapat diperoleh adalah 18 juta ton padi atau
toksisitas tanah akibat perendaman yang lama.
setara dengan 12 juta ton beras per tahun.
Keadaan ini menghambat pertumbuhan tanaman
Dengan perhitungan seperti ini maka peluang
setelah padi. Genangan dan penanaman
Indonesia untuk swasembada beras dalam
monokultur juga menyebabkan disefisiensi
jangka waktu menengah sangat dimungkinkan.
hara mikro seperti seng, sulfur, dan toksisitas
Dalam perspektif jangka panjang sangat riskan
(yang ternyata adalah zat besi). Defisiensi
mengingat perbaikan produktivitas hampir sulit
sulfur yang terjadi di Indonesia adalah akibat
dilakukan karena kendala air dan kerusakan
rendahnya asupan pupuk rendah-S. Keracunan
tanah serta gangguan lingkungan seperti
besi terutama terjadi di sawah yang sering atau
perubahan iklim. Namun demikian, kajian
terkena banjir berkelanjutan (Ponnamperuma
yang lebih intesif dan terpadu perlu dilakukan
dan Deturck, 1993).
sehingga potensi perbaikan dan pemanfatan
Intensifikasi yang dimaksudkan untuk lahan tersebut dapat dilaksanakan.
meningkatkan produktivitas, sesungguhnya
Kajian yang sangat intensif telah sampai
adalah proses penambangan hara dari tanah
pada kesimpulan bahwa varietas modern
secara berlebih. Sebagai contoh, produktivitas (hibrida) telah mencapai produktivitas tertinggi
6 ton/ha berarti menambang hara tanah setara (plateau), maksimum 13 ton/ha di kawasan tropis
dengan 100 kg N, 50 kg P205, 160 kg K20, dan 15 ton/ha di temperate karena panjangnya
19 kg Ca, 20 kg Mg, 10 kg S, 0.6 kg Fe, 0.19 hari, penyinaran matahari dan rendahnya suhu
kg Zn, 0,64 kg Mn, 0,08 kg Cu, 0,06 kg B, malam hari. Di kawasan tropis, produktivitas
and 0,004 kg Mo dari luas satu hektar setiap per musim tertinggi diberikan oleh varietas IR
musim tanam. Pemupukan tidak mengganti 8, sedangkan harian telah meningkat melalui
seluruh hara tersebut tetapi hanya mengganti pengembangan varitas masak awal moderen.
elemen makro. Intensifikasi yang sudah terjadi Pengembangan genetik tahan lingkungan yang
dalam jangka panjang telah menyebabkan dan bervariasi bersamaan dengan teknik budidaya
akan memperparah defisiensi elemen mikro. mulai dari penanaman hingga pasca panen
Lahan pertanian, terutama sawah, berada telah dapat meningkatkan hasil padi. Teknologi
dalam ketidakseimbangan hara sehingga hibrida berhasil meningkatkan produksi sekitar
meningkatkan kebutuhan fosfor dan kalium 15 - 20 persen. IRRI mengembangkan tanaman
yang menimbulkan ketidakefisienan nitrogen padi tipe baru (Super Rice) dengan potensi
(Tran and Ton That, 1994). peningkatan hasil 50 persen (Tran, 1998). Peng,
Ancaman serius datang dari perubahan dkk., (2008) melaporkan bahwa pengembangan
iklim termasuk meningkatnya konsentrasi ozon Super Rice di Cina mengalami kemajuan hingga
di udara (Vingarzan, 2004). Pang, dkk., (2009) berhasil mencapai 12 ton/ha pada uji coba
menemukan bahwa kenaikan konsentrasi 03 lapangan atau 8-15 persen lebih tinggi dari
menurunkan produksi biomassa tanaman dan pada padi hibrida sebelumnya.
hasil padi. Hal ini terjadi akibat berubahnya Bersamaan dengan kesempatan,
karakteristik fotosintesa dengan meningkatnya terbentang banyak hambatan mulai dari kualitas
konsentrasi ozon.
lahan, perubahan iklim dan ketersediaan air.

286 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295


Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi penduduk yang rendah. Perkembangan lahan
melalui perbaikan produktivitas harus dilakukan sangat cepat untuk tanaman perkebunan,
dengan pendekatan komprehensif mulai dari terutama sawit. Wilayah yang mendapatkan
pengembangan varitas yang sesuai dan mampu perluasan cepat adalah Sumatera, Kalimantan,
beradaptasi dengan lingkungan seperti tahan Sulawesi, dan Papua. Perusahaan besar adalah
kekeringan, tahan genangan dan tahan hama. pemilik utama perluasan tersebut karena akses
Analisis tingkat makro ini menggambarkan mereka terhadap modal dan teknologi sangat
bahwa peningkatan produksi.dapat dilakukan besar. Sebaliknya, petani kecil banyak menanam
hingga melebihi swasembada tetapi banyak hal karet, kopi, kakao, dan kelapa serta sebagian
yang harus dilakukan yang memerlukan waktu telah berkontribusi pada pangsa pasar sawit.
persiapan yang lama. Pilihan peningkatan Kesenjangan produktivitas usaha besar dan
produksi nasional akan menemui banyak kecil sangat besar sehingga penguasaan pasar
kendala dan sulit dilakukan. terpusat pada usaha berskala besar (Fuglie,
2010).
Fakta menunjukkan bahwa perkembangan
produktivitas padi sawah sudah melambat yang Pertumbuhan yang pesat tersebut telah
berarti produktivitas marjinal lahan sawah hampir meningkatkan keragaman tanaman pertanian
maksimum mendekati leveling off. Pilihannya yang semula didominasi oleh padi. Keadaan
adalah meningkatkan produksi melalui ini di satu sisi sangat menggembirakan karena
ekstensifikasi yang dinilai oleh banyak penelitian perbaikan sumbangan sektor pertanian terhadap
menunjukkan semakin tidak efisien. Upaya ini pertumbuhan ekonomi menjadi lebih kuat dalam
akan dihadang oleh keterbatasan anggaran penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa,
untuk pembukaan lahan dan pembangunan dan pemerataan pembangunan. Di sisi lain,
irigasi serta tingginya kompetisi penggunaan situasi makin buruk terjadi dalam ketahanan
lahan untuk kegiatan non-pertanian. Biaya yang pangan dan kerusakan lingkungan. Lahan
dibayarkan untuk peningkatan produksi padi pertanian tanaman pangan tidak tumbuh secepat
sub-sektor perkebunan, bahkan semakin
melalui perluasan lahan sawah akan semakin
terancam karena cenderung berkurang. Padahal
mahal. Alternatif yang perlu dipikirkan adalah
sawah adalah tulang punggung ketahanan
meningkatkan produktivitas lahan melalui
pangan nasional (Wahyunto, 2009).Oleh
intensifikasi atau perbaikan teknologi pada
karena itu, kajian lebih lanjut tentang trade-off
lahan dengan konsentrasi tertentu.
produksi pertanian terhadap ketahanan pangan
Realisasi produksi potensial tersebut perlu dan lingkungan perlu dilakukan sebagai bahan
disertai dengan berbagai upaya yang sangat pertimbangan dan penilaian pembangunan
sulit. Petani perlu diorganisasikan dalam sistem pertanian.
pertanaman. Input dan sarana prasarana
Potensi lahan yang dapat digunakan untuk
pertanian harus disiapkan untuk menjamin
perluasan sawah sangat besar. Berbagai kajian
produksi terjadi pada kondisi yang relatif ideal. telah dilakukan dan telah mengidentifikasi lahan
Pembangunan irigasi dan manajemen air harus yang tersedia dan sesuai untuk perluasan lahan
sesuai dengan kebutuhan produksi dengan pertanian mencapai 16.816.000 hektar (Ritung,
pasokan yang memadai dan tatakelola yang dkk.,2004). Direktorat Pangan dan Pertanian
optimal. Kondisi ideal ini jauh berbeda dengan Bappenas (2010) merinci bahwa dalam jangka
fakta nyata dari lahan sawah, sarana-prasarana, menengah dari luasan tersebut hanya sekitar
petani, kelembagaan, dan pemasaran yang 20 - 25 persen yang dapat dimanfaatkan untuk
ada saat ini. Dengan demikian, kemungkinan perluasan areal pertanian karena berbagai
meningkatkan produksi dalam jangka menengah pertimbangan: (i) status penguasaan; (ii)
dihadang oleh berbagai kendala yang wilayah administrasi (lokasi); (iii) ketersediaan
memerlukan upaya dan biaya yang memadai. tenaga kerja; (iv) ketersediaan infrastruktur
IV. EKSTENSIFIKASI untuk pengadaan input dan penyaluran output
usahatani; dan (e) peluangnya untuk dikonversi
Pertumbuhan sektor pertanian terjadi dari menjadi lahan pertanian dalam kaitannya
dua aspek yakni perluasan sumberdaya dan dengan rencana tata ruang (peruntukan lahan
perbaikan produktivitas. Perluasan lahan terus untuk pengembangan pemukiman, perkotaan,
terjadi terutama di wilayah dengan populasi konservasi hutan, dan Iain-Iain).

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 287
(Tajuddin Bantacut)
Dari luasan tersebut yang dapat Secara hukum, pengendalian konversi (alih
dikembangkan untuk perluasan sawah sekitar fungsi) lahan dapat dilakukan dengan merujuk
650 ribu hektar yang tersebar di Papua dan pada UU No. 41 Tahun 2009tentangPerlindungan
Maluku 80 ribu hektar, di Sumatera 295 ribu Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Banyak
hektar, di Kalimantan 150 ribu hektar, dan kendala yang menghambat implementasinya,
di Sulawesi 200 ribu hektar. Dengan asumsi antara lain adalah (i) koordinasi dan pelaksanaan
bahwa pencetakan dan pengelolaan sawah kebijakan serta konsistensi perencanaan; (ii)
sama dengan rata-rata lahan yang sudah sistem administrasi tanah masih lemah; (iii)
ada, produktivitas sama dengan Cina (6,35 koordinasi antar lembaga yang terkait kurang
ton/ha) dan indeks panen 1,61 maka potensi kuat; dan (iv) implementasi tata ruang belum
produksi melalui ekstensifikasi adalah 6,7 juta memasyarakat (Nasoetion, 2004). Padahal
ton. Namun, produktivitas maksimum ini sulit dampak negatif konversi sudah sangat dirasakan
diperoleh untuk sawah baru maka yang rasional oleh masyarakat luas khususnya kerapuhan
adalah produktivitas yang sudah dicapai saat ini ketahanan pangan nasional (Irawan, 2005).
sekitar 4 ton/ha. Artinya, tambahan ini adalah
Permasalahan yang akan ditimbulkan oleh
peningkatan produksi yang secara teknis
ekstensifikasi selain terjadinya perubahan
dapat dicapai melalui perluasan sawah. Pada
keadaan alam juga persoalan yang ditimbulkan
tingkat implementasi masih banyak persoalan
oleh praktek pertanian itu sendiri. Ekstensifikasi
yang menghambat antara lain (i) kendala
pada dasarnya adalah proses perluasan
biaya; (ii) kepemilikan lahan; (iii) ketersediaan
sistem pertanian dengan minimum input dan
air; (iv) gangguan iklim; (v) infrastruktur, dan
biaya modal. Kecenderungan menunjukkan
lain sebagainya. Hikmatullah dkk., (2002)
bahwa perluasan selalu diikuti dengan
mengemukakan bahwa kendala perluasan
praktek budidaya "baku" yang dicirikan oleh
lahan di luar Jawa jauh lebih banyak seperti
penggunaan pupuk, pestisida dan tenaga kerja.
kesuburan tanah dan topografi.
Dalam konteks Indonesia, ekstensifikasi adalah
Secara nyata, luas bersih yang diperoleh pintu masuk intensifikasi yang meluas. Dengan
adalah tambahan luas dikurangi dengan demikian, persoalan yang ditimbulkan oleh
konversi lahan. Meskipun data laju konversi pertanian intensif harus diantisipasi sejak awal
lahan sawah belum sepenuhnya akurat, banyak program perluasan dimulai. Perencanaan yang
pihak sepakat bahwa dewasa ini sekitar 110,000 cermat (detailed planning) diperlukan untuk
ha/tahun (Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005). mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan
Artinya, potensi perluasan lahan tersebut dampak negatif.
terkoreksi oleh konversi selama lima tahun.
Dari uraian di atas, perluasan pertanian
Dengan demikian program ekstensifikasi tidak
pangan khususnya padi dapat dilakukan
berpengaruh banyak terhadap peningkatan,
karena masih tersedia cukup lahan. Namun,
tetapi hanya sebagai penyangga produksi.
dengan berbagai kendala dan keterbatasan,
Apalagi dibandingkan dengan rencana
ekstensifikasi diperkirakan sulit dilakukan
Kementerian Pertanian yang hanya melakukan
sebagai satu-satunya upaya untuk meningkatkan
perluasan lahan sawah 250,000 hektar dalam
produksi beras, terutama dalam jangka
periode 2009-2014 maka akan terjadi defisit
menengah. Program yang dicanangkan relatif
yang sangat besar. Tambahan produksi yang
jauh di bawah kebutuhan untuk mencapai surplus
dapat diperoleh adalah 1,6 juta ton. Departemen
beras dan swasembada yang berkelanjutan.
PU (2008) dalam Bappenas merinci bahwa
konversi terjadi di Pulau Jawa untuk berbagai V. PENGURANGAN SUSUT
penggunaan non pertanian seperti perumahan
(58,7 persen) serta lainnya (21,8 persen) yakni Potensi perbaikan produksi melalui
kawasan industri, perkantoran, pertokoan, dan pengurangan susut panen dan pasca panen
sebagainya. Di Luar Pulau Jawa, proporsi lahan relatif besar. Direktorat Jendral Pengolahan
sawah yang beralih fungsi menjadi perumahan dan Pemasaran Hasil Pertanian melaporkan
adalah sekitar 16 persen,sedangkan yang bahwa tingkat susut masih tinggi meskipun
beralih fungsi menjadi lahan pertanian non sudah jauh menurun (Tabel 1). Perbandingan
sawah sekitar 49 persen. tahun 2005, 2006, 2007 dengan tahun 1995

288 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295


dan 1996 menunjukkan terjadi penurunan malai, menumpuk, dan mengangkut ke tempat
susut sebesar 9,69 persen dari 20,51 persen penyimpanan sementara (banyak variasi
(BPS 1995/96) menjadi 10,82 persen (BPS operasi pemanenan). Pada setiap tahapan
2005/2007). Penurun sebesar ini sulit diterima (operasi) tersebut dapat terjadi kehilangan
dengan akal sehat karena praktek di lapangan sehingga memerlukan penanganan yang tepat
tidak banyak berubah atau tidak jauh berbeda. untuk mengurangi susut. Sebagai ilustrasi
Program-program pengurangan susut hanya penggantian sabit biasa dengan sabit gerigi
menjangkau sebagian kecil wilayah dan petani tani atau maros dapat menurunkan susut dari
padi. Kecurigaan yang diakui bahwa penurunan 4,07 persen menjadi 3,20 persen tergantung
tersebut tidak mutlak karena perbaikan pada varitas dan sistem pemanenen. Sistem
penanganan pasca panen tetapi juga karena keroyokan menyebabkan susut yang lebih
perbaikan metode pengukuran susut. Namun besar dibandingkan dengan kelompok. Potensi
penjelasan perbedaan tidak diikuti dengan pengurangan susut ini sangat besar dan dapat
kebenaran atau tingkat kesahihan metode yang diturunkan hingga 0,89 persen (rata-rata Asia).
baru. Oleh karena itu perlu pengkajian yang
Sebagian besar petani masih melakukan
lebih benar dan tepat. Terlepas dari perbedaan
perontokan dengan cara yang sederhana,
itu, tingkat susut masih mengindikasikan
misalnya gebotan yang menyebabkan susut
bahwa upaya pengurangan susut relatif kurang
hingga 3,11 persen. Penggunaan thresher
dibandingkan dengan potensi produksi yang
dapat menekan susut hingga 2,37 persen (pedal
dapat diselamatkan.
thresher) atau 2,37 persen (power thresher),
Faktor penyebab besarnya susut meliputi (i) pada metoda pengukuran lama. Potensi
varitas padi, (ii) tingkat kematangan dan kondisi penurunan pada penerapan power thresher
tanaman, (iii) metoda pemanenan, (iv) alat dan dapat mengurangi susut yang berarti misalnya
mesin pemanenan, (v) metode pengeringan, menjadi 0,5 persen.
(vi) cara angkut, (vii) penggilingan, dan (viii)
Pengeringan yang dilakukan petani
metode penyimpanan. Pengurangan susut
umumnya menggunakan penjemuran pada
dapat dilakukan dengan memperbaiki faktor-
tempat terbuka seperti halaman, lamporan,
faktor tersebut, seperti cara pemanenan melalui
bahkan jalan. Susut fisik dapat terjadi akibat
penerapan teknologi dan penggunaan peralatan
tercecer dan dimakan binatang. Secara kualitas,
mulai dari yang sederhana hingga yang sangat
susut terjadi karena tingkat pengeringan yang
kompleks (lihat juga Budihartia, dkk., 2008).
tidak merata, laju yang lambat menyebabkan
Pemanenan melibatkan operasi pemotongan biji kuning, dan kerusakan akibat jamur.
tangkai (batang, malai), menyatukan (mengikat) Permasalahan menjadi lebih sulit ketika musim

Tabel 1. Perbandingan Besaran Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/Geras Menurut Jenis Susut.
Besaran susut (%)
Jenis Susut Ditjen PPHP FAO - Asia
1986/87 1995/96 20073> variasi

Pemanenan 9,19 1> 9,521» 1,571> 0,89


Perontokan 5,481> 4,781> 0,981> 0,98
Pengangkutan 0,59 0,19 0,38 0,97
Pengeringan 1,941» 2,131> 3,592> 3,10
Penggilingan 3,512> 2,192> 3,072> 4,37
Penyimpanan 0,32 1,61 1,68 3,55
Total 21,03 20,51 11,27 12,99

Sumber: Ditjend PPHP (2008); FAO pada http://www.fao.ora/docrep/004/ac301e/AC301e04.htm (diunduh


2/8/2012 jam 13.33)
Keterangan : 1) prosentase terhadap GKP; 2) prosentase terhadap GKG; 3) angka perkiraan BPS

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang danTantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 289
(Tajuddin Bantacut)
hujan. Penggunaan pengeringan buatan yang C-H-P atau C-H-S-P, dapat meningkatkan
sederhana sekalipun dapat mengurangi susut rendemen beras 0,9 persen -1,9 persen
yang berarti, misalnya hingga 2 persen saja. atau setara dengan 450.000 - 950.000 ton
Penggilingan di Indonesia masih sangat beras. Peningkatan ini tentu lebih besar lagi, jika
beragam mulai dari Penggilingan Padi dibandingkan dengan rata-rata rendemen yang
Sederhana (PPS), Penggilingan Padi Kecil dihasilkan pada PPK di Pulau Jawa lainnya,
(PPK), Penggilingan Padi Besar (PPB) dan yaitu hanya 61 persen. Penyempumaan
Penggilingan Terpadu (Rice Processing lebih lanjut dapat menambah rendemen
Complex). Sebagian besar padi digiling pada secara nyata. Dari upaya rasional dan realistis
PPS dan PPK sehingga menghasilkan mutu
perbaikan konfigurasi penggilingan dapat
beras rendah, skala ekonomi kecil dan pasar
diperoleh perbaikan rendemen rata-rata menjadi
lokal atau tradisional. Semakin sederhana
67 persen. Dengan demikian akan terjadi
penggilingan semakin tinggi susut pengolahan.
tambahan produksi beras dalam jangka pendek
Susut penggilingan dapat dilihat dari sekitar satu juta ton yang secara berlahan dapat
rendemen rata-rata yang dihasilkan yaitu
ditingkatkan menjadi lebih dari 1,5 juta ton per
55,47 persen, 59,69 persen dan 61,48 persen
tahun (Tjahjohutomo, dkk., 2004).
masing-masing untuk PPS, PPK, dan PPB.
Rendemen RPC jauh lebih besar hingga dapat Sekitar 70 - 90 persen padi atau beras
mencapai 72 persen. Hal tersebut menunjukkan disimpan baik di tingkat petani, pedagang,
bahwa semakin besar kapasitas dan semakin atau gudang (Bulog, Pengusaha Swasta).
besar rendemen yang dihasilkan. Pada kondisi Oleh karena itu, penyimpanan sangat penting
sekarang, selisih rendemen PPKdan PPB adalah
untuk menghindari kerusakan dan kehilangan.
sekitar 6 persen. Potensi pengurangan susut
Penyimpanan yang baik akan melindungan
dengan meningkatkan kapasitas penggilingan
sangat besar dapat mencapai lebih dari 2 juta beras atau padi dari panas atau dingin yang
ton beras. Namun, upaya ini tidak realistis untuk ekstrim, peningkatan kadar air, serangga,
jangka pendek (Thahir, 2002). binatang pengerat, dan lain sebagainya.
Pada tingkat kebun, penyimpanan diperlukan
Fokus perhatian pengurangan susut dapat
dilakukan pada PPS dan PPK. Perbaikan
untuk pengamanan pangan dan penyimpanan
yang dapat dilakukan adalah merubah atau sementara. Namun demikian, petani kecil
menyempurnakan konfigurasi mesin penggiling. tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
Rendemen dan kualitas beras giling yang penyimpanan dengan baik. Penyimpanan pada
dihasilkan oleh konfigurasi PPM (C-H-S-P yaitu skala kecil menyebabkan susut karena : (i)
cleaner, husker, separator, dan polisher) lebih Diserang oleh serangga, tikus, dan burung; (ii)
tinggi dibandingkan konfigurasi PPK (H-P yaitu Penyimpanan waktu lama dengan kadar air 14
Husker dan Polisher). Perbedaan komponen persen atau lebih atau menyimpan lebih dari dua
konfigurasi grain cleaner (pembersih gabah) minggu dengan kadar air 18%; dan (iii) Lain-lain
dan separator (pemisah beras pecah kulit
termasuk pencurian (Lantin, 1997):
dengan gabah tidak terkupas) menghasilkan
rendemen yang lebih baik sekaligus mutu beras Susut penyimpanan yang masih relatif
yang dapat memenuhi baku mutu. tinggi dapat diturunkan dengan berbagai cara.
Penambahan separator pada konfigurasi HP Penyimpanan terpadu atau penjualan langsung
meningkatkan rendemen sebesar 0,9 persen, dapat mengurangi susut pada tingkat petani
yaitu dari 65,33 persen menjadi 66,27 persen. atau kebun. Penggunaan wadah yang baik,
Demikian juga dengan penambahan pembersih gudang yang terkendali, dan pengawasan
gabah dan separator pada konfigurasi dapat selama penyimpanan dapat menurunkan susut
meningkatkan rendemen sebesar 1,9 persen, secara nyata. Namun upaya ini akan mengubah
yaitu dari 65,33 persen menjadi 67,22 persen. manajemen perberasan yang besar-besaran
Penyempumaan konfigurasi PPK (yang
dari hulu (petani), pedagang dan pasar, dan
jumlahnya mencapai lebih dari 65 persen dari
pengangkutan. Perbaikan penangan yang
keseluruhan industri penggilingan padi) menjadi

290 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012:281-295


selama ini sudah ada saja diperkirakan dapat optimum sesuai dengan potensi lahan yang
menekan susut hingga satu persen. sesuai untuk sawah, kesenjangan produktivitas,
dan perbaikan penanganan pasca panen. Jika
Dari uraian di atas, maka dapat diperkirakan angka susut menggunakan tahun 1995/1996
pengurangan susut panen dan pasca panen maka peningkatan produksi dapat mencapai
seperti pada Tabel 2. Perhitungan dilakukan 17 juta ton beras. Demikian juga, jika konversi
dengan asumsi bahwa data susut yang atau alih fungsi lahan sawah dapat dikendalikan
dipublikasikan Kementan tahun 2007 didasarkan maka total tambahan produksi dapat mencapai
pada metodologi yang benar. Dengan program 22 juta ton. Dengan tingkat konsumsi beras
perbaikan penanganan pasca panen, yang saat ini (139 kg/kapita/tahun) maka peningkatan
produksi tersebut dapat mencukupi kebutuhan
memang harus dilakukan baik sekarang
hingga 130 juta penduduk. Tingkat produksi ini
maupun yang akan datang dan telah dicapai cukup untuk tambahan penduduk hingga 40
oleh negara lain, maka penyelamatan sekitar 1,6 tahun ke depan (laju pertumbuhan penduduk
juta ton beras dapat diperoleh. Membandingkan terakhir 1,48 persen per tahun).
dengan susut panen 1995/1996 maka potensi
Perkiraan produksi beras nasional tahun
penyelamatan mencapai 4,6 juta ton. Hal ini
2011 adalah 37 juta ton (jumlah ini diragukan
berarti bahwa pemenuhan melalui impor sudah
karena pada tahun yang sama kebutuhan
tidak diperlukan.
nasional digenapi dengan impor). Berbasis tahun
VI. PRODUKSI RASIONAL BERAS 2011 maka potensi produksi beras nasional
dengan program intensifikasi, ekstensifikasi,
Pemikiran sederhana di atas dapat
dan perbaikan pasca panen adalah 57 juta ton
digunakan untuk memperkirakan potensi
atau jika pengendalian alih fungsi lahan dapat
peningkatan produksi beras yang rasional, tidak
dilakukan maka produksi menjadi sekitar 67 juta
berlebihan dan tidak melampaui kepatutan
ton. Dengan demikian potensi produksi nasional
yang justru menimbulkan faktor pembatas
dapat memenuhi kebutuhan penduduk hingga
baru (secondary/new production constraints)
lebih dari 350 juta penduduk. Potensi surplus
produksi. Upaya terpadu melalui perbaikan
produksi yang tidak dibatasi oleh kurun waktu
produktivitas (intensifikasi), perluasan
tertentu (artinya semua upaya telah berhasil)
areal tanam (ekstensifikasi) dan perbaikan
adalah 25 juta ton.
penanganan pasca panen (pengurangan
susut) dapat dilakukan secara terpadu. Ketiga Berbagai upaya lain dapat mempercepat
pendekatan ini dapat meningkatkan produksi upaya peningkatan produktivitas bahkan dapat
padi yang memenuhi kebutuhan konsumsi melebihi perkiraan tersebut di atas, misalnya
nasional yang dapat dilihat pada Tabel 3. penanaman menurut pola iklim dan penerapan
Peningkatan produksi 15 juta ton adalah
System Rice Intensification (SRI). Pemanfaatan
keragaman iklim adalah peluang untuk
sangat rasional jika dilihat sebagai tambahan
meningkatkan produktivitas melalui variasi
Tabel 2. Potensi Realistis Penyelamatan Susut Pasca Panen
Tingkat Susut Target Susut Setara beras yang dapat
Jenis Susut
Saat ini (%) (%) diamankan (ton)
Pemanenan 1,57 0,89 265.200

Perontokan 0,98 0,50 187.200

Pengangkutan 0,38 0,38 0

Pengeringan 3,59 2,00 620.100

Penggilingan 3,07 2,5 222.300

Penyimpanan 168 1,00 265.200

Total 11,27 7,27 1.560.000

Catatan: Jika angka susut rrlasih sekitar 20% (sesuai tahun 1995/96) maka potensi penyelamatan
produksi m encapai 4.797.000 ton.

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 291
(Tajuddin Bantacut)
Tabel 3. Tambahan Rasional Produksi Beras

Peningkatan
Program Parameter Perbaikan
Produksi (ton)
Produktivitas naik 1,66 ton/ha untuk
Intensifikasi1 12.000.000
menyamai China
Potensi lahan yang sesuai untuk sawah
Ekstensifikasi2 650.000 ha, tetapi yang dapat direalisaikan 2.682.000
hanya sekitar 250.000 ha
Penangan Pasca Panen3 Lihat Tabel 2, susut turun menjadi 7,27% 1.560.000
Laju alih fungsi lahan 110.000 ha/th tidak
Penyusutan lahan4 dapat dikendalikan dalam tiga tahun (1.651.000)
kedepan hingga total 400.000 ha
Perbaikan terpadu intensifikasi,
Total tambahan produksi 14.591.000
ekstensifikasi dan penanganan pasca panen
Tambahan ini adalah optimum yang dapat dicapai dengan perbaikan faktor produksi dan sarana pertanian
terutama pemeliharaan tanaman, irigasi dan manajemen air
Potensi produktivitas maksimum adalah 6,8 ton/ha, dengan indeks pertanaman 1,61 sehingga total
produksi mencapai 6,7 juta ton. Namun demikian, sejalan dengan waktu pembatas semakin ketat sehingga
perluasan semakin sulit.
Potensi pengurangan susut ini secara teknis yang paling mungkin dilakukan, tetapi secara sosiologis
banyak kendala.
Jika pengurangan luasan ini dapat segera dikendalikan maka kehilangan produksi dapat dikurangi

pola tanam menurut wilayah iklim (Amien and pada gilirannya, akan menjadi penyebab
Runtunuwu, 2010). Penelitian penerapan SRI penurunan produktivitas. Beberapa fenomena
sudah banyak dilakukan dengan hasil yang pemanenan hara, eksploitasi lahan marginal,
sangat menjanjikan sebagai bagian dari upaya ketidakseimbangan hara tanah, dan pola tanam
perbaikan produktivitas (Sato and Uphoff, intensif harus diperhatikan secara seksama
2007; Sheehy, et a/., 2008; Stoopa,ef a/., agar penurunan produksi dapat dihindari.
2002).Temuan-temuan baru diperkirakan akan
Sudah sejak lama diketahui bahwa introduksi
diperoleh sehingga perlu penerapannya dalam
varietas unggul serta penggunaan pupuk
skala yang luas sebagai bagian dari upaya
nitrogen dan pestisida dalam jumlah besar telah
perbaikan produktivitas akan dapat memperbaiki
merubah status hama dari berpengaruh rendah
produksi beras secara nasional.
menjadi tinggi dari segi ekonomi. Perubahan
VII. MASALAH LINGKUNGAN iklim dan kerusakan lingkungan (habitat)
Masalah lingkungan seperti pisau bermata telah menyebabkan ledakan hama yang tidak
dua, mengganggu produksi dan mencemari terkendali. Wereng coklat, penggerek batang,
lingkungan itu sendiri. Gangguan iklim dapat penggulung daun dan Iain-Iain telah dilaporkan
menyebabkan banjir yang menggagalkan sebagai penyebab serius kerusakan tanaman.
panen. Pada saat yang bersamaan, sawah yang Demikian juga dengan penyakit tanaman juga
tergenang (banjir) berpotensi meningkatkan telah menurunkan produksi secara signifikan.
emisi metan. Sawah irigasi dapat menyebabkan Perpendekan umur tanaman telah mendorong
pengurasan air (water logging), penurunan air perkembangbiakan hama menjadi lebih cepat.
tanah, salinitas dan alkalinitas. Demikian juga Kejadian ini perlu diwaspadai dalam upaya
dengan perluasan padi gogo dapat mendorong peningkatan produktivitas.
deforestasi dan erosi tanah. Penggunaan pupuk Banyak penelitian masih diperlukan untuk
(terutama N) mungkin berkontribusi terhadap menyelesaikan persoalan tersebut. Namun
emisi gas rumah kaca. Aplikasi berlebihan pupuk demikian, banyak kendala biotik dan abiotik
dan pestisida dapat menyebabkan pencemaran seperti suhu rendah, kekeringan, kebanjiran,
dan menimbulkan bahaya kesehatan melalui hama baru atau mempunyai sifat baru, tahan
buangan air irigasi. Persoalan tersebut, gulma masih memerlukan penelitian hulu

292 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295


terutama fisiologi dan bioteknologi untuk digunakan untuk menggantikan beras. Namun
memahami dan menyelesaikan masalah. demikian karena sifatnya yang tidak siap olah
dan volumenya besar, maka hasil pertanian
Hambatan lain yang sangat penting dalam
sumber karbohidrat perlu diolah menjadi bentuk
peningkatan produksi melalui intensifikasi dan
antara yaitu tepung. Upaya pengembangan ini
ekstensifikasi adalah keterbatasan pasokan air.
perlu ditunjang dengan kebijakan yang memadai,
Pertumbuhan penduduk, terutama di negara
sehingga industri tepung dapat tumbuh dan
berkembang, meningkatkan konsumsi air
berkembang dengan baik dan cepat (Bantacut,
domestik sekaligus pertanian untuk produksi
2009).
pangan dan industri untuk pengolahan.
Pencemaran air akan semakin tinggi sehingga Diversifikasi pangan akan menurunkan
air yang secara kuantitatif tersedia tidak dapat konsumsi beras secara nyata. Penurunan hingga
digunakan atau memerlukan biaya yang besar 80/kapita/tahun (seperti Malaysia misalnya)
untuk mengolah sebelum dapat digunakan. maka terjadi pemotongan konsumsi hingga
Semua ini menjadi faktor penyebab bahwa 43 persen atau setara dengan 13-14 juta ton.
air akan menjadi pembatas produksi sektor Jika hal ini terjadi maka peningkatan produksi
pertanian (Bouwer, 2000). beras khususnya ekstensifikasi mejadi pilihan
saja. Kebutuhan beras akan turun menjadi
Wallace (2000) merinci yakni pertambahan
sekitar 20 juta dapat dipenuhi dari produksi
penduduk sebesar 3,9 milyar pada tahun
yang ada sekarang. Upaya pengurangan susut
2050, kebutuhan pangan menjadi beban bagi
pasca panen yang berhasil dan pengurangan
sumberdaya air tawar. Pertanian menggunakan
konsumsi akan membentuk surplus hingga 25
75 persen dari total eksploitasi air sehingga
juta ton. Dengan demikian tantangan terbesar
67 persen penduduk akan kekurangan air
pemerintah bukanlah meningkatkan produksi
pada tahun tersebut. Lahan pertanian semakin
padi tetapi lebih pada diversifikasi pangan
terbatas karena kompetisi peruntukan yang
pokok.
semakin kompleks maka sangat sulit menaikkan
produksi pertanian berbasis perluasan lahan dan Komoditas potensial untuk diversifikasi
air. Cara rasional peningkatan produksi melalui pangan pokok adalah umbi-umbian (ubi
penggunaan air adalah dengan memanfaatkan kayu, ubi rambat), palma (sagu), dan biji-
potensi tambahan efisiensi air. Hal ini sudah dan bijian (jagung). Ubi kayu adalah tanaman
sangat mungkin terus terjadi di Indonesia. yang paling potensial karena dapat ditanam
secara luas (tanah marjinal dan subur, relatif
Gambaran kerusakan lingkungan dan tahan kekeringan) dan sudah menjadi pangan
perubahan iklim yang akan terjadi adalah faktor pokok sebagian masyarakat (Bantacut, 2010).
koreksi yang harus dicermati dalam peningkatan Sagu telah menjadi pangan pokok masyarakat
produksi padi baik melalui intensifikasi maupun pesisir di Irian, Maluku, Sulawesi, dan Sebagian
ekstensifikasi. Perhitungan ketersediaan air Sumatera dengan potensi yang sangat besar
harus menyertai analisis kesesuaian lahan. Jika sehingga dapat mencukupi untuk memenuhi
faktor pembatas ini tidak diperhitungkan dapat kebutuhan pangan sebagian besar penduduk
terjadi situasi kelaparan massal secara tiba-tiba Indonesia (Bantacut, 2011).
tanpa antsipasi yang tepat.
IX. KESIMPULAN
VIII. DIVERSIFIKASI PANGAN
Peningkatan produksi padi yang rasional
Bahan pangan pokok harus dipandang dari dapat memenuhi tambahan penduduk hingga
fungsinya sebagai sumber kalori yang berasal 100-120 juta. Artinya cukup untuk kurun waktu
dari kandungan karbohidratnya. Dengan cara 40 tahun kedepan.Upaya peningkatan produksi
pandang seperti ini, maka semua hasil pertanian harus integratif antara intensifikasi (perbaikan
dengan kandungan utama karbohidrat dapat produktivitas), ekstensifikasi (perluasan
dijadikan bahan pangan pokok. Beras adalah lahan sawah), dan pengurangan susut pasca
salah satu tetapi bukan satu-satunya bahan panen. Tambahan produksi yang rasional
pangan pokok yang dapat memenuhi kalori adalah sampai dengan 17 juta ton beras atau
yang diperlukan tubuh. Indonesia mempunyai 22 juta ton jika konversi lahan dapat dicegah.
banyak tanaman sumber karbohidrat yang dapat Kenaikan ini didasarkan pada asumsi kondisi

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 293
(Tajuddin Bantacut)
saat ini. Perubahan lingkungan dan iklim Budihartia, U., R. Tjahjohutomo, Harsono, R.Y.
seperti keterbatasan air akan menjadi faktor Gultoma, and R.S. Basuki. 2008. Dynamic
penghambat tambahan produksi. System Approach to Find Out Mechanization
Model of Rice Mill to Predict Rice Production.
Faktor produksi dan alam (lingkungan) terus Indonesian Journal ofAgriculture 1(1 ):7-12.
berubah yang harus diantisipasi dengan cermat
Fuglie, K.O. 201 O.Indonesia: From Food Securityto
dan benar. Bentuk antisipasi yang baik adalah
Market-Led Agricultural Growth to Market-Led
mempercepat proses diversifikasi pangan Agricultural Growth. 2010 The Shifting Patterns
sehingga program yang harus dikembangkan of Agricultural Production and Productivity
adalah swasembada atau surplus pangan Worldwide. The Midwest Agribusiness Trade
bukan hanya beras. Jika hal ini dilakukan, Research and Information Center, Iowa State
maka Indonesia bukan hanya mandiri dalam University, Ames, Iowa.
pangan tetapi menjadi bangsa yang mempunyai Hikmatullah, Sawiyo, dan N. Suharta. 2002. Potensi
ketahanan pangan dari ancaman globalisasi dan Kendala Pengembangan Sumber Daya
ekonomi, perubahan sosial dan perubahan Lahan Untuk Pencetakan Sawah Irigasi di Luar
lingkungan seperti gangguan ilklim dan Jawa. Jurnal Litbang Pertanian 21 (4):115-123.
kekeringan. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi
Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor
DAFTAR PUSTAKA Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi
23(1):1-18
Adiningsih, J.S, M. Soepartini, A. Kusno, Mulyadi, dan Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis
W. Hartati. 1994. Teknologi untuk Meningkatkan Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014.
Produktivitas Lahan Sawah dan Lahan Kering. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Prosiding Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan
Untuk Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, Khush, G.S. 2002. Food Security By Design:
Palu 17-20 Januari 1994. Improving The Rice Plant in Partnership With
NARS.Makalah disampaikan Pada Seminar
Amien, I. dan E. Runtunuwu. 2010. Capturing the
IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi
Benefit of Monsoonal and Tropical Climate to
22 Maret 2002.
EnhanceNational Food Security. Jurnal Litbang
Pertanian, 29(1): 10-18. Lantin, R. 1997. Rice post-harvest operation.
Ayurnis, H.I. Muhammad, F. Tafzi, Esrita, W. Yunita
Achapterforthe post-harvest compendium within
dan Y Ratna. 2008. Peningkatan Produksi Padi Information Network on Post-harvest operations
Melalui Pemanfaatan Varietas Unggul Baru (INPhO). Available online at www.fao.org/inpho/
index-e.htm.
Hasil Litbang Iptek Nuklir di Desa Rambah
Kecamatan Tanah Tumbuh Kabupaten Bungo. Nasoetion, L.I. 2004. Kebijaksanaan Pertanahan
Jurnal Pengabdian Masyarakat No.46, 39-45 Nasional Dalam Mendukung Pembangunan
Bantacut, T 2000. Kebijakan Pendorong Agroindustri Ekonomi: Pengalaman Masa Lalu, Tantangan
Tepung Dalam Perspektif Ketahanan Pangan. dan Arah ke Masa Depan. Makalah Orasi
Pangan 18 (53): 32-42. Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bantacut, T 2010. Ketahanan Pangan Berbasis
Cassava. Pangan 19 (1): 3-13 Ponamperuma, FN. and P. Deturck. 1993. A review
Bantacut, T 2011. Sagu : Sumberdaya Untuk of fertilization in rice production. IRC Newsletter,
Penganekaragaman Pangan Pokok. Pangan FAO, Rome, Italy, Volume 42:1-12.
20(1): Pang, J., K. Kobayashi and J. Zhu. 2009. Yield and
Bappenas. 2007. Kajian Kebijakan Pengembangan photosynthetic characteristics of flag leaves in
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi Non- Chinese rice (Oryza sativa L.)varieties subjected
padi. Laporan akhir. Badan Perencanaan to free-air release of ozone. Agriculture,
Pembangunan Nasional, Jakarta. Ecosystems and Environment 132: 203-211.
Bappenas. 2010. Rencana Kebijakan Strategis Peng, S., G.S. Khush, P. Virk, Q.Tang, dan Y Zou.
Perluasan Areal Pertanian Baru Dalam Rangka 2008. Review Progress in ideotype breeding
Mendukung Prioritas Nasional Ketahanan to increase rice yield potential. Field Crops
Pangan. Direktorat Pangan dan Pertanian Research 108 (2008) 32-38.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Pingali, PL. and M.W. Rosegrant. 1996.Confronting
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan the environmental consequences of the green
Nasional, Jakarta. revolution/nProceed/ngs of the 18th Session
Bouwer, H. 2000. Integrated water management: of the international Rice Commission, 5-9
emerging issues and challenges.^gr/cu/fcyra/ September 1994, Rome. FAO, Rome, Italy, pp.
Water Management 45(3):217-228. 59-69.

294 PANGAN, Vol. 21 No. 3 September 2012: 281-295


Postel, S.1989. Water for agriculture: facing the Tran, D.V. 1998.World Rice Production Main Issues
limits. WorldWatch Paper 93. December. and Technical Possibilities. International Rice
Ritung, S., A. Mulyani, B. Kartiwa, dan H. Suhardjo. Commission, FAO, Rome (Italy). Cahiers
2004. Peluang perluasan sawah (Bab 8) dalam Options Mediterraneennes, 24 (2): 57-69.
Agus, F, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A. Tran, D.V. dan T Ton That. 1994. Second
M. Fagi, dan W. Hartatik. (eds.). Tanah Sawah generation problems of high-yielding rice
dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian vanetieslnProceedings of the 17th Session of
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat the International Rice Commission, 4-9 F90,
(Puslitbangtanak), Bogor. Goiania, Brazil, FAO, Rome, Italy, pp. 127-131.
Sato, S. and Uphoff, N. 2007. A review of on-farm Vingarzan, R., 2004. A review of surface ozone
evaluations of system of rice intensification background levels and trends. Atmos.Environ.
methods in Eastern Indonesia. CAB Reviews: 38, 3431-3442.
Perspectives in Agriculture, Veterinary Science, Wallace, J.S. 2000. Increasing agricultural water
Nutrition and Natural Resource 2 (054): 12 pp. use efficiency to meet future food production.
Sheehy,J.E., S. Peng, A. Dobermann, PL. Mitchell, Agriculture, Ecosystems & Environment 82 (1-
A. Ferrer, J. Yang, Yingbin Zou, Xuhua 3): 105-119
ZhongandJianliang Huang. 2004. Fantastic Wahyunto. 2009. Lahan Sawah di Indonesia Sebagai
yields in the system of riceintensification: fact Pendukung Ketahanan Pangan Nasional.
or fallacy?F/e/c/ Crops Research 88(1):1-8. Informatika Pertanian 18(2): 133-152.
Singh, B. M. 2008. Review Paper: Environment Warr, P. 2011. Food Security vs. Food Self-
Friendly Technologies for Increasing Rice Sufficiency: The Indonesian Case. Working
Productivity. The Journal of Agriculture and Paper No. 2011/04 March 2011. Arndt Corden
Environment 9 (2008): 34-40. Department of Economics Crawford School of
Stoopa, W. A., N. Uphoff and A. Kassam. 2002. A Economics and Government ANU College of
Review of Agricultural Research Issues Raised Asia and the Pacific. Canberra. Australia.
by the System of Rice Intensification (SRI) You, Liangzhi. 2008. A Tale of Two Countries: Spatial
From Madagascar: Opportunities for improving and Temporal Patterns of Rice Productivity
farming systems for resource-poor farmers. in China and Brazil. IFPRI Discussion Paper
Agricultural Systems Volume 71(3): 249-274 00758 March 2008. Environment and Production
Suhendrata, T. 2008. Peran Inovasi Teknologi Technology Division. International Food Policy
Pertanian Dalam Peningkatan Produktivitas Research Institute, Washington, DC.
Padi Sawah Untuk Mendukung Ketahanan
Pangan. Disampaikan dalam Gelar Teknologi
dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 BIODATA PENULIS :
di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Tajuddin Bantacut adalah Dosen di Departemen
Pertanian UGM, Yogyakarta 18-19 November Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
2008. Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gelar sarjana
Sumaryanto dan T Sudaryanto. 2005. Pemahaman diperoleh di bidang Teknologi Industri Pertanian
Dampak Negatif Konversi Lahan Sawah dari IPB, Master of Science di bidang Environmental
Sebagai Landasan Perumusan Strategi Engineering dari Asian Institute of Technology -
Pengendaliannya. Makalah dipresentasikan Thailand dan PhD dalam bidang Ilmu Perencanaan
dalam Seminar Penanganan Konversi Lahan Pembangunan dari The University of Queensland
dan Pencapaian Lahan Pertanian Abadi - Australia. Aktif mengajar, meneliti dan layanan
yang diselenggarakan Kantor Kementerian konsultasi di bidang keahlian tersebut di beberapa
Koordinator Bidang Perekonomian dengan Universitas, Lembaga Pemerintah Pusat
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan (Bappenas, Pertanian, Perindustrian, Koperasi
Pedesaan (PSP3 - LPPM IPB) di Jakarta, 13 dan UKM, Komunikasi dan Informatika, BULOG),
Desember 2005. Beberapa Pemerintah Daerah (Kabupaten dan
Thahir, R. 2002. Tinjauan Penelitian Peningkatan Propinsi) dan Lembaga International seperti Bank
Kualitas Beras Melalui Perbaikan Teknologi Dunia, ADB dan UNDP.
Penyosohan. Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian, Serpong.
Tjahjohutomo, R., Harsono, A. Asari, T.W.
Widodo, dan U. Budiharti. 2004. Pengaruh
Konfigurasi Penggilingan Padi Rakyat terhadap
Rendemen dan Mutu Beras Giling. Balai
Besar Pengembangan Mekanisasi Peratanian,
Serpong.

Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 295
(Tajuddin Bantacut)

Anda mungkin juga menyukai