Tajuddin Bantacut
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, PO BOX 220, Bogor 16002
Email :tajuddin@ipb.ac.id
ABSTRAK
Pemerintah Indonesia berkeinginan meningkatkan produksi padi hingga surplus 10 juta ton pada
tahun 2014. Secara akademik, target diatas harus dikaji dari perspektif yang lebih luas yaitu apakah
Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras untuk pangan pokok penduduknya atau berapakah
sesungguhnya produksi beras yang rasional yang dapat dihasilkan? Mengacu pada pola pikir sederhana
mengikuti kaidah produksi adalah produktivitas digandakan dengan luas panen maka sebuah analisis
dapat dibuat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tingkat produksi harus dinaikkan karena kebutuhan
konsumsi masih meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan perbaikan kesejahteraan.
Banyak pilihan tersedia untuk meningkatkan produksi pertanian yaitu memperluas penanaman,
memperbaiki produktivitas dan mengurangi susut pasca panen. Masing-masing pilihan dihadapkan
pada masalah dan tantangan. Paper ini membahas masing-masing pilihan yang diakhiri dengan pilihan
rasional. Pada bagian akhir dikemukan rekomendasi untuk mencapai produksi rasional dan penguatan
ketahanan pangan nasional.
ABSTRACT
Government of Indonesia has targetted to increase rice production to 10 million ton surplus
above the necessity to feed its population. According to this target, a wideranalysis would be necessary
to estimate a rationalpotency and optimum rice production. A simple way of thinking as the analysis
framework is using the following formula: production equals to harvesting area times productivity The
targeted production that population rice consumption plus 10 million ton is used as the analysis base.
Therefore, the variables are harvesting area and productivity In the long run, that surplus should be
increased further to maintain self sufficiency given that consumption trend is still continuing. There
are several scenarios that can be adopted to increase harvesting area, productivity and secure post
harvest losses. This paper discusses the possibilityof each scenario and its opportunity and constraint.
At the end, it presents a conclusion that is composed from available alternatives followed by a set of
recommendation on how to strengthen the future food security.
700
Dunia
Asia
Cina
Thailand
Myanmar
Indonesia
Vietnam
India
Bangladesh
rTTT-T~rTT n imn rn~rj~n-rj II I } I
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 283
(Tajuddin Bantacut)
60
50
| 40
a
rr 30
O 20
10
N I I I I I I II I I I I I I I I M I I I II I I I I i I I I I I II II 1 I I I I I I
^DU)4£»^o\Dr^r^r^f^f^oooooooooochCharY0^choooo
o^aicnmch^mch^cyi^^oicncncricnaicncnoooo
c /=*
o
1 -Cina
3
-India
O
-Indonesia
^Jepang
-Thailand
Dunia
r,Wlf>S©^"WWS01>T-Mlf)SO>,r'Wtf>SO!iT-WW)S
rendah; (ii) tingkat kesuburan lahan yang kompetisi penggunaan air semakin ketat antara
terus menurun (Adiningsih, dkk., 1994); pertanian dan sektor lain seperti industri dan
dan (iii) eksplorasi potensi genetik tanaman perumahan. Orientasi pengembangan pertanian
yang masih belum optimal (Khush, 2002). haruslah pada perbaikan genetik, teknik
Perbaikan produktivitas menjadi pilihan yang budidaya tepat guna dan sistem irigasi yang
diyakini dapat meningkatkan produksi secara efisien (Singh, 2008).
rasional. Banyak teknologi yang berkembang Kualitas air akan menjadi persoalan besar
termasuk benih hibrida dan bioteknologi untuk di masa mendatang. Drainase yang buruk di
peningkatan produksi sudah menjadi perhatian perkotaan dan sistem irigasi yang tidak efisien
dunia penelitian. Hal ini mengisyaratkan bahwa adalah penyebab utama masalah air termasuk
teknologi padi hibrida dan tanaman padi baru pembendungan, salinitas, toksisitas, dan
akan menjadi pilihan peningkatan produktivitas pencemaran. Situasi ini tidak mudah diperbaiki
(Suhendrata, 2008). karena berawal dari ketidaksempurnaan
Salah satu kendala peningkatan produksi pengembangan skema irigasi dan cara pandang
padi adalah ketersediaan air. Kekurangan air di petani yang keliru dalam pengelolaan air.
musim kemarau menyebabkan luas tanaman Salinitas terjadi akibat intrusi air laut di daerah
semakin kecil. Sebaliknya kelebihan air di pesisir dan mempengaruhi kualitas air irigasi
musim penghujan menjadi penyebab genangan (Postel, 1989).
dan banjir yang dapat menyebabkan kerusakan Selama revolusi hijau, laju ekspansi varietas
tanaman. Situasi ini sudah diperkirakan oleh padi modern sangat cepat menyebabkan
banyak ahli sejak dua dekade yang lalu. pengurusan lahan subur pertanian, termasuk
Misalnya, para ahli memperkirakan bahwa sawah. Urbanisasi dan industrialisasi yang
meskipun negara Asia Tenggara mempunyai sangat cepat dan tekanan populasi memaksa
curah hujan yang tinggi, tetapi banyak negara petani mengeksploitasi lahan marginal dalam
Asia yang kekurangan air pada tahun 2025. Hal meningkatkan produksi untuk memenuhi
ini disebabkan karena pertumbuhan populasi kebutuhan keluarga mereka. Akibatnya, tanah
dan urbanisasi (Pingali, 1996). Dewasa ini,
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 285
(Tajuddin Bantacut)
masam, daerah pasang surut, dan hutan Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
dikonversi menjadi lahan pertanaman yang Indonesia masih berpeluang untuk meningkatkan
kemudian menjadi faktor pembatas produksi produktivitas padi sebagai salah satu strategi
potensial. Sawah beririgasi teknis yang dikelola untuk meningkatkan produksi nasional. Banyak
melalui intensifikasi telah mengubah karakteristik kendala dan potensi penurunan produktivitas
dan polusi tanah (Ayurnis, dkk., 2008). yang perlu dipertimbangkan, dikelola dan
diwaspadai dengan cermat. Merujuk pada
Penggenangan dan pengeringan dalam
produktivitas Cina maka Indonesia dapat
waktu yang lama telah menyebabkan
menambah produksi pada luasan lahan
pengerasan tanah dengan kedalaman 5-15
sawah yang ada sekitar 6,8 juta ha dengan
cm di bawah permukaan. Lapisan keras yang
indeks pertanaman 1,61 (Bappenas, 2007).
mempunyai kerapatan tinggi mengurangi poros
Dengan kondisi ini maka Indonesia berpotensi
medium dan besar, menyebabkan penurunan
memanen padi dari luasan sekitar 11 juta hektar
permeabilitas dan kemampuan akar menyerap
setiap tahunnya. Tambahan produksi yang
hara dari subsoil dan mendorong pembentukan
dapat diperoleh adalah 18 juta ton padi atau
toksisitas tanah akibat perendaman yang lama.
setara dengan 12 juta ton beras per tahun.
Keadaan ini menghambat pertumbuhan tanaman
Dengan perhitungan seperti ini maka peluang
setelah padi. Genangan dan penanaman
Indonesia untuk swasembada beras dalam
monokultur juga menyebabkan disefisiensi
jangka waktu menengah sangat dimungkinkan.
hara mikro seperti seng, sulfur, dan toksisitas
Dalam perspektif jangka panjang sangat riskan
(yang ternyata adalah zat besi). Defisiensi
mengingat perbaikan produktivitas hampir sulit
sulfur yang terjadi di Indonesia adalah akibat
dilakukan karena kendala air dan kerusakan
rendahnya asupan pupuk rendah-S. Keracunan
tanah serta gangguan lingkungan seperti
besi terutama terjadi di sawah yang sering atau
perubahan iklim. Namun demikian, kajian
terkena banjir berkelanjutan (Ponnamperuma
yang lebih intesif dan terpadu perlu dilakukan
dan Deturck, 1993).
sehingga potensi perbaikan dan pemanfatan
Intensifikasi yang dimaksudkan untuk lahan tersebut dapat dilaksanakan.
meningkatkan produktivitas, sesungguhnya
Kajian yang sangat intensif telah sampai
adalah proses penambangan hara dari tanah
pada kesimpulan bahwa varietas modern
secara berlebih. Sebagai contoh, produktivitas (hibrida) telah mencapai produktivitas tertinggi
6 ton/ha berarti menambang hara tanah setara (plateau), maksimum 13 ton/ha di kawasan tropis
dengan 100 kg N, 50 kg P205, 160 kg K20, dan 15 ton/ha di temperate karena panjangnya
19 kg Ca, 20 kg Mg, 10 kg S, 0.6 kg Fe, 0.19 hari, penyinaran matahari dan rendahnya suhu
kg Zn, 0,64 kg Mn, 0,08 kg Cu, 0,06 kg B, malam hari. Di kawasan tropis, produktivitas
and 0,004 kg Mo dari luas satu hektar setiap per musim tertinggi diberikan oleh varietas IR
musim tanam. Pemupukan tidak mengganti 8, sedangkan harian telah meningkat melalui
seluruh hara tersebut tetapi hanya mengganti pengembangan varitas masak awal moderen.
elemen makro. Intensifikasi yang sudah terjadi Pengembangan genetik tahan lingkungan yang
dalam jangka panjang telah menyebabkan dan bervariasi bersamaan dengan teknik budidaya
akan memperparah defisiensi elemen mikro. mulai dari penanaman hingga pasca panen
Lahan pertanian, terutama sawah, berada telah dapat meningkatkan hasil padi. Teknologi
dalam ketidakseimbangan hara sehingga hibrida berhasil meningkatkan produksi sekitar
meningkatkan kebutuhan fosfor dan kalium 15 - 20 persen. IRRI mengembangkan tanaman
yang menimbulkan ketidakefisienan nitrogen padi tipe baru (Super Rice) dengan potensi
(Tran and Ton That, 1994). peningkatan hasil 50 persen (Tran, 1998). Peng,
Ancaman serius datang dari perubahan dkk., (2008) melaporkan bahwa pengembangan
iklim termasuk meningkatnya konsentrasi ozon Super Rice di Cina mengalami kemajuan hingga
di udara (Vingarzan, 2004). Pang, dkk., (2009) berhasil mencapai 12 ton/ha pada uji coba
menemukan bahwa kenaikan konsentrasi 03 lapangan atau 8-15 persen lebih tinggi dari
menurunkan produksi biomassa tanaman dan pada padi hibrida sebelumnya.
hasil padi. Hal ini terjadi akibat berubahnya Bersamaan dengan kesempatan,
karakteristik fotosintesa dengan meningkatnya terbentang banyak hambatan mulai dari kualitas
konsentrasi ozon.
lahan, perubahan iklim dan ketersediaan air.
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 287
(Tajuddin Bantacut)
Dari luasan tersebut yang dapat Secara hukum, pengendalian konversi (alih
dikembangkan untuk perluasan sawah sekitar fungsi) lahan dapat dilakukan dengan merujuk
650 ribu hektar yang tersebar di Papua dan pada UU No. 41 Tahun 2009tentangPerlindungan
Maluku 80 ribu hektar, di Sumatera 295 ribu Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Banyak
hektar, di Kalimantan 150 ribu hektar, dan kendala yang menghambat implementasinya,
di Sulawesi 200 ribu hektar. Dengan asumsi antara lain adalah (i) koordinasi dan pelaksanaan
bahwa pencetakan dan pengelolaan sawah kebijakan serta konsistensi perencanaan; (ii)
sama dengan rata-rata lahan yang sudah sistem administrasi tanah masih lemah; (iii)
ada, produktivitas sama dengan Cina (6,35 koordinasi antar lembaga yang terkait kurang
ton/ha) dan indeks panen 1,61 maka potensi kuat; dan (iv) implementasi tata ruang belum
produksi melalui ekstensifikasi adalah 6,7 juta memasyarakat (Nasoetion, 2004). Padahal
ton. Namun, produktivitas maksimum ini sulit dampak negatif konversi sudah sangat dirasakan
diperoleh untuk sawah baru maka yang rasional oleh masyarakat luas khususnya kerapuhan
adalah produktivitas yang sudah dicapai saat ini ketahanan pangan nasional (Irawan, 2005).
sekitar 4 ton/ha. Artinya, tambahan ini adalah
Permasalahan yang akan ditimbulkan oleh
peningkatan produksi yang secara teknis
ekstensifikasi selain terjadinya perubahan
dapat dicapai melalui perluasan sawah. Pada
keadaan alam juga persoalan yang ditimbulkan
tingkat implementasi masih banyak persoalan
oleh praktek pertanian itu sendiri. Ekstensifikasi
yang menghambat antara lain (i) kendala
pada dasarnya adalah proses perluasan
biaya; (ii) kepemilikan lahan; (iii) ketersediaan
sistem pertanian dengan minimum input dan
air; (iv) gangguan iklim; (v) infrastruktur, dan
biaya modal. Kecenderungan menunjukkan
lain sebagainya. Hikmatullah dkk., (2002)
bahwa perluasan selalu diikuti dengan
mengemukakan bahwa kendala perluasan
praktek budidaya "baku" yang dicirikan oleh
lahan di luar Jawa jauh lebih banyak seperti
penggunaan pupuk, pestisida dan tenaga kerja.
kesuburan tanah dan topografi.
Dalam konteks Indonesia, ekstensifikasi adalah
Secara nyata, luas bersih yang diperoleh pintu masuk intensifikasi yang meluas. Dengan
adalah tambahan luas dikurangi dengan demikian, persoalan yang ditimbulkan oleh
konversi lahan. Meskipun data laju konversi pertanian intensif harus diantisipasi sejak awal
lahan sawah belum sepenuhnya akurat, banyak program perluasan dimulai. Perencanaan yang
pihak sepakat bahwa dewasa ini sekitar 110,000 cermat (detailed planning) diperlukan untuk
ha/tahun (Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005). mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan
Artinya, potensi perluasan lahan tersebut dampak negatif.
terkoreksi oleh konversi selama lima tahun.
Dari uraian di atas, perluasan pertanian
Dengan demikian program ekstensifikasi tidak
pangan khususnya padi dapat dilakukan
berpengaruh banyak terhadap peningkatan,
karena masih tersedia cukup lahan. Namun,
tetapi hanya sebagai penyangga produksi.
dengan berbagai kendala dan keterbatasan,
Apalagi dibandingkan dengan rencana
ekstensifikasi diperkirakan sulit dilakukan
Kementerian Pertanian yang hanya melakukan
sebagai satu-satunya upaya untuk meningkatkan
perluasan lahan sawah 250,000 hektar dalam
produksi beras, terutama dalam jangka
periode 2009-2014 maka akan terjadi defisit
menengah. Program yang dicanangkan relatif
yang sangat besar. Tambahan produksi yang
jauh di bawah kebutuhan untuk mencapai surplus
dapat diperoleh adalah 1,6 juta ton. Departemen
beras dan swasembada yang berkelanjutan.
PU (2008) dalam Bappenas merinci bahwa
konversi terjadi di Pulau Jawa untuk berbagai V. PENGURANGAN SUSUT
penggunaan non pertanian seperti perumahan
(58,7 persen) serta lainnya (21,8 persen) yakni Potensi perbaikan produksi melalui
kawasan industri, perkantoran, pertokoan, dan pengurangan susut panen dan pasca panen
sebagainya. Di Luar Pulau Jawa, proporsi lahan relatif besar. Direktorat Jendral Pengolahan
sawah yang beralih fungsi menjadi perumahan dan Pemasaran Hasil Pertanian melaporkan
adalah sekitar 16 persen,sedangkan yang bahwa tingkat susut masih tinggi meskipun
beralih fungsi menjadi lahan pertanian non sudah jauh menurun (Tabel 1). Perbandingan
sawah sekitar 49 persen. tahun 2005, 2006, 2007 dengan tahun 1995
Tabel 1. Perbandingan Besaran Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/Geras Menurut Jenis Susut.
Besaran susut (%)
Jenis Susut Ditjen PPHP FAO - Asia
1986/87 1995/96 20073> variasi
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang danTantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 289
(Tajuddin Bantacut)
hujan. Penggunaan pengeringan buatan yang C-H-P atau C-H-S-P, dapat meningkatkan
sederhana sekalipun dapat mengurangi susut rendemen beras 0,9 persen -1,9 persen
yang berarti, misalnya hingga 2 persen saja. atau setara dengan 450.000 - 950.000 ton
Penggilingan di Indonesia masih sangat beras. Peningkatan ini tentu lebih besar lagi, jika
beragam mulai dari Penggilingan Padi dibandingkan dengan rata-rata rendemen yang
Sederhana (PPS), Penggilingan Padi Kecil dihasilkan pada PPK di Pulau Jawa lainnya,
(PPK), Penggilingan Padi Besar (PPB) dan yaitu hanya 61 persen. Penyempumaan
Penggilingan Terpadu (Rice Processing lebih lanjut dapat menambah rendemen
Complex). Sebagian besar padi digiling pada secara nyata. Dari upaya rasional dan realistis
PPS dan PPK sehingga menghasilkan mutu
perbaikan konfigurasi penggilingan dapat
beras rendah, skala ekonomi kecil dan pasar
diperoleh perbaikan rendemen rata-rata menjadi
lokal atau tradisional. Semakin sederhana
67 persen. Dengan demikian akan terjadi
penggilingan semakin tinggi susut pengolahan.
tambahan produksi beras dalam jangka pendek
Susut penggilingan dapat dilihat dari sekitar satu juta ton yang secara berlahan dapat
rendemen rata-rata yang dihasilkan yaitu
ditingkatkan menjadi lebih dari 1,5 juta ton per
55,47 persen, 59,69 persen dan 61,48 persen
tahun (Tjahjohutomo, dkk., 2004).
masing-masing untuk PPS, PPK, dan PPB.
Rendemen RPC jauh lebih besar hingga dapat Sekitar 70 - 90 persen padi atau beras
mencapai 72 persen. Hal tersebut menunjukkan disimpan baik di tingkat petani, pedagang,
bahwa semakin besar kapasitas dan semakin atau gudang (Bulog, Pengusaha Swasta).
besar rendemen yang dihasilkan. Pada kondisi Oleh karena itu, penyimpanan sangat penting
sekarang, selisih rendemen PPKdan PPB adalah
untuk menghindari kerusakan dan kehilangan.
sekitar 6 persen. Potensi pengurangan susut
Penyimpanan yang baik akan melindungan
dengan meningkatkan kapasitas penggilingan
sangat besar dapat mencapai lebih dari 2 juta beras atau padi dari panas atau dingin yang
ton beras. Namun, upaya ini tidak realistis untuk ekstrim, peningkatan kadar air, serangga,
jangka pendek (Thahir, 2002). binatang pengerat, dan lain sebagainya.
Pada tingkat kebun, penyimpanan diperlukan
Fokus perhatian pengurangan susut dapat
dilakukan pada PPS dan PPK. Perbaikan
untuk pengamanan pangan dan penyimpanan
yang dapat dilakukan adalah merubah atau sementara. Namun demikian, petani kecil
menyempurnakan konfigurasi mesin penggiling. tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
Rendemen dan kualitas beras giling yang penyimpanan dengan baik. Penyimpanan pada
dihasilkan oleh konfigurasi PPM (C-H-S-P yaitu skala kecil menyebabkan susut karena : (i)
cleaner, husker, separator, dan polisher) lebih Diserang oleh serangga, tikus, dan burung; (ii)
tinggi dibandingkan konfigurasi PPK (H-P yaitu Penyimpanan waktu lama dengan kadar air 14
Husker dan Polisher). Perbedaan komponen persen atau lebih atau menyimpan lebih dari dua
konfigurasi grain cleaner (pembersih gabah) minggu dengan kadar air 18%; dan (iii) Lain-lain
dan separator (pemisah beras pecah kulit
termasuk pencurian (Lantin, 1997):
dengan gabah tidak terkupas) menghasilkan
rendemen yang lebih baik sekaligus mutu beras Susut penyimpanan yang masih relatif
yang dapat memenuhi baku mutu. tinggi dapat diturunkan dengan berbagai cara.
Penambahan separator pada konfigurasi HP Penyimpanan terpadu atau penjualan langsung
meningkatkan rendemen sebesar 0,9 persen, dapat mengurangi susut pada tingkat petani
yaitu dari 65,33 persen menjadi 66,27 persen. atau kebun. Penggunaan wadah yang baik,
Demikian juga dengan penambahan pembersih gudang yang terkendali, dan pengawasan
gabah dan separator pada konfigurasi dapat selama penyimpanan dapat menurunkan susut
meningkatkan rendemen sebesar 1,9 persen, secara nyata. Namun upaya ini akan mengubah
yaitu dari 65,33 persen menjadi 67,22 persen. manajemen perberasan yang besar-besaran
Penyempumaan konfigurasi PPK (yang
dari hulu (petani), pedagang dan pasar, dan
jumlahnya mencapai lebih dari 65 persen dari
pengangkutan. Perbaikan penangan yang
keseluruhan industri penggilingan padi) menjadi
Catatan: Jika angka susut rrlasih sekitar 20% (sesuai tahun 1995/96) maka potensi penyelamatan
produksi m encapai 4.797.000 ton.
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 291
(Tajuddin Bantacut)
Tabel 3. Tambahan Rasional Produksi Beras
Peningkatan
Program Parameter Perbaikan
Produksi (ton)
Produktivitas naik 1,66 ton/ha untuk
Intensifikasi1 12.000.000
menyamai China
Potensi lahan yang sesuai untuk sawah
Ekstensifikasi2 650.000 ha, tetapi yang dapat direalisaikan 2.682.000
hanya sekitar 250.000 ha
Penangan Pasca Panen3 Lihat Tabel 2, susut turun menjadi 7,27% 1.560.000
Laju alih fungsi lahan 110.000 ha/th tidak
Penyusutan lahan4 dapat dikendalikan dalam tiga tahun (1.651.000)
kedepan hingga total 400.000 ha
Perbaikan terpadu intensifikasi,
Total tambahan produksi 14.591.000
ekstensifikasi dan penanganan pasca panen
Tambahan ini adalah optimum yang dapat dicapai dengan perbaikan faktor produksi dan sarana pertanian
terutama pemeliharaan tanaman, irigasi dan manajemen air
Potensi produktivitas maksimum adalah 6,8 ton/ha, dengan indeks pertanaman 1,61 sehingga total
produksi mencapai 6,7 juta ton. Namun demikian, sejalan dengan waktu pembatas semakin ketat sehingga
perluasan semakin sulit.
Potensi pengurangan susut ini secara teknis yang paling mungkin dilakukan, tetapi secara sosiologis
banyak kendala.
Jika pengurangan luasan ini dapat segera dikendalikan maka kehilangan produksi dapat dikurangi
pola tanam menurut wilayah iklim (Amien and pada gilirannya, akan menjadi penyebab
Runtunuwu, 2010). Penelitian penerapan SRI penurunan produktivitas. Beberapa fenomena
sudah banyak dilakukan dengan hasil yang pemanenan hara, eksploitasi lahan marginal,
sangat menjanjikan sebagai bagian dari upaya ketidakseimbangan hara tanah, dan pola tanam
perbaikan produktivitas (Sato and Uphoff, intensif harus diperhatikan secara seksama
2007; Sheehy, et a/., 2008; Stoopa,ef a/., agar penurunan produksi dapat dihindari.
2002).Temuan-temuan baru diperkirakan akan
Sudah sejak lama diketahui bahwa introduksi
diperoleh sehingga perlu penerapannya dalam
varietas unggul serta penggunaan pupuk
skala yang luas sebagai bagian dari upaya
nitrogen dan pestisida dalam jumlah besar telah
perbaikan produktivitas akan dapat memperbaiki
merubah status hama dari berpengaruh rendah
produksi beras secara nasional.
menjadi tinggi dari segi ekonomi. Perubahan
VII. MASALAH LINGKUNGAN iklim dan kerusakan lingkungan (habitat)
Masalah lingkungan seperti pisau bermata telah menyebabkan ledakan hama yang tidak
dua, mengganggu produksi dan mencemari terkendali. Wereng coklat, penggerek batang,
lingkungan itu sendiri. Gangguan iklim dapat penggulung daun dan Iain-Iain telah dilaporkan
menyebabkan banjir yang menggagalkan sebagai penyebab serius kerusakan tanaman.
panen. Pada saat yang bersamaan, sawah yang Demikian juga dengan penyakit tanaman juga
tergenang (banjir) berpotensi meningkatkan telah menurunkan produksi secara signifikan.
emisi metan. Sawah irigasi dapat menyebabkan Perpendekan umur tanaman telah mendorong
pengurasan air (water logging), penurunan air perkembangbiakan hama menjadi lebih cepat.
tanah, salinitas dan alkalinitas. Demikian juga Kejadian ini perlu diwaspadai dalam upaya
dengan perluasan padi gogo dapat mendorong peningkatan produktivitas.
deforestasi dan erosi tanah. Penggunaan pupuk Banyak penelitian masih diperlukan untuk
(terutama N) mungkin berkontribusi terhadap menyelesaikan persoalan tersebut. Namun
emisi gas rumah kaca. Aplikasi berlebihan pupuk demikian, banyak kendala biotik dan abiotik
dan pestisida dapat menyebabkan pencemaran seperti suhu rendah, kekeringan, kebanjiran,
dan menimbulkan bahaya kesehatan melalui hama baru atau mempunyai sifat baru, tahan
buangan air irigasi. Persoalan tersebut, gulma masih memerlukan penelitian hulu
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 293
(Tajuddin Bantacut)
saat ini. Perubahan lingkungan dan iklim Budihartia, U., R. Tjahjohutomo, Harsono, R.Y.
seperti keterbatasan air akan menjadi faktor Gultoma, and R.S. Basuki. 2008. Dynamic
penghambat tambahan produksi. System Approach to Find Out Mechanization
Model of Rice Mill to Predict Rice Production.
Faktor produksi dan alam (lingkungan) terus Indonesian Journal ofAgriculture 1(1 ):7-12.
berubah yang harus diantisipasi dengan cermat
Fuglie, K.O. 201 O.Indonesia: From Food Securityto
dan benar. Bentuk antisipasi yang baik adalah
Market-Led Agricultural Growth to Market-Led
mempercepat proses diversifikasi pangan Agricultural Growth. 2010 The Shifting Patterns
sehingga program yang harus dikembangkan of Agricultural Production and Productivity
adalah swasembada atau surplus pangan Worldwide. The Midwest Agribusiness Trade
bukan hanya beras. Jika hal ini dilakukan, Research and Information Center, Iowa State
maka Indonesia bukan hanya mandiri dalam University, Ames, Iowa.
pangan tetapi menjadi bangsa yang mempunyai Hikmatullah, Sawiyo, dan N. Suharta. 2002. Potensi
ketahanan pangan dari ancaman globalisasi dan Kendala Pengembangan Sumber Daya
ekonomi, perubahan sosial dan perubahan Lahan Untuk Pencetakan Sawah Irigasi di Luar
lingkungan seperti gangguan ilklim dan Jawa. Jurnal Litbang Pertanian 21 (4):115-123.
kekeringan. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi
Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor
DAFTAR PUSTAKA Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi
23(1):1-18
Adiningsih, J.S, M. Soepartini, A. Kusno, Mulyadi, dan Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis
W. Hartati. 1994. Teknologi untuk Meningkatkan Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014.
Produktivitas Lahan Sawah dan Lahan Kering. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Prosiding Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan
Untuk Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, Khush, G.S. 2002. Food Security By Design:
Palu 17-20 Januari 1994. Improving The Rice Plant in Partnership With
NARS.Makalah disampaikan Pada Seminar
Amien, I. dan E. Runtunuwu. 2010. Capturing the
IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi
Benefit of Monsoonal and Tropical Climate to
22 Maret 2002.
EnhanceNational Food Security. Jurnal Litbang
Pertanian, 29(1): 10-18. Lantin, R. 1997. Rice post-harvest operation.
Ayurnis, H.I. Muhammad, F. Tafzi, Esrita, W. Yunita
Achapterforthe post-harvest compendium within
dan Y Ratna. 2008. Peningkatan Produksi Padi Information Network on Post-harvest operations
Melalui Pemanfaatan Varietas Unggul Baru (INPhO). Available online at www.fao.org/inpho/
index-e.htm.
Hasil Litbang Iptek Nuklir di Desa Rambah
Kecamatan Tanah Tumbuh Kabupaten Bungo. Nasoetion, L.I. 2004. Kebijaksanaan Pertanahan
Jurnal Pengabdian Masyarakat No.46, 39-45 Nasional Dalam Mendukung Pembangunan
Bantacut, T 2000. Kebijakan Pendorong Agroindustri Ekonomi: Pengalaman Masa Lalu, Tantangan
Tepung Dalam Perspektif Ketahanan Pangan. dan Arah ke Masa Depan. Makalah Orasi
Pangan 18 (53): 32-42. Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bantacut, T 2010. Ketahanan Pangan Berbasis
Cassava. Pangan 19 (1): 3-13 Ponamperuma, FN. and P. Deturck. 1993. A review
Bantacut, T 2011. Sagu : Sumberdaya Untuk of fertilization in rice production. IRC Newsletter,
Penganekaragaman Pangan Pokok. Pangan FAO, Rome, Italy, Volume 42:1-12.
20(1): Pang, J., K. Kobayashi and J. Zhu. 2009. Yield and
Bappenas. 2007. Kajian Kebijakan Pengembangan photosynthetic characteristics of flag leaves in
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi Non- Chinese rice (Oryza sativa L.)varieties subjected
padi. Laporan akhir. Badan Perencanaan to free-air release of ozone. Agriculture,
Pembangunan Nasional, Jakarta. Ecosystems and Environment 132: 203-211.
Bappenas. 2010. Rencana Kebijakan Strategis Peng, S., G.S. Khush, P. Virk, Q.Tang, dan Y Zou.
Perluasan Areal Pertanian Baru Dalam Rangka 2008. Review Progress in ideotype breeding
Mendukung Prioritas Nasional Ketahanan to increase rice yield potential. Field Crops
Pangan. Direktorat Pangan dan Pertanian Research 108 (2008) 32-38.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Pingali, PL. and M.W. Rosegrant. 1996.Confronting
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan the environmental consequences of the green
Nasional, Jakarta. revolution/nProceed/ngs of the 18th Session
Bouwer, H. 2000. Integrated water management: of the international Rice Commission, 5-9
emerging issues and challenges.^gr/cu/fcyra/ September 1994, Rome. FAO, Rome, Italy, pp.
Water Management 45(3):217-228. 59-69.
Produksi Padi Optimum Rasional: Peluang dan Tantangan Rationally Optimum Paddy Production : Chance and Challenge 295
(Tajuddin Bantacut)