Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

“KASUS ANEMIA DAN KELAINAN PEMBEKUAN DARAH”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2:

 VANIA ZAHARA (16160001)


 MURANDI KESUMA (16160010)
 NINA MURSYIDAH (16160013)
 SADAM HUSEIN (16160021)
 LISA FIRDAYENTI (16160028)

6 FARMASI 1

PROFRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS PADANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI ANEMIA DAN KELAINAN PEMBEKUAN DARAH

 ANEMIA

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 :
256). Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan
patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik dan informasi laboratorium.
Anemia , dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal.Jika kadar hemoglobin kurang dari 14g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria ,
maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita , wanita yang memiliki
kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37% , maka wanita itu
dikatakan anemia.Berikut ini katagori tingkat keparahan pada anemia.
• Kadar Hb 10 gram- 8 gram disebut anemia ringan.
• Kadar Hb 8 gram -5 gram disebut anemia saedang.
• Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat.
Karena hemoglobin terdapat dalam sel darah merah , setiap ganguan pembentukan sel
darah merah , baik ukuran maupun jumlahnya , dapat menyebabkan terjadinya anemia.ganguan
tersebut dapat terjadi ‘’pabrik’’ pembentukan sel (sumsum tulang)maupun ganguan karena
kekurangan komponen penting seperti zat besi , asam folat maupun vitamin B 12. (Soebroto
Ikhsan,Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia,Cetakan 1, Yogyakarta 2009)

 HEMOFILIA
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan
faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003). Hemofilia merupakan penyakit
pembekuan darah kongenital yang disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah,
yaitu faktor VIII dan faktor IX. Faktor tersebut merupakan protein plasma yang merupakan
komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan
bekuan fibrin pada daerah trauma (Hidayat, 2006). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi
kongenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX atau
XI yang ditentukan secara genetic (Nelson, 1999). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi
herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode
perdarahan intermiten (Price & Wilson, 2005). Hemofilia adalah penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih
banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita
umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita
hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier.

Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :

1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama:

a. Hemofilia klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan
faktor pembekuan pada darah
b. Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII)
protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama:

a. Christmas disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven
Christmas asal Kanada
b. Hemofilia kekurangan Faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX)
proteinpada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Penderita
hemofilia parah/ berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1%
dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam
sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita
hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.
Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang
berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka
mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau
mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan
lebih pada saat mengalami menstruasi.

1.2 ETIOLOGI
 ANEMIA
Menurut Mansjoer, (1999:547), anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik.
Penyebab lain yaitu :

1. Diet yang tidak mencukupi.


2. Absorbsi yang menurun.
3. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan.
4. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.
5. Hemoglobinuria.
6. Penyimpangan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.

 HEMOFILIA

1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah
menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan
atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
2. Faktor didapat Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat
pada keadaan berikut:
1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya
faktor II mengalami gangguan.
2. Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris,
absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri
usus.
3. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain
4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap
protrombin.
5. Disseminated intravascular coagulation (DIC).

1.3 MANIFESTASI KLINIS


 ANEMIA

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat, takikardi, sakit
dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan, tinitus, penderita defisiensi
yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus, kuku tipis rata mudah patah, atropi papila
lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging meradang dan sakit
(Guyton, 1997).
Manifestasi klinis anemia besi adalah pusing, cepat lelah, takikardi, sakit kepala, edema mata
kaki dan dispnea waktu bekerja. (Gasche C., 1997:126).

 HEMOFILIA

1. Masa bayi (untuk diagnosis)


a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral
e. Perdarahan jaringan lunak
2. Episode perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal, yaitu nyeri
b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
3. Sekuela jangka panjang Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan
kompresi saraf dan fibrosis otot.

1.4 PATOFISIOLOGI
 ANEMIA

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr besi,


hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses penuaan serta
kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis.
Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari diet tersebut diserap oleh lebih banyak.
Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi
terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma
ke sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadiumpematangan besi
merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin, jika zat besi rendah dalam tubuh
maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan mengganggu sehingga produksi sel darah
merah berkurang, sel darah merah yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin
menurun sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal
ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun (Price, 1995).

 HEMOFILIA

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan factor
pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas). Keadaan
ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak ibu.
Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan
untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin
pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila kosentrasi factor VIII dan IX
plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila kosentrasi plasma antara 1% dan 5%,
dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal.
Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX.
Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang
relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persendian lutut, siku,
pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah fleksor
lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan,
hampir semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2002).
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor (AHF).
AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan tromboplastin
pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat
memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh
yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting
untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan
pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah
pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang
merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam
keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan
darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode
perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat
menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa
perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk
terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi
perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan
internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-
ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang
serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu
penyebab terbesar dari kematian. Perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan
anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan
ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan
paralysis (Wong, 2001).

1.5 PENATALAKSANAAN MEDIS


 ANEMIA

Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu :


1. Memperbaiki penyebab dasar.
2. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi)
3. Transfusi darah.

 HEMOFILIA

1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang tidak
ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit
faktor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai
pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu
paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat
factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang
ditunjukkan untuk melawan faktor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10%
penderita defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX infase selanjutnya dari faktor
tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma resesif untuk
membuang inhibitor dan kompleks protombin yang memotong faktor VIII dan faktor IX yang
terdapat dalam plasma beku segar. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-
Dargirin vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang.
Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII sebanyak tiga
kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka resiko
transmisi virus yang merugikan dapat terhindari. Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi
AHF pada awal perdarahan. Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang
mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk
mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mu;ai menghilang
klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi
seperti deformitas dan atrofi otot. Prognosis untuk seorang yang menderita hemofilia semakin
bertambah baik ketika ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia meninggal sebelum
mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian kematian jarang terjadi setelah trauma minor.
Infusi di rumah menggunakan AHF meyakinkan pengobatan bahwa manifestasi pertama dari
perdarahan dan komplikasi diatasi. Program training dengan panduan yang ketat. Ketika
panduan ini diikuti dengan baik seseorang yang menderita hemofili akan sangat jarang
berkunjung ke ruang imergensi. Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi
dan kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak
diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya sementara, sehingga
tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan
kekurangan faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam
jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat. Beberapa penderita membentuk
antibodi terhadap faktor VIII dan faktor IX yang ditransfusikan, sehingga transfusi menjadi
tidak efektif. Jika di dalam darah contoh terdapat antibodi, maka dosis plasma konsentratnya
dinaikkan atau diberikan factor pembekuan yang berbeda atau diberikan obat-obatan untuk
mengurangi kadar antibodi.

Kandungan :
Kriopresipitas: fresh frozen plasma
8-100 unit antihemophilic globulin
Faktor VIII : 2332 asam amino
AHF : fresh frozen plasma

2.Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan perdarahan. Mereka
harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak perlu menjalani pencabutan gigi.
Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan
alat Bantu seperti tongkat. Kompreslah bagian tubuh yangterluka dan daerah sekitarnya
dengan es atau bahan lain yang lembut & beku/dingin. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh
yang mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban elastis
namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam
posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang lembut seperti bant
Perawatan Kesehatan Secara Umum yang dibutuhkan oleh seorang penderita hemofilia untuk
menjaga kondisi tubuh yang baik

1. Mengkonsumsi makanan/minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh tidak berlebihan.
Karena berat berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki
(terutama pada kasus hemofilia berat).
2. Melakukan kegiatan olahraga. Berkaitan dengan olah raga, perhatikan beberapa hal
berikut:
a. Olah raga akan membuat kondisi otot yang kuat, sehingga bila terbentur otot tidak mudah
terluka dan perdarahan dapat dihindari.
b. Bimbingan seorang fisio-terapis atau pelatih olah raga yang memahami hemofilia akan
sangat bermanfaat.
c. Bersikap bijaksana dalam memilih jenis olah raga; olah raga yang beresiko adu fisik seperti
sepak bola atau gulat sebaiknya dihindari. Olah raga yang sangat di anjurkan adalah renang.
d. Bimbingan seorang fisio-terapis dari klinik rehabilitasi medis diperlukan pula dalam
kegiatan melatih otot pasca perdarahan.
3. Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan kesehatan gisi dan gusi secara
berkala/rutin, paling tidak setengah tahun sekali, ke klinik gigi
4. Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah suntikan imunisasi harus
dilakukan dibawah kulit (Subkutan) dan tidak ke dalam otot, diikuti penekanan lubang bekas
suntikan paling sedikit 5 menit.
5. Menghindari penggunaan Aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan perdarahan.
Penderita hemofilia dianjurkan jangan sembarang mengkonsumsi obat-obatan. Langkah
terbaik adalah mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter.
6. Memberi informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi hemofilia yang ada,
misalnya kepada pihak sekolah, dokter dimana penderita berobat, dan teman-teman di
lingkungan terdekat secara bijaksana.
7. Memberi lingkungan hidup yang mendukung bagi tumbuhnya kepribadian yang sehat agar
dapat optimis dan berprestasi bersama hemofilia. Perawatan kesehatan khusus diberikan
ketika penderita hemofilia mengalami luka atau perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di
bagian dalam dan luar tubuh. Perdarahan di bagian dalam tubuh umumnya sulit atau tidak
terlihat mata. Pada kondisi ini diperlukan kewaspadaan dan pertolongan segera.
Kewaspadaan juga diperlukan karena perdarahan dapat terjadi tanpa sebab yang jelas.
Kewaspadaan lainnya yang harus dilakukan apabila terjadi benturan keras pada kepala
penderita. Penderita hendaknya segera dibawa kerumah sakit terdekat untuk dapat dirawat
secara khusus dan seksama oleh dokter. Karena perdarahan yang terjadi pada kepala dapat
berakibat buruk bahkan hingga sampai pada keadaan yang mematikan.

1.6 ALGORITMA
 ANEMIA
 HEMOFILIA
DAFTAR PUSTAKA

 Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol 3.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
 Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. EGC. Jakarta:
2000.
 Suryo. 1986. Genetika Manusia.Gajah Mada University Press: Yogjakarta
 Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press:
Yogjakarta
 Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba
Medika:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai