Anda di halaman 1dari 28

Clinical Science Session

DIAGNOSIS MIOPIA PATOLOGIS

Nama Dokter Muda : Ade Kurnia - 1840312652

Nama Preseptor : dr. Fitratul Ilahi, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling umum
terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada retina sehingga
menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi
4 bentuk yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi apabila
cahaya dibiaskan di depan retina; hiperopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di
belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar yang dibiaskan tidak terletak pada
satu titik fokus; sedangkan presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi
bersamaan dengan proses penuaan.1
Menurut Global Data on Visual Impairment pada tahun 2010, kelainan
refraksi yang tidak dikoreksi merupakan penyebab gangguan penglihatan terbanyak di
seluruh dunia, yaitu 43%, diikuti oleh katarak pada peringkat kedua sebanyak 33%,
dan glaukoma pada peringkat ketiga sebanyak 2%. Kelainan refraksi menyebabkan
kebutaan sebanyak 3% di seluruh dunia.3
Salah satu jenis kelainan refraksi, yaitu miopia. Miopia adalah suatu kelainan
refraksi dimana sinar cahaya paralel yang memasuki mata secara keseluruhan dibawa
menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut sebagai kabur jauh
(nearsightedness).4 Miopia terjadi ketika bola mata terlalu panjang, sehingga apabila
sinar datang dari jarak tak hingga maka bayangan akan jatuh di depan retina. Miopia
juga dapat terjadi karena kornea ataulensa yang terlalu melengkung karena panjang
bola mata.5

Miopia merupakan kelainan refraksi yang memiliki kejadian cukup tinggi.


WHO memperkirakan 27% penduduk dunia mengalami miopia dan 2,8% penduduk
dunia mengalami miopia tinggi. Asia Timur menempati prevalensi miopia tertinggi di
dunia, yaitu negara Cina, Jepang, Korea, dan Singapura, dengan prevalensi sekitar
50%, dan 69% terjadi pada anak usia 15 tahun yang termasuk dalam usia sekolah.
Prevalensi miopia terendah di dunia adalah Australia, Eropa, Amerika Utara dan
Selatan. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 33% di tahun 2020 dan
52% di tahun 2050.6

Miopia memiliki beberapa penyebab, yaitu pemanjangan bola mata, pengaruh


lingkungan, dan genetik. Pengaruh lingkungan seperti aktivitas melihat dekat juga
dapat meningkatkan panjangaksial bola mata dikarenakan kerja otot ekstraokuler yang
berlebihan dan kontraksi otot siliaris. Kurangnya beraktivitas secara outdoor juga
merupakan pengaruh lingkungan dikarenakan waktu belajar yang sangat intensif pada
anak-anak sekolah. Pengaruh lingkungan juga mempercepat perkembangan dan
progresivitas miopia pada penderita yang memiliki faktor genetik, dan telah
ditemukan juga gen-gen yang berperan pada miopia genetik.6
Miopia adalah masalah yang sangat signifikan, bukan hanya karena prevalensinya
yang tinggi, tetapi juga karena dapat berkontribusi pada morbiditas pada penglihatan
dan meningkatkan risiko untuk terjadinya komplikasi yang mengancam, seperti ablasi
retina dan juga glaukoma, bahkan bila tidak dikoreksi dalam keadaan yang semakin
parah dapat mengakibatkan kebutaan. Miopia dapat menjadi masalah serius jika tidak
cepat ditanggulangi. Oleh karena itu pengetahuan mengenai miopia sangat diperlukan
untuk pemeriksaandan penatalaksanaan miopia secara dini.7
1.2 Batasan Masalah
Clinical science session ini membahas tentang definisi, epidemiologi,
klasifikasi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis miopia patologis.

1.3 Tujuan Penulisan


Clinical science session ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis miopia patologis.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada
berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan


Clinical science session ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, faktor
risiko, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis miopi patologis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Refraksi


Media refraksi adalah bagian dari mata yang membelokkan cahaya. Media
refraksi terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor.8

2.2 Anatomi Media Refraksi


a. Kornea
Kornea adalah jaringan yang transparan, tembus cahaya, bening dan avaskuler. Kornea
berperan sebagai barrier struktural dan melindungi mata terhadap infeksi. Kornea
mendapatkan persarafan sensoris dari cabang nervus V (nervus trigeminus). Kornea
mendapatkan nutrisi dari pembuluhpembuluh darah limbus, aqueous humor, air mata,
dan oksigen dari atmosfer pada kornea bagian superfisial. Kornea transparan karena
avaskuler, keseragaman struktur, dan deturgensinya. Kornea secara histopatologi
terdiri dari 5 lapis dari depan ke belakang : 1. Epitel kornea, 2. Membran Bowman, 3.
Stroma 4. Membran Descemet, 5. Endotel

b. Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang dan diproduksi oleh badan siliar. Aqueous humor terbuat dari 99,9% air, dan
0,01% yang terdiri dari gula, vitamin, protein, dan nutrien lainnya. Selain itu,
komponen utama aqueous humor adalah ion-ion organik dan anorganik, karbohidrat,
glutation, asam amino, urea, oksigen, karbon dioksida, dan air. Setelah masuk ke bilik
mata depan, aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata depan, lalu ke
anyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Aqueous humor analog dengan
pengganti darah untuk struktur avaskuler dan memberi nutrisi, menghilangkan produk
ekskresi dari metabolisme, mengangkut neurotransmitter, menstabilkan struktur
okuler, mengatur tekanan intraokuler, dan berkontribusi pada pengaturan homeostasis
jaringan okuler, dan juga berfungsi mengangkut vitamin C di segmen anterior untuk
bertindak sebagai agen antioksidan dan meningkatkan ekspansi kornea. Ini
meningkatkan perlindungan terhadap debu dan patogen lainnya, dan memungkinkan
sel-sel dan mediator-mediator inflamasi untuk beredar di mata dalam kondisi
patologis.
c. Lensa
Lensa terletak di belakang iris dan tergantung pada ligamentum suspensorium yang
disebut juga dengan zonula Zinn yang berada di bagian perifer kapsul lensa. Lensa
berbatasan dengan aqueous humor di bagian anterior dan dengan vitreous humor di
posterior. Lensa bentuknya bikonveks, tidak berwarna, avaskuler, dan transparan.
Lensa perlahan menjadi besar, berat, dan kurang elastis seiring dengan pertambahan
usia dikarenakan serat-serat lamelar sub epitel yang terus diproduksi.Lensa
mengandung 65% air dan sekitar 35% protein. Lensa tidak memiliki pembuluh darah
dan saraf. Lensa berfungsi untuk mengatur kejernihannya, membiaskan cahaya, dan
berakomodasi.
d. Vitreous Humor
Vitreous humor terletak di antara lensa dan retina, merupakan suatu jaringan seperti
kaca bening yang avaskuler. Vitreous humor mengandung 99% air dan membentuk
dua pertiga volume dan berat mata. Sedangkan 1% nya berupa asam hialuronat,
kolagen, dan protein yang memiliki kemampuan dalam mengikat air yang banyak
sehingga memberi bentuk dan konsistensi yang mirip gel pada vitreous humor.
Vitreous humor mempertahankan kebulatan bola mata serta mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. 9,10,11
2.3 Fisiologi Penglihatan
Cahaya memasuki mata dan akan melalui beberapa proses sebelum akhirnya
membentuk bayangan terbalik di retina. Cahaya akan melalui kornea lalu memasuki
pupil. Sistem saraf simpatis akan mengatur pupil untuk membesar atau mengecil
sehingga pupil berfungsi sebagai pengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata.
Setelah itu, lensa akan bekerja memfokuskan cahaya sehingga bayangan bisa jatuh
tepat di retina. Kemampuan untuk memfokuskan bayangan tepat di retina bergantung
pada kemampuan refraksi. Media refraksi terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa
dan badan kaca. Setelah bayangan jatuh di retina, energi cahaya akan diubah menjadi
aksi potensial di lapisan sensoris retina untuk dapat diteruskan ke nervus optikus
sampai korteks serebri. Di korteks serebri akan terjadi penerjemahan informasi dari
bayangan yang diterima oleh retina.12

2.4 Epidemiologi
Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan ke depan retina. Diperkirakan bahwa
2,3 miliar orang di seluruh dunia mengalami kelainan refraksi. Sebagian besar
memiliki kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan kacamata, tetapi hanya 1,8
miliar orang yang melakukan pemeriksaan dan koreksi yang terjangkau. Saat ini,
myopia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama terutama di negara
negara Asia, seperti Taiwan, Jepang, Hongkong dan Singapura. Prevalensi dari
miopia dipengaruhi oleh usia dan beberapa faktor lain. Angka kejadian ini meningkat
pada usia sekolah dan dewasa muda, dimana pada remaja diketahui memiliki
prevalensi 20-25%. Sedangkan pada dewasa muda memiliki prevalensi 25-35%.
Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa wanita secara signifikan memiliki risiko
lebih tinggi untuk terjadinya miopiadibandingkan pria. Menurut “National Eye
Institute Study”, miopia merupakan penyebab kelima tersering yang mengganggu
penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh yang tersering kebutaan di Amerika
Serikat, sedangkan di Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering.11,13
2.5 Definisi
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan didepan
retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari
bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan
manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”.
Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dekat, sedangkan
kabur bila melihat jauh atau rabun jauh. Derajat miopia dapat dikategorikan, yaitu;11,14

 Miopia ringan (0,25 - 3,00D)

 Miopia sedang (3,00 – 6,00D)

 Miopia berat / tinggi (>6,00D)

2.6 Klasifikasi
American Optometric Association mengklasifikasikan miopia menjadi 3 jenis,
yaitu berdasarkan gejala klinis, derajat, dan usia munculnya onset. Miopia terbagi
menjadi lima berdasarkan gejala klinisnya yaitu miopia simpleks, miopia nokturnal,
pseudomiopia, miopia degeneratif, dan miopia induktif.15,16
a. Miopia simpleks
Status refraksi mata dengan miopia simpleks bergantung pada daya optik kornea
dan lensa serta panjang aksial. Miopia simpleks lebih sering terjadi daripada jenis
miopia lainnya, umumnya kurang dari 6 dioptri, dan pada banyak pasien juga dapat
ditemui dengan kurang dari 4 atau 5 dioptri. Mata dengan miopia simpleks adalah
mata normal yang terlalu panjang untuk daya optiknya, atau terlalu kuat secara optik
untuk panjang aksialnya walaupun jarang. Miopia simpleks juga dapat terjadi
bersamaan dengan astigmatisme. Ketika miopia simpleks terjadi pada anak-anak,
keparahannya hampir selalu meningkat. Penelitian menunjukkan bahwa progresivitas
miopia yang dimulai pada masa kanak-kanak sebesar 0 sampai 1 dioptri per tahun,
dan rentangan yang paling sering terjadi adalah antara 0,3-0,5 dioptri per tahun.
Progresivitas ini biasanya berkurang atau berhenti saat remaja pertengahan hingga
remaja akhir, terjadi lebih dulu pada perempuan daripada laki-laki.
Progresivitas miopia pada onset dewasa muda (early adult-onset) biasanya lebih
lambat dibandingkan progresivitas miopia pada anak-anak. Tingkat keparahan
miopia biasanya berkurang mulai usia sekitar 45 tahun. Ketika derajat miopia
tidak sama antara kedua mata, kondisi ini disebut dengan anisometropia. 15
Anisometropia adalah perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis sebesar 1 dioptri
atau lebih. Ketika satu mata emetrop dan mata lainnya mengalami miopia, kondisi
ini disebut dengan miopia simpleks anisometropia. Meskipun tidak jarang terjadi
perbedaan tingkat miopia antara kedua mata, anisometropia tidak menjadi
signifikan secara klinis sampai perbedaan antara kedua mata mencapai sekitar 1
dioptri.
b. Miopia nokturnal
Miopia nokturnal hanya terjadi dalam pencahayaan redup, dan terutama
disebabkan oleh peningkatan respon akomodatif yang terkait dengan tingkat
cahaya yang rendah.
c. Pseudomiopia
Pseudomiopia adalah akibat dari peningkatan daya refraksi okular karena
stimulasi berlebihan mekanisme akomodatif mata atau spasme siliar. Kondisi ini
dinamakan demikian karena pasien hanya tampak mengalami miopia karena
respon akomodatif yang tidak tepat.
d. Miopia degeneratif
Miopia degeneratif adalah derajat miopia yang tinggi yang dikaitkan dengan
perubahan degeneratif pada segmen posterior mata. Perubahan degeneratif dapat
merupakan akibat dari fungsi penglihatan yang abnormal, seperti penurunan tajam
penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi atau perubahan lapangan pandang. Dapat
terjadi gejala sisa seperti pada ablasi retina dan glaukoma.
e. Miopia induktif
Miopia induktif adalah dampak dari paparan berbagai agen farmakologis, berbagai
tingkatan gula darah, sklerosis nuklear pada lensa, atau kondisi anomali lainnya.
Miopia ini sering sementara dan reversibel.

Berdasarkan derajat, miopia terbagi menjadi tiga :

a. Miopia ringan (sampai dengan minus 3 dioptri)


b. Miopia sedang (minus 3 dioptri sampai dengan minus 6 dioptri)
c. Miopia berat (lebih dari minus 6 dioptri)

Berdasarkan usia munculnya onset, miopia terbagi menjadi 4:


a. Miopia kongenital, terjadi saat lahir dan bertahan selama masa bayi
b. Youth-onset myopia, terjadi mulai usia di bawah 20 tahun
c. Early adult-onset myopia, terjadi mulai usia 20-40 tahun
d. Late adult-onset myopia, terjadi mulai usia lebih dari 40 tahun

Selain klasifikasi menurut American Optometric Association, Ilyas juga


mengklasifikasikan miopia menjadi 3 menurut perjalanannya, yaitu miopia stasioner,
miopia progresif, dan miopia maligna.

a. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah usia dewasa


b. Miopia progresif, yaitu miopia yang terus bertambah pada usia dewasa yang
disebabkan oleh bertambahnya panjang bola mata
c. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif dan lebih dari minus 6
dioptri dengan adanya kelainan pada fundus okuli dan panjang bola mata hingga
terbentuk stafiloma postikum pada bagian temporal papil serta terjadi atrofi pada
korioretina.

Sedangkan American Academy of Ophthalmology mengklasifikasikan miopia


menjadi 2, yaitu miopia non patologis dan miopia patologis.

a. Miopia non patologis, sama dengan miopia simpleks pada klasifikasi menurut
American Optometric Association.
b. Miopia patologis, merupakan salah satu dari penyebab utama kebutaan di dunia.
Umumnya diklasifikasikan sebagai kelainan refraksi miopia yang tinggi dan
umumnya terjadi pada usia anak yang lebih muda. Miopia ini lebih dari minus 6
dioptri atau panjang aksial lebih dari 26,5 mm. Pasien dengan miopia aksial ini
lebih berisiko mengalami degenerasi retina progresif dan kelainan lainnya yang
mengancam penglihatan, seperti degenerasi makula dan glaukoma.15,16
2.7 Etiologi
Menurut Ilyas (2006) miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di
dalam mata untuk panjangnya bola mata akibat :16,17

1. Kornea terlalu cembung

2. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan kuat3.


Bola mata terlalu panjang. Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina
terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula
lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina.
Titik jauh (pungtumremotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.

Etiologi miopia masih belum diketahui secara pasti. Namun miopia diduga berasal
dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Menurut American Optometric
Association, miopia juga dapat berbeda-beda penyebab sesuai dengan klasifikasinya.

a. Miopia simpleks
Penyebab pasti miopia simpleks belum diketahui tapi riwayat keluarga dan faktor
lingkungan memegang peranan yang penting. Kaitan yang kuat antara miopia dan
aktivitas melihat dekat menunjukkan aktivitas melihat dekat sebagai faktor
penyebab.
b. Miopia nokturnal
Terjadi dalam kondisi kegelapan atau penerangan yang sangat redup, miopia
nokturnal sebagian besar atau seluruhnya karena peningkatan akomodasi yang
terkait dengan isyarat akomodatif yang menurun di kegelapan. Ketika terjadi
penurunan pencahayaan di lingkungan sekitar, mata mengasumsikan suatu
keadaan istirahat (pada fokus yang gelap) dimana kekuatan fokus mata agak lebih
besar daripada ketika melihat jarak jauh dengan pencahayaan yang lebih tinggi,
maka pupil akan membesar dan kekaburan pada retina menjadi lebih nyata secara
subjektif, dengan demikian mata tampaknya menjadi relatif lebih miopik.
c. Pseudomiopia
Pseudomiopia umumnya ditemui pada pasien yang lebih muda yang melakukan
aktivitas melihat dekat yang berlebihan. Aktivitas melihat dekat yang berlebihan
menyebabkan hipertonik pada badan siliar, misalnya pada awalnya pasien emetrop
atau pasien yang sedikit hipermetropia secara klinis terlihat menjadi miopia.
d. Miopia degeneratif
Pembesaran mata pada miopia degeneratif dapat mempengaruhi tampilan saraf
optik. Retina untuk sementara waktu teregang dari nervus optikus. Retina perifer
juga dipengaruhi, menghasilkan perubahan karakteristik miopia degeneratif.
Miopia kongenital yang berat selama masa bayi biasanya menjadi miopia
degeneratif.
e. Miopia induktif
Riwayat miopia induktif tergantung pada kondisi yang menginisiasi. Pergeseran
refraktif terhadap miopia setelah sekitar usia 60 tahun biasanya berhubungan
dengan perkembangan sklerosis nuklear lensa, dan ini adalah salah satu bentuk
miopia induktif.
2.8 Patofisiologi
Penelitian-penelitian terdahulu mengemukakan bahwa miopia disebabkan oleh
pemanjangan sumbu bola mata, namun penyebab yang mendasarinya masih belum
jelas sepenuhnya.Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu
bola mata pada miopia. Yang pertama adalah teori biologik, menganggap bahwa
pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina
(overgrowth) sedangkan teori yang kedua adalah teori mekanik yang mengemukakan
adanya penekanan (stres) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori
mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq superior.
Seperti diketahui, penderita miopia selalu menggunakan konvergensi berlebihan. Von
Graefe mengatakan bahwa otot ekstraokular terutama rektus medial bersifat
miopiagenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson
menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting dalam
perkembangan miopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga
menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja terlalu lama. Konvergensi
berlebihan disebabkan oleh karena penderita miopia memiliki jarak pupil yang lebar.
Di samping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi muskulus oblik superior
yang menekan bola mata lebih besar. Jadi di sini ada pengaruh dari anatomi mata
terhadap terjadinya miopia. Kebenaran akan hal ini telah dikonfirmasi oleh beberapa
ahli lain.
Possey dan Vandergift mengemukakan bahwa anatomi merupakan faktor yang
terpenting dalam terjadinya miopia. Fox mengidentifikasikan orbita bagian dalam
akan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan sumbu bola mata.18
2.9 Faktor Risiko
a. Faktor Keturunan atau Herediter
Faktor risiko yang penting dari miopia adalah faktor keturunan. Jika kedua orang tua
miopia, maka risiko anak mengalami miopia akan semakin besar. Miopia derajat tinggi
diturunkan secara resesif. Ada yang berpendapat faktor dominan autosomal dan resesif x-
linked. Prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan kedua orang tua miopia. Pada anak
yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40% dan hanya 6-15% anak
mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua miopia. Biasanya anak akan menampakan
gejala miopia pada usia 9-10 tahun karena pada usia tersebut akan terjadi pertumbuhan yang
pesat sehingga sumbu axial bola mata menjadi relatif lebih panjang dan menyebabkan
miopia aksialis dan menjadi progresif sampai usia 25 tahun.19
Gen untuk perkembangan miopia dan miopia tinggi telah teridentifikasi pada
penelitian terhadap keluarga dan saudara kembar. Consortium for Refractive Error
and Myopia (CREAM) telah menemukan gen-gen yang berhubungan dengan
miopia dan miopia tinggi. Miopia tinggi sering ditemukan diturunkan melalui
keluarga dalam pola Mendel, termasuk autosomal dominan, autosomal resesif, atau
pola pewarisan terkait X. Penelitian pada saudara kembar menunjukkan bahwa
genetik dapat menjelaskan 60-80% variasi panjang aksial dan sferis ekuivalen pada
kelainan refraksi. Miopia biasanya dianggap kompleks karena faktor genetik dan
lingkungan berkontribusi terhadap risiko kerentanan. Pada miopia tinggi, sejumlah
besar lokalisasi kromosom telah dilaporkan (MYP1-MYP17), tetapi beberapa gen
spesifik telah diidentifikasi. Pengecualian pada MYP16, dimana mutasi pada
CTNND2 (cadherin associated protein) telah diidentifikasi dan replikasi.
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa banyak mutasi yang dilaporkan
berhubungan dengan struktur dan konstituen metabolik matriks ekstraseluler
sklera. Sklera mengalami sejumlah perubahan struktural yang meliputi penipisan,
pengurangan diameter fibril kolagen, dan disregulasi serat yang merupakan hasil
metabolisme yang berubah dan pada akhirnya menyebabkan peningkatan panjang
aksial bola mata yang berlebihan sehingga terjadi gangguan penglihatan. Selain itu,
juga terdapat gen MMP-2 (Matriks Metalloproteinase-2) yang berperan penting
dalam degradasi fibril kolagen sklera. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas
MMP-2 meningkat secara signifikan pada sklera mata miopia dan menurun pada
mata yang pulih dari miopia.20,21,22
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kumar et al. (2016), terdapat jumlah
yang lebih besar pada wanita yaitu sebesar 55,6%. Perempuan memiliki persentase
lebih besar dikarenakan banyak menghabiskan waktunya untuk membaca dan
menulis di dalam rumah dibandingkan laki-laki yang banyak menghabiskan
waktunya bermain di luar rumah. Penelitian dari Usman et. al (2014), juga
memperlihatkan kasus miopia dan atau gangguan tajam penglihatan lebih banyak
terjadi pada jenis kelamin perempuan, 75,9% sementara pada laki-laki 24,1%.23
c. Usia
Berdasarkan penilitian terkait usia, prevalensi miopia pada usia remaja 13-21 tahun
yaitu 71,62% dan persentase pada usia anak-anak 0-5 tahun yaitu 8,11%. Kejadian
miopia meningkat atau banyak dialami pada usia 13-19 tahun. Pada kelompok usia
tersebut umumnya sangat aktif dan produktif untuk belajar, bekerja dan
mempergunakan mata untuk waktu yang lama.23
d. Faktor Lingkungan
Terdapat beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh, di antaranya adalah
kurangnya aktivitas di luar rumah (outdoor), aktivitas melihat dengan jarak dekat,
pendidikan dan kecerdasan, serta pencahayaan saat tidur malam hari.20,24,25
 Kurangnya aktivitas di luar rumah (outdoor)
Di Australia, penelitian menunjukkan bahwa anak yang kurang aktivitas di luar
dan banyak beraktivitas melihat dengan jarak dekat akan 2-3 kali lebih berisiko
mengalami miopia dibandingkan dengan yang sebaliknya.
 Aktivitas melihat dengan jarak dekat
Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi adalah aktivitas melihat dekat
yang berlangsung terus menerus. Anak usia sekolah yang membaca secara terus
menerus dalam waktu lebih dari 30 menit akan lebih berisiko mengalami miopia.
Selain itu aktivitas melihat dekat yang lainnya yang berpengaruh pada
progresivitas miopia yaitu pencahayaan yang kurang pada saat membaca dan
membaca sambil berbaring. Pada miopia yang onsetnya dimulai pada usia dewasa,
progresivitas miopia lebih cepat terjadi pada individu yang menghabiskan waktu
yang lama untuk aktivitas melihat dekat, misalnya pada seorang pekerja
laboratorium yang berhubungan dengan mikroskop, pekerja di terminal bagian
visualisasi menggunakan layar.
Melakukan kebiasaan melihat dekat dan lama di dalam ruangan berisiko
meningkatkan gangguan tajam penglihatan antara lain aktivitas dengan jarak dekat
dan lama seperti membaca, menonton televisi, menggunakan komputer, dan
bermain video game Kebiasaan melihat dekat dan lama dalam jarak yang kurang
dari standar ukur merupakan faktor resiko terjadinya gangguan tajam penglihatan,
dimana jarak pandang yang kurang dari standar ukur dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan kelelahan mata (astenopia) seperti mata merah, mata pegal,
mata berair, mata pedih dan penglihatan kabur. Upaya berlebihan dari sistem
penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh
ketajaman penglihatan dalam waktu yang lama ini akan mengurangi kemampuan
akomodasi mata sehingga berakibat terjadinya gangguan tajam penglihatan.
 Pendidikan dan kecerdasan
Sebuah penelitian di Australia menunjukkan bahwa paparan sistem sekolah yang
lebih intensif pada usia dini dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya miopia.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga berkaitan dengan bertambahnya
panjang aksial bola mata. Penelitian pada orang dewasa ras Cina di Singapura
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan panjang aksial bola mata sebesar 0,60
mm setiap 10 tahun menempuh pendidikan. Sebuah penelitian di Singapura
menunjukkan bahwa anak-anak dengan skor IQ yang lebih tinggi memiliki miopia
yang jauh lebih tinggi daripada mereka dengan skor IQ rendah.
 Pencahayaan pada saat tidur malam hari
Durasi waktu relatif pencahayaan terang dan gelap sehari-hari dapat
mempengaruhi panjang aksial bola mata dan perkembangan kelainan refraksi.
Penelitian yang dilakukan oleh SM Saw dkk pada tahun 2003 pada 479 anak yang
berusia 2-16 tahun yang tidur dengan menghidupkan lampu pada malam hari
memiliki faktor risiko yang lebih besar untuk menderita miopia.20,24,25
e. Faktor genetik dan lingkungan dapat saling berinteraksi untuk meningkatkan
risiko terjadinya miopia. Penelitian telah dilakukan di Taiwan oleh SM Saw dkk
pada tahun 2003 pada anak kembar. Kembar monozigot dengan kebiasaan
membaca terus menerus dalam waktu kurang dari 1 jam, memiliki risiko miopia
ringan sebanyak 92,4%, dan risiko miopia adalah sebesar 62% pada kembar
dizigot dengan kebiasaan membaca yang sama. Selain itu, pada anak yang
memiliki kebiasaan membaca jarak dekat yang intensif dengan riwayat orang tua
menderita miopia meningkatkan risiko terjadinya miopia yang lebih tinggi, yaitu
lebih dari minus 3 dioptri.25
2.10 Manifestasi Klinis
Secara umum, pasien dengan miopia merasa jelas saat melihat dekat, tapi kabur
saat melihat jauh. Tanda-tanda lainnya adalah menyipitkan mata untuk mendapatkan
efek pinhole agar dapat melihat jauh dengan lebih jelas, ketegangan mata, kelelahan
mata, sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit.
Menurut American Optometric Association, ada perbedaan manifestasi klinis
berdasarkan klasifikasi miopia.

a. Miopia simpleks
Pada miopia simpleks, jarak penglihatan kaburnya konstan.
b. Miopia nokturnal
Pada miopia nokturnal, penglihatan kabur pada jarak jauh hanya pada saat
pencahayaan redup atau pada kondisi gelap. Pasien yang memiliki miopia
nokturnal sering mengeluhkan kesulitan membawa kendaraan pada malam hari
dan/atau kabur melihat jauh pada malam hari.
c. Pseudomiopia
Pada pseudomiopia, jarak penglihatan kabur dapat konstan atau intermiten dengan
jarak penglihatan kabur terjauh terjadi setelah aktivitas melihat dekat. Pasien
dengan pseudomiopia sering terjadi fluktuasi pada jarak ketajaman penglihatan
yang sesuai dengan akomodasi.
d. Miopia induktif
Jarak penglihatan kabur pada miopia induktif dapat bervariasi mulai dari yang
sementara (terjadi hanya beberapa jam) hingga konstan tergantung pada kondisi
tertentu yang menyebabkannya.
e. Miopia degeneratif
Miopia degeneratif umumnya adalah miopia berat yang kongenital atau onset
timbul lebih dini dan jarak penglihatan kaburnya konstan.. Ketajaman penglihatan
yang dikoreksi dapat dikurangi sebagai hasil dari perubahan patologis pada
segment posterior. Pasien dengan miopia degeneratif dapat mengeluhkan sesuatu
yang melayang atau kilatan cahaya yang dihubungkan dengan perubahan retina.16

2.11 Diagnosis dan Pemeriksaan


Diagnosis
Untuk menegakan diagnosa pada pasien miopia, dapat dilakukan melalui 3
tahap, yaitu: Riwayat pasien, Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan tambahan.4

Riwayat pasien

Komponen utama dari riwayat pasien yaitu identifikasi masalah dan keluhan-keluhan
utama seperti keluhan visual, okular, dan riwayat kesehatan umum pasien, riwayat
keluarga dan perkembangan, dan alergi obat -obatan.

- Miopia sederhana : Gejala yang terdapat pada miopia sederhana yaitu penglihatan
yang tidak jelas atau kabur. Dalam hal ini pemeriksa harus menanyakan apakah
penglihatan yang tidak jelas tersebut menetap atau hanya sementara. Klinisi harus
menyadari bahwa pada miopia pada anak-anak sulit didiagnosa karena anak-anak sulit
menyampaikan penglihatan yang kabur.

- Miopia nokturnal : Gejala utama pada miopia nokturnal adalah penglihatan kabur
pada jarak yang jauh dengan pencahayaan yang redup. Pasien mungkin mengeluhkan
sulit untuk melihat rambu-rambu lalu lintas saat berkendara pada malam hari.

- Pseudomiopia : Pandangan kabur yang bersifat sementara, terutama setelah bekerja


dalam jarak dekat, mungkin di indikasikan adanya daya akomodasi yang tidak
adekuat atau pseudomiopia.

- Miopia degeneratif : Dalam miopia degeneratif, didapati pandangan kabur yang


dipengaruhi oleh jarak karena derajat miopia biasanya signifikan. Pasien harus
menahan “nearpoint-objects” sangat dekat dengan mata, karena myopia yang tidak
terkoreksi. Tingkatan miopia biasanya signifikan dan pasien menahan titik dekat suatu
objek tetap dekat dari mata, karena besarnya miopia yang tidak terkoreksi. Pasien
mengeluhkan adanya kilatan cahaya atau sesuatu yang melayang-layang dan ini
dikaitkan dengan perubahan pada vitreoretina. Jika perubahan patologis pada segmen
posterior mempengaruhi fungsi retina, pasien dapat mengeluhkan kehilangan
penglihatan. Pasien dengan miopia degeneratif juga mengeluhkan kekhawatiran
mengenai tingginya kekuatan untuk koreksi optik pada mata mereka.

- Miopia induktif : pasien mengeluhkan penglihatan pada jarak jauh yang kabur yang
terjadi tergantung pada agen atau kondisi yang menyebabkan rabun jauh. Gejala
lainnya muncul juga tergantung dari apa yang menginduksi terjadinya miopia.
Contohnya pupil berkontriksi ketika penyebab miopia adalah paparan agonis
kolinergik.

- Miopia yang didapat : Pasien dengan miopia yang didapat juga melaporkan
pandangan kabur. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien tergantung pada
penyebab terjadinya miopia tersebut. Misalnya, pupil yang konstriksi ketika penyebab
darimiopia didapat adalah terpapar oleh agen agonis kolinergik.4

Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Dalam melakukan pemeriksaan refraksi ada 2 cara, yaitu :

1. Refraksi subjektif
Memeriksa kelainan pembiasan mata pasien dengan memperlihatkan kartu
optotipi Snellen dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan
bersama pasien.
2. Refraksi Objektif
Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu
tanpa perlunya kerjasama dengan pasien. Pemeriksaan objektif dipakai alat :
 Refractometer apa yang disebut pemeriksaan dengan komputer
 Streak retinoskopi

Pemeriksaan refraksi subjektif : Pada pemeriksaan subjektif diperlukan


hubungan atau komunikasi yang baik antara pemeriksa dengan pasien. Dalam
pemeriksaan ini, optotype diletakan sejauh 5 atau 6 pasien yang akan diperiksa karena
pada jarak 5 meter sinar – sinar datang dianggap merupakan sinar sejajar dan pasien
yang diperiksa matanya dalam keadaan istirahat atau tidak berakomodasi. Keadaan
penerangan dalam ruang pemeriksaan tidak terlalu cerah. Dilihat kontra s kartu
Snellen cukup baik. Mata yang biasa diperiksa terlebih dahulu adalah mata kanan.
a. Letakkan bingkai uji coba (trial frame) pada posisi yang tepat

b. Dilihat apakah titik tengah terletak tepat di depan mata

c. Pasang penutup (occluder ) pada mata yang tidak diperiksa (mata kiri)

d. Catat tajam penglihatan mata yang dibuka untuk selanjutnya dilakukan


pemeriksaan khusus untuk miopia.

Pada mata miopia dilakukan pemeriksaan berikut :

1. Bila penglihatan kurang dari 6/6 diletakan lensa pada bagian kacamata coba
dengan kekuatan S +0,5 atau S -0,5.
2. Ditanyakan dengan lensa mana yang terlihat lebih jelas. Tajam penglihatan dapat
lebih kurang dari 6/10 sehingga penambahan lensa diberikan yang lebih berat.
3. Penambahan lensa lanjut, bila lebih terang dengan lensa S - 0,5 maka pemeriksaan
selanjutnya dilakukan dengan lensa S – yang dinaikan perlahan sehingga terdapat
penglihatan yang paling jelas.
4. Lensa ditambahkan perlahan sampai tajam penglihatan maksimal.

Pemeriksaan miopia pada anak diperlukan rujukan berikut :4,17

1. Pemeriksaan dengan sikloplegik harus dilakukan pada pemeriksaan mata anak,


anak dengan juling esotropia dan miopia sangat tinggi (>10 D).
2. Koreksi sebaiknya dilakukan secara total pada kelainan refraksi dan
astigmatismatnya.
3. Rencana koreksi kurang (under correction) pada miopia dengan juling kedalam
atau esotropia untuk mengurangi esotropia sudut tidaklah begitu ditoleransi. Resep
kaca mata yang diberikan adalah lensa negatif yang paling tidak berat.
4. Koreksi lebih (over correction) dapat dilakukan untuk memperbaikideviasi juling
ke dalam (esotropia). Pada anak dengan miopia tinggi dan anisometropia yang
mengakibatkananiseikonia dapat dipertimbangkan.

Resep kaca mata yang diberikan adalah lensa negatif yang paling tidak berat.

Pemeriksaan Objektif

- Retinoskopi memberikan pengukuran yang objektif dari kelainan refraksi untuk


menentukan jenis kelainan refraksi mata (miopia, hipermetropia, dan astigmatisme)
dan kebutuhan untuk kacamata. Retinoskopi dalam ruangan yang gelap dapat
berguna dalam diagnosis miopia nokturnal. Pemeriksaan retinoskopi menggunakan
sebuah alat genggam yang disebut retinoskop yang memproyeksikan seberkas
cahaya ke mata. Ketika cahaya bergerak secara vertikal dan horizontal di mata,
pemeriksa mengamati gerakan cahaya yang dipantulkan dari bagian belakang mata.
Pantulan ini disebut dengan refleks merah. Pemeriksa kemudian meletakkan lensa di
depan mata dan saat kekuatan lensa berubah, pemeriksa terus mengubah lensa
sampai kekuatan lensa mencapai kekuatan yang menunjukkan kelainan refraksi pada
pasien.
- Sikloplegik Sikloplegik dibutuhkan untuk diagnosis definitif pseudomiopia.
- Oftalmoskopi dan pengukuran tekanan intraokuler : Pemeriksaan pasien dengan
miopia harus termasuk pemeriksaan oftalmoskopi direk atau indirek dan pengukuran
tekanan intraokuler. Ini berguna untuk evaluasi dan tindakan pencegahan. Melihat
retina perifer dan dilatasi pupil sangat penting terutama pada miopia patologis.16

Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan dapat dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi yang
berkaitan dengan perubahan retina pada pasien dengan miopia degeneratif. Pemeriksaan
tambahan tersebut dapat berupa : Fotografi fundus, UltrasonografiA- dan B-scan,
Lapangan pandang, Tes seperti gula darah puasa (misalnya untuk mengidentifikasi
penyebab dari miopia yang didapat).
2.12 Tatalaksana
1. Koreksi optik

Koreksi optik dalam bentuk kacamata atau lensa kontak sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan yang maksimal, umumnya digunakan dalam
tatalaksana miopia simpleks. Tujuan pemberian sferis negatif terkecil ini adalah
untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.
Beberapa keuntungan menggunakan kacamata bagi penderita miopia:
1. Kacamata dapat lebih ekonomis dalam berbagai hal
2. Kacamata menjaga keamanan mata terutama ketika lensa dari bahan
polikarbonat
3. Kacamata juga memungkinkan untuk tatalaksana gangguan optik lainnya secara
gabungan
4. Kacamata membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada lensa kontak pada
miopia
Sedangkan keuntungan menggunakan lensa kontak:
1. Lensa kontak memberikan tampilan yang lebih baik
2. Lensa kontak membuat ukuran retina lebih besar dan memberikan ketajaman
penglihatan yang lebih baik pada miopia berat
3. Lensa kontak menyebabkan lebih sedikit aniseikonia pada anisometropia
4. Lensa kontak mengurangi masalah pada berat, batasan lapangan pandang, dan
kemungkinan ketidakseimbangan bingkai kacamata yang dirasakan oleh pemakai
kacamata
5. Lensa kontak dapat mengurangi tingkat perkembangan miopia karena adanya
perataan pada sebagian atau keseluruhan kornea.
2. Obat-obatan
Penelitian menunjukkan dengan menggunakan atropin, antagonis muskarinik non
selektif, terjadi penurunan progresivitas miopia secara signifikan. Oleh Shih dkk
dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa progresivitas miopia melambat secara
signifikan dalam waktu lebih dari 18 bulan pada anak-anak berusia 6-13 tahun
dengan atropin dan pemakaian lensa sferis negatif dibandingkan dengan hanya
pemakaian lensa saja. Selain itu, untuk mengurangi respon akomodatif dapat
digunakan sikloplegik sebagai tatalaksana pseudomiopia.

3. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah pemasangan terprogram seperangkat lensa kontak selama
beberapa minggu atau bulan setiap malam untuk meratakan kornea dan
mengurangi miopia, dan ini akan mengubah fokus cahaya yang masuk ke mata.
Ortokeratologi efektif dalam memperlambat perkembangan miopia selama 12
tahun dan secara klinis aman digunakan pada anak berusia 7-16 tahun.45
Penurunan rata-rata miopia dengan pemakaian lensa ini sekitar 2 dioptri.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan adalah tindakan yang tidak harus dilakukan. Pembedahan
refraktif tidak boleh dilakukan pada pasien miopia yang tidak siap secara fisik dan
pada pasien dengan miopia yang belum stabil.
A.Keratotomi radial
Keratotomi radial adalah tindakan membuat pola sayatan radial pada kornea
parasentral dengan melemahkan sebagian kornea. Bagian yang melemah menjadi
curam, sementara kornea sentral rata. Jumlah perubahan refraktif yang dihasilkan
tergantung pada ukuran zona optik dan jumlah serta kedalaman sayatan. Tindakan
ini dapat dilakukan untuk tatalaksana pasien miopia dari minus 1 hingga minus 4
dioptri. Akan tetapi, tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi variasi diurnal
dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, diplopia monokuler, kemungkinan
adanya reduksi permanen dalam koreksi terbaik ketajaman penglihatan,
menigkatnya astigmatisme, anisometropia, dan bisa ke arah hipermetropia setelah
berbulan-bulan atau bertahun-tahun dilakukan tindakan operatif ini. Tindakan ini
sudah jarang digunakan.
B. Keratektomi laser fotorefraktif
Keratektomi laser fotorefraktif adalah jenis tindakan pembedahan dengan prosedur
menurunkan daya kornea oleh ablasi laser pada kornea sentral sehingga mengubah
kelengkungan kornea. Hasil yang didapatkan dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 48-92% pasien telah mencapai visus 6/6 setelah
dilakukan tindakan ini. Komplikasi setelah tindakan dilaporkan dapat terjadi silau,
dan penyimpangan optik yang terjadi karena prosedur pembedahan.
C. Cryolathe Kerathomileusis
Pada tindakan ini, bagian dari stroma kornea dihilangkan, dibekukan, dan dibentuk
pada mesin hingga daya minus. Lalu diganti untuk mengurangi kekuatan kornea.
Tindakan ini dilakukan untuk miopia yang lebih berat.
D. Automated lamellar keratomileusis (ALK)
Lapisan epitel kornea dan stroma superfisial dari ketebalan yang telah ditentukan
dihilangkan dengan mikrokeratom kecuali untuk bagian kecil yang memberikan
tambahan pada kornea. Mikrokeratom nantinya akan digunakan untuk menghapus
sejumlah stroma kornea untuk meratakan kornea, setelah itu jaringan superfisial
kornea diganti.
E. Laser in situ keratomileusis (LASIK)
LASIK memiliki prosedur yang sama dengan ALK tapi stroma kornea dihilangkan
oleh laser, dan menjaga epitel kornea sentral. LASIK menghilangkan jaringan dari
lapisan dalam, tetapi tidak dari permukaan. Untuk melakukannya, bagian
permukaan luar kornea diangkat dan dilipat untuk mengekspos jaringan bagian
dalam. Laser kemudian menghapus jumlah yang tepat dari jaringan kornea yang
diperlukan untuk membentuk kembali mata. Kemudian, lipatan jaringan luar
kembali ditempatkan pada posisi semula. Tindakan LASIK adalah tindakan
operatif yang populer dilakukan saat ini. Prosedur ini meningkatkan kenyamanan
selama periode awal pasca operasi, memungkinkan pemulihan visual yang cepat,
dan mengurangi respon penyembuhan luka.16,26,27

2.13 Komplikasi

a. Glaukoma

Mata miopia secara struktural berbeda dengan mata yang emetrop, dimana mata
miopia mempunyai panjang aksial yang lebih panjang dan vitreous yang lebih dalam.
Mata dengan panjang aksial yang meningkat akan memiliki rasio cup-disc yang
meningkat, peningkatan kerusakan pada lapisan serat saraf optik dan kerusakan yang
lebih besar pada lamina kribrosa, menyebabkan lebih meningkatnya kerentanan
terjadi perubahan diskus optikus pada glaukoma.

b. Abnormalitas korioretina

Peningkatan panjang aksial pada miopia dapat menyebabkan peregangan dan


penipisan koroid dan epitel pigmen retina serta perubahan degeneratif. Abnormalitas
terdapat pada kerusakan retina, atrofi korioretina, Fuch’s spot, degenerasi pigmen, dan
stafiloma.

c. Gangguan penglihatan

Di negara Asia, miopia dapat menjadi penyebab utama gangguan penglihatan karena
tingginya kejadian miopia dan miopia berat. Koreksi miopia di bawah dari tingkat
miopia yang di alami dapat terjadi karena peresepan lensa yang tidak diperbarui atau
miopia yang tidak terdiagnosis. Koreksi yang lebih rendah dan tidak sesuai ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan.23

d. Juling

Juling yang diakibatkan oleh miopia biasanya berupa juling ke dalam atau esotropia,
yang terjadi akibat konvergensi terus menerus pada mata. Bila juling keluar ini berarti
salah satu mata telah berkurang fungsinya atau terdapat ambliopia pada pasien.11
e. Ambliopia

Ambliopia adalah suatu kondisi ketika penglihatan pada satu atau kedua mata tidak
berkembang dengan baik selama masa kanak-kanak. Ambliopia merupakan gangguan
penglihatan neurologis yang diyakini mengikuti interaksi binokular abnormal atau
deprivasi visual selama awal kehidupan, dan kadang disebut juga dengan mata malas.
Pada ambliopia, mata dan otak tidak bekerja dengan benar. Mata terlihat normal,
tetapi tidak digunakan secara normal karena otak lebih menyukai menggunakan mata
yang lainnya. Ambliopia dapat terjadi akibat dari kondisi miopia anisometropia,
dimana kekuatan refraksi yang tidak sama menyebabkan objek pada satu retina
menjadi tidak fokus secara kronis. Titik fokus yang berbeda pada kedua mata akan
merangsang mata yang sehat untuk bekerja lebih keras dan menekan kerja mata yang
sakit dan menyebabkan terjadinya ambliopia.28,29,30,31

2.13 Prognosis

Pasien dengan onset yang lebih dini dan miopia yang berat memiliki prognosis
yang lebih buruk untuk ketajaman penglihatan jangka panjang. Pasien-pasien ini
cenderung memiliki tingkat progresivitas miopia yang lebih tinggi dengan panjang
aksial yang lebih panjang. Pasien dengan panjang aksial yang lebih panjang memiliki
risiko yang lebih besar untuk berkembangnya degenerasi pada retina dan patologi
terkait lainnya. Diagnosis awal pada penderita miopia adalah sangat penting karena
seorang anak yang sudah positif miopia tidak mungkin dapat melihat dengan baik
dalam jarak jauh.32
BAB 3

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan


didepan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Miopia
dapatdiakibatkan terjadinya perubahan indeks bias dan kelainan panjang sumbu
bolamata. Miopia dikenal atas beberapa bentuk yaitu miopia refraktif karena
bertambahnya indeks bias media penglihatan dan miopia aksial akibat panjangnya
sumbu bola mata.

Menurut derajatnya miopia terbagi atas 3 yaitu miopia ringan dimana miopia
kecil daripada 1-3 dioptri, miopia sedang dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri, dan
miopia berat dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Sedangkan menurut perjalanan
miopia, miopia dikenal dengan bentuk yaitu miopia stasioner dimana merupakan
miopia yang menetap setekah dewasa, miopia progresif dimana merupakan miopia
yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambahnya panjang bola mata,
miopia maligna dimana merupakan miopia yang sifatnya progresif dan dapat
mengakibatkan ablasi retina bahkan kebutaan.

Keluhan yang sering dirasakan oleh pasien miopia adalah memberikan


keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata yang
sempit. Seseorang dengan miopia mempunyai kebiasaan menyerinyitkan matanya
untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).

Miopia dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan


pemberian kaca mata. Pengobatan pasien dengan miopia dengan memberikan
kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
Namun demikian miopia menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh
karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari
pemeriksaan fisik mata umum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum Ed. 17. Jakarta: EGC;
2009.
2. Ajayi IA, Omotoye OJ, Olagoke OO. Profile of refractive errors in Ekiti, south western
Nigeria. African Vision and Eye Health. 2018;77(1):1-5.
3. World Health Organization (WHO). Global Data on Visual Impairment 2010. Switzerland:
WHO; 2012.
4. American Academy of Ophthalmology.2009. Basic Clinical Science and Course 2005-
2006. New York: American Academy of Ophthalmology
5. Schiefer U, Kraus C, Baumbach P, Ungewiβ J, Michels R. Refractive errors. Dtsch Arztebl
Int. 2016;113(41):693-702.
6. World Health Organization (WHO). The Impact of Myopia and High Myopia. Australia:
WHO; 2015.
7. Goss DA, Grosvenor TP, Keller JT, Marsh-Tootle W, Norton TT, Zadnik K. Optometric
Clinical Practice Guideline : Care of the Patient with Myopia. American Optometric
Association; 1997.
8. Sherwin JC, Mackey DA. Update on the Epidemiology and Genetics of Myopic Refractive
Error. Expert Rev Ophthalmol. 2013;8(1):63-87.
9. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi Mata. In: Vaughan, Ashbury. Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2010. p. 1-27.
10. Sridhar MS. Anatomy of cornea and ocular surface. Indian J Ophthalmol. 2018;66(2): 190-
194.
11. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2015.
12. Atchison DA, Jones CE, Schmid KL, Ritchard N, Pope JM, Strugell WE, et al. Eye shape
in emmetropia and myopia. The Association for Research in Vision and Ophthalmology.
2004;45:3380- 6
13. American Optometric Association. Care of the Patient with Miopia. Diakses dari
http://www.aoa.org. Oktober 2008
14. Curtin, B.J, 2012, The Myopia, The Philadelphia Harper & Row: pp 348
15. National Eye Institute. Facts About Myopia. Maryland: NEI; 2017
16. Goss DA, Grosvenor TP, Keller JT, Marsh-Tootle W, Norton TT, Zadnik K. Optometric
Clinical Practice Guideline : Care of the Patient with Myopia. American Optometric
Association; 1997.
17. Ilyas, S, 2006, Kelainan Refraksi dan Kacamata, Jakarta: Balai Penerbit FKUI
18. Agung Widodo, Prilia T. Miopia Patologis.Jurnal Oftamologi Indonesia.2007;5(1):19-26

19. Li J, Zhang Q. Insight into the molecular genetics of myopia. Mol Vis. 2017;23:1048-1080.
20. Saw SM. A synopsis of the prevalences rates and environmental risk factors for myopia.
Clin Exp Optom. 2003;86(5):289-294.

21. Morgan IG, Ohno-Matsui K, Saw SM. Myopia. The Lancet. 2012;379(9827):1739-1748.
22. McBrien NA. Regulation of scleral metabolism in myopia and the role of transforming
growth- factor beta. Experimental Eye Research. 2013;114:128-140.

23. Saw SM. A synopsis of the prevalences rates and environmental risk factors for myopia.
Clin Exp Optom. 2003;86(5):289-294.

24. Pan CW, Ramamurthy D, Saw SM. Worldwide prevalence and risk factors for myopia.
Ophthalmic Physiol Opt. 2012;32:3-16.

25. Ostrow GI, Kirkeby L. Myopia. California: American Academy of Ophthalmology;


2018.

26. Sue, S. Test distance vision using a Snellen chart. Community Eye Health. 2007;
20(63):52.

27. Gwiazda J. Treatment Options for Myopia. Optom Vis Sci. 2009;86(6): 624-628.

28. Barrett BT, Bradley A, Candy TR. The Relationship between Anisometropia and
Amblyopia. Prog Retin Eye Res. 2013;36:120-158.

29. Amblyopia. National Eye Institute.https://nei.nih.gov/health/amblyopia - Diakses Mei


2020.

30. Ostrow GI, Kirkeby L. Anisometropic Amblyopia. California: American Academy of


Ophthalmology; 2014.

31. Saputera MD. Anisometropia. CDK-245. 2016;43(10):747-750

32. Deng L, Gwiazda JE. Anisometropia in Children from Infancy to 15 Years. Investigative
Ophthalmology & Visual Science. 2012. Vol. 53, 3782-3787. doi: 10.1167/iovs.11-8727.

Anda mungkin juga menyukai