Anda di halaman 1dari 15

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Balita

Status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau kelompok orang tertentu

yang ditentukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran gizi tertentu. Status gizi

terkait secara langsung dengan konsumsi makanan dan status kesehatan. Dan

penyebab secara tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan

pangan juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli

keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Soekirman, 2000).

Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok didalam masyarakat yang

paling mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi.

Pada kelompok-kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau

perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari

kelompok umur yang lain. Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari : bayi,

balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui serta kelompok usia lanjut

( Notoatmodjo, 2003).

Balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat

sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak

balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat

kekurangan zat gizi karena masih dalam taraf perkembangan dan kualitas hidup anak

sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama 2008).


8

Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun

bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makanan yang

dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan konsumen

aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya (Supriatin, 2004).

Kebutuhan gizi balita diberikan harus disesuaikan dengan umur, jenis

kelamin, berat badan, aktivitas, jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang. Guna

untuk pemeliharaan, pemulihan, pertumbuhan dan perkembangan. Karena balita

sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat (Uripi, 2004).

2.2 Penilaian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok

orang yang diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan zat besi makanan. Dengan

menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah

seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak (Riyadi,

2001). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi

di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara

efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin (Almatsier, S. 2001). Penilaian status gizi terbagi atas penilaian

secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara

langsung dengan metode antropometri sedangkan penilaian status gizi secara tidak

langsung dengan metode survei konsumsi makanan.


9

2.3 Penilaian Secara Langsung dengan Metode Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia ditinjau dari sudut pandang gizi

maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri

digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi,

ketidakseimbangan ini dapat dilihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti otot dan jumlah air di dalam tubuh (Supariasa dkk, 2001).

Antropometri sangat penting pada balita , hal ini karena dengan

antropometri dapat digunakan menilai perubahan, pertumbuhan yang dipengaruhi

oleh faktor hormonal, lebih dari itu pertumbuhan cukup sensitif terhadap defisit

(kekurangan) atau surplus (kelebihan) gizi. Maka antropometri dapat menjadi

indikator status gizi dan resiko kesehatan, serta mendiagnosa adanya obesitas

(Riyadi, 2001).

Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran dimensi fisik dan

komposisi kasar tubuh. Penilaian dilakukan terhadap berat badan (BB), panjang

badan (PB) atau tinggi badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan atas (LLA atau

LILA) dan tebal lemak kulit (Almatsier, S. dkk, 2011)

Syarat yang mendasari penggunaan antropometri yaitu :

1. Alat mudah didapat dan digunakan

2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif


10

3. Pengukuran tidak selalu harus oleh tenaga khusus profesional, dapat oleh tenaga

lain setelah mendapat pelatihan

4. Biaya relatif murah

5. Hasilnya mudah disimpulkan, memiliki cutt of point dan baku rujukan yang

sudah pasti

6. Secara ilmiah diakui kebenarannya

2.3.1. Keunggulan antropometri

1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel

cukup besar

2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli

3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah

setempat

4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan

5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau

6. Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik, karena

sudah ada ambang batas yang jelas

7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari

satu generasi ke generasi berikutnya

8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi


11

2.3.2. Indeks Antropometri pada Balita

Untuk menilai status gizi balita dengan menggunakan beberapa indeks

penilaian yaitu berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut

panjang badan atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB), panjang badan atau

tinggi badan menurut Umur (PB/U atau TB/U), dan indeks yang baru

diperkenalkan oleh WHO (2005) yaitu indeks massa tubuh menurut umur

(IMT/U). Dalam menggunakan semua indeks tersebut, dianjurkan

menggunakan perhitungan dengan Z-sore (menggunakan nilai median sebagai

nilai normalnya) dapat di lihat pada

Tabel.2.1 Interpretasi berbagai indikator pertumbuhan

Indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Indeks tinggi badan menurut umur

(TB/U) mencerminkan status gizi masa lalu, karena pertumbuhan tinggi badan relatif

kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek.


12

2.3.3 Parameter Antropometri Pada Balita

Dalam penelitian ini indeks antropometri yang digunakan adalah TB/U,

sehingga parameter yang diperlukan adalah:

1. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah

lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu

tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena menghubungkan berat

badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi

badan anak dilakukan dengan alat pengukur mikrotoa yang mempunyai ketelitian

0,1 cm.

Cara mengukur tinggi badan dengan cara sebagai berikut :

a. Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus datar

setinggi 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar.

b. Lepaskan sepatu dan sandal responden

c. Posisi tubuh tegak, pandangan lurus ke depan, tangan/lengan posisi lurus

disisi badan, bahu relaksasi,tungkai kaki lurus kebawah, lutut berhimpit dan

telapak kaki datar. Frankfurt plane ( belakang kepala, bahu, pantat dan tumit

menempel pada dinding pengukur)

d. Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus

lurus menempel pada dinding.

e. Pengukuran TB dilakukan pada posisi inspirasi maksimal untuk meluruskan

tulang belakang yang melengkung.

f. Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.

Angka tersebut menunjukan tinggi anak yang diukur (Riyadi, 2001)


13

2. Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan

penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan

berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak

disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah

adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun;

2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.

Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi

perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak

diperhitungkan ( Depkes, 2004).

2.4 Penilaian Secara Tidak Langsung dengan Metode Survei Konsumsi

Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Metode survei

konsumsi makanan untuk individu antara lain :

a). Metode recall 24 jam

b). Metode frekuensi makanan (food frequency).

2.5 Stunting

Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang

cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak

seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk

mempertahankan kesehatan. Ini biasa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
14

ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi

dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan

metabolik (Oxford medical dictionary, 2007).

Malnutrisi terdiri dari akut dan kronis. Penderita malnutrisi akut atau Severe

Acute Malnutrition (SAM), ditentukan dengan pengukuran berat badan per tinggi

badan dibawah 3 SD atau lebih dibawah rata–rata kurva pertumbuhan baru dari

WHO yang disebut wasted.

Kebalikannya, kronik malnutrisi atau yang disebut stunting ditentukan oleh

indikator tinggi badan per umur. Sebagaimana jenisnya, malnutrisi ini memiliki

penyebab yang berbeda dan membutuhkan substansi penanganan yang khusus.

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan

diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya

berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan

balita seumurnya. Stunting adalah keadaan kekurangan tinggi/ panjang badan relatif

terhadap umurnya . Stunting merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang

menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.

(Sudiman,2008)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak.

Anak pendek dan sangat pendek berdasarkan perhitungan indeks panjang badan

menurut umur (PB/U) atau indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Sangat Pendek (Stunted) : Zscore < -3,0

Pendek (Severely Stunted) : Zscore ≥ -3,0 s.d. Zscore < -2,0

Normal : Zscore ≥ -2,0


15

Faktor yang mempengaruhi status gizi balita dibedakan menjadi dua, faktor

langsung; asupan makanan (saat dalam kandungan dan setelah lahir termasuk

pemberian ASI) dan riwayat penyakit dan faktor tidak langsung; pendapatan

keluarga, pengetahuan ibu, kesehatan lingkungan. Sedangkan untuk stunting dengan

Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai

akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup

sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan

yang mengakibatkan anak menjadi pendek.

Defisit TB/U menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara

kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk

mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan

yang subnormal (Supariasa et al. 2002)

2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

Menurut Unicef tahun 1998 gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh

beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung,

penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi kurang secara

langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi.

Dan penyebab secara tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan

pangan juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli

keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Soekirman, 2000).


16

Gambar 2.1 Skema garis besar terjadinya masalah gizi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stunting diantaranya adalah panjang

badan lahir, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua.

Panjang badan lahir pendek bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan

orang tua yang pendek, maupun kurangnya pemenuhan zat gizi. Penelitian di Mesir

menunjukan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan kurang dari 150 cm

lebih berisiko mengalami stunting (Kusuma, 2013)

2.6.1 Asupan Nutisi yang tidak adekuat

Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya.

Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang

dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara


17

perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan

pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).

2.6.2 Penyakit Infeksi

Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan

aktifitas tubuh. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka tubuh akan mudah terkena

penyakit-penyakit infeksi. Menurut Schaible & Kauffman 2007, hubungan antara

kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang

ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Penyakit infeksi

bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat

menyebabkan diare, tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa

menyebabkan anemia dan parasit. Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya

sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh

anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).

Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare) dengan status

gizi terutama pada anak balita karena adanya interaksi yang timbal balik. Diare dapat

mengakibatkan gangguan status gizi dan gangguan status gizi dapat mengakibatkan

diare. Gangguan status gizi dapat terjadi akibat dari penurunan asupan zat gizi

dikarenakan berkurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan

mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan cairan/ gizi akibat

penyakit diare yang terus menerus sehingga tubuh lemas. Begitu juga sebaliknya, ada

hubungan antara status gizi dengan infeksi diare pada anak balita. Apabila asupan

makanan atau zat gizi kurang akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh

akan mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang menderita
18

penyakit diare. Oleh sebab itu asupan makanan atau zat gizi harus diperhatikan agar

tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh ( Suhardjo, 2003).

Diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik

disertai lendir dan darah maupun tidak (Widjaja, 2002). Diare ialah keadaan

frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak,

konsistensi encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah

atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Hingga kini diare masih menjadi child killer

(pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Diare dapat menyerang

semua usia baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Akan tetapi pada kasus diare

berat dengan kematian lebih sering terjadi terutama terjadi pada bayi dan anakbalita

(Zubir dkk, 2006).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang sangat

sering dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat. Penyakit ini menyerang

semua usia dari bayi sampai lansia, dan tersebar luas di mana-mana. Infeksi saluran

pernafasan akut disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, dan jamur, sedangkan

kondisi cuaca, status gizi, status imun, sanitasi, dan polusi udara merupakan faktor –

faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA. Infeksi yang mengenai jaringan paru-

paru dapat menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab

kematian utama terutama pada balita.

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga

karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang

makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah,

sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah

terkena gizi kurang (Soekirman, 2000)


19

Di Indonesia ISPA merupakan penyebab kematian balita nomor satu. Sejak

tahun 2000 angka kematian balita akibat ISPA adalah 5 per 1000 balita (Cissy,

2004). Kejadian ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali

pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk sebanyak 3

sampai 6 kali setahun (Depkes RI, 2002).

2.6.3 Genetik

Panjang badan lahir pendek bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi

badan orang tua yang pendek, maupun kurangnya pemenuhan zat gizi. Penelitian di

Mesir menunjukan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan kurang dari

150 cm lebih berisiko mengalami stunting (Kusuma, 2013)

Tinggi badan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan semasa periode

pertumbuhan dalam kandungan (Intrauterine). Tinggi badan ibu yang pendek dan

gizi ibu yang buruk berhubungan dengan peningkatan risiko kegagalan pertumbuhan

intrauterine (Black et al,2008 dalam fitri 2010) . Selain itu disebabkan oleh asupan

yang tidak memadai dan sering terjadi infeksi (shrimpton et al, 2001 dalam Fitri

,2010 )

Hardiansyah (2006 ) mengemukakan bahwa keadaan gizi dan tinggi badan

ibu merupakan determinan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu yang

mempunyai status gizi baik akan mempunyai anak dengan status gizi baik

kemungkinan 1,7 kali dibandingkan ibu dengan status gizi tidak baik.
20

2.6.4 ASI Eklusif

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang diberikan oleh

ibu pada bayi baru lahir. Asi sebagai makanan ideal bagi bayi pada 0-6 bulan

pertama pertumbuhan dan perkembangannya karena mengandung cukup energy dan

zat esensial yang diperlukan bayi. Air susu ibu selain sebagai pemenuhan nutrisi

juga memiliki fungsi sebagai perlindungan karena mengandung zat kekebalan

(Arisman, 2003).

Pemberian makanan tambahan/padat terlalu dini bisa menggangu pemberian

Asi eklusif dan meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu juga tidak

berdampak positif terhadap perkembangan dan pertumbuhannya. Kekurangan zat

gizi pada umur dini akan berpengaruh pada pertumbuhan masa dewasa dengan

manifestasi perawakan fisik kecil dan produktifitas rendah (Widyastuti, 2009)

Stunting sangat erat kaitannya dengan pola permberian makan terutama 2

tahun pertama kehidupan yaitu ASI dan MP-ASI. Pemberian ASI eklusif yang

kurang dari dan 6 bulan dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat

meningkatkan risiko stunting karena saluran percernaan bayi belum berkembang

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA

(Friska,2013)

2.6.5 Berat Badan dan Panjang Badan Bayi

Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting antara lain : berat

badan lahir, panjang badan lahir, usia kehamilan dan pola asuh ibu. Defisiensi energi

kronis dan anemia selama kehamilan dapat menyebabkan ibu melahirkan bayi
21

dengan Berat lahir rendah. Tingginya kasus BBLR diperkirakan menyebabkan

tingginya kejadian stunting di Indonesia.

Penelitian di Malawi menyebutkan bahwa berat badan lahir rendah

merupakan prediktor terkuat kejadian stunting pada balita. (Friska, 2013)

Adapun Ciri-Ciri Bayi Normal Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Friska,

2013 ) adalah sebagai berikut :

1.Berat badan 2500 ± 4000 gram

2.Panjang badan lahir 48 ± 52 cm

3.Lingkar dada 30 ± 38 cm

4.Lingkar kepala 33 ± 35 cm

5. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180x/menit kemudian

menurun sampai 120 ± 140x/menit

Anda mungkin juga menyukai