Anda di halaman 1dari 18

Case Report Session

PITIRIASIS VERSIKOLOR

Oleh :

Nadhilah Lailani 1310311003

Sylvia Restu Mayestika 1310312018

Preseptor:

dr. Gardenia Akhyar, SpKK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMIL PADANG

2017
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Pitiriasis versikolor (PV) sering disebut dengan panu atau panau, tinea

versikolor. Penyakit ini merupakan infeksi kulit superfisial kronik, disebabkan

oleh ragi genus Malassezia, umumnya tidak memberikan gejala subjektif, ditandai

oleh area depigmentasi atau diskolorisasi berskuama halus, tersebar diskret atau

konfluen, dan terutama terdapat pada badan bagian atas.1

1.2. Epidemiologi

PV merupakan penyakit universal, terutama ditemukan di daerah tropis.

Tidak terdapat perbedaan berdasarkan jenis kelamin, tetapi terdapat perbedaan

kerentanan berdasarkan usia, yakni lebih banyak ditemukan pada remaja dan

dewasa muda, jarang pada anak dan orang tua. Di Indonesia, kelainan ini

merupakan penyakit yang terbanyak ditemukan di antara penyakit kulit akibat

jamur.1

1.3. Etiologi

PV disebabkan oleh Malassezia spp., ragi yang bersifat lipofilik yang

merupakan flora normal pada kulit. Sifat lipofilik yang dimiliki jamur ini

menyebabkan jamur ini banyak berkolonisasi pada area yang kaya sekresi kelenjar

sebasea. Jamur ini juga bersifat dimorfik, bentuk ragi dapat berubah menjadi hifa.

Ragi ini termasuk dalam genus Malassezia. Berdasarkan analisis genetik,

diidentifikasi 6 spesies lipofilik pada kulit manusia:1

 M. furfur

 M. sympodialis

2
 M. globosa

 M. restricta

 M. slooffiae

 M. obtusa

Beberapa studi menunjukkan bahwa M. furfur dan M. sympodialis

merupakan spesien yang predominan pada PV. 1

1.4 Patogenesis

Tinea versikolor timbul bila M.Furfur berubah bentuk menjadi bentuk

miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen. Faktor

eksogen meliputi panas dan kelembaban. Hal ini menyebabkan pitiriasis

versikolor banyak dijumpai di daerah tropis dan pada musim panas di daerah sub

tropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian atau kosmetik

dimana mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan pH.4,5,6

Faktor endogen berupa malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing,

terapi imunosupresan, hyperhidrosis dan riwayat keluarga yang positif. Disamping

itu diabetes mellitus, pemakaian steroid jangka panjang, kehamian dan penyakit-

penyakit berat memudahkan timbulnya pitiriasis versikolor.5,6

Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari

yang masuk ke dalam lapisan kulit yang akan menggangu proses pembentukan

melanin, adanya toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin, dan

adanya asam azeleat dihasilkan oleh Pityrosporum dari asam lemak dalam sebum

yang merupakan inhibitor kompetitif dan tirosinase.2,3,7

3
1.5 Manifestasi Klinis

Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher, dan perut,

ekstremitas sisi proksimal. Kadang ditemukan pada wajah dan skalp; dapat juga

ditemukan pada aksila, lipat paha, genitalia. Lesi berupa makula berbatas tegas,

dapat hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan kadang eritematosa, terdiri atas

berbagai ukuran, dan berskuama halus (pitiarisiformis). Umumnya tidak disertai

gejala subjektif, hanya berupa keluhan kosmetis, meskipun kadang ada pruritus

ringan.1

1.6 Diagnosis

1.6.1 Anamnesis

Pada anamnesis, hal-hal yang perlu ditanyakan pada pasien meliputi:

onset, frekuensi dan durasi, disertai gatal dan meningkat dengan keringat, warna

dan perubahan warna ketika digaruk, bentuk, ukuran, distribusi lesi, riwayat

trauma, riwayat kontak dengan iritan, frekuensi mandi atau berganti pakaian,

jenis baju yang sering dipakai sehari-hari, pekerjaan, hobi, pola makan,

makanan (pedas atau panas), lingkungan rumah (ventilasi atau tingkat

kelembaban), sakit atau batuk lama, penurunan berat badan, diare lama,

penggunaan obat-obatan atau jamu jangka waktu lama, mati rasa pada bercak,

riwayat dan respon pengobatan, riwayat menderita penyakit seperti ini, riwayat

keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

4
1.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kulit pada pitiriasis versikolor, meliputi:1

 Lokalisasi: atas dada, lengan, leher, perut, kaki, ketiak, lipat paha, muka

dan kepala (terutama ditemukan pada daerah yang tertutup pakaian dan

bersifat lembab)

 Efloresensi: makula berbatas tegas, berupa hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi, dan kadang eritematosa, disertai skuama halus (kadang

hanya tampak ketika lesi digaruk atau tergores berupa finger nail sign)

 Ukuran : Miler, lentikuler, nummular, dan plakat

 Bentuk : Khas dan tidak khas

1.6.3 Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan lampu wood menampakkan pendaran (fluoresensi) kuning

keemasan pada lesi yang bersisik

- Pemeriksaan mikroskopis sediaan kerokan skuama lesi dengan KOH.

Pemeriksaan ini akan tampak campuran hifa pendek dan spora-spora bulat

yang dapat berkelompok (spaghetti and meatball appearance)

1.7 Diagnosis Banding :

 Pitriasis alba

 Eritrasma

 Vitiligo

 Dermatitis seboroik

 Pitiriasis rosea

5
 Morbus hansen tipe tuberkuloid

 Tinea1

1.8 Tatalaksana

Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik.

Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada

tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi

profilaksis untuk mencegah rekurensi.4

1. Penatalaksanaan umum

- Hindari suasana lembab dan keringat berlebihan

- Segera mengganti pakaian jika berkeringat

- Usahakan badan tetap kering

- Gunakan pakaian yang longgar dan menyerap keringat

- Lakukan pengobatan yang teratur

2. Pengobatan topikal 3,4,8

Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang

dapat digunakan ialah:

- Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat

digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi.

- Salisil spiritus 10%

- Turunan azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol

dalam bentuk topikal

- Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%

6
- Larutan Tiosulfas natrikus 25% , dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi

selama 2 minggu

3. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas atau jika

pemakaian obat topikal tidak berhasil1,4,9. Obat yang dapat diberikan adalah:

- ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari

- itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan

atau tidak responsif dengan terapi lainnya.

1.9 Prognosis

Prognosis baik jika pengobatan dilakukan secara tekun dan konsisten, serta

faktor predisposisi dapat dihindari. Lesi hipopigmentasi dapat bertahan sampai

beberapa bulan setelah jamur negatif, hal ini perlu dijelaskan kepada pasien.1

7
BAB 2

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Umur/tanggal lahir : 40 tahun / 2 Januari 1977

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pegawai Swasta (Marketing)

Pendidikan terakhir : S1

Alamat : Alai, Padang.

No HP : -

Status Perkawinan : Menikah

Negeri Asal : Indonesia

Agama : Islam

Suku : Minang

Tanggal Pemeriksaan : 31 Mei 2017

I. Anamnesis

Seorang laki-laki 40 tahun datang sendiri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 31 Mei 2017 dengan:

Keluhan Utama

Bercak putih yang terasa gatal yang semakin meningkat pada leher bagian

depan sejak 1 bulan yang lalu.

8
Riwayat Penyakit Sekarang

 Awalnya 3 bulan yang lalu pasien merasakan ada bercak putih yang terasa

gatal pada leher bagian depan, bercak awalnya kecil kemudian meluas.

Kemudian bercak semakin meluas dan menjadi semakin gatal sejak 1 bulan

yang lalu. Bercak tidak diawali dengan kemerahan.

 Gatal dirasakan sesekali pada bercak terutama pada saat pasien berkeringat.

Ketika pasien menggaruk bagian yang gatal tersebut, bercak berwarna

semakin putih dan seperti berkabut.

 Pasien mandi 2 kali sehari.

 Pasien sehari-hari memakai baju 2 lapis dan berbahan katun, serta mengganti

baju tiap kali mandi.

 Pasien bekerja sebagai marketing sebuah perusahaan swasta, sering bekerja

outdoor dan berkeringat.

 Pasien suka makan makanan yang pedas dan panas, dengan pola makan

teratur.

 3 bulan yang lalu pasien berobat ke dokter spesialis kulit kelamin. Pasien

diberikan obat berupa salep dan obat minum, tapi pasien tidak ingat obatnya.

Pasien merasakan keluhannya berkurang.

 Mati rasa pada bercak (-)

 Riwayat trauma disangkal.

 Riwayat kontak dengan bahan iritan disangkal.

 Sakit lama (-) batuk lama (-) penurunan BB (-) diare lama (-)

 Riwayat minum obat atau jamu jangka waktu lama (-)

9
Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah mengalami keluhan bercak pada kulit disertai gatal

seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga / Riwayat Atopi / Alergi

 Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

II. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : baik

Kesadaraan : komposmentis kooperatif

Status gizi : BB : 65 kg

TB : 165 kg

IMT : 24,07 (Baik)

Pemeriksaan Thorak : diharapkan dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen : diharapkan dalam batas normal

Status Dermatologikus

 Lokasi : leher bagian tengah

 Distribusi : terlokalisir

 Bentuk : tidak khas

 Susunan : tidak khas

 Batas : tegas

 Ukuran : plakat

10
 Efloresensi : makula hipopigmentasi disertai dengan

skuama halus

Status Venerelogikus : dalam batas normal

Kelainan Selaput : tidak ada kelainan

Kelainan Kuku : tidak ada kelainan

Kelainan Rambut : tidak ada kelainan

Kelainan Kelenjar Limfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening

Gambaran Klinis

Gambar 2.1 Pitiriasis versikolor pada leher bagian tengah

III. Resume

Seorang laki-laki 40 tahun datang sendiri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 31 Mei 2017 dengan keluhan bercak

putih yang terasa gatal yang semakin meningkat pada leher bagian depan sejak 1

bulan yang lalu. Dari anamnesis didapatkan keluhan bercak putih yang terasa

11
gatal timbul saat pasien berkeringat. Bercak putih yang terasa gatal timbul pada

leher bagian depan. Pasien sudah memberikan salep pada daerah bercak dan gatal

serta minum obat kemudian pasien merasa keluhan berkurang.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus dengan lokasi di

leher bagian depan. Distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan tidak khas,

batas tegas, ukuran plakat, efloresensi makula hipopigmentasi disertai dengan

skuama halus.

IV. Diagnosis Kerja : Pitiriasis versikolor ec suspek faktor fisik

Diagnosis Banding : -

V. Pemeriksaan Laboratorium dan Anjuran :-

VI. Pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan lampu wood

Gambar 2.2 Pendaran (fluoresensi) kuning keemasan


pada lesi yang bersisik

12
2. Pemeriksaan mikroskopis sediaan kerokan skuama lesi dengan KOH.

Gambar 2.3 Tampak campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat
berkelompok (spaghetti and meatball appearance) (Tanda panah hitam)

VII. Diagnosis : Pitiriasis versikolor ec suspek faktor fisik

VIII. Penatalaksanaan

Terapi

Umum :

o Hindari suasana lembab dan keringat berlebihan

o Segera mengganti pakaian jika berkeringat

o Usahakan badan tetap kering

o Gunakan pakaian yang longgar dan menyerap keringat

o Lakukan pengobatan yang teratur

13
Khusus :

Sistemik : Itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari

Lokal :

o Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk sampo tiap hari. Obat

digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit dan

kemudian dibilas.

o Krim miconazole 2% digunakan 2 kali sehari setelah mandi

IX. Prognosis

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : bonam

Quo ad functionum : bonam

14
Resep

dr. Arni
Praktek Umum
SIP : 1310311014
Hari : Senin- Rabu
Jam: 17.00 – 21.00
Alamat : Jl Proklamasi 64 Padang
No Telp : (0751) 344098
 
Padang, 31 Mei 2017

R/ Cap Itrakonazol 100 mg No XIV


ζ
S1dd cap 2
R/ Selenium sulfida 1,8% fls No 1
Sue ζ
R/ Miconazol cream 2% tube No 1
Sue
ζ

Pro : Tn R
Umur : 40 Tahun
Alamat : Alai, Padang

15
BAB 3

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki umur 40 tahun datang ke poliklinik


Kulit dan Kelamin pada tanggal 31 Mei 2017 dengan keluhan bercak putih yang
terasa gatal yang semakin meningkat pada leher bagian depan sejak 1 bulan yang
lalu. Bercak tidak diawali dengan kemerahan sehingga pitiriasis alba, tinea,
eritrasma dan pitiriasis rosea dapat disingkirkan. Gatal dirasakan sesekali pada
bercak terutama pada saat pasien berkeringat. Pasien memakai baju 2 lapis
berbahan katun, serta mengganti baju tiap kali mandi. 3 bulan yang lalu pasien
berobat ke dokter spesialis kulit kelamin dan diberikan salep serta obat minum,
namun pasien tidak ingat obatnya. Pasien juga tidak merasakan mati rasa pada
bercak sehingga Morbus Hansen dapat disingkirkan. Pasien juga tidak memiliki
riwayat kontak dengan zat-zat iritan sehingga dermatitis kontak iritan bisa
disingkirkan. Oleh karena itu, keluhan ini mengarah kepada diagnosis pitiriasis
versikolor.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus dengan lokasi pada
leher bagian tengah. Distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan tidak khas,
batas tegas, ukuran plakat, efloresensi berupa makula hipopigmentasi disertai
skuama halus.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan lampu wood untuk memperlihatkan lesi


pitiriasis versikolor dan deteksi sebaran lokasi lesi. Hasil pemeriksaan lampu
wood menunjukkan hasil fluoresensi kekuningan akibat metabolit asam
dikarboksilat. Karena ditakutkan hasil pemeriksaan fluoresensi positif palsu,
sehingga pada pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikologis
langsung sediaan kerokan kulit. Hasil pemeriksaan mikroskopis sediaan kerokan
skuama lesi dengan larutan KOH menunjukkan campuran hifa pendek dan spora
spora bulat yang dapat berkelompok (spaghetti and meatball appearance).

Pada pasien diberikan terapi umum dan khusus. Pasien harus diedukasi
mengenai penyakitnya. Menghindari faktor yang diduga sebagai penyebab
terjadinya alergi adalah terapi non medimamentosa yang paling penting untuk

16
pasien urtikaria akut. Untuk terapi khusus sistemik diberikan kapsul Itrakonazol
200 mg/hari selama 5-7 hari. Untuk terapi khusus lokal diberikan selenium sulfida
1,8% dalam bentuk sampo tiap hari yang digosokkan pada lesi dan didiamkan
selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Selain itu terapi khusus lokal lain yang
diberikan adalah krim miconazole 2% digunakan 2 kali sehari setelah mandi.
Itrakonazol adalah anti jamur golongan triazole, itrakonazol mengganggu sintesis
membran sel jamur dengan cara menghambat enzim sitokrom P450 14α-
demethylase (P45014DM). Penghambatan ini mencegah konversi lanosterol ke
ergosterol, komponen penting dari membran sitoplasma jamur. Selenium sulfida
bekerja dengan menekan pembentukan dan pengelupasan kulit kepala, sedangkan
mikonazol merupakan anti jamur azol turunan imidazole. Obat ini bekerja dengan
menghambat bioseintesis egosterol pada membran sel jamur yang menyebabkan
terjadinya kerusakan pada dinding sel jamur, sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas membran, dan pada akhirnya menyebabkan sel jamur kehilangan
nutrisi selulernya.

Prognosis pada pasien ini adalah quo ad sanationam dubia ad bonam, quo ad
vitam bonam, quo ad kosmetikum bonam, dan quo ad functionam bonam.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Sri LM (Ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke VII. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2015.

2. Radiono S. Pitiriasis Versicolor. Dalam: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K,

dkk, editor. Dermatomikosis Superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

2001:17-20.

3. Partosuwiryo S, danukusumo HAT. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Diagnosis

dan Penatalaksanaan dermatomikosis. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1992:65-

4. Faegemann JN. Pityriais (Tinea) Versicolor, Tinea Nigra and Piedra. Dalam:

Jacob PH, Nall L, editor. Antifungal Drug Therapy. Marcel Dekker. New

York. 1990:23-5.

5. Klenk AS, Martin AG, Heffernan MP. Yeast infectio: Candidiasis, Pityriasis

(Tinea) Versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill.

New York. 2003 : 2014 – 6.

6. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat. FKUI. Jakarta. 2005:99-101

7. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis and Hypermelanosis. Dalam:

Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in

General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 836-862

8. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia.

Medical Multimedia Indonesia. Jakarta. 2005:33-4.

18

Anda mungkin juga menyukai