Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL (OSTEOSARCOMA)

OLEH :
KELOMPOK II
KELAS B-12A

1. Putu Eka Ambarawati (193223104)


2. I Wayan Eddy Wirawinata (193223070)
3. Putu Ayu Dharmaning (193223102)
4. I Gusti Ayu Made indriya Sari (193223061)
5. Made Tantri Indraswari (193223077)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Medikal
Bedah III.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang
telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya
sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka
itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya
agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om                                                 

         
Denpasar, 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan.............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Osteosarcoma................................................................4
2.2. Etiologi Osteosarcoma ..........................................…......................4
2.3. Lokasi Osteosarcoma......................................................................5
2.4. Manifestasi Klinis Osteosarcoma....................................................7
2.5. Klasifikasi Osteosarcoma...............................................................8
2.6. PathwayOsteosarcoma..................................................................12
2.7. PatofisiologiOsteosarcoma............................................................13
2.8. Pemeriksaan Diagnostik Osteosarcoma.........................................13
2.9. Penatalaksanaan / Terapi Osteosarcoma........................................17
2.10. Prognosis Osteosarcoma.............................................................19
2.11. Konsep Asuhan Keperawatan ……………………………….…21
2.12. Asuhan Keperawatan……………………………………….….26

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan.........................................................................................52
3.2. Saran...............................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah
metafise tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh karena
perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesensim primitif.
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah
multipel myeloma. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang
panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang
sangat aktif yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal
humerus dan pelvis.
Pada orang tua umur di atas lima puluh tahun, osteosarkoma bisa terjadi
akibat degenerasi ganas dari pagets disease dengan prognosis sangat jelek.
Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah lima
tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel
spindel dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks
osteoid. Osteosarkoma didapatkan kira-kira tiga orang per 10.000 di Amerika.
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya retinoblastoma
herediter dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat
menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan
menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent
yang digunakan pada kemoterapi.
Akhir-akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang berperan secara
signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53
(kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma.
Mulai tumbuh bisa di dalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut
sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi. Osteosarkoma
mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau pada
tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase
pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian osteosarcoma?
2. Apa etiologi osteosarcoma?
3. Dimana saja lokasi osteosarcoma?
4. Apa saja manifestasi klinis osteosarcoma?
5. Apa saja klasifikasi osteosarcoma ?
6. Bagaimana pathway osteosarcoma?
7. Bagaimana patofisiologiosteosarcoma?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik osteosarcoma?
9. Bagaimana penatalaksanaan / terapi osteosarcoma?
10. Bagaimana prognosis osteosarcoma?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui gangguan sistem muskuloskeletal
(osteosarcoma).
1.3.2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Untuk mengetahui pengertian osteosarcoma
2. Untuk mengetahui etiologi osteosarcoma
3. Untuk mengetahui lokasi osteosarcoma
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis osteosarcoma
5. Untuk mengetahui klasifikasi osteosarcoma
6. Untuk mengetahui pathway osteosarcoma
7. Untuk mengetahui patofisiologi osteosarcoma
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik osteosarcoma
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan / terapi osteosarcoma
10. Untuk mengetahui prognosis osteosarcoma

2
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gangguan sistem
muskuloskeletal (osteosarcoma).
.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat
dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN OSTEOSARCOMA


Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarcoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah
metafise tulang panjang. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya
berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif.
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering
setelah myeloma multiple. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis
tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate)
sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal
humerus dan pelvis(Bielack, 2009).

2.2. ETIOLOGI OSTEOSARCOMA


Penyebab pasti osteosarkoma belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut
menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya osteosarkoma :
1. Kecepatan Pertumbuhan Tulang
Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi
seseorangterkena osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa
remaja danlokasi tipikal pada daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis
pada tulang panjang.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah
pengaruhradiasi.
3. Predisposisi Genetik
Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma. Pasien
denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat
terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen
Rb. Mutasi pada gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik.
Mutasi pada genp53 sering nampak. Namun gen retinoblastoma telah

4
melokalisir pada lengankromosom 13 (13q14). Gen Rb diakui sebagai
prototipe tumor suppressor genedan menyangkut jumlah patogenesis
neoplasma pada manusia. Tumor suppressorgene berfungsi mengendalikan
pertumbuhan sel tumor, jadi hilangnya fungsi atauinaktivasi dari tumor
suppressor gene menyebebkan terjadinya pertumbuhantumor.
4. Displasia Tulang
Hal ini juga menyangkut paget disease, displasia fibrosa, enkondromatosis,
daneksotose multipel herediter dan retinoblastoma yang merupakan faktor
resiko.Sindrom Li-Fraumeni (mutasi germline p53) dan sindrom Rothmund-
Thomson(berkumpulnya autosomal yang terpendam pada defek tulang
kongenital, displasiapada kulit dan rambut, hipogonadisme, dan katarak)
juga menjelaskankemungkinan berkembangnya osteosarkoma.
2.3. LOKASI OSTEOSARCOMA
Tumor ini paling sering ditemui di distal femur atau proximal tibia (48%),
pelvisdan proximal femur (14%), bahu dan proximal humerus (10%) dan dapat
puladitemukan di radius distal dan humerus proximal.

Gambar 1 : Lokasi osteosarkoma (distal femur atau proximal tibia).

5
Gambar 2 : Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang.

6
Gambar 3 : Daerah metaphysis growth plate ditunjukkan pada no.2, merupakan
daerah yang lebih sering diserang osteosarkoma.

2.4. MANIFESTASI KLINIS OSTEOSARCOMA


Osteosarkoma bermanifestasi sebagai massa yang terus membesar, sering
nyeri, dan mungkin menimbulkan perhatian karena fraktur pada tulang yang
terkena. Meskipun kombinasi gambaran klinis dan radiografik mungkin
memberi dukungan kuat mengenai diagnosis, diperlukan konfirmasi histologis
untuk semua kasus. Osteosarkoma konversional adalah lesi agresif yang
bermetastasis melalui aliran darah pada awal perjalanan penyakitnya. Paru
sering menjadi tempat metastasis. Sekitar 20% pasien telah mengalami
penyebaran ke paru saat didiagnosis lebih banyak lagi yang mengalami

7
metastasis tersamar yang baru terlihat belakangan. Namun kemajuan dalam
teknik pembedahan dikombinasikan dengan terapi radiasi dan kemoterapi untuk
metastasis telah sangat memperbaiki prognosis pasien dengan tumor ini.
Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia yang lebih tua
daripada osteosarkoma primer konvensioanl. Tumor ini paling sering terbentuk
dalam kaitannya dengan paget disease, riwayat terpajan radiasi, displasia fibrosa
walaupun jarang, infark tulang atau osteomielitis kronis. Osteosarkoma sekunder
adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang berespons terhadap terapi yang
ada saat ini dibandingkan osteosarkoma konvensional.
Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal (jukstakorteks),
periosteal, telangiektatik, intraoseus derajat ringan, dan sel kecil

Gambar 4 : Osteosarkoma pada proksimal humerus.

2.5. KLASIFIKASI OSTEOSARCOMA


Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klasifikasi atau variasi yaitu:
1. Osteosarkoma klasik
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe
ini disebut juga osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut
pada anak-anak dan dewasa muda. Terbanyak pada distalfemur.Sangat
jarang ditemukan pada tulangkecil di kaki maupun di tangan, begitu juga
padakolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanyamengenai

8
tulang besar pada kaki bagian belakang (hindfoot), yaitu pada tulang talus
dan calcaneus dengan prognosis yang lebih jelek (Errol, 2005).
Penderita biasanya datang karena nyeri atauadanya benjolan, padahal
keluhan biasanya sudah ada minimal tiga bulan sebelumnya dan sering kali
dihubungkan dengantrauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan
saatistirahat atau pada malam hari dan biasanya tidak berhubungandengan
aktivitas.Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yangsering kali sangat
besar, nyeri tekan dan tampakpelebaran pembuluh darah pada kulit di
permukaannya.Tidak jarang menimbulkan efusi pada sendi
yangberdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah tulangpatologis
(Salter, 1999).
2. Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis
Pada plainradiografi kelihatan gambaran lesi yang radiolusen dengan
sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.Dengan gambaran seperti ini
sering dikelirukan dengan lesi benigna pada tulang seperti aneurysmal
bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik osteosarkoma.
Tumor ini mempunyai derajat keganasanyang sangat tinggi dan sangat
agresif. Diagnosis denganbiopsi sangat sulit oleh karena tumor memiliki
sedikit jaringanyang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya
samadengan osteosarkoma klasik. Sifatnya sangat responsif terhadap
kemoterapi adjuvan.
3. Parosteal osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan
tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan
membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur
lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun.
Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling
sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor
dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin
lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal.
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor
dan survival ratenya bisa mencapai 80 - 90%.

9
4. Periosteal osteosarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa
pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan
pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari
osteosarkoma klasik yaitu 20% - 35% terutama ke paru-
paru.Pengobatannya adalahdilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
marginsurgical resection), dengan didahului kemoterapi preoperatif dan
dilanjutkan sampai post-operasi (Errol, 2005).
5. Osteosarkoma sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak padatulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan biasanyaterjadi pada umur lebih tua. Dapat berasal
dari Paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, dan benigngiant cell
tumor. Contoh klasik dari osteosarkomasekunder adalah yang berasal dari
Paget’s disease yangdisebut pagetic osteosarcomas(Bielack, 2009).
Di Eropa merupakan3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada
umurtua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudiandi daerah
pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampaimengalami degenerasi ganas
memakan waktu cukup lama berkisar 15 - 25 tahun dengan keluhan nyeri
padadaerah inflamasi dari Paget’s disease. Selanjutnya rasanyeri bertambah
dan disusul dengan terjadinya destruksitulang.
Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelekdengan five years
survival rate rata-rata hanya 8%. Olehkarena terjadi pada orang tua, maka
pengobatan dengankemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya
yang rendah (Ottaviani, 2009).
6. Osteosarkoma intrameduler derajat rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasiosseofibrous derajat rendah
yang terletak intrameduler.Secara mikroskopik gambarannya mirip dengan

10
parostealosteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulangdan
terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanyamempunyai umur yang
lebih tua yaitu antara 15 – 65tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir
sama.Padapemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik padadaerah
intrameduler metafise tulang panjang. Sepertipada parosteal osteosarkoma,
osteosarkoma tipe inimempunyai prognosis yang baik dengan
hanyamelakukan lokal eksisi saja.
7. Osteosarkoma akibat radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy.
Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 - 35 tahun, dan derajat
keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dan angka metastase
yang tinggi.
8. Multifokal osteosarkoma
Variasiini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan
pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma
memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut
merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu tipeSynchronous dimana
terdapatnya lesi secara bersamaanpada lebih dari satu tulang, sering terdapat
padaanak-anak dan remaja dengan tingkat keganasan yang sangat tinggi dan
tipe Metachronousyang terdapat pada orang dewasa dimana terdapat
tumorpada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelahpengobatan tumor
pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah (Errol, 2005).

11
2.6. PATHWAY OSTEOSARCOMA

TERPAPAR SINAR VIRUS


TRAUMA HEREDITER
RADIOAKTIF, DAN ONKOGENIK
BAHAN
KARSINOGENIK

KERUSAKAN GEN

KERUSAKAN TERPUTUSNYA PROLIFERASI SEL TULANG SECARA


INTEGRITAS KONTINUITAS ABNORMAL
JARINGAN JARINGAN

NEOPLASMA
OPERASI

OSTEOSARCOMA KERUSAKAN STRUKTUR


AMPUTASI TINDAKAN MEDIS
TULANG

JARINGAN-JARINGAN SEKITAR
CACAT PERMANEN
DI INVASI OLEH TUMOR
TULANG LEBIH RAPUH

GANGGUAN CITRA HAMBATAN


DIRI MOBILITAS FISIK PENINGKATAN PENEKANAN
PADA JARINGAN SEKITAR RESIKO FRAKTUR

SUPLAI O2 KE JARINGAN PEMBULUH DARAH TERTEKAN MENEKAN SYARAF-


MENURUN DAN MUDAH RUPTUR/PECAH SYARAF SEKITAR RESIKO TINGGI CIDERA

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
RESIKO PERDARAHAN PERSEPSI NYERI
JARINGAN PERIFER

NYERI KRONIS

12
2.7. PATOFISIOLOGI OSTEOSARCOMA
Osteosarkoma dapat terjadi pada tulang mana saja. Namun lebih sering
pada tulang ekstremitas yang posisinya dekat dengan metaphyseal growth plate.
Bagian yang paling sering adalah femur (42% dengan kejadian 75% tumor pada
distal femur), tibia (19% dengan kejadian 80% pada proksimal tibia), dan
humerus (10% dengan kejadian90% tumor pada proksimal humerus). Lokasi
lainnya adalah tengkorak dan rahang (8%) serta pelvis (8%).
Osteogonik sarkoma secara histologis mempunyai gambaran dari
jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorf jaringannya. Tulang dan
osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan lunak, atau jaringan miksoid.
Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor dengan sel-sel spindle yang ganas
dengan pembentukanosteoid. Pembentukan jaringan tulang harus dibedakan dari
pembentukan reaksi tulang.Pemeriksaan histokimia dapat menunjukkan adanya
aktivitas alkali fosfatase. Pada telangiektasis osteosarkoma pada lesinya
didapatkan kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang
mana elemen selulernya sangat ganas

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OSTEOSARCOMA


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Biopsi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma.
Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan
diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap
penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan denga biopsi
jarum perkutan (percutaneus needle biopsy) dengan berbagai keuntungan
: seperti invasi yang sangat minimal, tidakmemerlukan waktu
penyembuhan luka operasi, resiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada
dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah. Pada gambaran
histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high grade
sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk
jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi
yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel

13
tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorfik dan banyak
mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi
diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik di antara jaringan tumor yang
membentuk osteoid.

Gambar : Osteosarkoma yang berasal dari regio metafisis. Tumor telah


tumbuh menembus korteks dan mengangkat periosteum.

b. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan alkaline phospatase dan
laktat dehidrogenase (LDH). Pemeriksaan ini juga penting dalam
mengontrol pasien yang sedang menjalani kemoterapi.

2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologik yang dapat ditemukan tergantung dari kelainan yang
terjadi :
 Pada tipe osteolitik proses destruksi lebih menonjol.
 Pada tipe osteoblastik pembentukan tulang lebih menonjol.

14
 Pada tipe campuran terdapat proses osteolitik dan osteoblastik yang
seimbang.

a. Foto Polos
Penampakan kasar dari sarkoma osteogenik bervariasi. Neoplasma
tersebut dapat berupa osteolitik, dengan tulang yang telah mengalami
kerusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh tumor, atau osteoblastik
sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru. Pada foto polos
ditunjukkan lesi yang agresif pada daerah metafise tulang panjang.
Rusaknya gambaran trabekula tulang dengan batas yang tidak tegas
tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga campuran area radiopak dan
radiolusen oleh karena adanya proses destruksi tulang (bone destruction)
dan proses pembentukan tulang (bone formation). Pembentukan tulang
baru periosteum yang menunjukkan adanya suatu bangunan yang
berbentuk segitiga, pengangkatan kortek tulang, dengan pembentukan
codman’s triangle dan gambaran sunburst dan disertai dengan gambaran
massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering dijumpai.
Foto polos thoraks juga perlu dibuat untuk melihat adanya metastase ke
paru-paru.

15
Gambar : Foto lateral femur yang menunjukkan gambaran Codman’s
Triangel.

Gambar : Foto distal femur pada pasien dengan osteosarkoma


telangiaktasis yang menunjukkan mixed medullary sclerosis dan
sklerosis,dekstruksi korteks mediak, perubahan periosteal agresif, dan
massa jaringan lunak dengan massa periferal ossifikasi.

b. CT Scan dan MRI

16
CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke
jarinagn di sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau
invasinya pada jaringan otot.
CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase pada
paru-paru. Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang mana
sarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti massa bola. Apabila
tulang menembus kortek tulang menuju jaringan otot sekitarnya dan seolah-
olah membentuk suatu kapsul (pseudo capsule) yang disebut reactive zone.
Kadang-kadang jaringan dapat invasi ke daerah zona reaktif dan tumbuh
berbentuk nodul yang berada di luar zona reaktif pada satu tulang yang
disebut skip lession. Bentuk ini semua sangat bagus dideteksi dengan MRI.
c. Bone Scan (Bone Scintigraphy)
Pemeriksaan ini bertujuan menentukan tempat terjadinya metastase, adanya
tumor yang poliostotik, dan eksistensi tumor. Apakah intraoseus dan
ekstraoseus. Juga untuk mengetahui adanya skip lesion, sekali pun masih
lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang digunakan adalah thallium T1 201.
Thallium scantigraphy digunakan juga untuk memonitor respons tumor
terhadap pengobatam kemoterapi dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor
tersebut.
d. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi
dapat ditentuka jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High Grade
Osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat
ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan
pengobatan preoperatif kemoterapi yang mana apabila terjadi mengurang
atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi
preoperatif berhasil.

2.9. PENATALAKSANAAN / TERAPI OSTEOSARCOMA


Belakangan ini osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan
prosedur penegakan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu

17
juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam pengobatannya
sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan operasi.
1. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam tiga puluh tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat
mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas
(limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita.
Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada,
mempermudah,melakukan eksisi metastase tersebut. Regimen standar yang
dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi
preopeartif (preoperative chemotheraphy)yang disebut juga dengan
induction chemotherapy dan kemoterapi post operatif (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini
akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari
tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya.
Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin
sebelum tiga minggu.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
oseteosarkoma adalah : Doxorubicin (Adriamycin©) , Cisplatin
(Platinol©), Ifosfamide (Ifex©), Mesna (Mesnex©), dan methotrexate dosis
tinggi (Rheumatrex©). Protokol standar yang digunakan adalah
Doxorubicin dan Cisplatin dengan atau tanpa Methitrexate dosis tinggi,
baik sebagai terapi induksi (neo adjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-
kadang dapat ditambah Ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan
multi agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan
terhadap survival rate sampai 60-80%.
2. Operasi
Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan

18
melakukan rekonstruksinya kembali dan mendapatkan fungsi yang
memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu keberhasilan dalam
melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction
neo adjuvant chemotheraphy) melakukan operasi mempertahankan
ekstremitas (limb sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi
akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada
90-95% pada penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak
terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb
sparing resection.
Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb salvage tidak dapat
atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi
tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya,
sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari
ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis
dari methal. Protesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga
penderita dapat menginjak (weight bearing) dan mobilisasi secara cepat,
memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang
baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi
komplikasi post operasinya dibanding dengan menggunakan bone graft.
3. Follow up post operasi
Post operasi dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti
pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya maka dilakukan
pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya
metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya
komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah longgarnya protesis,
infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat
operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun
adanya metastase. Pembuatan plain photo dan CT scan dari lokal
ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan.
Pemeriksaan ini dilakukan setiap tiga bulan dalam dua tahun pertama post
operasinya dan setiap enam bulan pada lima tahun berikutnya.

2.10. PROGNOSIS OSTEOSARCOMA

19
Faktor penting yang mempengaruhi prognosis osteosarkoma adalah tingkat
penyakitnya. Kurang lebih 15% pasien osteosarkoma ditemukan dengan
metastasis pada paru-paru pada saat didiagnosis. Selanjutnya pasien ini
memiliki prognosis yang buruk dengan masa survival sebesar 20%. Pasien
tanpa metastase paru-paru (contoh : metastase ke tulang) memilikiprognosis
yang lebih buruk. Pasien dengan “skip metastases” juga memiliki prognosis
yang sama buruknya dengan pasien dengan metastase yang jauh. Pasien yang
memiliki hasil histopatologi baik dari kemoterapi neoadjuvant (>95% sel
tumor mati atau nekrosis) memiliki prognosis yang lebih baik.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Osteosarkoma

20
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien : Identits klien ( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose
medis ). Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia
15 – 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi yang rendah
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
osteosarkoma ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup
yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman yang mengandung
karbon. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang).
Pekerjaan yang memicu terjadinya osteosarkoma adalah yang sering terkena
radiasi seperti tenaga kesehatan bagian O.K, tenaga kerja pengembangan
senjata nuklir, tenaga IT. Pendidikan berkisar antara SMP samapai Sarjana.
Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah kaki atau
tangan yang mengalami pembengkakan, terjadi pembengkakan biasanya di
daerah tulang panjang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami adanya masa / pembengkakan pada tulang,
demam, nyeri progresif, kelemahan, parestesia, paraplegia, retensi urine,
anemia. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas. Peningkatan kadar kalsium dalam darah. Tempat
yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang,
terutama lutut. Sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien
pertama kali berobat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas tidak
normal. Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti :
makanan dengan zat pengawet, merokok dan lain-lain.

21
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya adanya keluarga ( keturunan sebelumnya) yang menderita kanker
tulang dan kanker lainnya.

3. Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon


1) Pola persepsi terhadap Kesehatan
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien.
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan kanker tulang akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari rasa nyeri yang berlebihan.
3) Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
 Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
 Pasien aktivitasnya akan berkurang akibat adanya nyeri pada lokasi
tumor tulang.
 Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.

22
5) Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri pada kanker tulang akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat . Selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
6) Pola Neurosensori
Pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal atau
tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, keadekuatan
alat sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu,
persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif.
7) Peran hubungan
Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
8) Pola Persepsi dan konsep diri
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
9) Seksualitas
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
10) Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah
sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada
masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan
untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan
dalam menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika

23
pasien tidak efektif dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam
memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
11) Nilai kepercayaan/ spiritual
Klien kanker tulang tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini
disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.

4. Pemeriksaan Fisik Kanker Tulang


a. Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit
kepala. Wajah tampak pucat.
b. Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek
mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan
diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
c. Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
d. Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik.
e. Paru
1) Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-),
takipnea (+)
2) Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
3) Perkusi : Sonor
4) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi
adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
f. Jantung
1) Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
2) Palpasi : iktus kordis biasanya teraba serta adanya pelebaran vena, nadi
meningkat.
3) Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10
cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan
8.
4) Auskultasi : disritmia jantung.
g. Abdomen

24
1) Inspeksi : Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan
abdomen. Ada konstipasi atau diare.
2) Auskultasi : Bising usus
3) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
4) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
h. Ekstremitas
1) Inspeksi : px tampak lemah, aktivitas menurun, rentang gerak pada
ekstremitas pasien menjadi terbatas karena adanya masa, nyeri,
pembengkakan ekstremitas yang terkenal.
2) Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa
serta adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis b/d Agen cedera biologis
2. Hambatan Mobilitas Fisik b/d gangguan muskuloskeletal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah,
anoreksia
4. Kerusakan integritas kulit b/d efek samping terapi radiasi
5. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan

2.12 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian

25
Nama : Tn. K No. Rek. Medis : 02.00.85.11 .

Usia : 50 tahun Tgl.MRS : 02-04-2018 Waktu : 16.00 WIB

Tgl. Pengkajian : 03-04-2018 Waktu : 11.00 WIB

Kesadaran: √□ CM □ Apatis □ Delirium □ Somnolen □ Soporocoma □ Coma


TTV: TD: 130/70 mmHg, N 85 X/mnt, S 36,8.◦C, P 23 X/mnt, Nyeri: □√ Ya
□ Tidak TB : 160 cm BB : 60 kg (aktual/potensial)
Keluhan Utama : Klien masuk dengan keluhan nyeri yang meningkat pada daerah
paha dan menjalar ke panggul. Paha kanan bengkak sejak 3 bulan yang lalu,
bengkak pada paha kanan semakin membesar.
Diagnosa Medis : Kanker Tulang (Osteosarkoma)

1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 April 2018, pukul 11.00
WIB, pasien mengeluh nyeri pada paha kanan, nyeri karena perjalanan
penyakit, nyeri yang dirasakan menjalar sampai ke panggul, nyeri hilang
timbul, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri menyebabkan klien
tidak bisa tidur, skala nyeri 7 dalam kategori berat, nyeri semakin bertambah
jika bengkak pada paha kanan tertekan, atau digerakkan.
Klien mengeluh badan terasa lemah, terdapat bengkak pada paha kanan
sebesar bola, bengkak teraba keras, dan nyeri jika ditekan. Pasien juga
mengeluh tidak bisa berjalan karena nyeri dan bengkak pada paha kanan, kaki
kanan sulit untuk digerakkan, hanya bisa digeser-geser di atas tempat tidur.
Klien hanya berbaring di tempat tidur, Aktivitas sehari-hari klien dibantu oleh
perawat dan keluarga.
Klien juga mengatakan cemas dengan kondisinya, klien takut penyakit
yang diderita sangat parah. Klien sering bertanya kapan akan dilakukan
tindakan medis. Klien tampak cemas dan gelisah.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

26
Klien belum pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya, klien memiliki
kebiasaan merokok, klien biasanya menghabiskan 2 bungkus rokok sehari.
Klien mengatakan juga pernah jatuh dari motor dan kakinya terkilir, klien
hanya berobat ke tukang urut. Klien juga terbiasa mengkonsumsi obat di
warung jika kaki klien sakit.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit kanker ataupun tumor, dan tidak ada keluarga menderita penyakit
yang bersifat degenerative seperti DM, hipertensi, dan jantung.

2. Pola Fungsi Pengkajian Gordon


a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Klien mengatakan dulu saat nyeri yang dirasakan di paha, klien
menganggap hanya nyeri biasa karena asam urat, dan klien hanya minum obat
yang dibeli sendiri dari warung, karena kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan dan jarang mengunjungi pelayanan kesehatan. Saat nyeri pada paha
sudah berat, dan terdapat bengkak yang semakin membesar di paha kanan, klien
baru kontrol ke pelayanan kesehatan. Klien mengatakan saat ini ia hanya ingin
tahu tentang penyakitnya, dan cemas apakah penyakitnya bisa disembuhkan
atau tidak. Klien mengatakan ia hanya berserah diri kepada Tuhan dan berharap
penyakitnya bisa disembuhkan.
Klien sebelumnya adalah seorang perokok berat. Sehari biasanya klien
menghabiskan hingga 2 bungkus rokok. Sejak 3 bulan yang lalu klien baru
berhenti merokok setelah didiagnosa mengalami nyeri dan bengkak pada kaki,
keluarga mengatakan, terkadang klien masih merokok. Biasanya klien
meminum Obat-obatan warung/tanpa resep dokter yaitu obat penghilang nyeri.
b. Pola Nutrisi / Metabolisme
Klien mengatakan nafsu makan klien sedikit menurun karena nyeri yang
dirasakan, klien tidak memiliki alergi makanan. Klien mengatakan tidak ada
perubahan berat badan 6 bulan terakhir, klien tidak mengalami masalah dalam
menelan.
Gambaran diet pasien dalam sehari :

27
Di RS klien mendapatkan diet Makanan biasa 3 kali sehari.
i. Makan pagi :
1. Sebelum Sakit : klien makan nasi, lauk dan sayur. 1 porsi makanan
habis, terkadang klien tidak sarapan.
2. Saat sakit : klien makan nasi, lauk, dan sayur. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan ½ dari porsi
makan
ii. Makan siang :
1. Sebelum Sakit : klien makan nasi, lauk. Makanan habis dan terkadang
bertambah.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien juga
mendapatkan susu kotak. Klien tidak menghabiskan porsi makannya.
Hanya menghabiskan 1/2 dari porsi makan.
iii. Makan malam :
1. Sebelum Sakit: klien makan nasi, lauk. Makanan hanya dihabiskan 1
porsi.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan 1/4 dari porsi
makan, terkadang klien hanya makan buah

c. Pola eliminasi
Klien mengatakan belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAB terasa keras.
Kebiasaan berkemih dalam batas normal, klien terpasang kateter urine.
d. Pola aktivitas / olahraga
Kemampuan Perawatan Diri :

0 = Mandiri 2 = Bantuan Orang Lain 4 = Tergantung / tidak

1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain

0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √

28
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan Rumah √

Keluhan saat beraktivitas: Tidak bisa menggerakkan kaki kanan, hanya bisa
digeser geser di atas tempat tidur. Sebelumnya, pasien menggunakan tongkat
untuk berjalan.

Kekuatan Otot : 555 555

222 555

e. Pola istirahat tidur


1) Sebelum Sakit : klien mengatakan biasanya tidur kurang lebih selama 7 jam
perhari, tidak ada gangguan selama tidur. Bangun tidur merasa segar.
2) Saat Sakit : klien mengeluh tidak bisa tidur karena nyeri pada paha kanan,
klien sering terbangun dimalam hari, tidur tidak nyenyak, dan tidak merasa
segar.
f. Pola kognitif – persepsi
Klien dalam keadaan sadar, kesadaran komposmentis. Klien dapat
berbicara dengan baik, bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa daerah.
Klien mengatakn cemas dengan kondisinya, tingkat kecemasan ringan,
keterampilan interaksi tepat. Klien mengeluh nyeri, dan memegang area yang
nyeri dan mengubah posisi untuk mengurangi nyeri dan menggunakan teknik
nafas dalam.
g. Pola Peran Hubungan

29
Klien bekerja sebagai petani, klien didukung oleh istri dan anak-anaknya.
Keluarga mengatakan tidak ada masalah keluarga yang berkenaan dengan
rumah sakit, klien mematuhi seluruh perawatan yang telah ditetapkan. Selama
dirawat di rumah sakit, klien ditemani oleh istri dan anak-anaknya, terkadang
ada kunjungan dari keluarga dan teman-teman.
h. Pola Seksualitas /Reproduksi
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Klien memiliki
3 orang anak dan satu orang istri. Hubungan klien dan istrinya harmonis,
terkadang istri kesal pada klien karena klien tidak bisa dilarang merokok.
i. Pola Koping – Toleransi Stres
Klien mengatakan ia khawatir tentang ketidakmampuan untuk berjalan dan
melakukan aktivitas. Klien khawatir ia tidak bisa bekerja seperti biasa. Klien
mengatakan jika ada masalah ia selalu berdiskusi dan bermusyawarah dengan
istri dan keluarga nya. Klien tidak menggunakan obat untuk menghilangkan
stres. Keadaan emosi klien sehari-hari santai.
j. Pola Keyakinan-Nilai
Klien beragama Islam, klien mengatakan penyakit yang dideritanya
sekarang merupakan cobaan dari Tuhan akibat dari kebiasaan hidup klien
sebelumnya yaitu merokok. Saat ini klien mencoba pasrah dan ikhlas akan
kondisinya dan berharap dapat sembuh secepatnya. Klie tampak jarang
beribadah selama dirawat di rumah sakit.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnostik :
Rontgen Femur
b. Laboratorium :

Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Hb  14,6 g/dl 14-18` 12-16` Normal
Leukosit 8.770 mm3 5000-10.000 Normal

30
Trombosit  384.000 mm3 150.000-400.000 Normal
Ht  44 % 40-48 37-43 Normal
PT 10,3  Detik 9,5- 12,7 Normal
APTT 35,3  Detik 29,8-40,0 Normal
Basofil 0  % 0-1,0 Normal
 Eosinofil 2  % 1,0-3,0 Normal
N.Batang 0 % 2,0-6,0 Normal
N.Segmen 70  % 50-70 Normal
 Limfosit  23 %   20-40  Normal
 Monosit 5  %   2,0-8,0  Normal

4. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital Tekanan darah: 130/70 mmHg

Nadi : 85x/menit

RR : 21x/menit

Suhu: 36,80C

Kulit Turgor kulit baik, tidak ada lesi

Kepala Bentuk kepala normochepal, tidak ada lesi,


rambut pendek, ikal, tidak ada ketombe,tidak
mudah rontok, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan
Mata Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
pupil baik
Hidung Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak

31
ada polip
Telinga Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen,
pendengaran baik

Mulut Mukosa mulut lembab, bibir tidak pucat

Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,


tidak ada pembesaran tiroid
Thorak/dada Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat

l Jantung Palpasi: iktus cordis teraba

Perkusi: batas jantung dalam batas normal

Auskultas: irama reguler

Inspeksi: simetris kiri dan kanan


l Paru-paru
Palpasi: fremitus kiri dan kanan

Perkusi: sonor

Auskultasi: vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada


wheezing

Abdomen Inspeksi: perut tidak membuncit

Auskultasi: bising usus normal

Perkusi: timpani

Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas


Ekstremitas:

Ekstremitas Atas Tidak ada lesi, tidak ada udem, pergerakan baik.
terpasang infus RL di tangan kiri.

32
Ektremitas Bawah Terdapat bengkak pada paha kanan, klien tidak
bisa mengangkat kaki kanan, hanya bisa
menggeser-geser di atas tempat tidur. Kaki kiri
pergerakan baik.

Muskuloskeletal/sendi Klien mengeluh nyeri pada paha kanan yang


bengkak.

Nodus limfe
Neurologi

- Status mental Composmentis

Vaskuler perifer CRT : <2 detik


Rectal Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia Klien terpasang kateter.

RENCANA MEDIS

Pengobatan

Obat-Obatan
Dosis Dosis Terakhir Frekuensi
(Resep/obat bebas)
IVFD RL 500 cc 500 cc 8 jam/kolf
Injeksi Ranitidin 50 mg 50 mg 2 x 50 mg
Injeksi Tramadol 1 amp 1 amp 3 x 1 amp
Injeksi Ketorolac 1 amp 1 amp 3

B. Analisa Data

Diagnosa
No Data Penyebab/ Etiologi
Keperawatan
1 DS : Agen cidera biologis Nyeri Kronis
- Klien mengeluh nyeri pada

33
paha sebelah kanan
- Klien mengatakan nyeri terasa
di tusuk-tusuk dan hilang
timbul, nyeri menjalar ke
panggul
- Klien mengatakan skala nyeri 7

DO :
- Klien tampak merintih
- Klien tampak menagis
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak memegang
daerah yang nyeri
- Tampak bengkak pada paha
kanan, bengkak teraba keras.
- Terdapat nyeri tekan pada paha
sebelah kanan
- TD : 130/80 mmhg; HR: 85
x/menit; RR: 21 x/menit

2 DS : Gangguan Hambatan mobilitas


muskuloskletal fisik
- Klien mengeluh kaki kanan
sulit untuk digerakkan, hanya
bisa digeser-geser di atas
tempat tidur
- Klien mengatakan nyeri jika
kaki kanan diangkat/digerakkan
- Klien mengatakan tidak bisa
berjalan
- Klien mengatakan aktivitas
sehari hari dibantu oleh
keluarga

DO :
- Klien tampak terbaring di
tempat tidur
- Paha kanan klien tampak
bengkak
- Terjadi penurunan kekuatan

34
otot
555 555

222 555
- Klien tampak sulit untuk
merubah posisi
- Kebutuhan ADLs klien dibantu
perawat dan keluarga
- TD : 130/80 mmHg

3 DS : Perubahan status Ansietas


kesehatan
- Klien mengeluh cemas dengan
kondisinya
- Klien mengatakan khawatir
tidak bisa berjalan lagi

DO :
- Klien tampak cemas
- Klien tampak tegang
- Sulit tidur
- Klien sering bertanya tentang
tindakan medis yang akan
dilakukan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status keseha

35
D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Nyeri Kronis berhubungan  Pain Level, Pain Management
dengan agen cidera 1. Lakukan pengkajian nyerisecara
 Pain control,
biologis
 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,

KriteriaHasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu faktor presipitasi

penyebab nyeri, mampu 2.  Observasi reaksi nonverbal dari

menggunakan tehnik ketidaknyamanan

nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik

mengurangi nyeri, mencari untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

bantuan) 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

2. Melaporkan bahwa nyeri 5.  Evaluasi bersama pasien dan tim

berkurang dengan menggunakan kesehatan lain tentang ketidak efektifan

manajemen nyeri kontrol nyeri masa lampau

3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

intensitas, frekuensi dan tanda dan menemukan dukungan

nyeri) 7. Kurangifaktor presipitasinyeri

36
4. Menyatakan rasa nyaman 8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
setelah nyeri berkurang 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
5. Tanda vital dalamrentang 10. Tingkatkan istirahat
normal 11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Hambatan mobilitas fisik  Joint Movement : Active


Latihan Kekuatan
berhubungan dengan
2  Mobility Level
gangguan muskuloskletal
1. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien
 Self care : ADLs
untuk melakukan program latihan secara
 Transfer performance
rutin
KriteriaHasil :
Latihan untuk ambulasi

37
1. Klien meningkat dalam aktivitas 1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
fisik yang aman kepada klien dan keluarga.
2. Mengerti tujuan dari 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti
peningkatan mobilitas kruk, kursiroda, dan walker
3. Memverbalisasikan perasaan 3. Beri penguatan positif untuk berlatih
dalam meningkatkan kekuatan mandiri dalam batasan yang aman.
dan kemampuan berpindah Latihan mobilisasi dengan kursiroda
4. Memperagakanpenggunaanalat
1. Ajarkan pada klien & keluarga tentang
Bantu untukmobilisasi (walker)
cara pemakaian kursiroda & cara
berpindah dari kursi roda ketempat tidur
atau sebaliknya.
2.  Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan

1. Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat


mengatur posisi secara mandiri dan
menjaga keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari hari.

38
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar

1. Ajarkan pada klien/ keluarga untuk


memperhatikan postur tubuh yg benar
untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.
2. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan

Penurunan kecemasan
Ansietas berhubungan
dengan perubahan dalam 1. Gunakan pendekatan yang menenagkan
status kesehatan  Anxiety self control 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
3 pelaku klien
 Anxiety level
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
 Coping dirasakan selama prosedur
4. Pahami perspektif klien terhadap situasi
Kriteria Hasil : stres
5. Temani klien untuk memberikan keamanan
1. Klien mampu mengidentifikasi
dan mengurangi takut
dan mengungkapkan gejala cemas 6. Dorong keluarga untuk menemani klien
2. Mengungkapkan dan 7. Dorong klien untuk mengungkapkan

39
menunjukkan teknik untuk perasaan, ketakutan, persepsi
mengontrol cemas 8. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
3. Vital sign dalam batas normal
9. Kolaborasi berikan obat untuk mengurangi
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, dan kecemasan
tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

E. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa
Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
03/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
berhubungan dengan - P : Klien mengeluh nyeri pada paha
sebelah kanan - Klien mengeluh nyeri pada paha
agen cidera biologis
- Q : tusuk-tusuk sebelah kanan
- R : nyeri menjalar ke - Klien mengatakan nyeri terasa di
panggul tusuk-tusuk dan hilang timbul,
- S : skala nyeri 7 nyeri menjalar ke panggul
- T : hilang timbul - Klien mengatakan skala nyeri 7
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari O:
ketidaknyamanan - Klien tampak merintih dan
- Klien meringis dan gelisah menangis
3. Menggunakan teknik komunikasi - Klien tampak gelisah
- Klien tampak memegang daerah

40
terapeutik untuk mengetahui pengalaman yang nyeri
nyeri pasien - Tampak bengkak pada paha kanan,
4. Membantu pasien dan keluarga untuk bengkak teraba keras.
mencari dan menemukan dukungan - TD : 130/80 mmhg; HR: 85
5. Mengurangi faktor presipitasi nyeri x/menit; RR: 21 x/menit
6. Mengajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Teknik nafas dalam
7. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
8. Meningkatkan istirahat
9. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
10. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Hambatan mobilitas 1. Mengajarkan dan berikan dorongan pada S:


fisik berhubungan klien untuk melakukan program latihan
secara rutin - Klien mengeluh kaki kanan sulit
dengan gangguan
2. Mengajarkan teknik Ambulasi & untuk digerakkan, hanya bisa
muskuloskletal digeser-geser di atas tempat tidur
perpindahan yang aman kepada klien dan
keluarga. - Klien mengatakan nyeri jika kaki
3. Menyediakan alat bantu untuk klien kanan diangkat / digerakkan
seperti kruk, kursiroda, dan walker - Klien mengatakan tidak bisa
4. Memberikan penguatan positif untuk berjalan
berlatih mandiri dalam batasan yang - Klien mengatakan aktivitas sehari
aman. hari dibantu oleh keluarga
5. Mengajarkan pada klien & keluarga O:
tentang cara pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ketempat tidur - Klien tampak terbaring di tempat
atau sebaliknya.

41
6. Mendorong klien melakukan latihan tidur
untuk memperkuat anggota tubuh - Paha kanan klien tampak bengkak
7. Mengajarkan pada klien/ keluarga - Terjadi penurunan kekuatan otot
tentang cara penggunaan kursi roda 555 555
8. Mengajarkan pada klien & keluarga
untuk dapat mengatur posisi secara 222 555
mandiri dan menjaga keseimbangan - Klien tampak sulit untuk merubah
selama latihan ataupun dalam aktivitas posisi
sehari hari. - Kebutuhan ADLs klien dibantu
9. Mengajarkan pada klien/ keluarga untuk perawat dan keluarga
memperhatikan postur tubuh yg benar
untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.

Ansietas berhubungan 1. Mengunakan pendekatan yang S:


dengan perubahan menenangkan
2. Menyatakan dengan jelas harapan - Klien mengeluh cemas dengan
dalam status
terhadap pelaku klien kondisinya
kesehatan - Klien mengatakan khawatir tidak
3. Menjelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur bisa berjalan lagi
4. Memahami perspektif klien terhadap O:
situasi stres
5. Menemani klien untuk memberikan - Klien tampak cemas
keamanan dan mengurangi takut - Klien tampak tegang
6. Mendorong keluarga untuk menemani - Sulit tidur
klien - Klien sering bertanya tentang
7. Mendorong klien untuk mengungkapkan tindakan medis yang akan
perasaan, ketakutan, persepsi dilakukan
8. Menginstruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi

42
Berkolaborasi berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
04/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
berhubungan dengan 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri berkurang
agen cidera biologis
3. Menggunakan teknik komunikasi - Klien mengatakan skala nyeri 5
terapeutik untuk mengetahui pengalaman - Klien mengatakan sudah mengerti
nyeri pasien teknik nafas dalam
4. Membantu pasien dan keluarga untuk O:
mencari dan menemukan dukungan - Klien tampak lebih tenang dari
5. Mengajarkan teknik nafas dalam sebelumnya
6. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tampak bengkak pada paha kanan,
7. Meningkatkan istirahat bengkak teraba keras.
8. Berkolaborasikan dengan dokter dalam - Klien sudah bisa melakukan teknik
pemberian terapi farmakologi nafas dalam
9. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Hambatan mobilitas 1. Mengajarkan dan berikan dorongan pada S :


fisik berhubungan klien untuk melakukan program latihan
secara rutin - Klien mengatakan kaki kanan
dengan gangguan
2. Mengajarkan teknik Ambulasi & masih sulit untuk digerakkan dan
muskuloskletal hanya bisa digeser-geser
perpindahan yang aman kepada klien dan
keluarga. - Klien mengatakan jika kaki kanan
3. Menyediakan alat bantu untuk klien diangkat / digerakkan nyeri sudah
seperti kruk, kursiroda, dan walker mulai berkurang
4. Memberikan penguatan positif untuk - Klien mengatakan tidak bisa
berlatih mandiri dalam batasan yang

43
aman. berjalan
5. Mengajarkan pada klien & keluarga - Klien mengatakan aktivitas sehari-
tentang cara pemakaian kursi roda & cara hari masih dibantu oleh keluarga
berpindah dari kursi roda ketempat tidur
atau sebaliknya. O:
6. Mendorong klien melakukan latihan - Klien tampak terbaring di tempat
untuk memperkuat anggota tubuh tidur
7. Mengajarkan pada klien/ keluarga - Paha kanan klien tampak bengkak
tentang cara penggunaan kursi roda - Terjadi penurunan kekuatan otot
8. Mengajarkan pada klien & keluarga 555 555
untuk dapat mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga keseimbangan 222 555
selama latihan ataupun dalam aktivitas - Klien tampak sulit untuk merubah
sehari hari. posisi
9. Mengajarkan pada klien/ keluarga untuk - Kebutuhan ADLs klien dibantu
memperhatikan postur tubuh yg benar perawat dan keluarga
untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.

Ansietas berhubungan 1. Mengunakan pendekatan yang S:


dengan perubahan menenagkan
2. Menyatakan dengan jelas harapan - Klien mengatakan sudah mulai
dalam status
terhadap pelaku klien mengerti
kesehatan - Klien mengatakan khawatir
3. Menjelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur

44
Nyeri kronis 1. Megkaji nyeri secara komprehensif S:
berhubungan dengan - P : Klien mengeluh nyeri pada
- Klien mengeluh masih ada
agen cidera biologis paha sebelah kanan
nyeri pada paha sebelah
- Q : tusuk-tusuk kanan
- R : nyeri menjalar ke panggul
- perspektif
S : skala klien
nyeri terhadap
7 - Klien mengatakan nyeri
4. Memahami berkurang terasa di tusuk-tusuk dan
- T : hilang timbul
situasi stres
2. Mengobservasi O:
reaksi nonverbal dari hilang timbul, nyeri menjalar
5. Menemani klien untuk memberikan
ke panggul
keamananketidaknyamanan
dan mengurangi takut - Klien tampak lebih tenang
6. Mendorong
- Klien keluarga untuk
meringis danmenemani
gelisah - Klien
- Klien masih mengatakan
sering bertanya skala nyeri
klien3. Menggunakan teknik komunikasi tentang tindakan 7 medis yang akan
7. Mendorong klien untuk mengungkapkan dilakukan
terapeutik untuk mengetahui
perasaan, ketakutan, persepsi O:
8. pengalaman
Menginstruksikan nyeri
pasien pasien
menggunakan
4. relaksasi
teknik Menganjurkan tentang teknik - Klien tampak merintih dan
distraksi
Berkolaborasi dengan
berikan obatmendengarkan
untuk menangis
mengurangi kecemasan
musik - Klien tampak gelisah
5. Memonitor tanda-tanda vital 05/04/19
6. Meningkatkan istirahat - Klien tampak memegang
7. Berkolaborasikan dengan dokter daerah yang nyeri
dalam pemberian terapi analgetik - Tampak bengkak pada paha
- Injeksi Ketorolac 1 ampul (intra kanan, bengkak teraba keras.
vena)
- TD : 140/90 mmhg; HR: 88
x/menit; RR: 20 x/menit

Hambatan mobilitas 1. Memberikan dorongan pada klien untuk S :


fisik berhubungan melakukan program latihan secara rutin
2. Memberikan penguatan positif untuk - Klien mengatakan kaki kanan
dengan gangguan
berlatih mandiri dalam batasan yang masih sulit untuk digerakkan dan
muskuloskletal hanya bisa digeser-geser
aman.
3. Menyediakan alat bantu untuk klien - Klien mengatakan tidak bisa
seperti kruk, kursiroda, dan walker berjalan
4. Mengajarkan teknik Ambulasi & - Klien mengatakan aktivitas sehari-
perpindahan yang aman kepada klien hari masih dibantu oleh keluarga
dan keluarga. O:
45
5. Mengajarkan pada klien & keluarga
tentang cara pemakaian kursi roda & - Klien kelihatan kesulitan dalam
cara berpindah dari kursi roda ketempat merubah posisi
tidur atau sebaliknya. - Klien tampak terbaring di tempat
F. Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan ttd


1 Nyeri kronis berhubungan dengan S ::
- Klien mengeluh nyeri pada paha
agen cidera biologis
sebelah kanan
- Klien mengatakan nyeri terasa di
tusuk-tusuk dan hilang timbul, nyeri
menjalar ke panggul
- Klien mengatakan skala nyeri 7
O:
- Klien tampak merintih dan menangis
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak memegang daerah yang
nyeri
- Tampak bengkak pada paha kanan,
bengkak teraba keras.
- TD : 130/80 mmhg; HR: 85 x/menit;
RR: 21 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2 Hambatan mobilitas fisik S:
berhubungan dengan gangguan - Klien mengatakan kaki kanan masih
muskuloskletal sulit untuk digerakkan dan hanya bisa
digeser-geser
- Klien mengatakan tidak bisa berjalan
- Klien mengatakan aktivitas sehari-
hari masih dibantu oleh keluarga
O:
- Klien kelihatan kesulitan dalam
merubah posisi
- Klien tampak terbaring di tempat
tidur
- Paha kanan klien tampak bengkak
- Terjadi penurunan kekuatan otot
555 555

222 555
- Kebutuhan ADL klien dibantu
perawat dan keluarga

A : Masalah belum teratasai


P :Lanjutkan intervensi

50
3 Ansietas berhubungan dengan S:
perubahan dalam status kesehatan - Klien mengatakan sudah mengerti
- Klien mengatakan khawatir
berkurang
O:
- Klien tampak lebih tenang

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi

BAB III

51
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma
multiple. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal
tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis(Bielack, 2009). Penyebab pasti osteosarkoma
belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut menjadi faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya osteosarkoma :Kecepatan Pertumbuhan Tulang
Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi seseorangterkena
osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa remaja danlokasi tipikal pada
daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis pada tulang panjang, Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah
pengaruhradiasi,Predisposisi Genetik Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya
osteosarkoma. Pasien denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat
terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen Rb. Mutasi pada
gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik. Mutasi pada genp53 sering
nampak. Namun gen retinoblastoma telah melokalisir pada lengankromosom 13 (13q14).
Dalam pengobatannya sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan
operasi
3.2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan
khusus pada mata kuliah keperawatan medikal bedah.

DAFTAR PUSTAKA

52
Kawiyana S. Osteosarkoma dan penanganannya. Dalam : Jurnal orthopedi RSUP sanglah edisi maret
2010. Denpasar: Bagian / SMF Ortopedi dan traumatologi bagian bedah FK unud; 2010; 68-74.
Sukardja IDG. Biologi tumor. Dalam: Onkologi klinik edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press;
2003; 59.
Rasjad C. Tumor tulang dan sejenisnya. Dalam: Pengantar ilmu bedah ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2003; 279-99.
Isaacs DM. Osteosarcoma. Orthopedic Surgery Rotation; 2003; 1-9.
Berquest TH. Musculoskeletal Neoplasms. Dalam : Musculoskeletal imaging companion second
edition. Wolters Kluwer; 2007; 1-36.
Silveira WR, Lieberman G. Imaging osteosarcoma & surgical outcomes. Harvard Medical School;
2007; 1-41.
De Graaff V. Skeletal system. Dalam : human anatomy sixth edition. The McGraw-Hill Companies;
2001; 137.
Eder. Human skeletal anatomy. Dalam : laboratory atlas of anatomy and physiology third edition.
The McGraw-Hill Companies; 2001; 64.
Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL. Dalam: Hartanto H (editor). Buku ajar patologi. Jakarta: EGC;
2004; 856-61.
Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart.
Jakarta: EGC.

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.

Suratun, et al. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Suzanne, C. Smeltzer. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

53

Anda mungkin juga menyukai