Anda di halaman 1dari 77

Pengendalian Terpadu

Oryctes rhinoceros
di Perkebunan Kelapa Sawit
Pengendalian Terpadu
Oryctes rhinoceros
di Perkebunan Kelapa Sawit
Penulis
Agus Susanto
Agus Eko Prasetyo
Sudharto
Hari Priwiratama
Tjut Ahmad P. Roziansha

Foto Sampul
Hari Priwiratama

Setting & Desain


Subhan Fadhillah

Copyright@2012
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
apapun, baik cetak, foto, mikrofilm dan sebagainya.

Diterbitkan oleh :

Jl. Brigjen Katamso No. 51, Medan 20158, Indonesia


Telp. 061-7862477, Fax. 061-7862488
e-mail : admin@iopri.org, http://www.iopri.org

Dicetak oleh :
CV. Mitra Karya

ISBN 978-602-7539-07-5
Kata Pengantar
Pada saat ini kumbang Oryctes rhinoceros merupakan hama
utama di perkebunan kelapa sawit. Kumbang tidak hanya menyerang
tanaman hasil replanting saja tetapi juga menyerang kelapa sawit baru
generasi pertama. Tidak hanya itu, apabila populasi sudah sangat
tinggi kumbang menyerang tanaman tua maupun tanaman muda.
Populasi kumbang di alam semakin banyak dengan adanya bahan
organik yang sangat melimpah, misalnya rumpukan batang kelapa
sawit dan tandan kosong kelapa sawit.
Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini semakin lama semakin
besar. Oleh karena itu diperlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk
mengendalikan hama Oryctes rhinoceros ini. Dalam buku ini disajikan
biologi, monitoring atau sensus, dan pengendalian pada berbagai
keadaan kebun kelapa sawit. Teknik pengendalian yang disampaikan
adalah teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami dengan senang hati akan menerima masukan
demi perbaikan buku ini dan lebih khusus lagi dalam mengendalikan
hama ini. Dengan demikian, kelapa sawit Indonesia tetap jaya di masa
yang akan datang.

Medan, Oktober 2012

Dr. Witjaksana Darmosarkoro


Direktur

i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
1. PENDAHULUAN 1
2. KUMBANG TANDUK Oryctes rhinoceros 9
2.1. Biologi dan Siklus Hidup 9
2.2. Distribusi 13
2.3. Kerusakan dan Gejala Serangan 13
2.4. Ekologi dan Tempat Berkembang Biak 25

3. MONITORING DAN SENSUS 30


3.1. Sensus Populasi Kumbang 30
3.2. Sensus Gejala Serangan Baru 31

4. PENGENDALIAN 36
4.1. Kondisi Tanaman TBM 36
4.1.1. Penggunaan Feromon Agregat 36
4.1.2. Pengendalian Kimiawi 46
4.1.3. Pengutipan Larva 48
4.1.4. Pengendalian Hayati 50
4.1.5. Pengendalian Fisik dan Mekanik 54
4.2. Kondisi Tanaman TM 54
4.2.1. Pemasangan Feromon Agregat 54
4.2.2. Pengutipan Larva 55
4.3. Kondisi Replanting 56
4.3.1. Pencincangan Batang Kelapa Sawit 56
4.3.2. Pemberaan dan Percepatan Pelapukan 57
4.3.3. Pembibitan dan Pananaman Mucuna bracteata 57
4.3.4. Penanaman Bibit Kelapa Sawit 58
4.3.5. Aplikasi Jamur Metarhizium anisopliae 59
4.3.6. Pemasangan Ferotrap 59
4.4. Kondisi Lahan Gambut 59
4.4.1. Penggenangan Sementara Areal 60
4.4.2. Pemasangan Instalasi Perangkap Organik 60
4.4.3. Pengutipan Larva 61
4.4.4. Aplikasi Jamur Metarhizium anisopliae 61
4.4.5. Pemasangan Feromon Agregat 61
4.4.6. Pemasangan Light Trap 62

5. PENUTUP 63
DAFTAR PUSTAKA 65
BIOGRAFI 71

ii
1 Pendahuluan
Hama Oryctes rhinoceros yang lebih dikenal sebagai kumbang
tanduk atau kumbang badak atau kumbang penggerek pucuk kelapa
pada saat ini menjelma sebagai hama utama di pekebunan kelapa
sawit. Sebelumnya, hama ini lebih banyak dikenal sebagai hama pada
tanaman kelapa dan palma lain (Mahmud, 1989; Mariau et al., 1991;
Jackson & Klein, 2006). Kajian mengenai biologi dan ekologi dari
Oryctes rhinoceros telah lama dan banyak dilakukan oleh para peneliti
dari berbagai belahan dunia, namun demikian pada saat ini menjadi
menarik perhatian lagi karena kerusakan yang ditimbulkan di
perkebunan kelapa sawit sangat besar.
Kerugian akibat serangan Oryctes pada perkebunan kelapa sawit
dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian
secara tidak langsung adalah dengan rusaknya pelepah daun yang
akan mengurangi kegiatan fotosintesis tanaman yang pada akhirnya
akan menurunkan produksi. Kerugian tidak langsung yang kedua
adalah memperpanjang masa TBM dari tanaman kelapa sawit yang
biasanyanya 30 bulan sudah panen menjadi 5-7 tahun, bahkan ada
tanaman yang sudah tidak mampu recovery lagi serta tidak
menghasilkan buah. Sedangkan kerugian secara langsung adalah
matinya tanaman kelapa sawit akibat serangan hama ini yang sudah
mematikan pucuk tanaman.
Pada saat ini, populasi Oryctes rhinoceros di alam sudah sangat
banyak sebagai akibat selalu tersedianya pakan dan tempat
berkembang biak dalam jumlah yang sangat banyak. Kebun kelapa
sawit yang sangat luas, sekitar 8 juta hektar, akan selalu menyediakan
pakan bagi Oryctes. Belum lagi ditambah pakan tradisional yaitu
tanaman kelapa dan palma lainnya. Sedangkan tempat berkembang
biak juga selalu tersedia setiap tahunnya serta dalam jumlah yang
sangat banyak yaitu kegiatan replanting tanaman kelapa sawit tua
yang menghasilkan rumpukan batang kelapa sawit. Tempat
berkembang biak lain yaitu lahan gambut tempat perkebunan kelapa
sawit. Bahan organik lain yang selama ini dikenal sebagai tempat
berkembang biak Oryctes adalah tumpukan kotoran sapi, serbuk
gergaji, tumpukan sampah organik, dan lain-lain.

1
Populasi yang sangat tinggi menyebabkan Oryctes tidak hanya
menyerang kelapa sawit dari kebun yang telah mengadakan replanting saja,
tetapi juga menyerang kebun kelapa sawit generasi satu. Hal ini
dimungkinkan apabila di sekitar kebun tersebut sudah ada sumber Oryctes
misalnya tumpukan bahan organik atau kebun kelapa sawit di sekitarnya.
Dampak lain yang diakibatkan populasi yang sangat tinggi adalah Oryctes
tidak hanya menyerang tanaman belum menghasilkan (TBM) saja tetapi
pada saat ini mampu menyerang tanaman kelapa sawit tua. Bahkan ada
kebun yang harus melakukan kegiatan replanting yang dipercepat
meskipun umur kelapa sawit baru 15 tahun (Susanto & Brahmana, 2008).
Kumbang tanduk dapat dikendalikan dengan baik apabila menerapkan
sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian harus didahului
dengan kegiatan monitoring atau sensus secara rutin dan teknik
pengendalian yang sesuai dengan kondisi kebun kelapa sawit masing-
masing. Teknik pengendalian Oryctes rhinoceros akan dibagi menjadi
pengendalian pada kondisi kebun TBM, TM, areal replanting, dan areal
lahan gambut.

Kumbang tanduk Oryctes rhinoceros

2
Serangan Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa
5
Serangan berat Oryctes rhinoceros pada kebun kelapa

6
Serangan Oryctes rhinoceros pada tanaman palem
2 Kumbang Tanduk
Oryctes rhinoceros
2.1. Biologi dan Siklus Hidup
Di Indonesia, kumbang tanduk disebut juga kumbang badak atau
kumbang penggerek pucuk kelapa. Nama yang lebih terkenal lagi adalah
Oryctes rhinoceros (L) yang diklasifikasikan sebagai anggota dari ordo
Coleoptera, famili Scarabidae dan subfamili Dynastinae (Kalshoven &
Laan, 1981; Pracaya, 2009; Jumar, 2000; Gillot, 2005). Kumbang ini
merupakan hama utama yang menyerang kelapa sawit dan sangat
merugikan di Indonesia, khususnya di areal replanting.
Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan
kondisi lingkungan. Iklim kering dan kondisi sedikit makanan akan
merusak perkembangan larva, yang dapat bertahan selama 14 bulan dan
memberikan ukuran dewasa lebih kecil. Bedford (1980) menemukan
kisaran luas dalam durasi larva instar ketiga dibandingkan dengan stadia
hidup yang lain yang disebabkan oleh kondisi iklim dan makanan di
habitatnya. Suhu yang sesuai untuk perkembangan larva adalah 27oC-
29oC dengan kelembapan relatif 85-95% (Bedford, 1980).
Telur Oryctes berwarna
putih kekuningan dengan
diameter 3-4 mm. Bentuk
telur biasanya oval
kemudian mulai
membengkak sekitar satu
minggu setelah peletakan.
(Wood, 1968) dan menetas
pada umur 8-12 hari
(Bedford, 1976). Kumbang
tanduk betina dalam satu
siklus hidup menghasilkan
30-70 butir (Pracaya, 2009).
Kumbang tanduk bertelur Telur Oryctes rhinoceros
pada bahan organik yang telah dalam proses pelapukan.

9
Larva Oryctes rhinoceros yang sering disebut gendon atau uret berwarna
putih kekuningan, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut,
melengkung membentuk setengah lingkaran seperti huruf C dengan
panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Ooi, 1988). Kepala keras dilengkapi
dengan rahang yang kuat. Penutup kepala maksimum sekitar 10,6-11,4
mm. Tengkorak cokelat gelap dengan sejumlah lubang disekelilingnya.
Panjang spirakel toraks 1,85-2,23 mm dan lebar 1,25-1,53 mm. Tempat
pernafasan memiliki jumlah lubang maksimum 40-80 atau lebih yang
berbentuk oval disekeliling toraks. Spirakel toraks lebih besar daripada
spirakel abdomen dan spirakel abdomen pertama lebih kecil daripada
spirakel berikutnya (Bedford, 1976).
Larva berkembang
pada kayu lapuk,
kompos dan pada
hampir semua bahan
organik yang sedang
mengalami proses
pembusukan dengan
kelembaban yang cukup
seperti rumpukan
batang kelapa sawit dan
tandan kosong kelapa
sawit sebagai mulsa.
Stadia larva Oryctes
terdiri dari 3 instar,
instar I berlangsung
selama 10-21 hari,
instar II berlangsung
selama 12-21 hari,
instar III berlangsung
selama 60-165 hari.
Larva Oryctes kemudian
berubah menjadi
prepupa dan selanjutnya
menjadi pupa.
Larva Oryctes rhinoceros

10
Prepupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari larva instar
terakhir dan menjadi berkerut serta aktif bergerak ketika diganggu. Lama
stadia prepupa berlangsung 8-13 hari. Pupa berwarna cokelat kekuningan,
berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Pupa kemudian
berubah menjadi imago (Sudharto, 1990).

Pre pupa Oryctes rhinoceros

Pupa Oryctes rhinoceros

11
Kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang
35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada
bagian kepala (Wood, 1968; Bedford, 1976). Jantan memiliki tanduk yang
lebih panjang dari betina. Jantan dapat dibedakan lebih akurat dengan
ujung ruas abdomen terakhir dimana betina memiliki rambut (Word, 1968).
Umur betina lebih panjang dari umur jantan. Imago betina mempunyai lama
hidup 274 hari, sedangkan imago jantan mempunyai lama hidup 192 hari.
Dengan demikian, satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa
sekitar 6-9 bulan (Sudharto, 1990).

Kumbang Oryctes rhinoceros

12
2.2. Distribusi
Kumbang Oryctes rhinoceros sudah menjadi endemik di beberapa
negara bagian Asia yaitu dari Pakistan, India, Maladewa, Sri lanka, China,
Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Penyebaran
lebih ke timur lagi dan sudah mencapai hampir ke seluruh Kepulauan Pasifik
(Bedford, 1980). Untuk daerah Samudera India, Oryctes banyak ditemukan
Kepulauan Cocos dan Mauritius. Sedangkan spesies lain Oryctes monoceros
dan Oryctes boas lebih banyak ditemukan di Afrika barat. Oryctes
saharaiensis lebih banyak ditemukan menyerang pohon kurma di negara
Chad, Sudan, dan negara Timur Tengah.

2.3. Kerusakan dan Gejala Serangan


Stadia Oryctes rhinoceros yang bertindak sebagai hama atau yang
merusak adalah imago atau kumbangnya (Subagyo & Achmad, 1991).
Makanan kumbang dewasa baik jantan maupun betina adalah tajuk
tanaman, dengan menggerek melalui pangkal petiole ke dalam titik
tumbuh. Kegiatan ini menciptakan kumpulan serat yang berada di dalam
lubang gerekan. Serangan yang dihasilkan pada pelepah dengan bentuk
huruf V terbalik atau karakteristik potongan serrate (Wood, 1968,
Sadakhatula dan Ramachandran, 1990).
Gejala ini disebabkan
kumbang
menyerang pucuk
dan pangkal daun
muda yang belum
membuka yang
merusak jaringan
aktif untuk
pertumbuhan.
Kumbang jantan
maupun betina
menyerang kelapa
sawit. Selama
hidupnya, yang
dapat mencapai
Gejala ringan serangan Oryctes rhinoceros

13
umur 6-9 bulan, kumbang berpindah-pindah dari satu tanaman ke tanaman
lain setiap 4-5 hari, sehingga seekor kumbang dapat merusak 6-7
pohon/bulan (Sudharto, 1990). Kumbang tanduk hinggap pada pelepah
daun yang agak muda, kemudian mulai menggerek ke arah titik tumbuh
kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari.

2
3

1
1. Gejala agak berat serangan Oryctes rhinoceros berupa guntingan bentuk V;
2 & 3. Gejala detail serangan Oryctes rhinoceros berbentuk kipas

14
Gejala serangan Oryctes rhinoceros yang berupa gerekan menyebabkan patah pelepah

Gejala serangan Oryctes rhinoceros berupa gerekan yang menyebabkan pelepah mengering

15
Dengan serangan ulangan dan mencapai titik tumbuh maka tanaman
dapat mati dan menjadi rentan terhadap serangan kumbang garis merah,
Rhyncophorus bilineatus (Coleoptera: Curculionidae) (Bedford, 1976;
Sivapragasam et al., 1990). Jika tanaman tidak mati akan menyebabkan
gejala serangan berat berupa terpuntirnya atau terputarnya titik tumbuh
sehingga tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. Serangan dalam
bentuk ini akan mengakibatkan terhambatnya masa TM. Apabila populasi
Oryctes rhinoceros sangat tinggi maka serangan dapat juga terjadi pada
pembibitan kelapa sawit (Susanto et.al., 2010).

Gejala serangan Oryctes rhinoceros berupa gerekan


yang menyebabkan pelepah mengering

16
Terpuntirnya titik tumbuh dan rosset pada kelapa sawit

17
Gejala serangan berat Oryctes rhinoceros yang menyebabkan tanaman sangat tertekan

Gejala serangan berat Oryctes yang hampir mematikan tanaman kelapa sawit

18
Apabila populasi sangat tinggi bibit kelapa sawit dapat terserang Oryctes rhinoceros

Kerugian ekonomi akibat serangan kumbang O. rhinoceros sangat besar


terutama pada areal replanting. Gerekannya merusak daun dan apabila
mencapai titik tumbuh akan dapat menyebabkan kematian tanaman sampai
80% (Oehlschlager, 2004). Kerugian menjadi lebih besar dengan adanya
sinergisme antara O. rhinoceros dengan kumbang moncong Rhynchophorus
spp. (de Chenon et al., 2001; Falerio & Satarkar, 2003; Susanto et al.,
2007). Rhynchophorus spp. dahulu hanya dikenal menyerang tanaman
kelapa seperti halnya O. rhinoceros, namun saat ini di beberapa kebun telah
dilaporkan dapat menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit.
Biasanya serangan O. rhinoceros akan diikuti oleh serangan sekunder
dari bakteri ataupun jamur sehingga terjadi pembusukan yang
berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman mungkin menjadi mati
atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal.

19
Serangan Oryctes rhinoceros yang diikuti dengan terjadinya penyakit busuk pucuk

20
Penyakit busuk pucuk yang mengakibatkan pucuk mudah untuk dicabut

Tanaman dapat mengalami gerekan beberapa kali, sehingga


walaupun dapat bertahan hidup, pertumbuhannya terhambat dan
mengakibatkan saat berproduksi menjadi terlambat (Chung et al., 1999).
Kematian tanaman muda akibat serangan kumbang tanduk berkisar
antara 1,0 - 2,5%. Produksi dari areal tanaman yang banyak terserang
dapat berkurang antara 0,2 - 0,3 ton/ha, selama 18 bulan pada panen
tahun pertama (Pardede, 1973 ; Sipayung, 1992 ; Kamaruddin dan
Wahid, 1997 ; Ginting et al., 1998).
Kumbang O. rhinoceros biasanya menyerang tanaman kelapa sawit
yang baru ditanam sampai tanaman remaja. Pada areal replanting kelapa
sawit, serangan kumbang dapat mengakibatkan tertundanya masa
berproduksi sampai satu tahun, dan tanaman yang mati dapat mencapai
lebih dari 25%. Namun sekarang ini, dengan dilakukannya pemberian
mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) pada gawangan mati
mengakibatkan populasi Oryctes menjadi sangat tinggi dan akhirnya
dapat menyerang tanaman menghasilkan (TM). Pada beberapa kebun
serangan Oryctes pada tanaman tua ini menyebabkan harus melakukan
replanting lebih cepat (Susanto & Bahmana, 2008).

21
Gejala serangan Oryctes rhinoceros pada tanaman menghasilkan (TM)

22
Serangan Oryctes mengakibatkan percabangan batang

23
Pada tanah gambut serangan Oryctes biasanya lebih berat dan dalam
luasan yang sangat luas apabila tidak dikendalikan dengan baik. Hal ini
dapat terjadi akibat melimpahnya media tanah gambut sebagai tempat
berkembang biak Oryctes rhinoceros.

Serangan Oryctes yang sangat berat dan luas pada lahan gambut (atas); Tanaman kelapa sawit
terhambat pertumbuhannya di lahan gambut akibat serangan Oryctes rhinoceros (bawah)

24
Tanaman kelapa sawit lahan gambut yang seharusnya memasuki masa TM menjadi tertunda

2.4. Ekologi dan Tempat Berkembang Biak


Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja
sampai agak malam (sampai dengan jam 21.00 WIB), dan jarang dijumpai
pada waktu larut malam. Dari pengalaman diketahui bahwa kumbang
banyak menyerang kelapa pada malam sebelum turun hujan.
Kumbang akan meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang
telah melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah
melapuk, rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah
dicacah, serbuk gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan
kosong kelapa sawit (Dhileepan, 1988). Batang kelapa sawit yang diracun
dan masih berdiri sampai pembusukan pada sistem underplanting
merupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi kumbang
tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih

25
berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar
dibandingkan dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva
perhektar) (Samsudin et al., 1993).
Kumbang penggerek pucuk Oryctes rhinoceros (L.) saat ini
keberadaannya meningkat tajam karena ketersediaan breeding site dari
ratusan ribu batang kelapa sawit yang tumbang akibat replanting setiap
tahunnya (Jacquemard et al., 2002; Kamarudin and Wahid, 2004) serta
jutaan ton tandan kosong kelapa sawit (Sudharto & Susanto, 2002;
Kamarudin et al., 2005). Kebijakan pemerintah dengan menerapkan sistem
zero burning menjadikan tempat berkembang biak hama semakin
melimpah.
Adanya tanaman kacangan penutup tanah akan menghalangi
pergerakan kumbang dalam menemukan tempat berkembang biak. Liew &
Sulaiman (1993) mengamati bahwa tanaman penutup tanah setinggi 0,6-
0,8 m mengurangi perkembangbiakan kumbang tanduk.

Rumpukan batang kelapa sawit hasil replanting yang mampu bertahan tahunan
sebagai tempat berkembang biak Oryctes rhinoceros

26
Tegakan kelapa sawit hasil underplanting sebagai tempat berkembang biak Oryctes rhinoceros (atas);
Hasil pencincangan batang kelapa sawit menjadi tempat berkembang biak Oryctes rhinoceros biasanya 2-3 bulan
setelah pencincangan (bawah)

27
Aplikasi tandan kosong
kelapa sawit sebagai mulsa
mempunyai dampak negatif
yaitu sebagai tempat
berkembang biak Oryctes
rhinoceros

28
Aplikasi bahan organik tandan kosong kelapa sawit pada sistem lubang tanam besar juga
berdampak negatif sebagai tempat berkembang biak Oryctes rhinoceros

29
3 Monitoring & Sensus
Pengendalian Oryctes rhinoceros pada perkebunan kelapa sawit
menggunakan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Sistem PHT ini
bertumpu pada kegiatan utama yaitu monitoring atau sensus populasi
Oryctes atau intensitas kerusakan tanaman kelapa sawit. Hasil sensus ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar pengendalian Oryctes rhinoceros. Ada
dua cara yang digunakan untuk melakukan monitoring Oryctes rhinoceros
yaitu berdasarkan populasi kumbang di lapangan dan berdasarkan serangan
baru atau intensitas kerusakan baru. Karena keduanya memiliki kelemahan,
sebaiknya dilakukan sekaligus pada saat sensus. Sensus berdasarkan
populasi kumbang lebih cepat dan mudah dilaksanakan serta dapat
mengetahui potensi ancaman kumbang pada masa yang akan datang.
Sedangkan kelemahannya adalah jumlah kumbang belum tentu berkorelasi
dengan kerusakan kelapa sawit di lapangan. Sensus berdasarkan kerusakan
atau gejala baru mempunyai kelebihan yaitu mengetahui kondisi faktual
kerusakan tanaman kelapa sawit, sedangkan kelemahannya adalah tidak
mengetahui stadia Oryctes rhinoceros sehingga potensi ancaman ke depan
tidak diketahui.

3.1. Sensus Populasi Kumbang


1. Sensus dilaksanakan dengan memasang feromon agregat yang
mampu menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon ini
berbahan aktif senyawa ethyl 4-methyloctanoate. Pemasangan
ferotrap yang berisi feromon ini dilakukan dengan dosis 1 sachet
untuk 2 ha. Pengamatan kumbang yang tertangkap dapat dilakukan
setiap 1 minggu.
2. Data kumbang yang tertangkap dianalisis sehingga diperoleh jumlah
kumbang tertangkap per ha per bulan. Data disusun untuk setiap
blok perkebunan kelapa sawit.
3. Batas ambang kumbang adalah 3 ekor kumbang tertangkap per
ferotrap per ha per bulan untuk TBM, sedangkan untuk TM adalah
20 ekor per ferotrap per ha per bulan.

30
Pemasangan ferotrap dalam rangka kegiatan sensus populasi Oryctes rhinoceros

3.2. Sensus Gejala Serangan Baru


1. Sensus gejala serangan baru Oryctes rhinoceros dilakukan setiap
bulan pada perkebunan kelapa sawit
2. Pengamatan dilakukan pada setiap blok perkebunan kelapa sawit
3. Pengamatan pada setiap blok dilakukan secara sampling sebanyak
143 sampel tanaman
4. Sampling yang digunakan menggunakan sistem diagonal terpilih
yang mewakili blok pengamatan tersebut
5. Pengamatan Intensitas Kerusakan menggunakan formula sebagai
berikut:
Kriteria serangan:
0 = Tidak ada gejala serangan baru
1 = Serangan baru atau kerusakan kurang dari 5% atau pelepah
yang digerek hanya 1-2 pelepah
2 = Serangan baru atau kerusakan 5-10% atau pelepah yang
digerek 3-5 pelepah
3 = Serangan baru dengan kerusakan tanaman 10 -25% atau
sebagian besar pelepah tergerek dan membentuk seperti kipas
4 = Serangan baru dengan kerusakan 25-50% atau sebagian
besar pelepah tergerek dan tanaman tampak kerdil
5 = Serangan berat dengan kerusakan lebih dari 50% atau pupus
terpuntir atau pupus tidak ada atau tanaman mati

31
Tanaman Sehat (Skor 0)

Gejala Serangan Skor 1

32
Gejala Serangan Skor 2

Gejala Serangan Skor 3

33
Gejala Serangan Skor 4

Gejala Serangan Skor 5

34
∑nxv
IS = ---------- x 100 %
NxV

IS = Intensitas serangan
n = Jumlah sampel pada kriteria tertentu yang diamati
v = Nilai skor pada sampel yang diamati
N = Jumlah semua sampel yang diamati
V = Nilai skor tertinggi pada metode tersebut (5)

Nomor Sampel Nilai Skor


1 5
2 0
3 0
4 1
5 0
6 2
7 3
8 0
9 4
10 1

(4 x 0) + (2 x 1) + (1 x 2) + (1 x 3) + (1 x 4) + (1 x 5)
IS = x 100%
10 x 5
= 32%

6. Batas ambang ekonomi yang digunakan adalah 5% untuk TBM


dan 10% untuk TM.

Monitoring populasi kumbang tanduk dilakukan bersamaan dengan


pelaksanaan pengendalian secara manual. Kumbang dan bekas gerekan
yang masih segar dicatat dan dihitung. Kumbang yang dijumpai pada
tanaman terserang juga diambil dengan kait dan dibunuh. Apabila
kumbang dan bekas gerekan segar yang dijumpai adalah 10/ha yang
setara dengan batas ambang 5% untuk TBM dan segera dilakukan
tindakan pengendalian.

35
4 Pengendalian
Secara umum pengendalian Oryctes rhinoceros yang selama ini telah
dilakukan meliputi: pengutipan larva dan kumbang, mengurangi breeding
site hama, aplikasi insektisida kimiawi, penggunaan jamur
entomopatogen Metarhizium anisopliae (Kallidas & Konchu, 2005;
Sudharto & Susanto, 2002), aplikasi virus (Bedford, 1981; Ramle et al.,
2005; Huger, 2005) serta pemanfaatan feromon agregat (de Chenon et
al., 1997; Utomo et al., 2006). Dalam skala yang luas hanya aplikasi virus
yang belum diterapkan. Keberhasilan pengendalian Oryctes rhinoceros
sangat tergantung pada kondisi kebun kelapa sawit. Suatu teknik
pengendalian belum tentu cocok untuk kondisi yang lain atau tempat
yang lain. Prinsip utama yang harus digunakan dalam mengendalikan
kumbang tanduk adalah tidak boleh menggantungkan pada salah satu
teknik pengendalian saja.

4.1. Kondisi Tanaman TBM


4.1.1.Penggunaan Feromon Agregat
Pengendalian ini langsung ditujukan pada kumbang Oryctes
rhinoceros yang secara langsung merusak tanaman kelapa sawit. Selama
ini pengendalian kumbang dengan pengutipan secara manual langsung
pada tanaman kelapa sawit tidak efektif dan efisien yang sangat
tergantung pada ketekunan petugas dan topografi kebun. Prestasi kerja
petugas sangat rendah, apalagi untuk daerah-daerah kebun yang tidak
baik infrastrukturnya.
Feromon yang digunakan untuk mengendalikan hama ini adalah
feromon agregat (ethyl 4-methyloctanoate) (Hallet et al., 1995; de
Chenon, 1996; Morin et al., 1996; Ginting et al., 1998). Kemampuan
feromon ini mampu menarik kumbang jantan maupun betina karena
kedua-duanya merupakan hama yang makan kelapa sawit. Feromon
produksi PPKS (FEROMONAS) dikemas dalam plastik berpori dengan
ukuran 200 µm sehingga di lapangan mampu bertahan selama 2-3 bulan
(Utomo et al., 2007).

36
FEROMONAS
(Feromon untuk pengendalian
Oryctes rhinoceros)

Pengendalian Kumbang Tanduk pada


Tanaman Kelapa Sawit & Kelapa

37
Kemasan Feromonas

Yang harus diperhatikan pertama kali dalam penggunaan feromon


adalah sebelum digunakan sebaiknya disimpan dalam freezer -18oC
sehingga tahan lama dan tidak ada masa kadaluwarsanya. Apabila akan
digunakan maka dibuka kemasannya dengan hati-hati. Karena feromon ini
dikemas dalam plastik berpori maka tidak perlu ditusuk dengan jarum yang
justru akan mempercepat penguapan feromon ini sehingga cepat habis.
Fungsi feromon adalah memerangkap kumbang Oryctes rhinoceros
sehingga tanpa feromon pun kumbang Oryctes akan datang ke kebun
kelapa sawit. Selain untuk monitoring atau sensus (Tobing et al., 2007,
Thomas, 2008), dalam hal ini feromon digunakan pemerangkapan massal
(mass trapping) (Chung, 1997; Utomo et al., 2006). Oleh karena itu perlu
strategi yang tepat dalam aplikasi feromon ini. Dosis yang digunakan untuk
pengendalian adalah 1 sachet per 2 ha, sedangkan untuk serangan yang
sangat berat dapat digunakan dosis 1 sachet per ha. Feromonas dapat
bertahan selama 2-3 bulan di lapangan.

38
Buka kemasan dan ambil sachetan feromon

Kaitkan kawat pada lubang yang telah ada

Pasang feromon pada ferotrap

39
Pemasangan ferotrap dengan sirip pengarah angin
untuk pemerangkapan massal Oryctes rhinoceros

Hasil tangkapan kumbang dengan


feromon pada satu malam

40
Ferotrap di atas terbuat dari ember plastik dengan volume 12 atau
25 liter. Tutup ember diletakkan terbalik dengan 5 lubang berdiameter
± 5 cm. Feromon dipasang pada bagian dalam tutup ember. Bagian
bawah ember dilubangi ± 0,5 cm sebanyak 4 lubang untuk jalan keluar
air hujan. Ferotrap ini dipasang pada tiang bambu setinggi ± 3-4 m.
Strategi pemasangan feromon harus harus tepat yaitu sebagai
berikut:
a. Feromon dipasang pada daerah dengan serangan tinggi misalnya
di pinggir jalan. Hal ini karena kumbang sangat tertarik oleh
cahaya atau lampu kendaraan yang lalu lalang pada malam hari
sehingga tidak heran apabila serangan Oryctes terberat di pinggir
jalan (Pasaribu & de Chenon, 2005).
b. Feromon dipasang pada daerah perbatasan dengan kebun lain
atau dengan areal pemukiman penduduk sehingga Oryctes dari
kebun atau perkampungan akan tertahan di ferotrap, demikian
juga Oryctes yang ada di dalam kebun kita akan tertarik keluar
menuju ferotrap.
c. Jangan sekali kali memasang ferotrap pada daerah yang belum
ada serangan Oryctesnya, karena justru akan mengundang
Oryctes untuk menyerang kelapa sawit. Hal ini dikarenakan tidak
semua kumbang akan masuk ke dalam ferotrap. Ada sekitar 10%
yang tidak masuk ke dalam ferotrap tetapi berada di sekitar
ferotrap.
d. Apabila suatu ferotrap yang dipasang dalam sekian lama tidak
memerangkap kumbang Oryctes segera dpindah ditempat lain
yang diprediksi memiliki populasi Oryctesnya tinggi.
e. Pemasangan feromon baik jumlah maupun frekuensi harus sesuai
dengan populasi Oryctes di lapangan (Susanto et al., 2007
sebagai contoh apabila jumlah kumbang mencapai 100.000 ekor
kumbang pasti tidak sanggup ditarik dengan 10 sachet feromon
yang hanya sekali pasang. Sebagai gambaran sebuah kebun
dengan luas 1.000 ha dengan serangan Oryctes sangat tinggi
dapat dikendalikan dengan memasang 500 ferotrap dalam waktu
4 kali pemasangan atau populasi dapat diturunkan dalam waktu
satu tahun. Artinya penggunaan feromon yang hanya sekali tidak
dapat mengendalikan Oryctes secara tuntas.

41
f. Tinggi pemasangan harus sesuai yang dianjurkan yaitu 3-4 m karena
karena kalau terlalu rendah sering terjadi gangguan dari orang.
g. Pemasangan feromon dikombinasikan dengan teknik pengendalian
yang lain misalnya pengutipan larva dan penggunaan insektisida.
Pada saat ini dikembangkan beberapa jenis ferotrap untuk
meningkatkan daya tangkap maupun untuk menekan biaya. Jenis – jenis
ferotrap sebagai berikut:
a. Ferotrap tipe tertutup, terbuat dari ember plastik dengan volume 12
liter. Ember memiliki tutup dan tidak dilubangi. Lubang ukuran 10 x
10 cm terletak pada ember sejumlah 3 buah dengan letak tidak ada
yang sejajar. Feromon dipasang pada bagian dalam tutup ember.
Bagian bawah ember dilubangi ±0,5 cm sebanyak 4 lubang untuk
jalan keluar air hujan. Ferotrap ini dipasang pada tiang bambu
setinggi ± 2,5 m.

42
b. Ferotrap tipe terbuka, terbuat dari ember plastik dengan volume 12 atau
25 liter. Pada bagian atas diletakkan 2 buah plat seng yang saling
dikaitkan sampai ± 30 cm di atas bibir ember. Pada bagian atas seng
dilubangi bentuk belah ketupat dengan sisi 10 cm sebagai tempat
pemasangan feromon. Bagian bawah ember dilubangi ± 0,5 cm
sebanyak 4 lubang untuk jalan keluar air hujan. Ferotrap ini dipasang
pada tiang bambu setinggi ± 2,5 m.

c. Ferotrap tipe tabung terbuat dari pipa PVC diameter 5 atau 6 inchi
setinggi 2 m. Pipa dilutbangi dengan ukuran 10 x 20 cm sebanyak 2
buah yang tidak saling berhadapan (1 agak ke atas, 1 agak ke bawah).
Feromon dipasang pada bagian atas pipa dengan kawat pengait. Bagian
bawah pipa dilubangi ± 0,5 cm sebanyak 3-4 lubang untuk jalan keluar
air hujan. Ferotrap ini dipasang dengan menancapkannya ke dalam
tanah. Pengamatan dengan mencabut pipa.

43
44
d. Ferotrap tipe tabung gantung terbuat dari pipa PVC diameter 5 atau 6
inchi setinggi 1 m. Pipa dilubangi dengan ukuran 10 x 20 cm sebanyak 2
buah yang tidak saling berhadapan (1 agak ke atas, 1 agak ke bawah).
Feromon dipasang pada bagian atas pipa dengan kawat pengait. Bagian
bawah pipa dilubangi ± 0,5 cm sebanyak 3-4 lubang untuk jalan keluar
air hujan. Ferotrap ini dipasang pada tiang bambu setinggi ± 2,5 m
(Prasetyo et al., 2009).

45
e. Ferotrap lainnya terbuat dari
botol air mineral sehingga
dari biaya menjadi sangat
murah dan menghindari
pencurian dari ferotrap yang
kita pasang. Desain ferotrap
ini ada yang satu botol dan
gabungan beberapa botol air
mineral. Hasilnya memang
masih lebih rendah dari jenis-
jenis ferotrap yang lain
(Rozziansha & Susanto,
2012).

4.1.2.Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi masih diperlukan dalam pengendalian hama
Oryctes ini karena tidak semua Oryctes yang ditarik feromon masuk dalam
ferotrap. Oleh karena itu penggunaan insektisida untuk 6 tanaman di
sekeliling feromon menjadi wajib dilaksanakan. Dengan demikian,
penggunaan insektisida tidak harus digunakan untuk semua tanaman
kelapa sawit.
Insektisida yang banyak digunakan
adalah yang berbahan aktif karbosulfan
atau sipermetrin. Insektisida berbahan
aktif karbosulfan biasanya diaplikan
dengan cara ditabur dengan dosis 5-10
gram per tanaman dengan frekuensi
tergantung pada musim. Pada musim
kemarau frekuensi aplikasi berkisar 2-3
minggu sekali, sedangkan pada musim

46
Aplikasi insektisida karbosulfan pada tanaman kelapa sawit (atas)
Alat aplikasi tambahan insektisida karbosulfan (bawah)

47
Kelebihan pengendalian secara kimiawi adalah teknik ini langsung
mematikan kumbang Oryctes rhinoceros apabila terjadi kontak antara
kumbang dengan insektisida. Sedangkan kelemahannya adalah biaya yang
mahal dan relatif mencemari lingkungan.

4.1.3.Pengutipan Larva
Teknik pengendalian dengan pengutipan larva sangat diperlukan untuk
memutus siklus hidup Oryctes rhinoceros. Teknik ini biasa sangat efektif
menurunkan populasi Oryctes pada siklus berikutnya. Pada tanaman TBM,
tempat berkembang biak Oryctes adalah rumpukan hasil replanting yang
umumnya masih bertahan sampai umur 5 tahunan.

Kegiatan pengutipan larva Oryctes pada rumpukan batang kelapa sawit

48
Kegiatan pengutipan larva Oryctes pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit (atas);
Kegiatan pengutipan larva Oryctes pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit pada lubang tanam besar (bawah)

49
Hasil pengutipan
larva Oryctes
rhinoceros sebaiknya
digunakan sebagai
bahan perbanyakan
jamur Metarhizium
anisopliae. Apabila
larva-larva ini sudah
terinfeksi
Metarhizium
sebaiknya
diaplikasikan lagi ke
lapangan pada
tandan kosong
Hasil pengutipan larva Oryctes rhinoceros

4.1.4.Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati Oryctes rhinoceros yang biasa digunakan adalah
dengan jamur Metarhizium anisopliae (Tey & Ho, 1995; Sivapragasam & Tey,
1995; Ramle et al., 1999; Ramle et al., 2005) dan Baculovirus oryctes. Untuk
aplikasi virus saat ini belum digunakan secara luas di perkebunan kelapa
sawit. Jamur Metarhizium dapat diproduksi sendiri dengan menggunakan
larva-larva Oryctes yang terkumpul pada saat pengutipan larva. Cara aplikasi
dapat secara tabur atau dengan penyemprotan tergantung pada formula
yang tersedia.

50
Proses infeksi atau masa inkubasi Metarhizium anisopliae adalah 7- 14 hari

A B

A. Kumbang Oryctes yang tidak terinfeksi Baculovirus


B. Kumbang Oryctes rhinoceros yang terinfeksi Baculovirus oryctes

51
Untuk lebih meningkatkan
efektivitas jamur Metarhizium
biasanya dilakukan aplikasi
ulang yaitu setiap 3 bulan. Hal
ini akan menambah peluang
terjadinya kontak antara
jamur dengan larva pada
stadianya berbeda-beda.
Aplikasi Metarhizium biasanya
Contoh produk jamur Metarhizium anisopliae
dalam formulasi tablet dengan aplikasi penyemprotan

Aplikasi jamur Metarhizium anisopliae pada rumpukan


batang kelapa sawit sekaligus pengutipan larva

52
Aplikasi jamur Metarhizium anisopliae formulasi butiran (atas);
Larva Oryctes rhinoceros yang terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae (bawah)

53
4.1.5. Pengendalian fisik dan mekanik
Populasi larva Oryctes yang terlalu banyak pada tanaman TBM yang
tidak memungkinkan untuk dilakukan pengutipan larva maka dapat
dilakukan tindakan pengendalian secara fisik dan mekanik dengan
menggunakan alat berat. Pada tempat-tempat yang dicurigai sebagai
tempat berkembang biak Oryctes yang biasanya tandan kosong kelapa
sawit, rumpukan batang kelapa sawit, tunggul tanaman lain, serta tanah
gambut dilakukan pelindasan dengan menggunakan alat berat sekaligus
membongkar gundukan-gundukan yang besar dan selanjutnya dilakukan
pengutipan larva hidup secara manual.

Kegiatan pengendalian Oryctes rhinoceros dengan menggunakan alat berat

4.2. Kondisi Tanaman TM


Dengan kondisi tanaman yang sudah tinggi maka tindakan
pengendalian yang dapat diterapkan pada tanaman TM adalah:

4.2.1.Pemasangan Feromon Agregat


Apabila populasi kumbang sudah tinggi dan kerusakan tanaman sudah
sangat berat maka tindakan pengendalian dengan feromon merupakan
tindakan yang tepat. Pemasangan feromon ini sudah tidak lagi sebagai
monitoring Oryctes tetapi sudah kategori tindakan pemerangkapan massal.
Strategi dan cara pemasangan feromon seperti pada tanaman TBM.

54
A. Pemasangan ferotrap pada tanaman TM di perbatasan kebun; B. Pemasangan ferotrap pada tanaman TM
di dalam kebun kelapa sawit

4.2.2. Pengutipan larva


Pengutipan larva dilakukan pada tempat Oryctes berkembang biak yaitu
tanaman mati baik yang sudah tumbang maupun yang masih berdiri yang
telah membusuk. Tanaman yang mati ini biasanya akibat terserang penyakit
Ganoderma dan apabila sudah terjadi pembusukan Oryctes akan datang
untuk meletakkan telurnya. Pada beberapa kasus pada tanaman yang masih
berdiri pun sering dijumpai larva Oryctes pada potongan pelepah yang
banyak mengandung bahan organik.

Tanaman kelapa sawit mati


karena penyakit Ganoderma
sebagai tempat berkembang biak
Oryctes rhinoceros

55
Tanaman kelapa sawit yang masih hidup dengan pelepah yang banyak
mengandung bahan organik juga sebagai tempat berkembang biak Oryctes

4.3. Kondisi Replanting


Jika kebun akan mengadakan replanting maka langkah-langkah berikut
adalah akan sangat mengurangi serangan Oryctes pada tanaman baru hasil
tanam ulang:

4.3.1.Melakukan pencincangan batang kelapa sawit lama.


Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mempercepat pelapukan batang
kelapa sawit sehingga tidak dijadikan tempat berkembang biak Oryctes
dalam waktu yang sangat lama, apalagi tindakan sesuai dengan kelayakan
zero burning (Ho, 1996; Liau & Ahmad, 1991). Pencincangan sebaiknya
dilakukan pada musim kemarau untuk menghindari peletakan telur Oryctes.
Pelapukan cincangan batang kelapa sawit biasanya terjadi pada 2-3 setelah
proses pencincangan dan biasanya pada fase ini Oryctes mulai melakukan
peletakan telur. Oleh karena itu tindakan pencincangan batang kelapa sawit
ini harus diikuti oleh tindakan pengendalian yang lain. Apabila pada fase ini
bibit kelapa sawit langsung ditanam dan tidak ada tindakan pengendalian
lain maka biasanya serangan Oryctes pada tanaman muda akan sangat
tinggi dan sangat merusak.

56
Pencincangan atau chipping batang kelapa sawit

4.3.2. Pemberaan dan percepatan pelapukan


cincangan batang kelapa sawit
Pemberaan selama kurang lebih 2-3 bulan ini adalah untuk memberikan
waktu pelapukan batang kelapa sawit serta sanitasi dengan sinar matahari
terhadap tanah hasil pengolahan tanah. Untuk mempercepat pelapukan
dapat dilakukan dengan penyiraman dengan pupuk urea atau
menggunakan bakteri atau jamur pelapuk batang kelapa sawit.

4.3.3.Pembibitan dan penanaman Mucuna bracteata


Pada saat yang bersamaan dengan pemberaan dipersiapkan pembibitan
Mucuna bracteata sebagai kacangan penutup tanah. Penggunaan Mucuna
ini selain sebagai pengendali gulma juga akan menutup hasil cincangan
batang kelapa sawit sehingga Oryctes akan terhalang dalam meletakkan
telurnya.

57
Pembibitan Mucuna bracteata pada lahan replanting

4.3.4. Penanaman bibit kelapa sawit


Penanaman bibit kelapa sawit dilakukan kira-kira 4-6 bulan setelah
pencincangan. Penanaman ini diusahakan pada musim penghujan. Pada
kondisi ini, Mucuna bracteata sudah mulai tumbuh menyebar dan tidak
begitu lama akan menutup seluruh areal replanting.

Penanaman Mucuna bracteata pada areal replanting

58
4.3.5. Aplikasi jamur Metarhizium anisopliae
Pada kondisi tanaman sudah ditanam dalam kurun waktu 4-6 bulan ini,
Mucuna bracteata belum menutup seluruh areal dan kondisi hasil
pencincangan sudah melapuk sehingga Oryctes berpeluang untuk
meletakkan telurnya pada cincangan batang kelapa sawit. Oleh karena itu,
untuk mengendalikan larva yang kemungkinan sudah ada dapat dicegah
dengan aplikasi jamur Metarhizium anisopliae seperti pada aplikasi di
tanaman TBM.

Kondisi tanaman hasil replanting setelah 8-9 bulan pencincangan

4.3.6.Pemasangan ferotrap
Apabila kacangan penutup tanah sudah menutup maka tindakan untuk
melakukan monitoring populasi Oryctes rhinoceros adalah dengan
menggunakan feromon agregat sekaligus penangkapan kumbang yang
sudah ada. Strategi dan teknik pemasangan ferotrap seperti pada kondisi
tanaman TBM.

4.4. Kondisi Lahan Gambut


Kondisi lahan gambut mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
lahan mineral yaitu sebagian besar dapat sebagai tempat berkembang biak
Oryctes rhinoceros. Oleh karena itu pengendalaian Oryctes di lahan gambut
relatif lebih sulit karena populasi biasanya lebih besar dan dengan serangan
lebih berat. Pengendendalian yang dapat dilakukan adalah:

59
4.4.1. Penggenangan sementara areal
Kebun kelapa sawit pada lahan gambut biasanya dapat diatur muka air
tanahnya. Oleh sebab itu, kebun kelapa sawit dengan serangan tinggi dapat
dilakukan penggenangan areal selama 3-4 hari dengan menutup beberapa
pintu air. Tujuan dari teknik penggenangan ini adalah merendam larva yang
ada di dalam tanah gambut.

4.4.2. Pemasangan instalasi perangkap organik


Instalasi perangkap organik di sini adalah satu sistem perangkap yang
terdiri dari 5 ton tandan kosong kelapa sawit yang diletakkan pada areal
tertentu yang mudah dijangkau, kemudian dipasang ferotrap yang berisi
feromon, aplikasi insektisida pada tanaman sekeliling ferotrap, aplikasi
Metarhizium pada tandan kosong tersebut, dan pengutipan larva pada
tandan kosong tersebut (Simanjuntak & Susanto, 2010; Sudharto et al.,
2001). Biasanya dosis pemasangan pemerangkapan organik ini adalah per
ha atau per 2 ha. Tujuan pemasangan perangkap organik ini adalah untuk
mengarahkan Oryctes untuk berkembang biak sehingga tindakan terpadu
mudah dilaksankan dan terarah.

Instalasi perangkap organik atau organic trap Oryctes rhinoceros pada lahan gambut

60
4.4.3. Pengutipan larva
Tindakan pengutipan larva sangat diperlukan baik pada perangkap
organik maupun pada tempat-tempat yang dicurigai banyak larvanya.
Pengutipan larva yang dilakukan sama seperti pada tanah lahan mineral.

4.4.4. Aplikasi Metarhizium anisopliae


Aplikasi jamur Metarhizium dilakukan pada perangkap organik.
Sedangkan pada lahan di sekitar perangkap organik dilakukan aplikasi
dengan jamur Metarhizium hasil produksi dari perangkap organik. Teknik
aplikasi sama dengan teknik pada tanaman TBM.

4.4.5. Pemasangan feromon agregat


Apabila serangan sangat berat dan populasi Oryctes sangat tinggi maka
perlu pemasangan feromon dengan dosis 1 sachet per ha atau 1 sachet per
2 ha. Strategi dan teknik pemasangan feromon sama dengan pada waktu
tanah mineral tanaman TBM.

61
4.4.6. Pemasangan light trap
Apabila serangan Oryctes sudah sangat berat dan populasi sudah sangat
tinggi maka selain semua tindakan di atas maka perlu dilakukan
pemerangkapan kumbang dengan cahaya atau light trap. Pemasangan light
trap dapat dilakukan secara berpindah-pindah baik menggunakan lampu
petromak atau lampu listrik dengan generator listrik.

Pemasangan light trap dilakukan pada tepi jalan

62
5 Penutup
Pada saat ini status hama Oryctes rhinoceros
meningkat dari sebelumnya yang kalah dengan ulat api
dan ulat kantung menjadi hama mayor di perkebunan
kelapa sawit. Serangan tidak hanya di tanaman hasil
replanting tetapi juga tanaman kelapa sawit generasi
satu. Tidak hanya mampu menyerang tanaman belum
menghasilkan (TBM) tetapi juga mampu menyerang
tanaman menghasilkan (TM). Dengan demikian ada
beberapa kebun yang melakukan replanting karena
serangan berat pada tanaman menghasilkan.
Perkembangan Oryctes juga sangat cepat, apalagi
makanan dan tempat berkembang biak selalu tersedia
secara melimpah. Pengembang areal kelapa sawit
khususnya di lahan gambut akan menambah tempat
berkembang biak dari hama ini. Sehingga tidak heran
banyak kebun kelapa sawit lahan gambut banyak
terserang Oryctes rhinoceros.
Meskipun demikian, hama ini dapat dikendalikan jika
mengikuti strategi yang tepat. Strategi yang pertama
adalah tidak menerapkan satu strategi saja atau single
strategy. Yang kedua adalah pengendalian harus sesuai
dengan kondisi kebun. Pada kondisi kebun TBM yang
dilakukan untuk mengendalikan Oryctes adalah
pemasangan feromon, pengendalian kimiawi dengan
karbosulfan, pengutipan larva, aplikasi Metarhizium
anisopliae, dan pengendalian secara fisik-mekanik dengan alat berat jika
memungkinkan. Pada kondisi kebun TM yang dapat dilakukan adalah
pemerangkapan kumbang dengan feromon dan pengutipan larva pada
tanaman mati yang telah lapuk baik yang tumbang maupun yang masih
berdiri. Apabila sedang melakukan kegiatan replanting tindakan untuk

63
tindakan monitoring sekaligus pemerangkapan kumbang. Sedangkan pada
lahan gambut tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah
penggenangan areal selama 3-4 hari, pemasangan perangkap organik atau
organic trap, pengutipan larva, aplikasi Metarhizium anisopliae,
pemasangan feromon agregat, dan pemasangan light trap.
Apabila tindakan pengendalian di atas dilaksanakan secara disiplin
biasanya Oryctes rhinoceros terkendali dengan baik. Produktivitas kelapa
sawit akan tidak terjadi penurunan atau tidak tertundanya masa TM. Jika
ada populasi Oryctes biasanya sudah di bawah ambang ekonomi.

64
Daftar Pustaka
Bedford, G.O. 1976. Obsevations on the biology and ecology of Oryctes
rhinoceros and Scapanes australis: pests of coconut palms in
Melanesia. J. Aust. Ent soc., 1976, 15:241-251.
Bedford, G.O .1980. Biology, ecology and control of palm rhinoceros beetles.
Annual Review of Entomology, 25:309–339.
Bedford, G.O. 1981. Control of the rhinoceros bettle by Baculovirus. In
Microbial Control of Pest and Palnt Disease 1970-1980. 1981. pp.
409-426
Chung, G.F. 1997. The bioefficacy of the aggregation pheromone in mass
trapping of Oryctes rhinoceros (L) in Malaysia. The Planter,
73(852):119-127.
Chung, G.F., S.S. Chesh, & R. Balasubramanian.1999. Effect of pest damage
during immature phase on the early yield of oil palm. Proceeding of
the 1999 PORIM International Palm Oil Congress (Agriculture).
de Chenon, R.D., Asmady, & Sudharto. 2001. New improvement of
pheromone traps for the management of the rhinoceros beetle in oil
palm plantations. Proceedings of Agriculture, Biotechnology and
Sustainability Conference. MPOB. Malaysia. Hal: 624- 632
de Chenon RD., C.U. Ginting, & A. Sipayung. 1997. Pengendalian kumbang
Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa sawit secara terpadu.
Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, p 9-31.
de Chenon, R.D. 1996. New control of the rhinoceros beetle with
pheromones, Oryctes rhinoceros (Coleoptera, Scarabaeidae,
Dynastidae). , pp. 1-3, Oil Palm Seminar., Pekanbaru, Riau.
Dhileepan, K. 1988. Incidence and intensity of rhinoceros beetle infestation in
oil palm plantations in Kerala. Journal of Plantation Corps. 16:126-
129.
Gillot, C .2005. Entomology. Third Edition. Springer, Canada.
Ginting, C.U., Sudharto & A. Sipayung, 1998. Pengendalian kumbang Oryctes
rhinoceros (L.) (Coleoptera : Scarabaeidae) pada kelapa sawit dengan
menggunakan feromon. Disajikan pada Evaluasi Hasil Penelitian
Unggulan Pusat Penelitian Perkebunan, 23-24 Februari 1998 di
Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, Palembang, p1-15.
Gries, G., R. Gries, A.L. Perez, C. Oehlschlager, L.M. Gonzales, H.D. Pierce, M.
Zebeyou, & B. Kouame.1994. Aggregation pheromone of the

65
african rhinoceros beetle, Oryctes monoceros (Olivier) (Coleoptera:
Scarabaeidae). Zeitschrift fur Naturforsch, 49:363–366.
Hallett, R. H., A. L. Perez, G. Gries, R. Gries, H. D. Pierce, J. Yue, C. Oehlsclager,
L. M. Gonzalez, & J. H. Borden. 1995. Aggregation pheromone of
the coconut rhinoceros beetle Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera:
Scarabaeidae). Journal of Chemical Ecology 21: 1549-1570.
Ho, C. T. 1996. The integreated management of Oryctes rhinoceros (L.)
populations in the zero burning environment, pp. 336-368,
Proceeding PORIM International Palm Oil Congress, Malaysia.
Huger, A.M. 2005. Virus: Its detection, identification, and implementation in
biological control of the coconut palm rhinoceros beetle, Oryctes
rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). Journal of Invertebrate
Pathology 89 (1): 78-84.
Jackson, T A & M.G. Klein.2006. Scarabs as pests: a continuing problem.
Coleopt. Bull, 60: 102 – 119.
Jacquemard, J.C., H. E. Suryana, Asmady, & R. D. d. Chenon. 2002. Oil palm
(Elaeis guineensis) and Oryctes rhinoceros: planting material effect,
International Oil Palm Conference. Indonesian Oil Palm Research
Institute, Bali Indonesia.
Jumar. 2000. Entomologi Serangga. PT. Rineka Cipta, Jakarta
Kalidas, P. and B.M. Konchu, 2005. Success story of commercialization of
bioagents of insect pests and diseases of oil palm in India.
Proceeding of the PIPOC International Palm Oil Congress
(Agriculture, Biotechnology and Sustainability)
Kalshoven, L.G.E & V. D. Laan. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar
Baru – van Hoeve, Jakarta. 570 hal.
Kamarudin, N. & M.B. Wahid. 1997. Status of rhinoceros beetle, Oryctes
rhinoceros (Coleoptera : Scarabaeidea) as a pest of young oil palm in
Malaysia. The Planters, 73 (850) : 5-21.
Kamarudin, N., M.B. Wahid & R. Moslem. 2005. Environmental factors
affecting the population density of Oryctes rhinoceros in a zero-burn
oil palm replant. Journal of Oil Palm Research Malaysia 17(1): 53-
63.
Kamarudin, N. & M.B. Wahid. 2004. Immigration and activity of Oryctes
rhinoceros within a small oil palm replanting area. Journal of Oil
Palm Research Malaysia 16(2): 64-77.
Latch, G.C.M. & R.E. Fallon. 1976. Studies the Use of Metarhizium anisopliae
to control Oryctes rhinoceros. Entomophaga, 21(1): 31 – 38.

66
Liau, S.S. & A. Ahmad. 1991. The Control of Oryctes rhinoceros by Clean
Clearing and its Effect of Early Yields in Palm to Palm Replants.
Proceeding of the 1991 PORIM International Palm Oil Development
Conference, module II-Agriculture (B. Yusof et al. Eds). Palm Oil
Research Institude of Malaysia. p. 396-406.
Liew, V.K., & A. Sulaiman. 1995. Penggunaan tanaman penutup bumi dalam
kawalan pembiakan kumbang badak (Oryctes rhinoceros) di
kawasan penanaman semula- penemuan masakini. Kemajuan
Penyelidikan, Bil. 22. FELDA Kuala Lumpur.
Mahmud, Z. 1989. Pengendalian kumbang kelapa secara terpadu. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balit Kelapa. Ditjenbun, Dit.
Perlindungan Tanaman Perkebunan, Jakarta.
Mariau, D., R. Desmier de Chenon & Sudharto. 1991. Les insectes ravageurs
du palmier a huile et leurs ennemis en Asie du Sud-est. Oleagineux
Vol. 46 (11) : 400-476.
Mendoza, A.F., 1992. Mass production, application and formulation of
Metarhizium anisopliae for control of sugarcane froghopper,
Mahanarva posticata in Brazil. In Lomer, C.J. and Prior, C (eds).
Biological Control of Locust and Grasshoppers, CAB International.
Wallingfort. Oxon. p. 239-244.
Morin, J. P., D. Rochat, C. Malosse, R. D. d. Chenon, & H. Wibowo. 1996.
Ethyl-4-methyloctanoate, major component of Oryctes rhinoceros (
Coleoptera; Dynastidae) male pheromones. Comptetive Rendus
Academie des Sciences Paris 319: 595-602.
Oehlschlager, C .2004. Current status of trpping palm weevil and beetles.
Proceeding of the Date Palm Regional Workshop on Ecosystem Base
on IPM for Date Palm in the Gulf Countries UEA University.
Ooi, P.A.C. 1988. Insect in Malaysian Agriculture. Kuala Lumpur. Malaysia
Tropical Press. 103pp.
Pasaribu, H. & R. D. de Chenon. 2005. Strategi Pengendalian Hama Oryctes
rhinoceros di PT. Tolan Tiga Indonesia. Prosiding Pertemuan Teknis
Kelapa Sawit 2005. Halaman 106. Yogyakarta.
Pracaya, 2009. Hama Dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prasetyo, A .E., A. Susanto, C. Utomo & T. Herawan.2009. The new
pherotraps designs to catch Oryctes rhinoceros in oil palm
plantations. Proceeding of IOPC 2009, Yogyakarta, Indonesia.
Ramle,M., M.B. Wahid, N. Kamarudin, S. Mukesh & S.R.A. Ali, 1999. Impact
of Metarhizium anisopliae (Deutromycotina: Hyphomycetes) Applied
by Wet and dry Inoculum on Oil Palm Rhinoceros Beetles, Oryctes

67
rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). Journal of Oil Palm Research
2 : 25-40.
Ramle, M., M.B. Wahid, N. Kamarudin, S.R.A. Ali, Ang Ban Na & N.H. Hamid,
2005. Commercialization of Metarhizium anisopliae for Biocontrol of
Oil Palm Rhinoceros Beetle, Oryctes rhinoceros. Proceeding of the
PIPOC International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology
and Sustainability) 2005, MPOB, Selangor, Malaysia. 25–29
September 2005. p. 285-298.
Ramle, M., M. B. Wahid, K. Norman, T. R. Glare, & T. A. Jackson. 2005. The
incidence and use of Oryctes virus for control of rhinoceros beetle in
oil palm plantations in Malaysia. Journal of Invertebrata Pathology
89: 85-90.
Reddy, G.V.P & A. Guerrero. 2004. Interactions of insect pheromones and
plant semiochemicals. Trends in Plant Science 9 (5): 1360-1385.
Rochat, D., P. Nagnan-Le- Meillour, J.P. Morin, & C. Descoins. 2000.
Identification of pheromone synergists in American palm weevil,
Rhynchophourus palmarum, and attraction of related dynamics
boras. Journal of Chemical Ecology 26: 155-188.
Rozziansha, T.A.P. & A. Susanto. 2011. Desain Ferotrap Murah Dalam
Memerangkap Kumbang Oryctes rhinocerosdi Perkebunan Kelapa
Sawit. Seminar Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor. 2011.
Sadakhatulla, S & T.K.A. Ramachandran. 1990. A Novel Method to Control
rhinoceros beetle, Oryctes rhinoceros L in Coconut. Indian Coconut
Journal Cochin, 21:7-8, 10-12.
Samsudin, A, P.S. Chew & M.M. Mohd. 1993. Oryctes rhinoceros: breeding
and damage on oil palm to oil palm replanting situation. The Planter,
69(813): 583-591.
Simanjuntak, D. , A. Susanto, A.E. Prasetyo, & Y. Sebayang. 2011.
Pemanfaatan Organic Trap Sebagai Pengendali Oryctes rhinoceros
Secara Terpadu Di Perkebunan Kelapa Sawit . Prosiding seminar PEI
Bandung. 2011.
Sipayung, A. 1992. Pengaruh serangan Oryctes rhinoceros terhadap
pengalihan status tanaman kelapa dari belum menghasilkan ke
menghasilkan. Bulletin Puslitbun Marihat 12(1) Februari 1992,
Marihat Ulu, Pematang Siantar.
Sivapragasam, A & Tey, C C .1995. Susceptibility of Oryctes rhinoceros (L.)
larvae to three isolates of Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorokin.
MAPPS Newsletter, 18(2): 13-14

68
Sivapragasam, A, A. Arikiah & C.A. Ranjit. 1990. the red striped weevil,
Rhynchoporus scach Olivier (Coleoptera:Curculionidae): an Increasing
menace to coconut palm in hilir Perak. The Planter. 66:113-123.
Subyanto & S. Achmad. 1991. Kunci determinasi serangga. Kanisius,
Yogyakarta.
Sudharto Ps., R.Y. Purba, D. Pochat & J. P. Morin, 2001. Synergy between
empty oil palm fruit bunches and synthetic aggregation pheromone
(ethyl 4-methyloctanoate) for mass trapping of Oryctes rhinoceros
beetle in oil palm plantations in Indonesia. Proceeding of the PIPOC
International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology and
Sustainability) 2005, MPOB, Selangor, Malaysia. 25–29 September
2005. p. 661-554.
Sudharto Ps., A. Susanto, Z.A. Harahap & E. Purnomo. 2000. Pengendalian
kumbang tanduk Oryctes rhinoceros pada tumpukan tandan kosong
kelapa sawit. Pros. Pert. Teknis Kelapa sawit III, tahun 2000, PPKS,
3-4 Oktober 2000. p. 51-61.
Sudharto, P. S., & A. Susanto. 2002. Utilization of entomopathogenic fungus
Metarhizium anisopliae as bio-insecticide against larvae of Oryctes
rhinoceros on empty oil palm fruit bunch mulch in the oil palm
plantation, pp. 514-519, Proceeding of International Oil Palm
Conference. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Bali Indonesia.
Sudharto.1990. Hama Kelapa Sawit. PPM Marihat, Marihat, Pematang Siantar.
Susanto, A., C. Utomo, T. Herawan, & A.E. Prasetyo. 2007. The utilization of
double aggregation pheromones to control rhinoceros beetle and
red palm weevil in oil palm plantation. Paper read at PIPOC
International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology and
Sustainability), at Selangor Malaysia.
Susanto, A., C. Utomo, T. Herawan, & AP. Dongoran. 2007. Peranan feromon
agregat sintetik dalam pengurangan populasi kumbang Oryctes
rhinoceros pada perkebunan kelapa sawit. Seminar PEI Cabang
Bandung, 27 Januari 2007.
Susanto, A., Purba, R Y & Prasetyo, A E. 2010. Hama dan Penyakit Kelapa
Sawit Volume 1. PPKS Press, Medan.
Susanto, A., Sudharto Ps, & Fahridayanti. 2005. Konservasi dan perbanyakan
musuh alami, hama, penyakit dan gulma kelapa sawit, Seri Buku
Saku, PPKS, 2005. p. 15-18.
Susanto, A. & J. Brahmana. 2008. Serangan Oryctes rhinoceros pada tanaman
kelapa sawit menghasilkan (TM). WARTA PPKS volume 16 nomor 1
(1-7).

69
Tey, C.C. & C.T. HO. 1995. Infection of Oryctes rhinoceros (L) by application of
Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorokin to breeding site. The
Planter, 71 (837): 563 -567.
Thomas C.B. 2008. Use of pheromones in IPM. Integrated Pest
Management, ed. Edward B. Radcliffe, William D. Hutchison and
Rafael E. Cancelado. Cambridge University Press.
Tobing, M.C., D. Bakti, A. Susanto & H. Saragih. 2007. The Use of pheromone
trap and net to monitor and control of Oryctes rhinoceros
(Coleoptera: Scarabidae) on oil palm. Kongres VII Dan Seminar
Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) di Bali, 25 – 27
Juli 2007.
Utomo, C., T. Herawan, & A. Susanto. 2007. Feromon: era baru pengendalian
hama ramah lingkungan di perkebunan kelapa sawit. Jurnal
penelitian kelapa sawit, Medan. 15(2):69 – 82.
Utomo, C., T. Herawan & A. Susanto, 2006. Mass Trapping of Oryctes
rhinoceros in oil palm by using synthetic pheromone. Proceeding of
IOPC 2006, Bali, Indonesia. 21-23 Juni 2006.
Wood, B.J. 1968. Pests of oil palm in Malaysia and their control. Inc. Soc. of
Planters, Kuala Lumpur. 204 p.

70
BIOGRAFI
Dr. Ir. Agus Susanto, M.P. lahir di
Brengosan, Sumberadi, Mlati - Sleman,
Yogyakarta, 25 Maret 1971, merupakan
putra dari Alm. Hadi Wiyono dan Almh.
Sulastri, pada saat ini sebagai peneliti
Proteksi Tanaman Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS), menamatkan pendidikan
SD Negeri Gabahan, SMP Negeri Mlati
Tlogoadi, SMA Negeri 1 Sleman, S-1
Penyakit Tumbuhan UGM tahun 1995, S-
2 Penyakit Tumbuhan UGM (Beasiswa
URGE Dikti-Bank Dunia) tahun 1997, dan
S-3 Penyakit Tumbuhan IPB tahun 2002
(Beasiswa URGE Dikti-Bank Dunia) .
Sebelum masuk PPKS, suami dari Dr.
Sri Wening dan ayah dari Aulia Gusning
Ati dan Amalia Sawita Linuwih ini telah
aktif di bidang penelitian, sehingga pernah mendapatkan penghargaan sebagai
Mahasiswa Berprestasi UGM dan sebagai Peneliti Muda Terbaik Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia (PFI) tahun 1998, dan pada tahun 2007 terpilih sebagai
peneliti PPKS berprestasi. Saat ini aktif di bidang penelitian maupun bidang usaha
PPKS. Kegiatan ilmiah yang digeluti saat ini antara lain Ketua Kelompok Peneliti
Proteksi Tanaman PPKS, Peneliti Madya yang aktif menulis di jurnal dan pertemuan
ilmiah (diantaranya PFI, PEI, HIGI) dalam dan luar negeri. Selain itu juga menjadi
anggota dewan redaksi jurnal ilmiah yakni Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. Kegiatan
di bidang usaha antara lain produksi massal agens hayati hama dan penyakit kelapa
sawit. Penelitian dan kegiatan komersial yang menonjol adalah: Pemacuan
produksi massal dan komersialisasi agens hayati hama dan penyakit kelapa sawit
sebagai upaya mempercepat implementasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada
perkebunan kelapa sawit.
Berikut ini beberapa buku yang telah ditulis antara lain: 1) Penyakit-Penyakit
Infeksius pada Kelapa Sawit, 2) Penyakit-Penyakit Eksotis pada Kelapa Sawit, 3)
Hama-Hama Vertebrata Kelapa Sawit, 4) Konservasi dan Perbanyakan Musuh Alami
Hama Penyakit dan Gulma Kelapa Sawit, 5) Mucuna bracteata sebagai Tanaman
Pengendali Gulma, 6) Elaeidobius kamerunicus : Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit,
7) Menangani Penyakit Mematikan (Ganoderma boninense) pada Perkebunan
Kelapa Sawit, dan 8) Seri Buku Pintar : Hama dan Penyakit Kelapa Sawit
E-mail: marihat_agus@yahoo.com (hp: 0812 6466550).

71
72

Anda mungkin juga menyukai