Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/
tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute Dialysis Quality Initia-
tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada
tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal
menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam,
sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat
menggambarkan patologi gangguan ginjal.
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut (AKI)
harus mencakup: 1) sebuah assessment penyebab yang berkontribusi dalam
cedera ginjal, 2) penilaian terhadap perjalanan klinis termasuk komorbiditas, 3)
penilaian yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-langkah terapi yang
tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah memburuknya fungsional
atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal pasien dengan AKI klasik
termasuk perbedaan antara prerenal, renal, dan penyebab pasca-renal.
Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya
pada tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia
belum mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang
perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Baru pada
tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia menetapkan Undang-undang No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang tertuang
dalam Konvensi Hak-hak Anak.
Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya
penyalahgunaan anak (abuse), eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai
tindakan kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, psikologi, dan sosial
anak. Keadaan ini, tentunya sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara
Indonesia, karena anak dari aspek agama merupakan amanah dan karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa yang harus dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan–
Nya. Dari aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi penerus

1
perjuangan bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu,
diperlukan upaya-upaya yang akan memberikan perlindungan khusus kepada anak-
anak Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu Program
Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai tindak lanjut Sidang Umum PBB yang
melahirkan deklarasi “ A World Fit For Children“.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar akut kidney injury dan child abuse?
2. Bagaimana peran pelayanan kesehatan delam menghadapi atau menyikapi
masalah akut kidney injury dan child abuse?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum untuk memenuhi tugas mata kuliah kegawat daruratan (KGD)
2. Untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan tentang akut kidney
injury dan child abuse.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Akut Kidney Injury


Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu)
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute Dialysis Quality Initia- tive
(ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002
sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi
kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan
penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan
patologi gangguan ginjal.

Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut (AKI)
harus mencakup: 1) sebuah assessment penyebab yang berkontribusi dalam
cedera ginjal, 2) penilaian terhadap perjalanan klinis termasuk komorbiditas, 3)
penilaian yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-langkah terapi yang
tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah memburuknya fungsional
atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal pasien dengan AKI klasik
termasuk perbedaan antara prerenal, renal, dan penyebab pasca-renal.

Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi


ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini
dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea
nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat
mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke
deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.

 Child Abuse
a. Menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare child abuse
merupakan tidakan kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan
penelantaran terhadap anak dibah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang terancam.

3
b. Menurut Harry Kempe dkk (1992), child abuse merupakan the battered child
syndrome yang hanya terbatas pada anak-anak yang mendapatkan perlakuan salah
secara fisik yang bersifat ekstrem atau membahayakan anak-anak.
Jadi child abuse merupakan suatu tidak kekerasan kekerasan (fisik dan/atau
mental), eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam tulisan ini
selanjutnya disebut anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan
situasi anak yang sulit tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan
perlindungan khusus.
B. Klasifikasi
1. Akut kidney injury
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari
3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau
kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal

dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti terlihat


dalam tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007

Peningkatan Penurunan

Kategori Kriteria UO
SCr LFG

Risk >1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>6 jam

Injury >2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>12 jam

Failure >3,0 kali nilai dasar > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

atau >4 mg/dL >24 jam atau

4
dengan kenaikan
Anuria ≥12 jam
akut > 0,5 mg/dL

Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu

End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE.
AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada
kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2,
dan 3. Kategori L dan E pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis
(outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut
AKIN dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN

Tahap Peningkatan SCr Kriteria UO

1 >1,5 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam

peningkatan >0,3 mg/dL

5
2 >2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12jam

3 >3,0 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥24

jam atau
>4 mg/dL dengan kenaikan akut > 0,5

mg/dL atau Anuria ≥12 jam

inisiasi terapi pengganti ginjal

Gambar 2.1. Kriteria RIFLE yang dimodifikasi

6
Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini, sehingga
memberikan evaluasi yang lebih akurat. Kemudian untuk penentuan derajat AKI
juga harus akurat karena dengan peningkatan derajat, maka risiko meninggal dan
TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko jangka panjang setelah
terjadinya resolusi AKI timbulnya penyakit kardiovaskuler atau CKD dan
kematian. Sehingga dalam penentuan derajat pasien harus diklasifikasikan
berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO memberikan hasil derajat
yang berbeda, pasien diklasifikasikan dalam derajat yang lebih tinggi.

2. Child Abuse
Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Dalam keluarga
1) Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
2) Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang mendapatkan
kasih sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang dari keluarga anak
sehingga anak rentan mengalami resiko trauma fisik maupun mental.
3) Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata yang
tidak seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat
merendahkan anak atau perkataan yang membuat anak menjadi malu.
4) Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual seperti
pemerkosaan.
5) Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan terhadap
penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk mendukung
tuntutan.
b. Diluar Keluarga
1) Dalam institusi atau lembaga
2) Di tempat kerja
3) Di jalan
4) Di medan perang

C. Etiologi
1. Akut Kidney Injury

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis


AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa

7
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit
yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
(AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat -tergantung dari
tempat terjadinya AKI.

Klasifikasi etiologi AKI Prarenal

1. HIPOVOLEMIA
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular kerusakan
jaringan (pankreastis), hopoalbuminea, obstruksi usus.
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh melalui saluran cerna (muntah,
diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretic, hipoadrenal,
diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
2. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati.
- Penyebab perikard: tamponade.
- Penyebab vascular pulmonal: embolipulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vascular ginjal sistemik
Penurunan resistensi vascular perifer sepsis, sindrom hepatorenal,
obat dalam dosis berlebihan.

AKI Renal/Intrinsik

1. Obstruksi renovascular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, thrombosis, emboli,
diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (thrombosis,
kompresi)
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonephritis, vasculitis
3. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
- Iskemia (serupa AKI parenal)
- Toksin

8
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotic,kemoterapi, pelarut
organik, asetaminofen), infiltasi (limfoma, leukimia,sarcoidosis),
idiopatik.
4. Nefritis interstitial
- Alergi (antibiotic, OAINS, diuretic, kaptopril), infeksi (bakteri,
viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukimia, sarkoidosis) idiopatik
5. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein myeloma, asam urat, oksalar, asiklovir, metotreksat,
sulfonamida
6. Rejeksi alograf ginjal
AKI Pascarenal

1. Obstruksi ureter
- Batu, gumpalan darah, papilla ginjal,keganasan,kompresi
eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenic, hipertrofi prostat, batu, keganasan,
darah.
3. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis

2. Child Abuse
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang
menyebabkan child abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau
orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki
harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang tua
terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak rumah
yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang lain yang
dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini
dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang

9
tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan
berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan, mereka
harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari inilah normal
bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu
berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering
terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang
sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang
lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya
Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat terjadi pada
semua tingkatan.

Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan


kekerasan pada anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang
utama. Sedangkan laki-laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri
mempunyai kemungkinan 5 sampai 8 kali lebih besar untuk melakukannya
daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik


kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

1. Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik
anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah
anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda
dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga
anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang
memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah.

10
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.

2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat
yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan
dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya
termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.

3. Stress berasal dari orang tua


a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,
sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan
orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap
orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang
pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
11
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan
anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan
kekerasan.

D. Manifestasi klinis
a. Akut kidney injury
a) Dapat terjadi oliguria, terutama apabila kegagalan disebabkan oleh
iskemia atau obstruksi. Oliguria terjadi karena penurunan GPR.
b) Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria (haluaran urine
banyak) dan terkait dengan dihasilkannya volume urine encer yang
adekuat
c) Tampak peningkatan BUN dan nilai kreatinin serum menetap
d) Hiperkalemia berat dapat mengarah pada disritmia dan henti
jantung
e) Asidosis progresif, peningkatan konsentrasi fosfat serum, dan
kadar kalsium serum rendah
f) Anemia, karena kehilangan darah akibat lesi uremik
gastrointestinal, penurunan masa hidup sel-sel darah merah, dan
penurunan pembentukan eritropoetin
b. Child Abuse
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan,
luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural
hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai
akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan
pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak
yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang
normal, yaitu:

a) Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak


sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
b) Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
 Kecerdasan

12
 Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan
motorik.
 Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada
kepala, juga karena malnutrisi.
 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak
adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
c) Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri
yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
d) Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek,
tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak
mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh
diri.
e) Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih
agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut
meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif
kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
f) Hubungan sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit
teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan
melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
g) Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri
perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.

13
 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang,
enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah
laku.
 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak
sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin
dilakukan dengan memperhatikan vulva, hymen, dan anus
anak.
E. Patofisiologi
a. Akut kidney injury
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang
disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi
ini adalah:
 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular
arteriol aferen
 Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain


juga dapat mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal
yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan
hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan
mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya
mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta
merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO),
serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh
angiotensin-II dan ET-1. Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab
acute kidney injury (AKI) :

a) Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)

14
b) Penyakit intrinsik ginjal (renal)
c) Obstruksi renal akut (post renal)
d) Bladder outlet obstruction (post renal)
e) Batu, trombus atau tumor di ureter
b. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70
mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent
mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal
ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari
ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki
homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa
dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama
pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum
kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini
lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan
diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada
pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan
resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal
(penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis
intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal
akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis.
c. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari
beberapa penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer
kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :
a) Pembuluh darah besar ginjal
b) Glomerulus ginjal
c) Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
d) Interstitial ginjal

15
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah
nekrosi tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan
nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi

kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular


akut. Dimana pada

NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan


vaskuler terjadi:

a) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent


glomerolus yang menyebabkan sensitifitas terhadap
substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan
otoregulasi.
b) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan
kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang
mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta
penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide
yang berasal dari endotelial NO-sintase.
c) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis
faktor dan interleukin-18, yang selanjutnya akan
meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga
peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal
bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara
bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal
yang akan menyebabkan penurunan GFR.

Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah


sepsis, iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous
dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan
perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis
tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan
bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari

16
kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan
pembuluh darah.

d. Sepsis-associated AKI
Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara
berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada
keadaan tidak terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus sepsis
yang berat terjadi kolaps hemodinamik yang memerlukan
vasopressor. Sementara itu, diketahui tubular injury berhubungan
secara jelas dengan AKI pada sepsis dengan manifestasi adanya
debris tubular dan cast pada urin.

Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG


karena terjadi vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat
peningkatan regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada
pembuluh darah. Jadi terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang
banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi renal pada sepsis yang
berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem renin-
angiotensus-aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis bisa
memicu kerusakan endothelial yang menghasilkan thrombosis
microvascular, aktivasi reaktif oksigen spesies serta adesi dan
migrasi leukosit yang dapat merusak sel tubular renal.

e. Gagal Ginjal Akut Post Renal


Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10%
dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi
intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena
deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter
oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik
( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada
kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan
uretra (striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi
pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada
ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.

17
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis
ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase
ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal
dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan
pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap.
Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin
menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam
beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50%
dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada
fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor -
faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.
F. Komplikasi
a. akut kidney injury
 Retensi cairan akibat kegagalan fungsi ginjal dapat
menyebabkan edema atau gagal jantung kongestif
 Gangguan elektrolit dan pH dapat menimbulkan ensefalopati
 Apabila hiperkalemia parah (≥ 6,5 miliekuivalen per liter) dapat
terjadi disritmia dan kelemahan otot

b. child abuse
 perkembangan otak yang terbelakang
 ketidakseimbangan antara kemampuan social, emosional, dan
kognitif
 gangguan bahasa yang spesifik
 peningkatan penyakit kronis seperti penyakit jantung, kanker, paru-
paru, hati, obesitas dan tekanan darah tinggi
 kesulitan berbahasa dan penglihatan

G. Penatalaksanaan
a. Akut kidney injury

18
Penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara
komprehensif baik dari disiplin medis, nurse practitionist, nutritionist, dan
lain sebagainya. Berikut ini adalah manajemen penatalaksanaan pada klien
gagal ginjal akut (Judith, 2002)
Tata laksana umum secara umum yang harus dilakukan pada klien
gagal ginjal akut adalah memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet
tinggi kalori dan rendah protein, natrium, kalium dengan pemberian
suplemen tambahan. Jumlah kebutuhan kalori disesuaikan dengan umur
dan berat badan. Dan yang paling penting adalah membatasi asupan cairan.
Untuk mengontrol kadar elektrolit yang tidak seimbang dalam tubuh, maka
perlu tindakan dialisis (hemodilysis/ peritoneal dialysis).
Tata laksana medis Penggunaan terapi medis pada gagal ginjal akut
utamanya diperuntukkan untuk menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai
dengan kompensasi ginjal dan menjaga kondisi asam basa darah.
Terapi medis yang digunakan adalah :
a) Furosemid
Pemberian 20 sampai 100 mg per IV setiap 6 (enam) jam akan
menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh.
b) Kalsium glukonat
Pemberian 10 ml/ 10% dalam cairan solut infus (IV) akan
membantu menjaga kadar kalium.

c) Natrium polystyrene
15 gr dalam dosis 4 kali sehari dicampur dalam 100 ml dari
20% sorbitol, 30 sampai 50 gr dalam 50 ml 70% sorbitol dan
150 ml dalam air akan menjaga kadar kalium.
d) Natrium bikarbonat
Pemberian ini akan mengatasi kondisi asidosis metabolik.
e) Observasi ketat
Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN, kreatinin dan kadar
kalium) harus dimonitoring secara ketat. Hal ini sangat
bermakna dalam mempertahankan hidup klien.
f) Terapi edukatif

19
Sebagai perawat, hal yang paling penting adalah memberikan
pendidikan kesehatan pada klien untuk mengikuti petunjuk diet
yang telah ditentukan.
b. Child Abuse
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat
dilakukan dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan
mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh
perawat adalah dengan memberikan pendidikan kepada keluarga tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta cara menghadapi stress saat
menjadi orang tua.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:
a) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan
program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
 Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga
sejahtera.
Individu
 Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat
ibadah, dan masyarakat
 Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
 Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
 Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat
bayi
 Pelayanan referensi perawatan jiwa
 Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini
perilaku kekerasan.
Keluarga
 Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah,
institusi di masyarakat
 Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru

20
 Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk
tindak lanjut (follow up)
 Pelayanan sosial untuk keluarga
 Komunitas
 Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
 Mengurangi media yang berisi kekerasan
 Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat,
seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan
anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam

b) Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga


yang stress.
Individu
 Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan
pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
 Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
 Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan
dan perlindungan
 Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
Keluarga
 Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
 Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-
help-group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga
sejahtera
 Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang
memberikan pelayanan pada korban.
Komunitas
 Semua profesi kesehatan terampil memberikan
pelayanan pada korban dengan standar prosedur dalam
menolong korban.
 Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi
respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi

21
dengan penegak hukum/dinas sosial untuk pelayanan
segera.
 Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera
khususnya bayi dan anak.
 Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan
pemerintah setempat.
 Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi.
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam.

c) Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan


kekerasan.
Individu
 Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi
korban
 Konseling profesional pada individu
Keluarga
 Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
 Konseling profesional bagi keluarga
 Self-help-group (kelompok peduli)
Komunitas
 “Foster home”, tempat perlindungan
 Peran serta pemerintah
 “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam
d) Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian
badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam
pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya
sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu orang lain.
Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap
atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi
aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda2
aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.

22
e) Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak
cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari
semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2
menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
f) Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya
diikuti oleh artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak
pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar
program pencegahan lebih ditekankan.

H. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


a. Akut Kidney Injuri
Pengkajian :
a). Defisit volume cairan b.d fase deuresis dari gagal ginjal akut
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam defisit volume cairan dapat teratasi

Kriteria evaluasi:
klien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembap, turgor kulit
normal, TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari.
Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN /
kreatinin menurun
Intervensi
1. Monitoring status cairan (turgor kulit, membrane mukosa,
urine output)
2. Auskultasi TD dan timbang berat badan
3. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis,
secara teratur
4. Kolaborasi Pertahankan pemberian cairan secara intravena.
23
b) Aktual/ resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d edema paru asidosis
metabolik.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi
1. Kaji factor penyebab asidosis metabolic
2. Memonitor ttv
3. Istirahat klien den gan posisi fowler
4. Ukur intake dan output
5. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan
batasi pengunjun
6. Kolaborasi
Berikan cairan ringer laktat secara intravena.
Berikan bikarbonat.
Pantau data laboratorium analisis gas darah
berkelanjutan

c) Actual / risiko tinggi aritmia b.d perubahan konduksi elektrikal


jantung.
Tujuan:
Kriteria hasil:
Intervensi
1. Kaji factor penyebab dari situasi / keadaan individu
dan factor-faktor hiperkalemi.
2. Manajemen pencegan hipokalemia:
Beri diet rendah kalium.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Monitoring ketat kadar kalium darah dan EKG.
Monitoring klien yang berisiko terjadi
hipokalemi.
Manajemen pencegan hipokalemia:
Beri diet rendah kalium.

Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.

24
Monitoring ketat kadar kalium darah dan EKG.
Monitoring klien yang berisiko terjadi
hipokalemi.
Monitor klien yang mendapat infus cepat yang
mengandung kalium

Manajemen kolaborasif koreksi hiperkalemi:

Pemberian kalsium glukonat.

Pemberian glukosa 10%.

Pemberian natrium bikarbonat.

b. Child Abuse
Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
a) PsikososialActual / risiko tinggi aritmia b.d perubahan konduksi
elektrikal jantung.
Tujuan:
Kriteria hasil:
 Melalaikan diri
 Gagal tumbuh
 Keterlambatan perkembangan koognitif, psikomotor dan
psikososial
 Memisahkan diri dari orang-orang dewasa
Muskuloskeletal
 Dislokasi
 Sprain
 Fraktur
Genital urinaria
 Luka pada vagina/penis
 Luka pada anus
 Infeksi saluran kemih

25
1) Diagnosa keperawatan
a) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan memakan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena
faktor psikologis.
NOC: setelah dilakukan tindaan keperawatan maka pasien menunjukkan
adanya perubahan status gizi; asupan makanan, cairan, dan gizi. Ditandai
dengan indikator berikut: rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang,
kuat dan adekuat total.
Intervensi:
 Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi nafsu makan
pasien.
 Memantau hasil labotarium seperti hasil albumin dan elektrolit.
 Pengelolaan nutrisi dengan memantau kandungan nutrisi dan kalori
asupan gizi yang dikonsumsi pasien.
b) Kerusakan pengasuh berhubungan dengan usia muda, kurang pengetahuan
tentang perawatan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan
perawatan anak.
NOC: setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga orang tua
diharapkan dapat menunjukkan kepada anak cara yang benar
mengungkapkan marah, perasaan yang tidak senang atau frustasi yang
tidak membahayakan anak dan orang tua berperan aktif dalam kegiatan
konseling keluarga.
Intervensi:
 Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
 Membantu orang tua untuk mengidentifikasi perubahan menjadi orang
tua.
 Memberikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua atau
anak.
 Memotivasi keluarga untuk menciptakan komunikasi yang terbuka
didalam keluarga.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka
beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan
psikis. Dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain; Kerusakan fisik atau luka
fisik; Anak akan menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan  agresif;
memiliki perilaku menyimpang, Pendidikan anak yang terabaikan.
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar,
patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya
kerusakan organ dalam lainnya. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan
27
perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari
anak yang normal, yaitu: Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi
kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer
dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan
mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.
 Acute Kidney Injury (AKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia dan
telah diakui sebagai suatu keadaan umum yang dihubungkan dengan meningkatnya
risiko penyakit. Dari data United States Renal Data System (USRDS) 2008, di Amerika
Serikat sejak tahun 2000 penderita gagal ginjal akut untuk usia 45-64 meningkat,
dengan Insidence Rate (IR) dari 2,6/10.000 menjadi 6,25/10.000. Penderita dengan usia
≥75 meningkat dengan cepat, dengan IR dari 1,6/10.000 menjadi 17,74/10.000.
Penderita dengan usia 20-44 meningkat, dengan IR dari 2,1/100.000 menjadi
12,7/100.000. Berdasarkan studi terbaru menunjukkan bahwa prevalensi gagal ginjal
akut pada pasien ICU di Indonesia berkisar 4,4 % dan tingkat kematian mencapai
41,4%. Sedangkan prevalensi total 5,7% dan tingkat kematian 45,6%
B. Saran
 Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang Asuhan Keperawatan Child Abuse. Kami selaku penulis sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. 6th edition.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889.
Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for change?.
J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178- 87.
Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for change?.
J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178- 87.
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung Seto,
2004), h. 257.

28
29

Anda mungkin juga menyukai