STATUS PASIEN
3.1 Identifikasi
Nama : Tn. MU
Usia : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Tegal Binangun lorong Karang Anyar Palembang
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 19 Oktober 2018
3.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan pasien (tanggal 22 Oktober 2018 pukul 11.00 WIB)
Keluhan Utama :
Sesak napas bertambah hebat sejak 3 hari SMRS.
1
dirasakan. Pasien mengatakan lebih nyaman tidur menggunakan 4 bantal.
Nyeri dada (-), batuk (-), demam (-), mual (-), muntah (-). Pasien juga
sering merasa badan lemas dan nafsu makan berkurang (+), sembab pada
kedua tungkai (+). BAK dan BAB tidak ada keluhan.
± 3 hari SMRS pasien mengeluh sesak bertambah hebat dan tidak
hilang walaupun pasien beristirahat, lalu pasien dibawa ke IGD RS Bari.
Riwayat Gizi
Makan teratur 3 kali sehari, porsi sedang. Namun saat ini terjadi penurunan
nafsu makan.
2
3.3 PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 22 Oktober 2018 pukul 11.00 WIB)
KEADAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 94x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 34x/menit, Tipe pernapasan abdomino-torakal
Suhu : 39,4o C
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 20,2 kg/m2
KEADAAN SPESIFIK
Pemeriksaan Organ
Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi : Wajar
Rambut : Hitam, sebagian putih
Alopesia : (-)
Deformitas : (-)
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan : (-)
Wajah sembab : (-)
Mata
Eksoftalmus : (-)
Endoftalmus : (-)
Palpebral : Edema (-)
Konjungtiva palpebra : Anemis (+)
Sklera : Ikterik (-)
Kornea : Katarak (-)
3
Pupil : Bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+)
Hidung
Sekret : (-)
Epistaksis : (-)
Napas Cuping hidung : (-)
Telinga
Meatus akustikus eksternus : lapang
Nyeri tekan : processus mastoideus (-/-), tragus (-/-)
Nyeri tarik : aurikula (-/-)
Sekret : (-)
Pendengaran : baik
Mulut
Higiene : baik
Bibir : cheilitis (-), rhagaden (-),sianosis (-),
Lidah : kotor (-), atrofi papil (-)
Mukosa
Mulut : basah, stomatitis (-), ulkus (-)
Gusi : hipertrofi (-), berdarah (-), stomatitis (-)
Faring hiperemis : (-)
Leher
Inspeksi : trakea deviasi (-)
Palpasi : pembesaran kel. tiroid/struma (-)
Tekanan vena jugularis : (5+2) cmH2O.
Dada
Paru-paru (Anterior)
Inspeksi : bentuk dada normal, sela iga melebar (-), retraksi dinding
dada (-), spider nevi (-), venektasi (-),
Statis : simetris kanan sama dengan kiri
Dinamis : simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stem femitus kanan sama dengan kiri
4
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi basah halus (+/+) pada
basal paru, wheezing (-/-)
Paru-paru (Posterior)
Inspeksi :
Statis : simetris kanan sama dengan kiri
Dinamis : simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stem femitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi basah halus (+/+) pada basal
paru, wheezing(-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan ICS VI linea parasternalis kanan
Batas kiri ICS VI linea axillaris anterior sinistra.
Auskultasi : HR 94 x/menit. BJ I-II reguler, murmur sistolik
(+), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Ballotement ginjal (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), nyeri ketok CVA(-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal, 6x/menit
Ekstremitas
Inspeksi :
Superior : Deformitas (-), kemerahan (-), kulit kering (-/-), edema
(+/+), koilonikia (-), sianosis (-), jari tabuh (-),
flapping tremor (-), onikomikosis (-)
5
Inferior : Deformitas (-), kemerahan (-), kulit kering (-/-), edema
pretibial (+/+), edema dorsum pedis (+/+), koilonikia
(-), sianosis (-), jari tabuh (-), onikomikosis (-)
Palpasi :
Superior : Akral hangat (+/+), Edema (+/+), krepitasi (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), Edema pretibial (+/+), edema
dorsum pedis (+/+), krepitasi (-/-)
ROM :
Superior : Kekuatan 5, ROM aktif-pasif luas.
Inferior : Kekuatan 5, ROM aktif-pasif luas.
Kulit
Kulit : Sawo matang
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Jaringan parut : (-)
Turgor : Baik
Keringat : Baik
Pertumbuhan rambut : Dalam batas normal
Lapisan lemak : Tipis
Ikterus : (-)
Lembab/kering : Kering
6
Pembuluh Darah
a.temporalis, a.carotis, a.brakhialis, a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis
posterior, a.dorsalis pedis : teraba
7
Elektrokariografi (EKG tanggal 19 Oktober 2018)
Keterangan:
Irama sinus
100x/menit
Aksis kiri
Gel P normal
PR interval normal – 0,16 detik.
QRS complex normal – 0,08 detik
S di V1 + R di V6 = 35 mm
Interpretasi: LVH
8
Ronkhi Paru (+) Dispnea d’effort (+)
Edema Paru Akut (+) Hepatomegali (-)
Gallop S3 (-) Efusi Pleura (-)
Peninggian Tekanan Vena Jugularis (+) Penurunan kapasitas vital 1/3 normal
Refluks Hepatojugular Takikardia (>120x/menit)
Interpretasi:
- Terdapat 5 kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada pasien ini
3.5 Diagnosis
Gagal Jantung Kongestif e.c. HHD
CKD Stage V
Anemia penyakit kronik
Hiponatremia
3.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis:
Istirahat
Edukasi
o Edukasi mengenai kongestif jantung, penyebab dan bagaimana
mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan
o Tirah baring
o Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan hindari makanan
yang dapat meningkatkan kolestrol total dan gula tinggi.
Diet jantung II rendah garam
O2 4 L/menit via nasal canul
Farmakologis:
- IVFD NaCl 0,9% gtt X/ menit (iv)
- Inj. Furosemid 20 mg/12 jam (iv)
9
- Spironolakton 1x25 mg (po)
- Valsartan 1x1 tab (po)
- Aminefron 3x2 tab (po)
- Asam folat 1x1 tab (po)
- R/ Transfusi PRC 3x200 cc
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
3.10 Follow Up
Tanggal 22 September 2018
S Keluhan: Sesak berkurang
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 26 x/ menit
Temperatur 36oC
10
Paru Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = kiri
Perkusi: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah halus (+/+) di
basal paru, wheezing (-/-)
Ekstremitas akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial (+/+),
sianosis (-), clubbing finger (-)
A Gagal Jantung Kongestif e.c. HHD
CKD stage V
Anemia penyakit kronik
Hiponatremia
P Non Farmakologis:
Istirahat
Edukasi
o Edukasi mengenai kongestif jantung,
11
penyebab dan bagaimana mengenal serta
upaya bila timbul keluhan, dan dasar
pengobatan
o Tirah baring
o Edukasi pola diet, kontrol asupan garam,
air dan hindari makanan yang dapat
meningkatkan kolestrol total dan gula
tinggi.
Diet jantung II rendah garam
O2 4 L/menit via nasal canul
Farmakologis:
- IVFD NaCl 0,9% gtt X/menit (iv)
- Inj. Furosemid 20 mg/12 jam (iv)
- Spironolakton 1x25 mg (po)
- Valsartan 1x1 tab (po)
- Aminefron 3x2 tab (po)
- Asam folat 1x1 tab (po)
- R/ Transfusi PRC 3x200 cc
12
BAB II
ANALISIS KASUS
Dari data dasar didapatkan, pasien adalah seorang laki-laki, usia 59 tahun,
berat badan 55 kg dan tinggi badan 165 cm datang dengan keluhan sesak napas
yang memberat sejak 4 hari SMRS. Keluhan sesak telah dialami selama 1 bulan
yang timbul karena aktivitas, sesak pada pasien tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
emosi, sesak terutama timbul bila pasien berjalan + 50 meter. Pada kasus pasien
datang dengan keluhan utama sesak napas, etiologi sesak napas pada dasarnya
dapat disebabkan gangguan yang berasal dari saluran pernapasan, jantung,
metabolik, hematologi dan psikogenik. Pasien mengaku sesak napas timbul
karena aktivitas. Sesak napas yang timbul karena aktivitas merupakan salah satu
ciri khas kelainan kardiovaskular. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dapat
menyingkirkan dugaan adanya penyempitan saluran pernapasan akibat inflamasi
kronik dan hiperresponsivitas pada saluran pernapasan yang merupakan ciri dari
asthma. Sementara sesak tidak dipengaruhi adanya emosi dapat menyingkirkan
dugaan penyebab psikogenik pada pasien.
Sesak dirasakan semakin hari semakin memberat, dimana pasien saat ini
mengeluh sesak bahkan saat beristirahat, sehingga dapat dikatakan terdapat
progresivitas pada keluhan sesak. Keluhan sesak napas yang semakin lama
semakin memberat dari waktu beberapa jam hingga beberapa hari dapat
disebabkan oleh Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), Efusi Pleura,
Pneumonia, Congestive Heart Failure, Emboli pulmonal hingga keganasan. Pada
pasien ini sesak berkurang saat pasien beristirahat dan duduk dalam posisi
setengah duduk. Pasien seringkali terbangun pada malam hari karena sesak nafas.
Pasien mengaku lebih nyaman bila tidur diganjal dengan 2-3 bantal.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami orthopneu
yaitu sesak napas pada posisi supinasi, dan membaik bila pasien memposisikan
tubuh setengah duduk, serta terdapat gejala Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
(PND) atau terbangun di malam hari karena sesak napas. Orthopneu terjadi karena
redistribusi dari darah intravascular yang berasal dari bagian bawah tubuh yaitu
abdomen dan ektremitas bawah pada saat berbaring sehingga terjadi peningkatan
tekanan pembuluh darah pulmonal. Sedangkan PND terjadi karena adanya
13
peningkatan tekanan pada arteri bronkial sehingga terjadi kompresi saluran napas,
disertai dengan edema interstitial paru yang dapat menyebabkan resistensi saluran
pernapasan pada pasien.
Selain itu pasien mengeluh bengkak di bagian kaki. Peripheral edema
terutama di pergelangan kaki, dorsum pedis dan pretibial biasanya terjadi karena
meningkatnya tekanan hidrostatik vena. Gejala-gejala ini merupakan gejala khas
dari gagal jantung sehingga menjadi petimbangan utama bahwa penyebab dari
sesak napas pada pasien adalah gangguan pada kardiovaskular (gagal jantung),
diikuti gangguan paru yang dapat menimbulkan sesak napas apabila terjadi edema
paru, gangguan pada ginjal juga dapat menimbulkan retensi cairan dan berakibat
pada edem paru. Pada pasien tidak didapatkan demam sehingga dapat
disingkirkan dugaan penyebab sesak napas karena infeksi parenkim paru
(pneumonia), tidak ada batuk lama, keringat di malam hari dan penurunan BB
sehingga dari anamnesis dapat disingkirkan dugaan TB paru dan keganasan.
Pemeriksaan fisik tidak didapatkan barrel chest, tidak ada suara ekspirasi
memanjang, tidak ada wheezing, serta tidak ada gerakan dinding dada yang
tertinggal, sehingga dapat disimpulkan bahwa sesak pada pasien tidak disebabkan
oleh PPOK. Pada pemeriksaan fisik spesifik di daerah leher didapatkan adanya
peningkatan vena jugular (5+2) cmH2O, hal ini terjadi karena adanya peningkatan
tekanan di ventrikel kanan jantung. Peningkatan tekanan vena jugular merupakan
salah satu kriteria mayor dari gagal jantung. Pemeriksaan spesifik pada bagian
thorax didapatkan ronkhi basah halus di kedua lapangan paru bagian bawah,
ronkhi basah biasanya didapatkan pada pasien dengan edema paru, hal ini terjadi
karena adanya usaha membuka saluran napas terminal yang kecil selama inspirasi
yang tertutup oleh cairan edema, paling sering ditemukan pada bagian basal
didaerah yang tekanan hidrostatiknya paling tinggi.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan, ictus cordis pada pasien tidak
terlihat dan tidak teraba, namun pada perkusi didapatkan adanya bukti pelebaran
jantung dimana batas jantung kiri melebar hingga ICS VI linea axillaris anterior
sinistra. Pada auskultasi didapatkan adanya murmur sistolik.
Pemeriksaan fisik khusus yang menunjang diagnosis yaitu JVP (5+2)
cmH2O, hepatojugular reflux (-), distensi vena leher (+), ronkhi basah halus di
14
basal kedua lapang paru (+), batas jantung kiri melebar. Hasil pemeriksaan
tersebut merupakan gejala yang timbul pada gagal jantung kongestif, serta
termasuk dalam kriteria Framingham yang digunakan dalam mendiagnosis gagal
jantung.
15
farmakologis pada gagal jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal
jantung adalah penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya
remodeling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.
Tatalaksana awal yang dapat diberikan pada pasien adalah diuretik berupa
furosemid untuk mengurangi beban preload jantung, spironolakton yang memiliki
efek hemat kalium. Lalu pada pasien ini diberikan valsartan golongan ARB yang
berfungsi sebagai vasodilator dan antagonis aldosterone yang dapat mencegah
remodeling jantung. Pada pasien ini pemberian obat-obatan golongan CCB
(calcium channel blocker) harus dihindari karena memiliki efek inotropik negatif
yang dapat memperburuk keadaan gagal jantung. Klasifikasi NYHA pasien
termasuk dalam NYHA kelas IV, dimana gejala-gejala timbul bahkan saat pasien
istirahat (dyspnea, palpitasi, atau nyeri angina).
Pada pemeriksaan fisik pasien ini ditemukan juga palpebral dan palmar
yang pucat. Selain itu pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 4,2 g/dL
ureum 191 mg/dL dan kreatinin 12 mg/dL. Pasien ini dapat dihitung nilai LFG
adalah 5,156 ml/menit. Sehingga dapat ditegakkan diagnosis CKD stage V dan
pasien ini dicurigai menderita anemia akibat dari gagal ginjal kronik. Hasil
perhitungan LFG pada pasien ini maka dapat dilakukan terapi berupa hemodialisa
dan direncanakan untuk transfuse PRC 600 cc.
Prognosis pada kasus yaitu quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad
functionam dubia ad malam, serta quo ad sanationam dubia ad malam, sesuai
dengan data epidemiologi prognosis gagal jantung yaitu angka kematian dalam 1
tahun setelah terdiagnosis mencapai 30-40% sedangkan angka kematian dalam 5
tahun mencapai 60-70%.
16