Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Spiritualitas adalah suatu aktivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup
yang berkaitan dengan kegiatan spiritual atau keagamaan. Distress spiritual
merubuan suatu respons akibat dari suatu kejadian yang traumatis baik fisik maupun
emosional yang tidak sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan pasien
dalam menerima kenyataan yang terjadi.

Bagi individu yang mengalami masalah bencana, seperti tsunami dan gempa di
 propinsi NAD dn Nias, ketidaknyamanan akibat permasalahan – permasalahan
dari kejadian tersebut akan menimbulkan pertanyaan bagi pasien tentang apa yang
telah dilakukan atau apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya. Pasien
terkadang ragu, bimbang atau antipati dengan spiritual atau agama yang
dianutnya. Menurut Rousseau (2003) distress spiritual harus pula diperhatikan
atau dipertimbangkan bila pasien mengeluhkan gejala – gejala fisik dan tidak 
 berespons terhadap intervensi yang efektif.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang di maksud dengan Distress spiritual?

2. Bagaimana karakteristik Distress spiritual?

3. Apa saja etiologi dari Distress spiritual?

4. Bagaimana patofisiologi Distress spiritual?

5. Bagaimana strategi pelaksanaan Distress spiritual?

6. Apa saja terapi aktivitas Distress spiritual?

Distress Spiritual| 1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang Distress spiritual.

2. Untuk mengetahui karakteristik Distress spiritual.

3. Untuk mengetahui etiologi dari Distress spiritual.

4. Untuk memahami patofisiologi Distress spiritual.

5. Untuk memahami strategi pelaksanaan Distress spiritual.

6. Untuk mengetahui terapi aktivitas Distress spiritual.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Distress Spiritual

Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-


 prinsip kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan
gangguan pada aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah -
masalah fisik atau psikososial yang dialami. (Dochterman, 2004: 120).
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Nanda, 2005).

Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi


aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis
seseorang. (Wilkinson, Judith M., 2007: 490).

Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah
kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.

2.2 Karakteristik 

 Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu :

1. Hubungan dengan diri

a. Ungkapan kekurangan

1) Harapan

2) Arti dan tujuan hidup

3) Perdamaian/ketenangan

 b. Penerimaan

c. Cinta

d. Memaafkan diri sendiri

e. Keberanian

1) Marah

2) Kesalahan

3) Koping yang buruk 


2. Hubungan dengan orang lain

a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama

 b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga

c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung

d. Mengungkapkan pengasingan diri

3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam

a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,


mendengarkan musik, menulis)

 b. Tidak tertarik dengan alam

c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan

4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya

a. Ketidakmampuan untuk berdo’a

 b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan

c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan

d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama

e. Tiba-tiba berubah praktik agama

f. Ketidakmampuan untuk introspeksi

g. Mengungkapkan hidup tanpa harapan, menderita


2.3 Etiologi

Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :

a. Pengkajian Fisik → Abuse

 b. Pengkajian Psikologis → Status mental, mungkin adanya depresi,


marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri
rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).

c. Pengkajian Sosial Budaya → dukungan sosial dalam memahami


keyakinan klien (Spencer, 1998).
1. Faktor Predisposisi

Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang


sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses
interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan
spiritual seseorang.

Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,


 pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
 pengalaman sosial, tingkatan sosial.

2. Faktor Presipitasi
a. Kejadian Stresfull

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena


 perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat
karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

 b. Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya


distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,
 perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual
baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

2.4 Patofisiologi

Berhubungan dengan tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahan dari


ikatan spiritual sekunder akibat : kehilangan bagian atau fungsi tubuh,
 penyakit terminal, penyakit yang membuat kondisi lemah, nyeri, trauma,
keguguran, kelahiran, dan mati.

2.5 Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual

Tindakan Psikoterapeutik 
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah
agar pasien:
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
 b. Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya.
d. Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit
atau perubahan spiritual dalam kehidupan.
e. Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.
f.Ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
 b. Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien.
c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap
spiritual yang diyakininya.
d. Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual
dalam kehidupan.
e. Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama
yang dianut oleh pasien.
f.Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
g. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
h. Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan ibadah
atau kegiatan spiritual lainnya.

Sp. 1-P : Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab
gangguan spiritual pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan
dan pikiran akan terhadap spiritual yang diyakininya, bantu klien
mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam
kehidupan.

a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum pak, nama saya suster Lily Puspita Rini saya
dipanggil Lily, Nama bapak siapa?
Pasien : Iya suster, nama saya Anton.
Perawat : Bapak suka dipanggil apa?
Pasien : Panggil saja saya Anton.
Perawat : Oh, baik. Saya dari Politeknik Kesehatan Depkes Tasikmalaya
Program Studi Keperawatan Cirebon yang akan merawat
bapak selama 2 minggu di sini. Bagaimana perasaan bapak pagi ini.
Pasien : Saya sedang sedih suster.
Perawat : Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah - masalah yang
 bapak alami, kita ngobrol selama 30 menit ya? Dimana menurut
 bapak tempat yang cocok untuk kita ngobrol?
Pasien : Di bawah pohon rindang saja
suster. Perawat : Oh disana? Mari pak kalau
begitu.
 b. Kerja

Perawat : Apa masalah yang bapak rasakan saat ini?


Pasien : Saya marah sama tuhan, saya tidak mau shalat dan tidak
mau mengaji lagi. Saya merasa tidak berguna lagi.
Perawat : Coba bapak sampaikan apa yang menyebabkan bapak tidak
sholat dan mengaji seperti dulu?
Pasien : Semenjak musibah tsunami itu saya kehilangan pekerjaan dan
harta saya suster.
Perawat : Oh, ya! selain itu faKtor apa lagi yang menyebabkan bapak
tidak sholat dan mengaji.
Pasien : Sekarang saya merasa sudah tidak berguna lagi.
Perawat : Coba bapak sampaikan pendapat bapak tentang agama atau
keyakinan yang bapak anut selama ini?
Pasien : Agama yang saya anut adalah agama yang membawa kedamaian.
Perawat : Menurut bapak, apakah agama yang bapak anut bisa membawa
kedamaian dan ketenangan dalam kehidupan bapak saat ini?
Pasien : Saya merasa ini tidak seperti yang saya yakini.
Perawat : Apakah hal tersebut yang mempengaruhi bapak sehingga
kurang aktif melakukan sholat dan mengaji?
Pasien : Iya suster.
Perawat : Apa saja kegiatan ibadah yang bapak
jalankan? Pasien : Shalat, shalawat dan zikir, suster.
Perawat : Yang mana kira-kira yang ingin bapak
jalankan? Pasien : Shalawat dan zikir, suster.
Perawat : Mari bapak coba misalnya sholawat atau zikir.
Pasien : Shalatullah salaamullah ‘alatoha rasulillah, salaatullah salamullah
‘alaa yasiin habibillah.
Perawat : Bagus sekali! Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien : Saya merasa tenang, suster.
Perawat : Apa keuntungan giat beribadah yang pernah bapak rasakan?
Pasien : Saya merasa tenang, suster.
Perawat : Betul sekali, setelah beribadah kita merasa tenang.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang?
Pasien : Saya merasa lebih lega, suster.
Perawat : Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster ya?
Pasien : Iya suster.
Perawat : Coba bapak ulangi apa yang sudah kita diskusikan bersama -
sama hari ini!
Pasien : Saya merasa tidak maksimal beribadah dan tadi saya sudah
mencoba bershalawat, suster.
Perawat : Bagus sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya?
Selain itu bapak juga telah mengungkapkan perasaan dan pikiran
 bapak tentang agama dan tahu kegiatan yang bapak bisa lakukan.
Pasien : Iya suster.
Perawat : Nah sekarang ibadah mana yang bapak coba lakukan? Jangan lupa
ya pak!
Pasien : Iya suster.
Perawat : Besok lagi kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan
ibadah yang bapak lakukan serta belajar cara ibadah lain.
Pasien : Iya suster.
Perawat : Sampai jumpa bapak, Assalamualaikum!
Pasien : Waalaikumsalam.

Sp. 2-P : Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau
agama yang dianut oleh pasien, fasilitasi klien untuk menjalankan
ibadah sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut serta
dalam kegiatan keagamaan.

a. Orientasi

Perawat : Assalamualaikum, bapak bagaimana keadaan dan perasaan


bapak saat ini? Sudah dicoba melakukan ibadah?
Pasien : Baik suster, sudah.
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien : Lebih tenang.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapan alat-alat sholat
dan cara-cara menjalankan sholat baik sendiri maupun berjamaah.
Bagaimana kalau kita ngobrol selama 30 menit. Dimana bapak mau
ngobrol? Atau bagaimana kalau disini saja?
Pasien : Iya suster boleh.
 b. Kerja
Perawat : Pak, sepengetahuan bapak, apa saja persiapaan sholat, baik alat
maupun diri kita?
Pasien : Pakai sarung, kopiah, dan sajadah.
Perawat : Bagus sekali! Menyiapkan kopiah, sajadah dan sarung dan
sebelum sholat bapa harus mandi dulu dan berwudlu.
Pasien : iya.
Perawat : Coba bapak sebutkan sholat lima waktu dalam sehari?
Pasien : Subuh, dzuhur, ashar, magrib, isya.
Perawat : Sholat subuh jam berapa? Bagaimana ucapannya?
Pasien : jam 4.30 wib. Ussholli fardossubkhi rok’ataini mustaqbilal kiblati
fadollillah hita’ala.
Perawat : Bagus sekali, Selain itu, bapak dapat melakukan sholat
 berjamaah?
Pasien : Dulu sering tapi sekarang tidak pernah.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara
mempersiapkan alat sholat dan mengerjakan sholat.
Pasien : Lebih tenang dan legah sekarang suster.
Perawat : Berapa kali sehari bapak mencoba? Mari kita buat jadwalnya,
kalau sudah dilakukan beri tanda ya!
Pasien : 3x sehari dzuhur, ashar dan magrib saja suster.
Perawat : Besok saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan
 bapak dalam melakuakn sholat serta membahas kegiatan ibadah
yang lainnya.
Pasien : Iya suster terimakasih.
Perawat : Kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa besok.
Assalamualaikum.
Pasien : Wa’alaikum salam.

Sp. 1-K  : Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam


merawat pasien, bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya
masalah spiritual yang dihadapi.

a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bu. Bagaimana keadaan keluarga ibu hari ini?
Ibu : Wa’alaikum salam. Alhamdulilah baik suster.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang masalah yang ibu hadapi
dalam merawat atau membantu anak ibu, selama 30 menit. Disini
saja yah bu!
Ibu : Iya suster silakan.
 b. Kerja
Perawat : Bu, menurut ibu apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat atau
membantu anak ibu?
Ibu : Iya suster, anak saya jadi malas sholat dan tidak mau mengikuti
 pengajian. Pada hal dia sangatlah rajin beribadah sebelumnya.
Pewat : Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat tsunami
yang lalu. Oh, jadi masalah yang ibu hadapi adalah susah
memberitahu dan mengajak dia untuk sholat lima waktu ya?
Ibu : Benar suster. Sekarang dia susah banget untuk di ajak sholat
semenjak kejadian stunami itu.
Perawat : Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak ibu
mau melakukannya?
Ibu : Tidak suster, dia males malesan saja di rumah. Diemm saja
Perawat : Jadi ibu kewalahan menasehati agar dapat melakukan ibadah dan
ini terjadi sesudah tsunami.
Ibu : Iya, saya sudah angkat tangan menyuruh dia untuk sholat.
Perawat : Ibu, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami,
kadang seseorang akan mengalami kejadian seperti itu anak ibu
tersebut. Oleh karena itu mari saya bantu ibu untuk bersama-sama
dan merawat anak ibu ya.
Ibu : Iya suster. Apa yang harus saya lakukan?
Perawat : Bu cara untuk membantu anak ibu yang malas sholat adalah
dengan selalu mengingatkan, mengajak atau memberi contoh solat
 pada waktu sholat telah tiba. Selain itu ibu menyiapkan
 perlengkapan sholat untuk anak ibu misalnya kopiah, sarung dan
sajadah. Lalu bu bersama-sama satu keluarga melakukan sholat
 berjamah ya? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-
sama sholat berjamaah. Bila perlu ajak anak ibu untuk menjadi
imam.
Ibu : Oh, begitu yah suster. Ings’allah saya akan melakukannya.
Perawat : Iya bu. Setelah sholat ibu ajak anak ibu untuk berdoa semoga
diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi masalah akibat
adanya bencana alam yang dialami tersebut.
Ibu : I yah s uster  
Perawat : Jangan lupa, agar ibu mengigatkan anak ibu untuk sholat Jum’at
 berjamaah di masjid bersama warga lainnya. Ya bu yah?
Ibu : Siap suster.
Perawat : Kemudian, ibu jangan segan-segan untuk meminta nasehat dan
 bantuan kepada ustadz setempat. Saya yakin mereka akan dengan
senang hati membantu ibu dan terutama memberi nasehat
keagamaan kepada anak ibu.
Ibu : I ya s uster  
Perawat : Sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak ibu yang
mengalami masalah tersebut. Dengan demikian, ibu bisa membantu
agar dia aktif dan rajin sholat lima waktu serta mengikuti
 pengajian, ya kan bu?
Ibu : Terimakasih suster atas nasehat ya.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan ibu setelah kita diskusi tentang masalah-
masalah yang ibu hadapi dalam merawat anak ibu?
Ibu : Lebih tenang suster dan semangat untuk mengajak anak saya
sholat lima waktu.
Perawat : Bisa ulangi kembali apa saja cara untuk masalah yang ibu hadapi
dalam merawat anak ibu tersebut?
Ibu : Dengan cara menasehati, mengajak dan selalu mengigatkan
untuk selalu beribadah suster.
Perawat : Bagus sekali bu, ibu sudah mengetahui semua permasalahan yang
terjadi ya?
Ibu : I ya s uster.
Perawat : Kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum.
Ibu : Terimakasih bayak suster atas bantuannya. Wa’alaikum salam.

2.6 Terapi aktifitas

A. Psikofarmako

1. Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan pasien.


Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas abuah
masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima.

2. Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum.

3. Mengukur vital sign secara periodik.

B. Manipulasi Lingkungan
1. Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah.
2. Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan spiritual.
3. Melibatkan pasien dalam kegiatan spiritual secara berkelompok.

2.7 Evaluasi

A. Kemampuan Pasien

1. Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.

2. Pasien mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.

3. Pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang


diyakininya.

4. Pasien mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau


 penyakit atau perubahan spiritual dalam kehidupan.

5. Pasien aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.

6. Pasien ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

B. Kemampuan Keluarga

1. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien dengan


masalah spiritual.
2. Mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi oleh pasien.

3. Mengetahui tentang cara merawat anggota keluarga yang mengalami


masalah spiritual.

4. Melakukan rujukan pada tokoh agama apabila diperlukan.

C. Kemampuan Perawat

1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga.

2. Mampu membantu pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan


 pikiran tentang gangguan spiritual.

3. Mampu membantu pasien dan keluarga mengembangkan skill untuk mengatasi


masalah atau perubahan spiritual.

4. Mampu membantu pasien dalam melakukan kegiatan spiritual atau


keagamaan serta aktif dalam kegiatan sosial keagamaan.

5. Memberikan reinforcement bila keluarga melakukan hal – hal yang positif.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-
 prinsip kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan
gangguan pada aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah -
masalah fisik atau psikososial yang dialami.

Kita sebagai perawat meminta orang-orang terdekat seperti keluarga,


teman dan tokoh masyarakat (ustadz) untuk membantu dalam mendukung
 proses penyembuhan klien yang mengalami distress spiritual selain obat yang
di berikan di rumah sakit.

3.2 Saran

a. Melakukan pengkajian pada pasien distress spiritual.

 b. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien distress spiritual.

c. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan distress spiritual.

d. Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien dengan distress


spiritual.

e. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien


dengan distress spiritual.

f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan distress


spiritual.

Anda mungkin juga menyukai