7017 12253 1 PB PDF
7017 12253 1 PB PDF
2002, NO. 2, 73 - 88
ABSTRACT
The goal of this research is to know the correlation between emotional
maturity and self-acceptance of the old people. The dependence variable of this
research is self-acceptance, which is measured by self-acceptance scale. The
independence variable is emotional maturity, which is measured by emotional
maturity scale.
This research is applied to the 32 old people, the minimal age is 65, retired,
can still response to the items, and does not live in the Panti Sosial Tresna
Werdha. The quantitative analysis, the correlation analysis of the emotional
maturity score and self-acceptance score, show that there is a positive
correlation between emotional maturity and self-acceptance of the old people.
Keywords: emotional maturity, self-acceptance, old people
bangan, akan ditandai dengan adanya berlawanan, yaitu apabila individu lanjut
kondisi-kondisi khas yang menyertainya. usia berada pada kondisi despair maka
Kondisi-kondisi khas yang menyebabkan akan merasakan ketakutan yang mendalam,
perubahan pada usia lanjut diantaranya merasa hidupnya tidak berarti, timbul rasa
adalah tumbuhnya uban; kulit yang mulai benci, dan penolakan terhadap lingkungan-
keriput; penurunan berat badan; tanggalnya nya; yang intinya di dalam perasaan putus
gigi geligi sehingga mengalami kesulitan asa itu tersembunyi kebencian dan
makan. Selain itu muncul juga perubahan penolakan terhadap diri sendiri. Individu
yang menyangkut kehidupan psikologis yang despair tersebut tidak dapat
lanjut usia, seperti perasaan tersisih, tidak merasakan kebahagiaan, karena salah satu
dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima komponen kebahagiaan bagi individu lanjut
kenyataan baru misalnya penyakit yang usia adalah penerimaan diri (Hurlock,
tidak kunjung sembuh atau kematian 1959).
pasangan (Munandar, 2001). Hurlock Penerimaan diri adalah suatu tingkatan
(1980) juga menjelaskan dua perubahan kesadaran individu tentang karakteristik
lain yang harus dihadapi oleh individu pribadinya dan adanya kemauan untuk
lanjut usia, yaitu perubahan sosial dan hidup dengan keadaan tersebut (Pannes
perubahan ekonomi. Perubahan sosial dalam Hurlock, 1973). Individu dengan
meliputi perubahan peran, dan meninggal- penerimaan diri merasa bahwa karakteristik
nya pasangan atau teman-teman. Perubahan tertentu yang dimiliki adalah bagian diri
ekonomi menyangkut ketergantungan yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya
secara finansial pada uang pensiun dan dihayati sebagai anugerah. Segala apa yang
penggunaan waktu luang sebagai seorang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu
pensiunan. Sikap tidak senang terhadap yang menyenangkan, sehingga individu
kondisi penuaan itu dipengaruhi juga oleh tersebut memiliki keinginan untuk terus
adanya label-label yang berkembang dalam dapat menikmati kehidupan. Perubahan
masyarakat terhadap diri individu lanjut apapun yang terjadi berkaitan dengan
usia. proses menua dapat diterima oleh individu
Perjalanan hidup individu lanjut usia, yang memiliki penerimaan diri dengan hati
seperti halnya periode lain dalam lapang.
perkembangan, juga akan ditandai oleh Rubin (1974) menyatakan bahwa
adanya tugas-tugas perkembangan yang semakin banyak usaha yang dikerahkan
harus dijalani di dalam masa hidupnya oleh individu lanjut usia untuk melakukan
sesuai dengan norma masyarakat dan mekanisme pertahanan diri maka semakin
norma kebudayaan (Havighurst dalam banyak tenaga yang dicuri, yang
Mönks dkk, 1998). Apabila individu lanjut sebenarnya tenaga itu dapat digunakan
usia mampu menyelesaikan tugas-tugas untuk melakukan hal-hal yang sesuai
perkembangan tersebut maka akan merasa dengan usianya dan menarik minatnya.
berhasil dalam hidup dan akhirnya akan Pada intinya, semakin banyak waktu dan
timbul perasaan bahagia. Erikson (dalam tenaga dihabiskan oleh individu lanjut usia
Mönks dkk, 1998) menyebut keadaan agar senantiasa muda, individu ini akan
tersebut sebagai integrity. Di sisi yang semakin merasa tidak berdaya, lalu
semakin merasa putus asa, dan akhirnya dengan pertambahan usianya. Mekanisme
malah akan semakin terlihat tua. pertahanan diri yang sering dialami oleh
Lebih jauh dijelaskan oleh Rubin individu lanjut usia pria adalah terjadinya
(1974) bahwa individu yang emosinya post power syndrome. Adapun fenomena
matang tidak menghabiskan seluruh waktu menarik yang terjadi pada individu lanjut
dan tenaganya untuk kembali muda. Hal ini usia wanita di beberapa kota besar di
dikarenakan individu lanjut usia dengan Indonesia adalah upaya-upaya untuk
kematangan emosi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan penampilan fisik
cara menghadapi perubahan yang terjadi dirinya dengan menggunakan produk-
pada dirinya. Dapat dikatakan bahwa produk berteknologi canggih yang iklannya
individu lanjut usia dengan kematangan menawarkan kemampuan untuk mengen-
emosi mampu menyikapi secara positif dalikan proses penuaan dalam waktu
perubahan-perubahan yang terjadi singkat, contohnya saja kosmetika, terapi
berkaitan dengan proses penuaan dirinya. sulih hormon, dan bedah plastik. Apabila
hal ini tidak ditanggapi dengan sikap bijak,
Individu dengan kematangan emosi bukan dampak positif yang diperoleh,
berarti individu dapat menempatkan melainkan dapat menimbulkan dampak
potensi yang dikembangkan dirinya dalam yang merugikan secara medis, misalnya
suatu kondisi pertumbuhan, dimana dengan timbulnya penyakit kanker (dalam
tuntutan yang nyata dari kehidupan Kompas, 28 Juli 2002).
individu dewasa dapat diatasi dengan cara
yang efektif dan sehat (Schneiders dalam Gambaran mengenai kondisi individu
Kurniawan, 1995). Artinya, individu de- lanjut usia seperti yang dikemukakan tadi
ngan kematangan emosi mampu menerima mendorong peneliti untuk melakukan
tanggung jawab akan perubahan-perubahan penelitian mengenai hubungan antara
dalam hidupnya sebagai tantangan daripada kematangan emosi dan penerimaan diri;
menganggapnya sebagai beban, dan dengan apakah individu lanjut usia yang matang
rasa percaya diri berusaha mencari emosinya dapat menerima perubahan-
pemecahan masalahnya dengan cara-cara perubahan fisiologis, psikologis, sosial dan
yang aman untuk diri dan lingkungannya, ekonomis berkaitan dengan proses menua
serta dapat diterima secara sosial. yang terjadi pada dirinya secara lebih baik
dibandingkan individu lanjut usia yang
Pada akhirnya, individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi?
memiliki kematangan emosi akan mampu
menerima dirinya seperti apa adanya,
Penerimaan Diri
sehingga mudah beradaptasi dengan
lingkungannya (Mouly, 1960). Secara Pannes (dalam Hurlock, 1973) menya-
bertentangan, individu lanjut usia yang takan bahwa penerimaan diri adalah suatu
tidak memiliki kematangan emosi akan keadaan dimana individu memiliki
memandang dirinya secara depresif, atau keyakinan akan karakteristik dirinya, serta
malah terlalu membangga-banggakan masa mampu dan mau untuk hidup dengan
lalunya, atau menggunakan mekanisme keadaan tersebut. Jadi, individu dengan
pertahanan diri untuk menghadapi penerimaan diri memiliki penilaian yang
perubahan-perubahan dirinya berkaitan realistis tentang potensi yang dimiliknya,
manusia yang sederajat dengan individu dapat dihadapi dengan cara yang efektif
lain, menyadari dan tidak merasa malu dan positif. Hal itu berarti tuntutan
akan keadaan dirinya, menempatkan diri- kehidupan individu dewasa akan dihadapi
nya sebagaimana manusia yang lain dengan sikap yang tidak menunjukkan pola
sehingga individu lain dapat menerima emosional kekanak-kanakan, akan tetapi
dirinya, bertanggung jawab atas segala terus diupayakan cara-cara penyelesaian
perbuatannya, menerima pujian atau celaan dewasa yang tidak merugikan diri sendiri
atas dirinya secara objektif, mempercayai dan lingkungannya.
prinsip-prinsip atau standar-standar hidup- Hurlock (1959) berpendapat bahwa
nya tanpa harus diperbudak oleh opini individu yang matang emosinya dapat
individu-individu lain, tidak mengingkari dengan bebas merasakan sesuatu tanpa
atau merasa bersalah atas dorongan- beban. Perasaannya tidak terbebani, tidak
dorongan dan emosi-emosi yang ada pada terhambat, dan tidak terkekang. Hal ini
dirinya. bukan berarti ada ekspresi emosi yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi berlebihan, sebab adanya kontrol diri yang
penerimaan diri adalah pendidikan dan baik dalam dirinya sehingga ekspresi
dukungan sosial. Penerimaan diri akan emosinya tepat atau sesuai dengan
semakin baik apabila ada dukungan dari keadaaan yang dihadapi. Selanjutnya,
lingkungan sekitar, seperti yang dikatakan kontrol diri tidak menyebabkan individu
Ichramsjah, hal ini dikarenakan individu yang matang emosinya menjadi kaku,
yang mendapat dukungan sosial akan melainkan dapat berpikir dan bertindak
mendapat perlakuan yang baik dan fleksibel. Penampilannya seadanya, tanpa
menyenangkan (Kompas, 28 Juli 2002). dibuat-buat, spontan, dan memiliki rasa
Selain itu, juga dikatakan bahwa faktor humor. Keadaan ini dapat terjadi karena
pendidikan juga mempengaruhi penerima- individu dengan kematangan emosi
an diri; dimana individu yang memiliki memiliki kapasitas untuk bereaksi sesuai
pendidikan lebih tinggi akan memiliki dengan tuntutan yang ada dalam situasi
tingkat kesadaran yang lebih tinggi pula tersebut. Respon yang tidak sesuai dengan
akan datangnya masa tua dan segera tuntutan yang dihadapi akan dihilangkan.
mencari upaya untuk menghadapi masa tua Selain itu, individu dengan kematangan
ini. Dengan kata lain, di kalangan individu emosi akan berusaha untuk melihat situasi
yang memiliki tingkat pendidikan lebih dari berbagai sudut pandang dan menghin-
tinggi, upaya untuk menghadapi masa tua dari sudut pandang yang mengarahkan
bisa diantisipasi lebih dini. dirinya pada reaksi emosional. Hal ini
berarti individu dengan kematangan emosi
Kematangan Emosi akan lebih mampu beradaptasi karena
individu dapat menerima beragam orang
Schneiders (dalam Kurniawan, 1995) dan situasi dan memberikan reaksi yang
mengemukakan bahwa individu disebut tepat sesuai tuntutan yang dihadapi.
matang emosinya jika potensi yang dikem-
bangkannya dapat ditempatkan dalam suatu Ahli lain, Menninger (dalam Skinner,
kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan 1958) dan Murray (dalam Http:
yang nyata dari kehidupan individu dewasa //www.betteryou.com) menyatakan bahwa
menerima kenyataan, mampu beradaptasi Schaie dan Willis (1991), Birren dan
terhadap kenyataan hidup secara fleksibel, Schaie (1996), serta Murray (dalam Http:
mampu mengambil pelajaran dari peristiwa //www.betteryou.com) menyatakan bahwa
masa lalu, memiliki penilaian yang seorang individu dapat saja secara
objektif, mampu untuk mempergunakan kronologis sudah memasuki periode
dan menikmati kekayaan maupun keraga- perkembangan dewasa, tetapi secara
man sumber-sumber emosi yang dimiliki- psikologis masih belum matang. Artinya,
nya, mampu menyalurkan tenaga dari rasa tidak ada korelasi yang positif antara
marah ke dalam bentuk perilaku yang bertambahnya usia dengan bertambah
konstruktif, mampu untuk menjalin dewasanya pola pikir, perilaku, dan emosi
hubungan interpersonal yang bersifat saling individu. Hal ini akan mengakibatkan, bagi
menguntungkan, dan mampu untuk sebagian individu, tetap munculnya
berempati. perilaku kekanak-kanakan ketika sudah
Enam aspek kematangan emosi memasuki periode dewasa.
menurut Overstreet (dalam Schneiders, Individu lanjut usia yang dapat mene-
1955) adalah sikap untuk belajar, memiliki rima perubahan-perubahan berkaitan
rasa tanggung jawab, memiliki kemampuan dengan proses penuaan akan gembira
untuk berkomunikasi dengan efektif, dalam menjalani kehidupan masa tuanya.
memiliki kemampuan untuk menjalin Hal ini disebabkan individu dengan
hubungan sosial, beralih dari egosentrisme penerimaan diri memiliki toleransi terhadap
ke sosiosentrisme, dan falsafah hidupnya frustrasi atau kejadian-kejadian yang
terintegrasi. menjengkelkan, dan toleransi terhadap
kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus
Hubungan Kematangan Emosi dan menjadi sedih atau marah. Individu dapat
Penerimaan Diri pada lanjut Usia menerima dirinya sebagai seorang manusia
yang memiliki kelebihan dan kelemahan
Dalam psikologi perkembangan dikenal (Hjelle dan Ziegler, 1981). Jadi, individu
istilah konsep usia (Kimmel, 1990). Istilah yang mampu menerima dirinya adalah
konsep usia itu diantaranya adalah usia individu yang dapat menerima kekurangan
kronologis, yaitu usia yang menggambar- dirinya sebagaimana kemampuannya untuk
kan rentang usia yang dialami oleh menerima kelebihannya.
individu. Dengan kata lain, usia kronologis
adalah usia yang diukur mulai dari tahun Individu yang mampu menghadapi
kelahiran sampai dengan tahun ketika kenyataan dan bertindak secara konstruktif
dilakukan pengukuran. Selain itu dikenal untuk mengatasi kenyataan tersebut adalah
juga istilah usia psikologis, yaitu usia yang individu yang memiliki kematangan emosi
ditujukan pada kemampuan adaptif (Driesen dalam Http:
individu terhadap perubahan-perubahan //www.betteryou.com). Dalam hal ini
yang terjadi pada dirinya dibandingkan individu lanjut usia yang matang adalah
dengan usia kronologisnya (Birren dan individu yang mampu menghadapi
Schaie, 1977). kenyataan bahwa dirinya sudah tidak muda
lagi dan banyak hal yang berubah berkaitan
dengan proses penuaan tersebut; dimana
individu ini tidak akan memunculkan usia karena individu mampu melihat
perilaku yang destruktif untuk menerima dengan jujur potensi dirinya, dapat tabah
perubahan-perubahan dirinya. Jadi, indivi- untuk menerima kekurangan dirinya dan
du lanjut usia yang matang mampu meng- hal-hal lain yang tidak dapat diubahnya,
hadapi perubahan-perubahan dirinya serta memunculkan potensi-potensi positif
dengan cara yang tepat sesuai dengan dirinya, sehingga individu mampu menja-
usianya. Individu ini tidak akan lankan perannya sebagai lanjut usia tanpa
memunculkan mekanisme pertahanan diri harus memaksakan diri melakukan sesuatu
untuk mengatasi ”ketidakenakan” di masa di luar batas kemampuannya. Hal ini dapat
tuanya. Semakin matang seorang individu, dilakukan oleh individu lanjut usia karena
maka akan semakin mampu menerima memiliki kontrol diri yang baik. Individu
perubahan-perubahan tersebut. lanjut usia yang memiliki kematangan
Reichard’s (dalam Decker, 1980) emosi mampu menghargai dirinya dan
menggambarkan bahwa individu lanjut usia tetap mampu untuk memberikan arti bagi
yang memiliki kematangan emosi adalah dirinya di tengah lingkungan sosialnya.
individu yang mampu menyesuaikan diri
secara baik dengan proses penuaan dirinya. HIPOTESIS
Artinya, individu memiliki kontrol diri Berdasarkan tinjauan pustaka yang
yang baik, memiliki rasa tanggung jawab, telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang
mampu memberi arti pada hubungan sosial diajukan dalam penelitian ini adalah ada
yang dilakukannya, dan mampu menghar- korelasi yang positif antara kematangan
gai keberadaan dirinya saat ini. Reichard’s emosi dengan penerimaan diri pada
juga menyatakan bahwa ada dua gambaran individu lanjut usia. Artinya, semakin
dari individu lanjut usia yang tidak matang emosi individu maka akan semakin
memiliki kematangan emosi, yaitu (1) mampu untuk menerima diri seperti apa
Angry. Individu-individu akan memusuhi adanya. Demikian juga sebaliknya,
lingkungan, menyalahkan lingkungan apa- semakin tidak matang emosi individu maka
bila ada sesuatu yang salah, melihat dunia semakin sulit untuk menerima dirinya
sebagai suatu perlawanan yang kompetitif. seperti apa adanya.
(2) Self-haters. Individu-individu akan
menyalahkan dirinya, memiliki hubungan
METODE PENELITIAN
sosial yang buruk, dan sangat depresi
dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Variabel yang digunakan dalam pene-
Dari teori kepribadian lanjut usia yang litian ini adalah kematangan emosi sebagai
dikemukakan oleh Reichard’s ini dapat variabel independen, dan penerimaan diri
diketahui gambaran secara jelas bahwa sebagai variabel dependen.
individu lanjut usia yang memiliki Kematangan emosi adalah sejauh mana
kematangan emosi mampu untuk menerima individu dapat mengekspresikan emosinya
dirinya apa adanya; artinya individu lanjut secara tepat, yaitu dengan memunculkan
usia tidak akan memarahi lingkungan mekanisme psikologi yang sesuai dan
maupun dirinya akan perubahan-perubahan bermanfaat, untuk menghadapi berbagai
keadaan yang dialaminya sebagai lanjut keadaan dalam kehidupan sehari-hari;
butir dengan lima alternatif jawaban, yaitu terhadap variabel kematangan emosi dan
SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), R (Ragu- penerimaan diri menunjukkan hasil yang
ragu), KS (Kurang Sesuai) dan STS linier.
(Sangat Tidak Sesuai). Pemberian skor Hasil analisis data menggunakan teknik
dilakukan dengan melihat sifat butir. korelasi product moment dari Pearson
Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar
sampai dengan 0 (STS) untuk butir 0,559 (p<0,01) yang berarti ada hubungan
favorabel, sedangkan pemberian skor positif yang sangat signifikan antara
bergerak dari 0 (SS) sampai dengan 4 kematangan emosi dan penerimaan diri.
(STS) untuk butir yang tidak favorabel. Koefisien determinasi (r²) sebesar 0,312
memperlihatkan bahwa kematangan emosi
HASIL memberikan sumbangan sebesar 31,20 %
Kedua skala yang telah diujicobakan terhadap penerimaan diri.
digunakan untuk pengambilan data yang
dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus DISKUSI
2002. Data penelitian diperoleh dengan Hipotesis yang menyatakan bahwa ada
membagikan skala penelitian pada anggota hubungan positif antara kematangan emosi
Perhimpunan Purna karyawan dan penerimaan diri diterima. Hasil
PERTAMINA (HIMPANA) DIY Ranting penelitian ini menunjukkan bahwa kema-
Utara. tangan emosi berkorelasi positif dengan
Setelah seluruh data diperoleh, penerimaan diri. Semakin tinggi kema-
dilakukan uji asumsi yang meliputi uji tangan emosi maka semakin tinggi pula
normalitas sebaran dan uji linieritas peneriman diri, dan sebaliknya semakin
sebaran. Hasil uji normalitas menggunakan rendah kematangan emosi maka semakin
teknik Kolmogorov-Smirnov Goodness of rendah pula peneriman dirinya.
Fit Test menunjukkan bahwa semua Penerimaan diri pada penelitian ini
variabel dalam penelitian memiliki dikaitkan dengan kematangan emosi karena
distribusi normal. Berdasarkan hasil uji emosi mewarnai perilaku manusia, dan
normalitas kedua skala diketahui bahwa emosi muncul sebagai reaksi-reaksi
skala kematangan emosi dengan p= 0,423 terhadap kejadian yang memiliki arti
(p>0,05) dan skala penerimaan diri dengan (Walgito, 1997). Lebih jauh, dikatakan
p=0,636 (p>0,05). bahwa emosi adalah keadaan perasaan yang
Pengujian linieritas bertujuan untuk telah begitu melampaui batas sehingga
melihat sebaran titik-titik yang merupakan untuk mengadakan hubungan dengan
nilai dari variabel kematangan emosi dan sekitarnya dapat terganggu. Individu lanjut
variabel penerimaan diri dapat ditarik garis usia akan banyak menghadapi perubahan
lurus yang menunjukkan sebuah hubungan berkaitan dengan usianya yang semakin
linier antara variabel-variabel penelitian lanjut, oleh karenanya bagi individu yang
tersebut. Kaidah yang digunakan adalah tidak dapat menerima perubahan tersebut
jika p<0,05 maka kedua variabel penelitian akan menggunakan mekanisme pertahanan
tersebut dikatakan linier. Uji linieritas diri untuk menghadapinya. Akan tetapi lain
halnya dengan individu yang memiliki perubahan yang terjadi pada dirinya (Baltes
kematangan emosi karena individu dapat dan Baltes dalam Newman dan Newman,
mengatasi masalah yang dihadapinya 1979).
dengan memunculkan mekanisme psiko- Hasil penelitian ini menguatkan
logi yang sesuai dan bermanfaat untuk penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989)
menghadapi berbagai keadaan dalam kehi- yang menghasilkan kesimpulan bahwa
dupan sehari-hari. Individu yang matang kematangan emosi mensyaratkan adanya
emosinya tidak berarti terbebas dari emosi- manipulasi terhadap lingkungan. Kema-
emosi seperti takut, cemas, atau marah; tangan emosi menekankan kemampuan
tetapi individu tersebut mampu mengelola individu untuk memanipulasi lingkungan
emosinya melalui pemilihan strategi peme- secara kreatif dan konstruktif melalui
cahan masalah yang tepat. aktivitas fisik, sosial, dan mental. Oleh
Hal yang berpengaruh terhadap kema- karena itu, individu lanjut usia seharusnya
tangan emosi individu adalah kemampuan meluaskan perhatian, tidak hanya kepada
untuk melakukan adaptasi terhadap dirinya saja. Successful aging menekankan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bahwa individu mampu mengambil
dirinya. Thomae (dalam Mönks dkk, 1998) keuntungan dari kesempatan-kesempatan
berpendapat bahwa menjadi tua merupakan yang diberikan oleh lingkungan.
keadaan yang tidak dapat dihindarkan, Kematangan emosi subjek yang berada
tetapi ada sumbangan dari individu itu pada kategori tinggi kemungkinan dipenga-
sendiri untuk tidak menerima secara pasif ruhi oleh kemampuan adaptif subjek.
perubahan-perubahan fisik maupun Tingkah laku adaptif adalah tingkah laku
lingkungannya; karena individu lanjut usia yang membantu individu untuk melakukan
juga mengambil sikap, memilih, dan interaksi lebih efektif dengan lingkungan
memberikan bentuk pada situasi yang sekitarnya (Chaplin, 1999). Perilaku adaptif
dialaminya. Hal ini senada dengan menjadi hal penting bagi seorang karyawan
pendapat yang dikemukakan oleh Birren PERTAMINA disebabkan penerapan
dan Sloane (1980) yang menyatakan bahwa sistem rotasi dalam perusahaan. Individu
individu lanjut usia yang memiliki yang diterima bekerja di PERTAMINA
kematangan emosi mampu beradaptasi harus tunduk dan patuh untuk ditempatkan
untuk menerima beragam orang dan situasi di mana saja disesuaikan dengan jenis
dan mampu memberikan reaksi yang tepat pekerjaan yang diembannya. Karyawan
sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, menjadi terbiasa untuk menghadapi ling-
termasuk adaptasi untuk menerima kungan yang senantiasa berubah, apalagi
perubahan-perubahan fisiologis, psikologis, umumnya akan mengalami rotasi lagi
sosial, dan ekonomis pada dirinya. setelah 3 atau 4 tahun. Hal ini membantu
Kemampuan adaptasi memberikan sum- subjek untuk mengatasi masalah dirinya,
bangan penting bagi individu lanjut usia keluarga, atau pekerjaannya dengan cara-
untuk mencapai successful aging. Hal ini cara yang efektif; bahkan mungkin ada
dikarenakan successful aging melibatkan tuntutan lebih karena setiap daerah
strategi-strategi yang digunakan individu memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda-
lanjut usia untuk menerima perubahan- beda.
anggota keluarga lain dapat membantu Dengan kata lain, hal tersebut sejalan
subjek untuk menerima datangnya dengan socioemotional selectivity theory
perubahan-perubahan yang berkitan dengan yang dikemukakan oleh Carstensen (1992),
bertambahnya usia, dan dapat memberikan yaitu jumlah interaksi sosial yang dilaku-
dukungan ketika subjek penelitian meng- kan oleh individu lanjut usia merupakan
alami kesulitan atau kesedihan saat hasil proses seleksi yang panjang yang
menghadapi masalah, serta memungkinkan dilakukan secara strategis dan adaptif untuk
bagi subjek untuk tidak mengalami mencapai keuntungan sosial dan emosi
perasaan kesepian yang pada umumnya yang maksimal, serta meminimalkan resiko
banyak dialami individu lanjut usia akibat yang mungkin timbul. Penelitian lain yang
ditinggal mati oleh pasangan atau anak- dilalukan oleh Bonn Longitudinal Study of
anak yang telah pergi meninggalkan rumah. Aging (dalam Mönks dkk, 1998)
Subjek yang tinggal dengan pasangan menyatakan bahwa ada tujuh peran sosial
menunjukkan persentase terbesar (62,5%) yang apabila meningkat aktivitasnya pada
dimana hal ini menunjukkan bahwa masa usia lanjut maka justru akan
kebersamaan diantara pasangan suami-istri meningkatkan kepuasan hidup lanjut usia,
masih tinggi, diantara keduanya masih ada yaitu berhubungan dengan peran dalam
rasa saling membutuhkan dan rasa saling keluarga, kenalan, teman, tetangga, anggota
memiliki. perkumpulan, suami/istri, dan sebagai
HIMPANA sendiri menjadi wadah warga negara.
penting bagi anggota-anggotanya karena Kedua variabel penelitian berada pada
dapat digunakan sebagai ajang berkumpul kategori tinggi. Hal tersebut dapat terjadi
dengan teman-teman sebaya sambil karena adanya usaha-usaha yang dilakukan
bernostalgia, dimana hal ini memberikan oleh PERTAMINA untuk mengadakan
kesan tersendiri bagi para individu lanjut pelatihan-pelatihan bagi karyawan yang
usia sehingga individu merasa diperhati- memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP),
kan, dipercaya, dibantu, dihargai dan sehingga karyawan dapat mengetahui
dicintai. Bergabungnya subjek dengan gambaran keadaan dirinya ketika pensiun
HIMPANA dan berusaha untuk mengikuti dan kondisi masa tua secara umum.
secara aktif kegiatan-kegiatan yang PERTAMINA mengharapkan pelatihan ini
dilakukan oleh HIMPANA; baik aktivitas dapat membantu karyawan untuk mampu
kesehatan, keagamaan, dan sosial; menan- menerima keadaan yang akan jauh berbeda
dakan bahwa sebagian besar subjek dengan keadaan masa muda dahulu dan
penelitian menganut selective disengage- cara-cara mengatasi masalah berkaitan
ment theory, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan kondisi menua tersebut dengan
disesuaikan dengan kemampuan dan penyelesaian yang konstruktif dan kreatif.
keadaan dirinya yang sudah memasuki usia Tingginya kedua variabel yang diteliti
lanjut (Neugarten dalam Decker, 1980). ada kaitannya dengan karakteristik khas
Jadi, aktivitas yang dilakukan tidak lagi pada subjek penelitian yaitu subjek
untuk menghasilkan suatu prestasi, akan memiliki tingkat pendidikan tinggi, status
tetapi aktivitas yang dapat menghasilkan pekerjaan yang berada pada level
keuntungan nonmateri (sosial dan emosi). manajerial, uang pensiun yang mencukupi,
New York: Van Nostrand Reinhold Hurlock, E.B. 1974. Personality Develop-
Co. ment. New Delhi: Tata McGraw Hill
Birren, J.E., and Schaie, K.W. 1996. Publishing.
Handbook of the Psychology of Aging. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkem-
4th Edition. London: Academic Press. bangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Carstensen, L.L. 1992. Social and Rentang Kehidupan. Cetakan Ke-5.
Emotional Pattern in Adulthood: Jakarta: Penerbit Erlangga.
Support for Socioemotional Selectivity Ichramsjah. 2002. Menjadi Tua dengan
Theory. Journal of Psychology and Penuh Rahmat. Dalam Kompas. 28 Juli
Aging, 3, 331-338. 2002. Jakarta.
Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Ichramsjah. 2002. Menopause? Siapa
Psikologi. Kartini Kartono (Pen.). Takut. Dalam Kompas. 28 Juli 2002.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Cronbach, L.J. 1963. Educational Psycho- Jatmiko, S.W. 1995. Hubungan antara
logy. 2nd Edition. New York: Persepsi terhadap Ketuaan dengan
Harcourt, Bruce, and World. Aktivitas Lanjut Usia. Skripsi (Tidak
Decker, D.L. 1980. Social Gerontology: An Diterbitkan). Yogyakarta: Fakulats
Introduction to the Dynamics of Aging. Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Boston: Little, Brown, and Co. Jersild, A.T. 1963. The Psychology of
Hall, M.R.P., MacLennan, W.J., and Lye, Adolescent. New York: The McMillan.
M.D.C.N. 1993. Medical Care of the Jersild, A.T., Brook, J.S., and Brook, D.W.
Elderly. 3rd Edition. West Sussex: 1978. The Psychology of Adolescent.
John Wiley and Sons. 3rd Edition. London: Collier McMillan
Herzog, A.R., House, J.S., and Morgan, Publishers.
J.N. 1991. Relation of Work and Kimmel, D.C. 1974. Adulthood And Aging:
Retirement to Health and Well-Being An Interdisciplinary, Development
in Older Age. Journal of Psychology View. New York: John Wiley and
and Aging, 6, 202-211. Sons.
Hjelle, L.A. and Ziegler, D.J. 1981. Kimmel, D.C. 1990. Adulthood and Aging.
Personality Theories: Basic Assump- 3rd Edition. Toronto: John Wiley and
tions, Research, and Application. 2nd Sons.
Edition. Tokyo: McGraw-Hill Koga- Kurniawan, L. 1995. Pengaruh Kema-
kusha Ltd. tangan Emosi dan Dukungan Suami
Hurlock, E.B. 1959. Developmental terhadap Kepekaan Pengasuhan Ibu.
Psychology. 3rd Edition. New Delhi: Skripsi. (Tidak diterbitkan). Jakarta:
Tata McGraw Hill. Fakultas Psikologi Universitas Indo-
Hurlock, E.B. 1973. Adolescent Develop- nesia.
ment. 4th Edition. Tokyo: McGraw Levenson, R.W., Carstensen, L.L., Friesen,
Hill Kogakusha. W.V., and Ekman, P. 1991. Emotion,
Physiology, and Expression in Old