Anda di halaman 1dari 8

TEKNOLOGI MEMBRAN

Membran adalah alat pemisah yang bersifat selektif dimana dapat memisahkan berbagai zat
campuran didalam 2 fase fluid. Fase diantara membran bisa berupa fase cair atau fase gas. Zat
campuran didalam fase tersebut bisa bersifat homogen atau heterogen baik itu berupa padatan,
cairan atau gas (lihat gambar dibawah).

Pada sistem pengolahan air, kedua fase diantara membran adalah fase cair untuk memfilter
molekul, ion, atau partikel padat terlarut. Air yang akan difilter oleh membran biasanya disebut
“feed-stream” dan air bersih yang sudah difilter disebut “permeate”, sedangkan air yang
mengandung kotoran partikel disebut “retentate” atau “concentrate”. Membran terdiri atas 2 jenis:
membran biologis dan membran sintetis.
Membran sintetis dibuat oleh manusia untuk kepentingan pemisahan (filtration) baik
dilaboratorium atau industri, bisa juga disebut membran artifisial. Sejak pertengahan abad kedua
puluh, membran sintetis banyak digunakan untuk kepentingan proses industri skala kecil atau besar.
Membran diproduksi dari material organik seperti polimer ataupun material anorganik, dan saat ini
yang paling banyak diproduksi dan digunakan adalah jenis membran polimer, yang dapat dibedakan
berdasarkan kimia permukaan (surface chemistry), struktur bulk (bulk structure), morfologi, dan
metode produksi. Karakteristik kimia dan fisika pada membran sintetis dan partikel yang difilter
menentukan pemilihan gaya dorong (driving force).
Untuk proses pemisahan menggunakan membran umumnya menggunakan gaya dorong
tekanan (pressure driving force) dan perbedaan konsentrasi (concentration gradients driving force),
yang disebut filtrasi membran atau “membrane filtration”. Teknik pemisahan yang biasa
menggunakan filtrasi membran adalah sebagai berikut :
1. Microfiltration
2. Ultrafiltration
3. Nanofiltration
4. Reverse Osmosis
5. Electrolysis
6. Dialysis
7. Electrodialysis
8. Gas Separation
9. Vapor Permeation
10. Pervaporation
11. Membrane Distillation
12. Membrane Contactors
Semua teknik pemisahaan diatas tidak terjadi perubahan fase kecuali pada pervaporation
(perubahan fase cair menjadi fase gas). Untuk pengolahan air, yang paling banyak digunakan adalah
teknik pemisahan microfiltration, ultrafiltration, nanofiltration, dan reverse osmosis. Keempat
teknologi filtrasi membran ini menggunakan gaya dorong tekanan (pressure driven). Perbedaannya
adalah kemampuannya dalam memfilter partikel dalam air berdasarkan ukurannya (lihat gambar
dibawah).
Agar mudah difahami, berikut penjelasannya:
A. Microfiltration (MF, Mikrofiltrasi)
Istilah microfiltration berasal dari “micro” artinya kecil, bisa ditujukan pada ukuran membran pori
skala mikro, mikroorganisme atau mikropartikel, dan “filtration” artinya pemisahan, sehingga
teknologi mikrofiltrasi dapat memisahkan mikroorganisme seperti bakteri didalam air. Selain itu,
membran mikrofiltrasi dapat menyaring padatan terlarut yang berukuran sekitar 0.05-10 microns.
Penggunaan mikrofiltrasi sangat cocok untuk menurunkan kekeruhan (turbidity) yang disebabkan
oleh partikel terlarut dan mikroorganisme. Material membran yang digunakan dapat berasal dari
polimer organik seperti polipropilen atau polikarbonat, keramik, dan metal alloy. Terdapat 2
mekanisme pemisahan :
1. Dead-end Microfiltration
Biasa disebut juga “conventional process”. Aliran air mengarah langsung ke membran dan
partikel padatan akan terakumulasi diatas permukaan membran hingga dilakukan backwash
(cuci terbalik), jika tidak ada backwash maka laju alir dapat menurun hingga nilainya 0
karena semua partikel padatan menyebabkan blocking (penutupan pori) sampai menutup
semua pori membran. Setelah dilakukan backwash, padatan yang terakumulasi diatas
permukaan membran akan dibersihkan dan kemudian ditampung untuk dibuang.
2. Cross-flow Microfiltration
Aliran air pada cross-flow microfiltration secara turbulen sepanjang membran sehingga
dapat mencegah terjadinya akumulasi partikel padatan diatas permukaan membran. Jenis
membran yang digunakan biasanya berbentuk tabung (misal: tubular membrane, holow fiber
membrane). Air yang tidak terfiltrasi dan mengandung partikel padatan (retentate) akan
dialirkan keluar atau difilter kembali. Istilah “cross-flow” digunakan karena aliran air umpan
(feed) dan aliran air terfiltrasi (permeate) mengarah sudut 90 derajat (tangential). Prosess ini
sangatlah banyak digunakan dan hasilnya bagus untuk air umpan yang memiliki konsentrasi
tinggi partikel padatan.

B. Ultrafiltration (UF, Ultrafiltrasi)


Kemampuan pemisahan pada ultrafiltrasi jauh lebih baik dibandingkan mikrofiltrasi. Istilah
“ultra” secara bahasa berarti yang teramat sangat, dimana semua mikroorganisme dapat terpisah
sempurna termasuk juga makromolekul seperti protein yang biasanya dihasilkan oleh
mikroorganisme, adapun air dan molekul rendah akan melewati membran. Pada beberapa industri,
teknik pemisahan dan pemurnian makromolekul (10 3-106 Dalton) dalam larutan akan menggunakan
ultrafiltrasi. Secara prinsipnya, ultrafiltrasi sama dengan mikrofiltrasi dimana terdapat 2 proses
mekanisme: dead-end dan cross-flow. Perbedaan utamanya adalah ukuran pori membran yang jauh
lebih kecil dibandingkan mikrofiltrasi.
Umumnya material yang digunakan untuk membran ultrafiltrasi adalah polimer seperti
polysulfone, polypropylene, cellulose acetate, dan polylactic acid, akan tetapi ada juga yang
menggunakan membran keramik untuk aplikasi suhu tinggi. Gambar dibawah adalah aplikasi
membran ultrafiltrasi yang membedakan dengan membran mikrofiltrasi. Hasil akhir berupa air
bersih yang masih mengandung garam-garam terlarut.
C. Nanofiltration (NF, Nanofiltrasi)
Penggunaan istilah “nano” mengacu pada pori membran yang berukuran nano
(artinya pangkat -9), yaitu 1-5 nm. Membran nanofiltrasi memiliki kemampuan menahan ion
divalen seperti ion kalsium (Ca2+) dan ion magnesium (Mg2+), akan tetapi dapat melewatkan ion
monovalen seperti ion natrium (Na+) dan ion kalium (K+) . Untuk senyawa organik dengan berat
molekul 200-300 dapat difilter dengan sempurna seperti sukrosa (gula pasir). Kemampuannya yang
sangat spesifik dalam filtrasi menjadikan nanofiltrasi sebagai pilihan yang tepat terkait dengan
efektifitas, kelayakan, dan ekonomis. Penggunaan nanofiltrasi meliputi demineralisasi,
penghilangan senyawa warna, dan desalting. Design membran biasanya seperti membran reverse
osmosis dalam bentuk spiral wound (lihat gambar dibawah).

D. Reverse Osmosis (RO, Osmosis terbalik)


Peristiwa osmosis banyak terjadi dialam karena disebabkan oleh perbedaan tekanan yang
dipisahkan oleh membran semipermeabel dimana cairan yang sedikit mengandung zat terlarut
(larutan encer) akan mengalir ke cairan yang banyak mengandung zat terlarut (larutan pekat). Jika
aliran air berlawanan dengan peristiwa osmosis dimana air mengalir dari larutan pekat ke larutan
encer karena diberikan gaya dorong (driving force) maka disebut osmosis terbalik atau reverse
osmosis, yang disingkat RO (lihat gambar dibawah).

Membran RO mampu memfilter mulai dari bakteri hingga ion monovalen yang terkandung
didalam air. Ukuran porinya yang sangat kecil kurang dari 1 nm dapat secara efektif menghasilkan
air murni, akan tetapi membutuhkan energi yang besar dengan tekanan sekitar 50 bar tergantung
dari jumlah komponen zat terlarut dalam air, dengan demikian teknologi RO sedikit berbeda dengan
teknologi filtrasi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, atau nanofiltrasi, karena gaya dorong bukan
hanya dipengaruhi oleh tekanan tapi konsentrasi zat terlarut melalui proses difusi. Teknologi
membrane RO banyak digunakan untuk pemurnian air minum dari air laut, penghilangan garam dan
material terlarut lainnya dalam air. Design membran RO berbentuk spiral wound dan gambar
dibawah sebagai ilustrasi proses filtrasi yang dilakukan oleh membran RO.
Proses reverse osmosis terjadi apabila dua buah larutan dengan konsentarsi encer dan
konsentrasi pekat dipisahkan oleh membran semi-permeable, maka larutan dengan konsentrasi yang
encer akan terdifusi melalui membran tersebut masuk ke dalam larutan yang pekat sampai sampai
terjadi kesetimbangan konsentrasi. Fenomena tersebut dikenal sebagai proses osmosis. Jika air
tawar dan air asin dipisahkan dengan membrane semi-permeable, maka air tawar akan terdifusi ke
dalam air asin melalui membran tersebut sampai terjadi kesetimbangan.
Daya pengggerak (driving force) yang menyebabkan terjadinya aliran difusi air tawar ke
dalam air asin melalui membran semi-permeable tersebut dinamakan tekanan osomosis. Besarnya
tekanan osmosis tersebut tergantung dari karakteristik membran, temperatur air, dan konsentarsi
garam yang terlarut dalam air. Tekanan osmotik normal air laut yang mengandung TDS 35.000 ppm
dan suhu 25° C adalah kira-kira 26,7 kg/cm2, dan untuk air laut di daerah timur tengah atau laut
Merah yang mengandung TDS 42,000 ppm , dan suhu 30° C, tekanan osmotik adalah 32,7 kg /m2.
Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan
osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari dari air asin ke air tawar melalui
membran semi-permeable, sedangkan garamnya tetap tertinggal di dalam larutan garammya
sehingga menjadi lebih pekat. Proses tersebut dinamakan osmosis balik (reverse osmosis).
Keunggulan proses osmosis balik antara lain yakni pengopersianya dilakukan pada suhu kamar,
tanpa instalasi pembangkit uap, mudah untuk memperbesar kapasitas, serta pengoperasian alat
relatif mudah. Teknologi ini sangat cocok untuk digunakan di wilayah dimana tidak terdapat atau
sedikit sekali sumber air tawar misalnya untuk daerah pesisir dan pulau-pulau kecil

Anda mungkin juga menyukai