id
“ Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam pada sepertiga malam yang
terakhir, kemudian berfirman : “ Barang siapa berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan,
barang siapa meminta kepada-Ku akan Aku beri, barang siapa memohon ampun
kepadaku akan Aku ampuni” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini secara jelas dan gamblang menunjukkan penetapan sifat nuzul bagi Allah,
yakni Allah turun ke langit dunia.
Oleh karena itu kita menetapkan nuzul dari sisi makna dan bukan dari
sisi kaifyah (bagaimana cara turun). Kita menetapkannya
tanpa tamsil (menyerupakan dengan sifat makhluk) dan Allah turun sesuai dengan
kemuliaan dan keagungan-Nya. Tidak boleh menolak sifat ini ataupun
menyelewengkan maknanya dengan makna yang lain.
Baca Juga:
Jawaban Global Bagi Yang Menolak Sifat Nuzul
Sudah menjadi kebiasaan ahlul bid’ah bahwasanya mereka akan menolak atau
menyelewengkan sifat-sifat Allah yang tidak mereka imani, termasuk sifat nuzul ini.
Mereka menolak sifat nuzul dengan berbagai alasan yang sebenarnya merupakan
syubhat yang lemah.
Jawaban secara global terhadap setiap penolak sifat Allah, termasuk bagi yang
mengingkari sifat nuzul, adalah sebagai berikut :
Baca Juga:
Syubhat 1 : Menetapkan Allah turun bertentangan dengan akal dan turun adalah
perbuatan makhluk.
Jika ada yang mengatakan : “Mengapa engkau katakan Allah turun? Jika Allah turun,
bagaimana dengan ke-Maha Tinggian Allah ? Jika Allah turun, bagaimana
dengan istiwa’-Nya Allah di atas ‘arsy ? Jika Allah turun, maka turun adalah bergerak
dan berpindah. Jika Allah turun, maka turun adalah perbuatan makhluk. ”
Kita katakan bahwa itu semua itu adalah anggapan yang batil dan itu semua tidak
bertentangan dengan hakikat turun-Nya Allah. Apakah kalian lebih tahu tentang
hakikat turun-Nya Allah daripada sahabat Rasulullah?. Para sahabat tidak pernah
sama sekali mengatakan kemungkinan-kemungkinan seperti yang kalian katakan.
Mereka semua (para sahabat) mengatakan. : kami mendengar, kami beriman, kami
menerima, dan kami membenarkan. Sedangkan ahlu ta’thil (para penolak sifat)
mereka memperdebatkan dengan perdebatan yang batil dengan bertanya mengapa
begini dan mengapa begitu. Cukuplah kita katakan Allah Ta’ala turun dan kita tidak
perlu memperdebatkan tentang apakah ‘arsy Allah kosong atau tidak. Adapun sifat
ke-Maha Tinggian Allah, kita katakan bahwa Allah turun akan tetapi Allah tetap di
atas para makhluk-Nya, karena bukanlah makna dari turun-Nya Allah akan diliputi
dan dinaungi langit, karena tidak ada satu makhluk pun yang dapat meliputi
Allah Ta’ala.
Syubhat 2 : Kalau Allah turun berarti Allah akan dilingkupi langit yang
merupakan makhluk dan akan berada di bawahnya.
Perlu kita camkan baik-baik, bahwa ketika kita menetapkan sifat bagi Allah, maka
sifat tersebut adalah sifat yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan Allah dan
sama sekali berbeda dengan sifat yang ada pada makhluk. Demikian pula dengan
sifat nuzul. Ketika kita menetapkan Allah turun, maka turun-Nya Allah tidak sama
dengan makhluk. Turun yang bermakna berpindah dari atas ke bawah sehingga
tempat yang di atas akan melingkupi dzat yang telah turun ke tempat yang lebih
rendah, ini adalah sifat turun yang ada pada makhluk. Adapun Allah berbeda dengan
makhluk, karena Allah sendiri yang berfirman :
Anggapan yang dilontarkan syubhat ini akan terjadi pada turunnya makhluk. Adapun
Allah tidak sama dengan makhluk. Maha suci Allah dari keserupaan dengan
makhluk. Allah turun ke langit dunia dan sama sekali tidak ada satu pun makhluk
yang melingkupinya. Oleh karena itu kita wajib menetapkan sifat nuzul bagi Allah,
kita tetapkan maknanya tanpa menentukan kaifiyah-nya dan tanpa menyerupakan
dengan turunnya makhluk.
Memaknai hadits di atas bahwa yang turun adalah malaikat Allah adalah makna
yang batil. Lafadz hadits menunjukkan penyandaran perbuatan turun kepada Allah
dan bukan kepada selain-Nya. Ini menunjukkan bahwa yang turun adalah Allah
sendiri. Jika yang turun adalah malaikat, apakah masuk akal jika malaikat berkata :
“Barang siapa berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku
akan Aku beri, barang siapa memohon ampun kepadaku akan Aku ampuni ?”. Tidak
mungkin ada yang mengatakan dengan perkataan seperti ini kecuali hanya Allah
saja. Dengan ini jelaslah kebatilan penyelewengan makna seperti ini.
ْ ﺎء اﻟَﻰ
اﻻرْ ِض ُﺛﻢ ﻳَﻌْ ﺮُ ُج اﻟَ ْﻴ ِﻪ ْ ُُﻳ َﺪﺑﺮ
ِ َاﻻﻣْ ﺮَ ِﻣﻦَ اﻟﺴﻤ
” Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya “(As
Sajadah :5)
Dikatakan pula yang turun adalah rahmat Allah Ta’ala ke langit dunia pada sepertiga
malam terakhir. Ini juga merupakan makna yang batil. Apakah rahmat Allah tidak
turun kecuali hanya pada waktu itu saja?! Ini sama saja dengan membatasi rahmat
Allah, padahal Allah berfirman :
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)” (An Nahl
: 53).
Seluruh nikmat Allah merupakan buah dari rahmat Allah dan itu turun pada setiap
waktu. Selain itu jika yang turun adalah rahmat Allah, apa faidahnya dengan
turunnya rahmat Allah hanya sampai ke langit dunia dan tidak sampai ke bumi ?!
Kita katakan bahwa kita mengimani Allah turun ke langit dunia pada tiap sepertiga
malam terakhir. Jika kita sudah beriman dengan yakin, tidak ada lagi keraguan
sedikit pun di balik keyakinan tersebut. Kita tidak perlu dan tidak pantas bertanya
bagaimana dan mengapa. Kewajiban kita beriman jika sepertiga malam terjadi di
satu daerah, maka ketika itu pula Allah turun. Jika sepertiga malam terakhir terjadi
di daerah lain, maka ketika itu pula Allah turun di daerah tersebut. Jika telah terbit
fajar di daerah tersebut maka berakhir sudah waktu turun-Nya Allah di daerah
tersebut.
Kesimpulan
Ahlus Sunnah menetapkan tentang sifat turun-Nya Allah Ta’ala ke langit dunia setiap
malam sebagaimana mereka menetapkan seluruh sifat-sifat Allah yang terdapat
dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah. Kewajiban kita adalah beriman terhadap sifat-sifat
Allah yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan rasul-Nya tanpa menyelewengkan
dari maknanya yang hakiki. Demikian pula sifat nuzul, wajib kita beriman bahwa
Allah Ta’ala turun ke langit dunia secara hakiki pada sepertiga malam terakhir dan
tidak sama dengan turunnya makhluk.
Pada saat turun, Allah akan mengabulkan orang yang berdoa, akan memberi orang
yang meminta, dan akan mengampuni orang yang memohon ampun. Oleh karena itu
hendaknya kita senantiasa mencari waktu yang mulia ini untuk mendapatkan
karunia Allah Ta’ala dan rahmat-Nya, melaksanakan ibadah kepada Allah dengan
khusyu’, memohon ampunan kepada-Nya, dan memohon kebaikan di dunia dan di
akhirat. Tidak selayaknya seorang muslim melewatkan waktu yang sangat berharga
ini. Inilah buah keimanan yang benar terhadap sifat turun-Nya Allah Ta’ala. Semoga
Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bisa memanfaatkan waktu yang
mulia ini. Wallahu a’lam.
Artikel: Muslim.or.id
Referensi :
Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan
klik disini. Jazakallahu khaira