Anda di halaman 1dari 30

PENTINGNYA

NIAT
YANG BENAR
APA ITU NIAT?
DEFINISI NIAT
Niat secara bahasa
artinya adalah al qashdu
(maksud) dan al iraadah
(keinginan) atau dengan
kata lain qashdul quluub
wa iraadatuhu (maksud
dan keinginan hati).
DEFINISI NIAT
Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as Sa’di berkata,
“Niat adalah maksud
dalam beramal untuk
mendekatkan diri pada
Allah, mencari ridha dan
pahala-Nya.”
(Bahjah Quluubil Abraar wa Qurratu
‘Uyuunil Akhyaar Syarah Jawaami’ul
Akhbar hal. 5)
DIMANA
TEMPATNYA
NIAT?
Tempat niat
adalah di dalam
hati, dan An
Nawawi
berkata, “Tidak
ada khilaf
dalam hal ini.”
Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan,
ِّ ‫ق العُلَ َم‬
‫اء‬ ِّ ‫ب ِّباتِّفَا‬ ُ ‫َوالنِّيَّةُ َم َحلُّ َها القَل‬
َ ‫؛ فَإِّن ن ََوى ِّبقَل ِّب ِّه َولَم َيت َ َكلَّم ِّب ِّل‬
‫سانِّ ِّه‬
‫أَجزَ أَتهُ النِّيَّةُ ِّباتِّفَاِِّ ِّهم‬
“Niat itu letaknya di hati
berdasarkan kesepakatan
ulama. Jika seseorang
berniat di hatinya tanpa ia
TEMPAT lafazhkan dengan lisannya,
maka niatnya sudah
NIAT dianggap sah berdasarkan
kesepakatan para ulama.”
(Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)
FUNGSI NIAT (1)
• Membedakan antara satu
ibadah dengan ibadah
lainnya.
• Contoh ada ibadah yang
hukumnya fardhu ‘ain, ada
yang fardhu kifayah, ada yang
termasuk rawatib, ada yang
niatnya witir, ada yang niatnya
sekedar shalat sunnah saja
(shalat sunnah mutlak).
FUNGSI NIAT (2)
• Membedakan antara ibadah
dengan kebiasaan.
• Contoh puasa. Puasa berarti
meninggalkan makan, minum
dan pembatal lainnya.
• Namun terkadang seseorang
meninggalkan makan dan minum
karena kebiasaan, tanpa ada niat
mendekatkan diri pada Allah.
Terkadang pula maksudnya
adalah ibadah.
FUNGSI NIAT (3)
• Membedakan tujuan
seseorang dalam
beribadah.
• Jadi apakah seorang
beribadah karena
mengharap wajah Allah
ataukah ia beribadah
karena selain Allah, seperti
mengharapkan pujian
manusia.
NIAT KARENA
ALLAH
Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,

‫وما ال يكون له ال ينفع‬


‫وال يدوم‬
“Segala sesuatu yang tidak
didasari ikhlas karena
Allah, pasti tidak
bermanfaat dan
tidak akan kekal.”
(Dar-ut Ta’arudh Al ‘Aql wan Naql,
2: 188)
KEIKHLASAN IMAM
MALIK
Para ulama menyebutkan bahwa
Imam Ibnu Abi Dzi’bi yang semasa
dan senegeri dengan Imam Malik
pernah menulis kitab yang lebih
besar dari Muwatho’. Karena
demikian, Imam Malik pernah
ditanya, “Apa faedahnya engkau
menulis kitab yang sama seperti itu?”
Jawaban beliau, “Sesuatu yang
ikhlas karena Allah, pasti akan lebih
langgeng.”
(Ar Risalah Al Mustathrofah, hal. 9. Dinukil
dari Muwatho’ Imam Malik, 3: 521)
KEIKHLASAN IMAM
MALIK
• Kitab ini merupakan salah satu dari
Kutubut Tis'ah (9 kitab hadis ulama di
kalangan Sunni) dan menjadi rujukan
penting, khususnya di kalangan
pesantren dan ulama kontemporer.
• Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadis.
Namun, lewat penelitian ulang, Imam
Malik hanya memasukkan 1.720 hadis.
• Imam Malik berkata, “Suatu ketika aku
mendemonstrasikan kitabku di hadapan
tujuh puluh para ulama fiqh Madinah
dan semuanya menyetujuiku
(watha’ani), maka akupun menamainya
dengan al-Muwaththa’”.
KEIKHLASAN IMAM
MALIK
• Imam Malik menyusun kitab ini menjadi 2
bagian:
• Pertama, mengenai perkataan dan
perbuatan Nabi Muhammad SAW
(sunnah) serta riwayat perkataan dan
perbuatan Nabi tersebut (hadis).
• Kedua, mengenai pendapat dan
keputusan resmi sahabat Nabi,
penerus mereka, dan beberapa ulama
kemudian.
• Kitab ini ditulis pada masa pemerintahan
Khalifah Al Mansur (754-775 M) dan baru
selesai di masa Khalifah Al Mahdi (775-785
M).
• Nama lengkap beliau Yahya
KEIKHLASAN bin Syaraf bin Hasan bin
Husain An-Nawawi Ad-
IMAM NAWAWI Dimasyqiy, Abu Zakaria.
• Beliau dilahirkan pada
bulan Muharram tahun
631 H di Nawa, sebuah
kampung di daerah
Dimasyq (Damaskus) yang
sekarang merupakan
ibukota Suriah.
• Beliau wafat pada tanggal
24 Rajab 676 H.
• Umurnya singkat, namun
ilmunya terus kekal dan
langgeng.
KARYA IMAM NAWAWI
Jumlah karyanya sekitar 40 (empat puluh)
kitab, diantaranya:
• Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush
Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih
Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat
Sunan Al-Basyirin Nadzir.
• Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin,
Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
• Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’
wal Lughat.
• Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab
Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-
Adzkar.
KEIKHLASAN
IMAM NAWAWI
• Itu semua dilakukan
beliau karena hanya
ingin meraih ridho
Allah.
• Bukan ingin disebut
orang paling cerdas,
bukan ingin pula meraih
gelar mentereng atau
ingin mendapat balasan
dunia semata.
BAHAYA SALAH NIAT (1):
MUJAHID MASUK NERAKA
Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili
pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan
Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia
pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah
yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia
menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau
sehingga aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta!
Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah
berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang
dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret
orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu
dilemparkan ke dalam neraka.’
BAHAYA SALAH NIAT (2):
ORANG ‘ALIM DAN QARI MASUK NERAKA
“Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang
menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca
al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan
kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun
mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal
apakah yang telah engkau lakukan dengan
kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku
menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku
membaca al-Qur-an hanyalah karena Engkau.’ Allah
berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar
dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau
membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’
(pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah
yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian
diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas
mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’
BAHAYA SALAH NIAT (3):
ORANG KAYA MASUK NERAKA
“Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang
diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam
harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan
kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun
mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa
yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat
itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan
shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai,
melainkan pasti aku melakukannya semata-mata
karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta!
Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan
seorang dermawan (murah hati) dan memang
begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’
Kemudian diperintahkan (malaikat) agar
menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya
ke dalam neraka’,” (HR. Muslim)
BAHAYA SALAH NIAT (4)
‫ى ِّب ِّه العُلَ َما َء‬
َ ِ‫ا‬
ِّ ‫ب ال ِّعل َم ِّليُ َج‬َ َ ‫طل‬ َ ‫َمن‬
َ ِِّ ‫سفَ َها َء أَو يَص‬
‫ف‬ ُّ ‫ى ِّب ِّه ال‬َ ِ‫ا‬ ِّ ‫أَو ِّليُ َم‬
َ َّ‫ّللاُ الن‬
ِ‫ا‬ َّ ُ‫اس ِّإلَي ِّه أَد َخلَه‬ِّ َّ‫ِّب ِّه ُو ُجوهَ الن‬
“Siapa menuntut ilmu untuk
menandingi para ulama, atau
mendebat orang-orang bodoh,
atau memalingkan pandangan-
pandangan manusia kepadanya,
maka Allâh akan memasukkannya
ke neraka.”
(HR. At-Tirmidzi, Shahîh at-Targhîb,
no. 106)
BAHAYA SALAH NIAT (5)
‫ أَو‬، ‫ب ال ِّعل َم يُ َبا ِّهي ِّب ِّه العُلَ َما َء‬ َ َ‫طل‬َ ‫َمن‬
َ‫ف أَعيُن‬ ُ ِِّ ‫ أَو َيص‬، ‫سفَ َها َء‬ ُّ ‫اِي ِّب ِّه ال‬ ِّ ‫يُ َم‬
ِّ َّ‫ ت َ َب َّوأ َ َمق َع َدهُ ِّمنَ الن‬، ‫اس ِّإلَي ِّه‬
ِ‫ا‬ ِّ َّ‫الن‬
“Barangsiapa menuntut ilmu
hanya ingin digelari ulama, untuk
berdebat dengan orang bodoh,
supaya dipandang manusia, maka
silakan ia mengambil tempat
duduknya di neraka.”
(HR. Hakim dalam Mustadroknya)
NIAT ITU SEPERTI
SURAT.
SALAH TULIS
ALAMAT AKAN
SAMPAI DI SALAH
TEMPAT.
MENUNTUT ILMU
HARUS KARENA ALLAH
‫ع َّز َو َج َّل‬ ِّ َّ ُ‫َمن تَعَلَّ َم ِّعل ًما ِّم َّما يُبتَغَى ِّب ِّه َوجه‬
َ ‫ّللا‬
‫ًا ِّمنَ ال ُّدنيَا‬ ً َِ ‫ع‬ َ ‫يب ِّب ِّه‬
َ ‫ص‬ ِّ ُ‫الَ يَتَعَلَّ ُمهُ ِّإالَّ ِّلي‬
‫ف ال َجنَّ ِّة يَو َم ال ِّقيَا َم ِّة‬ َ ِ‫ع‬ َ ‫لَم يَ ِّجد‬
“Siapa menuntut ilmu yang seharusnya
ditujukan hanya mengharap wajah Allâh
‘Azza Wa Jalla, namun ternyata ia tidak
menuntut ilmu kecuali untuk mendapatkan
sedikit dari kenikmatan dunia, maka ia
tidak akan mencium bau surga
pada hari Kiamat.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban,
Shahîh ath-Targhib, no. 105)
BELAJAR UNTUK
IBADAH DAN
MENGAJAR
Imam Ahmad ditanya
mengenai apa niat yang
benar dalam belajar agama.
Beliau menjawab, “Niat
yang benar dalam belajar
adalah apabila belajar
tersebut diniatkan untuk
dapat beribadah pada Allah
dengan benar dan untuk
mengajari yang lainnya.”
IKHLAS SEBAB
DERAJAT TINGGI
Syaikh Sholih Al-Ushoimi –
hafidzahullah- menasehatkan:
Tidaklah para salafussholih itu
unggul dan sampai pada
derajat ilmu (yang tinggi),
melainkan karena sebab
ikhlasnya mereka saat
menuntut ilmu, karena
mengharap pahala Allah tuhan
semesta alam.
(Khulashoh Ta’dhiimil ‘Ilmi, hal. 11)
JATAH ILMU
SEBANYAK KADAR IKHLAS

Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi juga mengatakan:


‫وانما ينال المِء العلم على ِدِ اخالصه‬
“Seorang itu mendapatkan jatah ilmu,
sebanyak kadar ikhlasnya.”
(Khulashoh Ta’dhiimil ‘Ilmi, hal. 11)
TIDAK CUKUP NIAT IKHLAS, NAMUN
JUGA HARUS ITTIBA’
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan,
“Yang namanya amalan jika niatannya ikhlas namun tidak
benar, maka tidak diterima. Sama halnya jika amalan tersebut
benar namun tidak ikhlas, juga tidak diterima. Amalan tersebut
barulah diterima jika ikhlas dan benar. Yang namanya ikhlas,
berarti niatannya untuk menggapai ridha Allah saja. Sedangkan
disebut benar jika sesuai dengan petunjuk Rasul saw.”
(Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:72)
KRITERIA AMAL SHOLEH
AMAL
AMAL IKHLAS ITTIBA’
SHOLEH
A  × ×
B ×  ×
C   
1. Niat adalah maksud dalam beramal
untuk mendekatkan diri pada Allah,
mencari ridha dan pahala-Nya.
2. Tempat niat itu di hati.
3. Fungsi niat:
 Membedakan antara satu ibadah
dengan ibadah lainnya.
 Membedakan antara ibadah dengan
kebiasaan.
 Membedakan tujuan seseorang
dalam beribadah.
4. Salah niat, berujung siksa neraka.
5. Niat belajar untuk ibadah yang benar dan
mengajar orang lain.
6. Ikhlas menuntut ilmu menjadikan unggul
dan meraih derajat tinggi.
7. Semakin ikhlas, semakin banyak ilmu
KESIMPULAN yang diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai