Anda di halaman 1dari 2

Ruang wilayah negara Indonesia dengan sumber daya alam yang tiada tara membentang bagaikan

zamrud khatulistiwa, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, wajib dilindungi, dikelola,
dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara berkelanjutan demi kelangsungan hidup
masyarakat, bangsa dan negara.

Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam didasari keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat
tercapai apabila didasarkan atas keserasian, keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam maupun
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan tersebut merupakan landasan ideal
dan moral dalam implementasi penataan ruang di Republik ini.

Selain landasan ideal, dan moral, penataan ruang sebagai salah satu manifestasi pelaksanaan
pembangunan didasari pula pada landasan konstitusional (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945) yang
menghendaki agar sumber daya alam dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan keseimbangan antara kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah.
Di samping itu patut dikembangkan kebijakan pertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan
penggunaan tanah secara adil, transparan, produktif dengan mengutamakan hak-hak rakyat
setempat, termasuk hak ulayat masyarakat adat, serta berdasarkan tata ruang wilayah yang serasi
dan seimbang. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan wajib memperhatikan asas serasi, selaras
dan seimbang dalam pemanfaatan ruang.

Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri atas wilayah, nasional, wilayah
provinsi, wilayah kabupaten/kota sebagai subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan
daya dukung yang berbeda satu dari yang lain.

Sebagai pengejawantahan otonomi daerah, provinsi. kabupaten dan kota memiliki kewenangan
dalam penataan ruang wilayahnya yakni perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang, diperlukan
dasar hukum guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang, atau dengan kata
lain pembangunan yang dilaksanakan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Suatu dokumen penataan ruang meliputi Prosedur perencanaan, laporan pendahuluan, laporan
kompilasi (data), laporan analisis (temuan), laporan rencana (rumusan dan program) executive
summary, album peta, dan peraturan daerah. Dalam penyusunan dokumen penataan ruang tersebut
seyogyanya memberikan ruang kepada masyarakat adat, apabila penataan ruang tersebut
berkenaan dengan hak ulayatnya. Hal ini penting bukan saja sebagai suatu bentuk pengakuan,
melainkan pula penataan ruang tersebut berimplikasi terhadap peningkatan kesejahteraan dan
perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Dalam rangka penataan ruang di Kabupaten Manokwari baik di lingkup wilayah maupun kota, maka
pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah meregulasi berbagai kebijakan
mengenai tata ruang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 11
Tahun 1994 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati II Manokwari dan Peraturan Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 9 Tahun 1987 tentang Rencana Induk Kota
Manokwari Tahun 1984–2004.

Kondisi realitas menunjukkan bahwa pelaksanaan penataan ruang Kabupaten Manokwari belum
optimal. Hal ini ternya dari berbagai prosedur penataan ruang antara lain penyususnan tata ruang,
sosialisasi yang belum optimal, serta peraturan daerah, suplemen penataan ruang yang belum
memadai, di samping stakehoulder yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran berpartisipasi dalam
penataan ruang.

Anda mungkin juga menyukai