Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Pembimbing:
dr. Setyowati Wimbo R
dr. Nia Andra Shita

Penanggungjawab:
dr. Elitua Pangaribuan, Sp.A

Oleh:
dr. Mia Trihasna Asrizal

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG
PERIODE NOVEMBER 2019 – NOVEMBER 2020

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Tanggal masuk : Rabu, 26 Februari 2020


Pukul : 19.30 WIB
No. Rekam Medis : 044xxx
Nama : BS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 10 Desember 2019
Usia : 0 tahun 2 bulan 17 hari
Hub. dengan orangtua : Anak kandung
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Kemiling, Kota Bandar Lampung

II. IDENTITAS ORANGTUA

Nama Ayah : Tn. S


Umur Ayah : 29 tahun
Pekerjaan Ayah : Buruh
Pendidikan : SMA
Nama Ibu : Ny. R
Umur Ibu : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP

2
III. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 26 Februari 2020


1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Keluhan tambahan
Keluhan disertai dengan batuk, demam, dan sulit tidur
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Alloanamnesis (Ibu pasien)
Empat hari sebelum masuk rumah sakit pasien diakui batuk berdahak diikuti
dengan demam yang tidak terlalu tinggi pada sore hari. Ibu memberikan
kompres air hangat dan parasetamol kepada bayi, namun demam hanya hilang
sesaat, lalu muncul kembali. Keluhan tersebut terus dialami pasien dihari-hari
selanjutnya, namun Ibu mengaku tidak berobat ke dokter. Ibu pasien mengaku
berobat ketika anaknya mulai tampak sesak dan kesulitan bernapas pada 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan di UGD RS Bhayangkara, ibu
pasien mengaku batuk anaknya bertambah sering, tampak sesak disertai bunyi
napas seperti orang mendengkur. Ibu pasien mengaku tangisan anaknya pelan
dan seperti merintih. Demam diakui sudah agak menurun dibandingkan hari
sebelumnya. Pasien diakui sulit tidur karena batuk dan sesak. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Ibu pasien mengaku tetap memberikan susu kepada pasien
sekitar 2 jam sekali. Ibu pasien mengaku tetap memberikan susu, walaupun
pasien dalam keadaan sesak tersebut. Tidak ada orang dengan sakit batuk
lama disekitar lingkungan tempat tinggal pasien. Pasien diakui ibunya tidak
memiliki riwayat alergi. Ibu pasien mengaku anaknya belum pernah sakit
seperti ini sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Menurut keterangan orang tua, pasien tidak pernah sakit sebelumnya.

3
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Kakek
pasien memiliki riwayat sakit asma.
6. Pemeliharaan Kehamilan Ibu dan Prenatal
Pasien merupakan anak pertama dengan usia kehamilan aterm yaitu 39
minggu. Selama masa kehamilan, pemeriksaan ANC teratur ke bidan setiap
bulan sampai usia kehamilan 6 bulan, setelah memasuki usia kehamilan 7
bulan pemerikssan dilakukan dua kali sebulan. Tidak terdapat penyulit pada
masa kehamilan dan tidak mengonsumsi obat-obatan selama masa kehamilan
7. Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan secara spontan dibantu oleh bidan. Lahir dengan berat badan
3000 gr dan panjang badan 47 cm. Pasien langsung menangis ketika
dilahirkan.
8. Riwayat Imunisasi
No Jenis I II III IV
1. BCG Bulan ke 1 - - -
2. DPT - - - -
3. Polio - - - -
4. Campak - - - -
5. Hepatitis B Bulan ke 0 - - -
Kesimpulan: imunisasi belum lengkap

9. Riwayat Makanan
0 – 2 bulan : ASI dan Susu Formula usia 1 bulan.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 164 x / menit
Respirasi : 52 x / menit
Suhu : 36,6oC

4
Saturasi oksigen : 88%
Berat badan : 3,5 kg
Panjang badan : 56cm
Status gizi :
BB/U : 0 - 2 SD (Gizi baik)
TB/U : 0 - 2SD (Perawakan tinggi)
BB/TB : -3 SD (Sangat kurus)

2. Status Generalis
Kelainan mukosa kulit / subkutan yang menyeluruh
- Pucat : tidak
- Sianosis : tidak
- Ikterus : tidak
- Perdarahan : tidak
- Edema umum : tidak
- Turgor : baik
- Pembesaran KGB generalisata : tidak teraba

KEPALA
- Bentuk : normochepal
- UUB : datar
- Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
- Kulit : kering, tidak ada lesi
- Mata : cekung (-/-), palpebra edema (-/-), pupil isokor,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), refleks cahaya
langsung (+/+) tidak langsung (+/+)
- Telinga : daun telinga normal, liang lapang, sekret minimal,
hiperemis (-/-)
- Hidung : septum deviasi (-), sekret minimal, hiperemis (-/-)
napas cuping hidung (+)

5
- Mulut : sianosis (-), sariawan (-), mukosa bibir kering (-), faring
dan tonsil dalam batas normal
LEHER
- Bentuk : normal, simetris
- Trakea : ditengah, tidak ada deviasi
- KGB : tidak ada pembesaran
- JVP : tidak meningkat, pulsasi vena leher tidak terlihat

THORAKS
Jantung : inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : bunyi I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

 Pulmo :
ANTERIOR POSTERIOR
SINISTRA DEXTRA SINISTRA DEXTRA
Pergerakan napas Pergerakan napas Pergerakan Pergerakan
simetris, retraksi simetris, retraksi napas simetris napas simetris

Inspeksi (+) di intercostal (+)di intercostal


(+) dan subcostal (+) dan subcostal
(+) (+)
Fremitus taktil Fremitus normal Fremitus taktil Fremitus taktil
Palpasi normal normal normal
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Ronki basah halus Ronki basah halus Ronki basah Ronki basah
nyaring diseluruh nyaring diseluruh halus nyaring halus nyaring
Auskultasi
lapang paru (+/+) lapang paru (+/+) diseluruh lapang diseluruh lapang
paru (+/+) paru (+/+)

ABDOMEN
- Inspeksi : tampak datar, tidak ada massa.
- Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani

6
- Auskultasi : Bising usus (+)

GENITALIA EKSTERNA
- Tidak ada kelainan, genitalia perempuan, tidak terdapat iritasi

EKSTREMITAS
- Superior : akral hangat, edema (-/-)
- Inferior : akral hangat, edema (-/-)

STATUS NEUROLOGIS
Motorik : Koordinasi baik
Sensorik : normal

Penilaian Superior ka/ki Inferior ka/ki


Gerak Normal/Normal Normal/Normal
Kekuatan Otot 5/5 5/5
Tonus Normotonus/Normotonus Normotonus/Normotonus
Klonus -/- -/-
Atropi Normotrofi/normotrofi Normotrofi/normotrofi

Reflek Fisiologis : sulit dinilai

Reflek Patologis : sulit dinilai

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk (-) Brudzinkski II (-)
Brudzinski I (-) Kernig’s sign (-)

Otonom
Miksi : Normal

7
Defekasi : Normal
Salivasi : Normal

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap 26/02/2020
Hemoglobin : 8,5 g/dl
Hermatokrit : 26 %
Leukosit : 17.900 /µl
Eritrosit : 3,3 juta/µl
Trombosit : 379.000 /µl
MCV : 79 fL
MCH : 26 pg
MCHC : 33 g/dL
Hitung Jenis
Basofil : 0%
Eosinofil : 0%
Neutrofil batang : 0%
Neutrofil segmen : 66%
Limfosit : 21%
Monosit : 13%
LED : 9 mm/jam

VI. DIAGNOSIS KERJA


Bronkopneumonia

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Bronkopneumonia
- Bronkiolitis

8
- Aspirasi benda asing

VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD D5 ¼ NS 5 tpm
- Inj. Ampicillin 175 mg/6jam
- Inj. Gentamicin 16 mg/24jam
- Parasetamol drop (peroral) 3 x 0,4cc p.r.n
- Ambroxol drop (peroral) 2 x 5mg
- Nebulizer ventolin 1 resp / 8 jam
- Oksigen terpasang 0,5 L
- NGT (+) susu 30cc/2 jam (ASI + SGM)

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Darah Lengkap
- Pemeriksaan Radiologi

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

9
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. RESUME
Empat hari sebelum masuk rumah sakit pasien diakui batuk berdahak diikuti
demam yang tidak terlalu tinggi pada sore hari. Ibu hanya memberikan kompres
dan parasetamol, namun demam hanya hilang sesaat dan kembali muncul.
Demam tidak disertai dengan kejang, penurunan kesadaran, mimisan, dan gusi
berdarah. Batuk juga tidak mereda pada hari-hari selanjutnya. Pada 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien tampak sesak dan kesulitan bernapas.
Kemudian ibu pasien membawa anaknya ke IGD RS Bhayangkara. Pada
pemeriksaan di ruangan, ibu pasien mengaku batuk anaknya bertambah sering,
tampak sesak disertai bunyi napas seperti orang mendengkur. Demam diakui
sudah agak menurun dibandingkan hari sebelumnya. Ibu pasien mengaku tangisan
anaknya pelan dan seperti merintih. Pada pemeriksaan fisik ketika pasien datang,
didapatkan adanya napas cuping hidung, retraksi intercostal dan subcostal, serta
ditemukan ronki basah halus nyaring di hampir seluruh lapang paru pada
auskustasi.

IX. FOLLOW UP
S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan

27/02/20 KU : Tampak sesak napas Bronkopneum IVFD D5 ¼ NS 5


Kes : Compos mentis onia tpm
Batuk (+) T : 36,6oC Inj. Ampicillin
sepanjang hari, HR : 164x/menit, 175mg/6jam
sesak (+) RR :62x/menit, Inj. Gentamicin
berkurang, Saturasi oksigen : 88% 16mg/24jam
menangis lebih Kepala Parasetamol drop
kuat, demam (-), Muka: Simetris (Peroral) 3 x 0,4cc
mual (-), muntah Mata: Konjungtiva hiperemis (-/-), p.r.n
(-),BAK dan BAB sklera ikterik (-), refleks cahaya (+/ Ambroxol drop 2 x
normal. +) 5mg
Hidung: Septum deviasi (-), NCH Nebulizer ventolin 1
Status gizi: (+), sekret (-/-) resp / 8 jam

10
BB/U = gizi baik Mulut: sianosis (-), mukosa NGT (+) susu 30cc/2
TB/U=normal hiperemis (-) jam (ASI + SGM)
IMT/U=normal Paru Oksigen terpasang
I: Simetris, retraksi interkostal dan 0,5 L
subkostal (+) Cek DL, GDS
P: Ekspansi simetris
A: Ronki basah halus nyaring (+/+),
Wheezing (-/-)
Jantung
I:Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Tidak dilakukan pemeriksaan
A: BJ I/II Reguler
Abdomen
I: Datar
P : Nyeri tekan (-), Hepar dan lien
tidak teraba, dinding perut datar,
turgor kulit baik
P: Timpani (+)
A: Bising usus (+)
Ekstremitas :
Superior: edema (-/-), hangat
Inferior: edema (-/-), hangat

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan

28/02/20 KU : Tampak sesak berkurang Bronkopneum IVFD D5 ¼ NS 5


Batuk (+) Kes : Compos mentis onia tpm
berkurang, sesak T : 36,4oC Inj. Ampicillin
(+) berkurang, HR : 159/menit, 175mg/6jam
demam (-), mual RR : 64/menit, Inj. Gentamicin
(-), muntah (-), Saturasi oksigen : 98% 16mg/24jam
BAK dan BAB Kepala Parasetamol drop
normal. Hidung: NCH (-), sekret (-/-) (Peroral) 3 x 0,4cc
Mulut: sianosis (-), mukosa p.r.n
Status gizi: hiperemis (-) Ambroxol drop 2 x
BB/U = gizi baik Paru 5mg
TB/U= normal I: Simetris, retraksi intercostal dan Nebulizer ventolin 1
BB/TB =normal subcostal (+) berkurang resp / 8 jam
P: Ekspansi simetris NGT (+) susu 30cc/2
A: Ronki basah halus nyaring (+/+), jam (ASI + SGM)
Wheezing (-/-) Oksigen terpasang
Jantung: dalam batas normal 0,5 L
Abdomen: dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat, CRT

11
<3detik

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan

29/02/20 KU : tampak sakit ringan Bronkopneum IVFD D5 ¼ NS 5


Kes : Compos mentis onia tpm
Batuk (+) T : 36,3oC Inj. Ampicillin
berkurang, sesak HR : 178x/menit, 175mg/6jam
(-), demam (-), RR :74x/menit, Inj. Gentamicin
mual (-), muntah Saturasi oksigen: 93% 16mg/24jam
(-), BAK dan Kepala Parasetamol drop
BAB normal. Hidung: NCH (-), sekret (-/-) (Peroral) 3 x 0,4cc
Mulut: sianosis (-), mukosa p.r.n
Status gizi: hiperemis (-) Ambroxol drop 2 x
BB/U = gizi baik Paru 5mg
TB/U= normal I: Simetris, retraksi subcostal (+) Nebulizer ventolin 1
BB/TB =normal berkurang resp / 8 jam
P: Ekspansi simetris NGT (+) susu 30cc/2
A: Ronki basah halus nyaring (+/+) jam (ASI + SGM)
berkurang, Wheezing (-/-) Oksigen terpasang
Jantung: dalam batas normal 0,5 L
Abdomen: dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat, CRT
<3detik

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan

01/03/20 KU : Tampak sakit ringan Bronkopneum IVFD D5 ¼ NS 5


Kes : Compos mentis onia tpm
Batuk (+) T : 36,6oC Inj. Ampicillin
sesekali, sesak (-), HR : 154x/menit, 175mg/6jam
demam (-), mual RR :40x/menit, Inj. Gentamicin
(-), muntah (-), Kepala 16mg/24jam
BAK dan BAB Hidung: NCH (-), sekret (-/-) Parasetamol drop
normal. Mulut: sianosis (-), mukosa (Peroral) 3 x 0,4cc
hiperemis (-) p.r.n
Status gizi: Paru Ambroxol drop 2 x
BB/U = gizi baik I: Simetris, retraksi (-) 5mg
TB/U= normal P: Ekspansi simetris Nebulizer ventolin 1
BB/TB =normal A: Ronki basah halus nyaring (+/+) resp / 8 jam
mninimal, Wheezing (-/-) NGT (+) susu 30cc/2
Jantung: dalam batas normal jam (ASI + SGM)
Abdomen: dalam batas normal Oksigen terpasang
Ekstremitas : Hangat, CRT 0,5 L

12
<3detik
Cek Darah Lengkap,
LED

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan

02/03/20 KU : Tampak sakit ringan Bronkopneum IVFD D5 ¼ NS 5


Kes : Compos mentis onia tpm
Batuk (-), sesak T : 36,8oC Inj. Ampicillin
(-), demam (-), HR : 160x/menit, 175mg/6jam
mual (-), muntah RR :43x/menit, Inj. Gentamicin
(-), BAK dan Kepala 16mg/24jam
BAB normal. Hidung: NCH (-), sekret (-/-) Parasetamol drop
Mulut: sianosis (-), mukosa (Peroral) 3 x 0,4cc
hiperemis (-) p.r.n
Status gizi: Paru Ambroxol drop 2 x
BB/U = gizi baik I: Simetris, retraksi (-) 5mg
TB/U= normal P: Ekspansi simetris Nebulizer ventolin 1
BB/TB =normal A: Ronki basah halus nyaring (+/+) resp/8 jam
mninimal, Wheezing (-/-) NGT (+) susu 30cc/2
Jantung: dalam batas normal jam (ASI + SGM)
Abdomen: dalam batas normal Oksigen terpasang
Ekstremitas : Hangat, CRT 0,5 L
<3detik
Anjuran: Boleh
pulang
Darah lengkap 1/3/2020
Hemoglobin : 10,5 g/dl
Hermatokrit : 31 %
Leukosit : 15.020 /µl
Eritrosit : 4,0 juta/µl
Trombosit : 539.000 /µl
MCV : 78 fL
MCH : 26 pg
MCHC : 34 g/dL
Hitung Jenis
Basofil : 0%
Eosinofil : 5%
Neutrofil batang : 0%
Neutrofil segmen : 21%

13
Limfosit : 56%
Monosit : 18%
LED : 5 mm/jam

14
BAB II
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan bahwa pasien anak laki-laki usia 2
bulan datang dengan keluhan sesak napas 1 hari SMRS, disertai batuk yang diikuti
suara napas yang seperti mendengkur. Keluhan lain berupa demam berlangsung naik-
turun dan tidak terlalu tinggi. Pasien sering menangis namun tidak dapat menangis
keras, dan hanya merintih. Pasien masih nafsu untuk menyusu. Riwayat penyakit
keluarga didapatkan kakek pasien menderita penyakit asma.

Gejala klinis yang terdapat pada pasien tersebut mengarahkan pada kecurigaan
bronkopneumonia. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah
peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Manifestasi klinis bronkopneumonia pada anak biasanya didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, ditandai dengan hidung tersumbat, rewel, dan nafsu makan
berkurang. Beberapa hari kemudian gejala sakit ringan tersebut diikuti demam
mendadak mencapai 39oC atau lebih, gelisah, dan distres respirasi yang ditandai
dengan dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, disertai pernapasan cuping hidung,
dan sianosis disekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit, anak mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa
batuk kering kemudian menjadi produktif (Bradley, 2011; Behrman, 2000).

Pada pemerikssan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos
mentis, suhu 35,4 C, frekuensi nadi 164 x/menit, frekuensi nafas 52x/menit, berat
badan 3,5 kg, tinggi badan 56 cm dan status gizi baik. Pada pemeriksaan kepala,
leher, jantung dan abdomen tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan thoraks
didapatkan retraksi interkostal dan subcostal selian itu didapatkan ronki basah halus
nyaring diseluruh lapang paru.

15
Pada pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia ditemukan retraksi otot
epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung pada saat inspeksi.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada, penggunaan otot tambahan yang terlihat, dan cuping hidung, orthopnea, dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-
bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub
kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal
yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal
lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. (Sakina, 2016).

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang
kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan
napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. Pada auskultasi
ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung
udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka (IDAI,
2008; Sakina, 2016).

Pada pemeriksaan laboratorium dari rumah sakit (26/2/2020) didapatkan hasil sebagai
berikut; Hb: 8,5 g/dL; Leukosit: 17.900 x 103/µL; Eritrosit: 3,3 x 106/ µL;
Hematokrit: 26 %; Trombosit: 379.000; MCV: 79 fL; MCH: 26 pg; MCHC: 33 g/dL;
Hitung jenis didapatkan Basofil 0%, Eosinofil 0%, N. Batang 0%, N. Segmen 66%;
Limfosit 21%; Monosit 13%, dan LED 9 mm/jam. Berdasarkan hasil laboratorium

16
didapatkan hasil yang patologis adalah nilai Hb yang rendah sebesar 8,5 g/dL, jumlah
Eritrosit rendah sebesar 3,3 x 106/ µL, dan nilai Hematokrit sebesar 33%, dan yang
paling bermakna adalah adanya peningkatan leukosit sebesar 17.900 x 10 3/uL , hal ini
dapat diartikan sebagai suatu tanda infeksi. Leukosit merupakan sistem pertahanan
tubuh yang penting untuk melawan bakteri, virus, dan patogen-patogen lain yang
memicu penyakit yang melemahkan tubuh. Leukosit mempertahankan tubuh dengan
cara fagositosis patogen tersebut. Begitu tubuh mendeteksi adanya infeksi, maka
sumsum tulang akan memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk melawan
infeksi (Sylvia A dan Lorrain M, 2005).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan


keluhan yang mengarah pada bronkopneumonia. Alasan ditegakkannya diagnosis
bronkopneumonia karena pada pasien ditemukan 4 gejala berdasarkan kriteria
diagnosis sesuai dengan teori Bradley et al. (2011), yaitu didapatkan sesak napas
disertai tarikan dinding dada, ronki basah nyaring (crackles), dan thorak
menunjukkan gambaran infiltrat difus, dan leukositosis.

Penyebab sering pada anak dengan keluhan batuk adalah pneumonia, bronkiolitis,
aspirasi benda asing, asma, dan tuberkulosis paru (WHO, 2009). Dalam kasus ini
pasien mengalami batuk 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga diakui ibunya
terlihat sesak napas dan suara napas yang seperti mendengkur. Keluhan lain berupa
demam naik-turun yang tidak terlalu tinggi. Keluhan-keluhan tersebut merupakan
manifestasi yang sering pada pneumonia anak (IDAI, 2010).

Selain gangguan pernapasan seperti batuk dan sesak, terdapat keluhan demam pada
pasien. Demam dikeluhkan naik-turun dan tidak terlalu tinggi. Adanya demam juga
merupakan salah satu tanda inflamasi yang merupakan manifestasi pada pneumonia
(Rahajoe et al., 2008).

Pada pasien didapatkan keluhan berupa batuk dan retraksi intercostals minimal

17
sehingga salah satu diagnosis banding dari pasien adalah Bronkiolitis. Bronkiolitis
adalah penyakit infeksi respiratorik akut bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus umumnya infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara
klinis ditandai dengan episode pertama wheezing setelah sebelumnya muncul gejala
awal infeksi respiratori atas seperti pilek ringan, batuk kuat dan demam. Diagnosis
banding bronkiolitis dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan fisis tidak
ditemukan gejala khas obstruksi saluran respiratori bawah yaitu gejala ekspirasi
memanjang hingga wheezing (IDAI, 2008). Diagnosis banding asma juga dapat
disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat wheezing dan gejala wheezing
pada pasien, ekspirasi tidak memanjang (WHO, 2009).

Pada pasien ini diberikan penatalaksanaan awal berupa pemberian IVFD D5 ¼ NS 5


tetes/menit makro, IVFD D5 ¼ NS 5 tpm makro, inj. Ampicillin 175 mg/6jam, inj.
Gentamicin 16 mg/24jam, parasetamol drop (peroral) 3 x 0,4cc p.r.n, ambroxol drop
2x 5 mg (peroral), nebulizer ventolin 1 resp / 8 jam, oksigen nasal terpasang 0,5 L.

Jumlah pemberian IVFD D5 ¼ NS 5 tetes permenit dalam makro drip, sesuai hasil
perhitungan yang dibulatkan. D5 ¼ NS terdiri dari 100cc D5% + 25 cc NaCl, dengan
kandungan dekstrosa 50g (200kkal), Na 38,5 mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200 mg/dL,
dan total Osm 353. Berdasarkan perhitungan kebutuhan cairan dengan rumus Holiday
Segard dengan BB pasien 3,5 kg, maka kebutuhan cairan 350 ml/hari, jika diubah
menjadi drip makro (1 ml=20tetes).
Kebutuhan cairan per hari = 350ml/hari  350ml x 20 tetes = 4,8 tetes/ menit.
24jam x 60menit
Penatalaksanaan khusus pada pasien diberikan antibiotik, antipiretik, kortikosteroid,
dan bronkodilator. Antibiotik yang digunakan adalah kombinasi injeksi Ampicillin
dengan dosis 175 mg/6 jam dan injeksi Gentamicin dengan dosis 16 mg/24jam. Hal
ini sesuai dengan anjuran WHO yaitu bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson dengan dosis 80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali

18
sehari (IDAI, 2010). Selain itu, pada pneumonia berat antibiotik parenteral yang
dianjurkan antaralain co-amoksiklav, cefuroksim, cefotaksim, ceftriakson (WHO,
2009).

Pemberian paracetamol diberikan selama pasien mengalami demam, dengan dosis 10-
15mg/kgBB/kali dapat diulang 6-8 jam, pada kasus ini pasien mengalami demam.
Pemberian kortikosteroid pada pasien bronkopneumonia tidak tepat. Kortikosteroid
dapat berperan sebagai agen anti-inflamasi pada pasien dengan bronkopneumonia,
namun di sisi lain dapat mensupresi sistem imun, sehingga dapat menghambat
aktivitas sistem imun dalam mengeradikasi patogen yang akhirnya dapat
menyebabkan infeksi serius. Berdasarkan hasil penelitian oleh Nie et al (2012) dan
Chen et al (2011), pemberian kortikosteroid pada pasien pneumonia tidak memiliki
efek menguntungkan dalam menurunkan mortalitas pada pasien pneumonia. Namun,
penggunaan kortikosteroid justru meningkatkan mortalitas pada pasien dengan
pneumonia berat.

Prognosis pada kasus bronkopneumonia pada pasien ini baik, umumnya penderita
bahkan dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu dengan pemberian antibiotika yang
adekuat. Pada pasien, berdasarkan gambaran klinis selama perawatan mula membaik.
Keluhan juga telah berkurang secara berangsur-angsur. Hal ini ditandai dengan batuk
yang sudah mulai menghilang, demikian pula dengan retraksi yang berkurang serta
pernapasan cuping hidung sudah mulai menghilang. Prognosis penderita ini baik
karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada
tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

Tingkat pendidikan orang tua mempengaruhi prognosis anak dengan pneumonia.


Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu
kepada anak yang menderita ISPA. Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di
Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik
menunjukkan pendidikan ibu (OR=2,037; p=0,013) dan pengetahuan ibu (OR=2,364;

19
p=0,005) berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita
umur 9-59 bulan, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia
kemungkinan 2,04 kali lebih besar memiliki ibu yang berpendidikan rendah
dibandingkan yang berpendidikan tinggi dan 2,4 kali lebih besar memiliki ibu yang
berpengetahuan rendah dibandingkan yang berpengetahuan tinggi. Pada pasien ini,
kedua orang tua pasien memiliki status pendidikan menengah, dengan pendidikan
terakhir SMP. Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan kesan orang tua pasien cukup
kooperatif namun memiliki tindakan perawatan yang belum baik kepada anaknya,
dikarenakan orang tua pasien membawa anaknya ke dokter tidak pada hari-hari awal
saat anaknya sakit. Selain itu, pengetahuan kedua orang tua yang baik juga dapat
menangkap tanda-tanda kegawatdaruratan jika terjadi sesuatu. Dalamhal ini,
pengetahuan kedua orang tua yang tergolong menengah memberikan sedikit keraguan
dalam hal tersebut. Sehingga prognosis pada pasien ini termasuk baik namun masih
cukup meragukan (dubia ad bonam).

BAB III

20
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus
dandewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak
simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah
cabang yangtergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi
fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi
terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang
terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan
kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis
membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.Jalan nafas dilapisi oleh
membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitelkolumner bertingkat
bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran
udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas
kefaring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme
pertahananparu.Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam
reticulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat
jumlahnya pada beberapagangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi
hipersekresi mukus danpeningkatan produksi sputum.Unit pertukaran udara
(terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal :
bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Pada pemeriksaan
luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo
dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam
beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2. Lobus Medius dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3. Lobus Inferior dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal,
laterobasal,posterobasal.

21
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis
superior, lingularis inferior.
2. Lobus Inferior  dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal,
laterobasal, dan posterobasal.

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis


yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat
ataukonsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat
mengakibatkangangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim
dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan
penyebab tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses
non infeksi.

II. Definisi

22
Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronkopneumonia (penumonia lobaris) adalah suatu infeksi saluran pernafasan
akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus
yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,jamur, dan
benda asing.

Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di


bronkioliterminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari
saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia
dapat muncul sebagai infeksi primer.

III. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak dibawah umur 2 tahun. Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan
masalah utama dalambidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang
maupun yang sudah maju.Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakanpenyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia,nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi didunia adalah infeksi saluran napas
akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensipneumonia komuniti di
Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab
kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.Angka kematian

23
akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun
penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati,
maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawahmenempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58% diantarapenderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6% diantaranya kasusnontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8% kasus
infeksi dan 14,6% diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik
Medan 53,8% kasus infeksi dan 28,6% diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di
RSUD Dr. SoetomoSurabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti
dengan angka kematianantara 20-35%. Pneumonia komuniti menduduki
peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.

Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus


denganserotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih
dari 80%,sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.Angka kejadian
tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan megurangdengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

IV. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting padaperbedan
dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,gambaran
klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab
padaneonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan

24
bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih beeasr dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococus pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,


disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Melakukan penelitian pada
pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%, campuran bakteri
dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah
Respiratory Syncytical Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Paraifluenza.

Kelompok anak usia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteriyang


lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun. Secara klinis, umumya
pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumoniavirus. Demikian juga dengan
pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat menentukan
etiologi.

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :


A. Faktor Infeksi
1. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
2. Pada bayi : Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus. Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis,
Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacteriumtuberculosa, B. pertusis.
3. Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, Bakteri : Pneumokokus,
Mycobakterium tuberculosa.

25
4. Pada anak besar dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma
pneumonia, C. Trachomatis. Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M.
tuberculosis.

B. Faktor Non Infeksi


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis
minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas,
daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia.
Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan
anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita berpenyakit berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

26
UMUR BAKTERI
Grup B streptococcus
Gram negativ
< 1 bulan E.Coli
Klebsiela
Chlamydia
1-3 bulan Staphylococcus aureus
Grup B streptococcus
H. influenza
S. pneumonia
3 bulan – 5 tahun S. aureus
Grup A streptococcus
Mycoplasma
Mycoplasma
5 – 10 tahun S. aureus
Grup A streptococcus

S. pneumonia
Mycoplasma
> 10 tahun
Grup A streptococcus
Klebsiela

V. Klasifikasi
Pembagian secara anatomis :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia intersisialis (bronkiolitis)

Pembagian secara etiologi :


1. Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Sreptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenza
2. Virus : Respiratory synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus
3. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis
4. Corpus alienum
5. Aspirasi

27
6. Penumonia hipostatik

VI. Patogenesis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat lain
4. Penyebaran secara hemtogen

Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme,


keadaanini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Mekanisme
daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret
liatyang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk 
5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
6. Drainase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari
immunoglobilin A (IgA).

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke


paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman.
1. Stadium Kongesti. Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus
terdapateksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrophil dan
makrophag.

28
2. Stadium Hepatisasi Merah. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat
tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak
sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu. Lobus masih tetap padat dan warna merah
berubah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh
fibrin. Alveolusterisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
pneumococcus, kapiler tidak lagikongestif.
4. Stadium Resolusi. Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah
dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan
menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian
antibiotik sedinimungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena
dapat diselamatkan.

VII.Gejala Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringanhingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat,mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukanperawatan di RS.Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran
klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomikdan imunologik,
mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinik yang kadang-kadang tidak
khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif,
etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Gambaran
klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare; kadang-
kadang ditemukan geala infeksi ekstrapulmoner.

29
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger , merintih, dan sianosis.

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40ºC dan
mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan,
kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam
bentuk napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah
supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung,
kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan
tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk
kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik
tergantung dari pada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak
ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring
halus sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin
pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2-3 minggu. Gambaran
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakupserangan apnea,
sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah,tidak mau
minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi BBLR
sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara
sepsisdan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering
ditemukansebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tiggi di negara
maju, yaitudilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara
berkembang lainnyadiduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan
adanya pneumonia padaneonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus
segera dirawat di RS. infeksi oleh Chlamydia trachomatis merupakan infeksi
perinatologi dan dapat menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2
bula.

30
Umumnya bayi mendapatkan infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port d’entree
infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala timbul
pada usia 4-12 minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-sedang,
ditandai dengan batuk-batuk stacatto (inspirasi diantara setiap satu kali batuk),
kadang-kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa kasus
infeksi berkembang menjadi pneumonia berat (sindrom pneumonitis) dan
memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan
sianosis. Gambaran foto rontgenthoraks tidak khas, umumnya terlihat tanda-
tanda hiperinflasi bilateral denganberbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat
iinterstisial, retikulonoduler, atelektasis, bronkopneumonia, dan gambaarn milier.
Antibiotik pilihan adalah makrolid intravena.

VIII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gejala Klinis
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil.
Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan
sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-
kadang berdarah.
2. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles (Ronkhi basah) sedang nyaring.

31
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-
40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
b. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan
bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit
meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.
c. Nilai Hb biasanya tetap normal atau menurun
d. Peningkatan LED
e. Kultur dahak dapat positif pada 20-50% penderita yang tidak diobati.
Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan
tenggorok (throat swat).
f. Analisa Gas Darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.
Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
g. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari
etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
h. Foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada
satu atau beberapa lobus jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

4. Gambaran Radiologis
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang
dapat tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus
bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil
dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering
terlihat pada lobus bawah.Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak

32
dan inhomogen di daerah hilus yang menyebabkan batas jantung
menghilang (silhoute sign). Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi
nekrosis dan kavitas pada parenkim paru.

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
1. Bronkopneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan di beri
antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat : bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan di beri
antibiotik.
3. Bronkopneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepat
> 60 x/menit : pada anak usia kurang dari dua bulan
> 50x/menit : pada anak usia 2 bulan - 1 tahun
> 40x/menit : pada anak usia 1-5 tahun
4. Bukan Bronkopneumonia : hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu di beri antibiotik.
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab :
- Kultur sputum/bilasan cairan lambung
- Kultur Nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
- Deteksi antigen bakteri

IX. Diagnosis Banding


1. Bronkiolitis
2. Bronkhitis
3. TB paru primer
4. Aspirasi pneumonia

33
X. Penatalaksanaan

A. Penatalaksaan umum:
1. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang
2. Infus 20 tetes per menit mikro (untuk obat)
B. Penatalaksanaan khusus:
1. Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal.
2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk
kuman yang dicurigai. Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan
antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Ampisilin
2x200 mg iv Ampisilin (100mg/kgbb/hari IV) untuk Pneumonia ringan.
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) betalaktam amoksisillin /
amoksisillin/ amoksisillin klavulanat/ golongan sefalosporin/
kotrimoksazol/ makrolid (eritromisin). Antibiotika selanjutnya
tergantung dari pemantauan terhadap respon 24-72 jam pengobatan.
Apabila mengalami perbaikan teruskan sampai 3 hari klinis baik,
sedangkan apabila bertambah berat/ tidak ada perbaikan ganti antibiotik
sesuai bakteri penyebab.

Rekomendasi UKK respirologi IDAI


- Neonates-2 bulan ampicillin + gentamisin
- >2 bulan :
- lini 1 ampicilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol

34
- lini 2 seftriakson
C. Nutrisi
- Pada anak dengan distress pernafasan berat peroral harus dihindari
makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube atau intravena
tetapi harus diingat bahwa pemadangan NGT dapat menekan
pernafasan, khususnya pada bayi atau anak dengan lubang hidung
kecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balance cairan ketat agar anak tidak
mengalami over hidrasi karena pada pneumonia berat terjadi
peningkatan hormon diuretik.

XI. Komplikasi
Komplikasi dari Bronkopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis adalah peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis adalah infeksi yang menyerang selaput otak.

XII. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan masa
kanak-kanak dapat diturunkan sampai kurang 1% dan sesuai dengan
kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

35
XIII. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup
sehat, makan makanan yang bergizi dan teratur, menjaga kebersihan,
beristirahat cukup, rajin berolahraga dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain :
a. Vaksinasi Pneumokokus
b. Vaksinasi H.Influenza
c. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah
d. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

36
DAFTAR PUSTAKA

Chen Y, et al. 2011. Corticosteroids for pneumonia (Review). Cochrane Database


Syst Rev. Issue 3
Murray Nedel. 2005. Text Book of Respiratology Medicine, Edisi I. Volume I United
State of America : Elseiver Saunders.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Volume 2. Jakarta : EGC.
Nie W, et al. 2012. Corticosteroids in the treatment of community-acquired
pneumonia in adults: a meta-analysis. PlosOne. Vol. 7;(10). p1-8.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan IDAI (Dokter Anak Indonesia), Jilid I. 2010.
Pneumonia. IDAI.
Price, Sylvia Anderson 1994. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rahajoe, Nastini N. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi I. Jakarta IDAI.
World Health Organization (WHO). 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama diKabupaten/Kota.
World Health Organization.

37

Anda mungkin juga menyukai