Malam ini, dr. Aria yang sedang berjaga di UGD RSPTN Unila
kedatangan pasien rujukan dari RS Swasta di daerah pelosok Kabupaten
Tanggamus. Pasien Bayi Ny.A, umur 3 hari datang dengan keluhan kejang –
kejang dan panas tinggi. Sebelumnya pasien sempat di beri penanganan untuk
kejangnya di RS Swasta di kabupaten Tanggamus, namun karena keterbatasan
prasarana dan tenaga medisnya khususnya dr. Sp. A oleh karena itu dirujuk ke RS
lebih tinggi tingkatannya.
Menurut pengakuan bapak pasien, sebernrnya anaknya pada saat lahir
tidak terjadi kelainan. Lahirnya normal walaupun dengan dukun di desa
menggunakan alat sederhana. Setelah dipotong tali pusatnya oleh dukun diberi
kunyit agar cepat kering. Namun satu hari setelah persalinan di daerah pusar bayi
Ny. A tampak memerah dan tali pusatnya bengkak di sekitarnya dan terdapat
nanah. Karena merasa khawatir keluarga membawanya ke dukun kembali,
menurut sang dukun ini merupakan kelainan bawaan awal lahir saja jika anak baru
lahir dan hilang pada waktu satu minggu.
Pada hari ke 3 ternyata selain keluhan pusarnya, bayi Ny. A panas tinggi
dan timbul kejang rangsang. Karena merasa takut akhirnya bayi Ny. A dibawa ke
RS Swasta. Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan HR : 100x/menit, RR :
30x/menit, T : 41 C. Tampak kesadaran somnolen, lemah, tampak agak kaku di
bagian tangan dan kaki. Dr. Aria kemudian melakukan pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan awal dan menjelaskan penyakit anaknya bukan penyakit kelainan
/ kelainan kongenital.
1
Step 1
-
Step 2
1. Diagnosa skenario
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Faktor resiko
5. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
6. Pencegahan dan tatalaksana
7. Mengapa kunyit yang menyebabkan infeksi kemudian kejang
2
Step 3 dan 4
1. Kemungkinan terjadi infeksi pada bayi Ny. A yang berasal dari alat yang
tidak steril yang digunakan pada saat persalinan, tetapi bukan kelainan
bawaan atau kelainan kongenital
Terdapat kejang yang merupakan manifestasi klinis dari infeksi
neonatorum.
Et causa klebsiella / pseudomonas
- Infeksi
- Sepsis terdapat kejang tapi kejangnya tidak spesifik, karena pada
skenario terdapat kejang rangsang yang bukan sepsis.
- Meningitis karena terdapat kejang juga tapi kejangnya juga tidak
jelas bentuknya, dan juga terdapat kaku tubuh
- Tetanus Neonatorum terdapat kejang rangsang yang sudah
pasti diagnosis dari skenario
3
3. Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan
memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan
melepaskan tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor
di membran prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui
sistem transpor aksonal retrograd melalui sel-sel neuron hingga ke medula
spinalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan gangguan sistim saraf
pusat (SSP) dan sistim saraf perifer.
Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik
sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam
aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu
lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga
penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh
terganggu. Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau
pada otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang
belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan
ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Sebaik sahaja
toksin mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami kejang
spontan. Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan
menyebabkan gangguan proses pernafasan, metabolisme, hemodinamika,
hormonal, pencernaan, perkemihan, dan pergerakan otot. Kekakuan laring,
hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat secara berlebihan.
(hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom.
Kejadian gejala penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita sudah
meninggal sebelum gejala tersebut timbul
4. Faktor Resiko
Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan
Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan
penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di
lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan
4
adalah amat penting bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah
pelbagai penyakit lain.
b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian
ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-
bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan
peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat
bayi baru lahir.
5
tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya
lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT
5. Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku
seperti menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari
yang pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa
inkubasi tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat mecapai 1 – 2
hari dan kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa
inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat
masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta interval
antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat
invasi, semakin panjang masa inkubasi. Gejala klinis yang sering dijumpai
pada tetanus neonatorum adalah:
a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka
mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut
kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat
dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut
sehingga bayi tak dapat menetek.
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan
mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke
samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti
busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara
berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba
seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada
(toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan
untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih
dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.
e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat
kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan
sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut
jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar
6
denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat
menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula
dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum
yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya.
Lambat laun, “masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga
menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung
terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh
masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian
6. Tatalaksana
Diberikan cairan intra vena (IVFD) dengan larutan glukosa 5% : NaCl
fisiologis = 4 : 1 selama 48 – 72 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat.
Bila sakit penderita lebih dari 72 jam atau sering kejang atau
apnoe, diberikan larutan glukosa 10% : Natrium bikarbonat 1,5% = 4 : 1
7
(sebaiknya jenis cairan yang dipilih disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
analisa gas darah).
Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minuman per oral,
maka melalui cairan infus perlu diberikan tambahan protein dan kalium.
Diazepam dosis awal 2,5 mg intra vena perlahan-lahan selama 2 – 3
menit. Dosis rumat 8 – 10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam
dimasukan ke dalam caian intravena dan diganti tiap 6 jam).
Bila kejang masih sering timbul, boleh diberikan diazepam
tambahan 2,5 mg secara intra vena perlahan-lahan dalam 24 jam boleh
diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgBB/hari. Sehingga dosis diazepam
keseluruhan menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinisnya
membaik, diazepam diberikan per oral dan diturunkan secara bertahap.
Pada penderita dengan hiperbilirubinemia berat atau makin berat
diberikan diazepam per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan
diazepam intravena.
ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama 2 hari berturut-turut.
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis secara intra vena selama
10 hari.
Bila terdapat gejala sepsis hendaknya penderita diobati seperti
penderita sepsis pada umumnya dan kalau pungsi lumbal tidak dapat
dilakukan, maka penderita diobati sebagai penderita meningitis bakterial.
Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70% dan betadine.
Perhatikan jalan napas, diuresis dan keadaan vital lainnya. Bila banyak
lendir jalan napas harus dibersihkan dan bila perlu diberikan oksigen.
Pencegahan
8
tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan dengan semaksimal
mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses persalinan,
pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu
diterapkan, yaitu bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih
alas tempat tidur ibu, di samping perawatan tali pusat yang benar sangat
penting dalam kurikulum pendidikan bidan. Selain persalinan yang bersih
dan perawatan tali pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat
dilakukan dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil. Pemberian
imunisasi TT minimal dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat
bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum.
9
Ruptur apendiks
Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja.
Step 5
Learning Objectives:
10
Step 6
Belajar mandiri
Step 7
11
2. Pemeriksaan Penunjang
LAJU ENDAP DARAH (LED)
Kecepatan menurunnya (mengendap) SDM setelah SDM terpisah dari plasma
(satuan: mm/jam)
Fase pengendapan:
1.Pembentukan rouleaux
2.Fase pengendapan cepat (SDM dengan BM >)
3.Fase pengendapan lambat (SDM dengan BM <)
3.Faktor teknik/mekanik
LED ⬆ : Tabung miring pengendapan cepat (miring 3° , kesalahan30%), tabung
LED terlalu panjang, suhu tinggi
LED⬇:⦵ tabung kecil, darah disimpan > 2 jam
bentuk sferis
sulit terjadi rouleaux, suhu <20°C, tabung kotor
hemolisis,antikoagulan >> SDM krenasi, sebagian darah beku
12
Metode pemeriksaan
Makro:Westergren, Wintrobe, Culter
Mikro : Landau, Helliger Vollmer, Cresta
Harga normal tergantung tabung yang digunakan
Prinsip :
Darah vena dengan antikoagulansia tertentu dimasukkan kedalam tabung tertentu,
kemudian dicatat kecepatan pengendapan dari eritrosit-eritrositnya
Aspirasi pneumonia
Rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan sulit. Hal ini dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi pneumonia
terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah.
13
Laryngospasm
Pulmonary embolism
Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa.
Hal ini disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru
yang dapat mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting
bahwa pengobatan segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan,
jika diperlukan, terapi oksigen.
Bronkopneumonia
Sepsis neonatorum
4 Meningitis Neonaturum
Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai sebagian atau
seluruhselaput otak (meningen) yang melapisi otak dan medulla spinalis, yang
ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.
14
Etiologi
Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persa
Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Raasa nyeri ini dapat menjalar
ketengkuk dan punggung.
Tengkuk menjadi kaku.
Kaku kuduk disebabkan olehmengejangnya otot – otot ekstensor tengkuk.
Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi.
Kesadaran menurun.
Tanda Kernig dan Brudzinsky positif.
Klasifikasi
15
Meningitis Bakteri
Patogenesis
Gejala klinis
16
2.Gejala tekanan intrakranial yang meninggi berupa muntah, nyeri kepala,
merintih.
Meningitis Tuberkulosa
Gejala klinis
17
Stadium II (Prodromal)tanpa demam / kelainan, tidak suka bermain, tidur
terganggu, kemudian menjadiapatis, anoreksia, obstipasi dan muntah, pada
anak besar dapat mengeluh sakitkepala.
Meningitis Purulenta
18
Kortikosteroid
Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik terdiri dari 2 fase , yaitu fase pertama sebelum ada hasil
biakandan uji sensitivitas. Dosis ampisilin 200-300 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 6 dosis, kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis pada
neonatus 50 mg/kgBB/hari. Pada bayi dan anak pengobatan diberikan selama
10-14 hari, dan pada neonatus selama 21 hari.
Pengobatan fase kedua setelah ada hasil biakan dan uji sensitivitas disesuaikan
dengan kuman penyebab dan obat yang serasi.Antibiotic yang dipergunakan
utnuk meningitis purulenta ialah H influenzae; ampisilin, kloramfenikol,
sentriakson, dan sefotaksim. S. pneumoniae; penisilin, kloramfenikol
,sefuroksim, seftriakson, dan vankomisin. N. meningitides; penisilin,
seftriakson, danamikasin. Staphylococcus; nafsilin, vankomisin, dan
rifampisin. Neonatus; ampisilin, gentamisin, tobramisin, vankomisin,
amikasin, kanamisin, seftriakson, sefotaksim, seftazidim, dan penisilin.
19
Fungsi lumbal ulangan terjadi apabila keadaan klinis membaik dilakukan pada
hari ke 10 pengobatan.
Patofisiologi
Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier.
Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau
pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau
rhinorrea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis,
dimana dapat terjadi hubungan antara GSF dan dunia luar.
Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel,
edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada
CSF dan menimbulkan hidrosefalus
Meningitis bakteri, netrofil, monosit, limfosit, dan yang lainnya merupakan sel
respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang di bentuk
diruang subarachnoid. Penumpukan pada CSF disekitar otak dan medula
spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat
menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak
dapat menjadi infarct.
Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump,
herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak
terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.
20
Komplikasi
Pemeriksaan Penunjang
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
21
3. LED/ESRD : meningkat
Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau
mental atau meninggal tergantung :
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapeutik
1. Isolasi
22
4. Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada
bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC.
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar
pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi
oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Usus terlihat dari
luar melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang).
23
Omfalokel (eksomfotos) merupakan suatu cacat umbilicus, tempat usus besar
dan organ abdomen lain dapat menonjol keluar. Ia bisa disertai dengan
kelainan kromosom, yang harus disingkirkan. Cacat dapat bervariasi dan
diameter beberapa centimeter sampai keterlibatan dinding abdomen yang luas.
Organ yang menonjol keluar ditutupi oleh lapisan tipis peritoneum yang
mudah terinfeksi. Rongga abdomen sendiri sangat kecil, sehingga perbaikan
bedah bisa sangat sulit atau tidak mungkin, kecuali bila dinding abdomen yang
tersisa cukup dapat direntang untuk memungkinkan penempatan kembali isi
abdomen. Penggantinya, cacat ini dapat ditutupi dengan bahan sintetis seperti
silastic, yang dapat digulung ke atas, sehingga usus dapat didorong masuk
secara bertahap ke dalam rongga abdomen dalam masa beberapa minggu.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omfalokel belum jelas sampai sekarang. Ada 25-
40% bayi yang menderita omfalokel, disertai oleh kelainan bawaan lainnya,
seperti kelainan kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung. ada
beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1) Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu yaitu
kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian
tengah dan menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
2) Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omfalokel adalah resiko
tinggi kehamilan seperti :
o Infeksi dan penyakit pada ibu
o Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok
o Kelainan genetik
o Defisiensi asam folat
o Hipoksia
o Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
o Asupan gizi yang tak seimbang
3) Kegagalan migrasi usus tengah (midgut) dalam perkembangan embrionik.
24
Omfalokel dapat terjadi apabila kedua lipatan ektomesoderm lateral gagal
bertemu di garis tengah abdomen antara minggu ketiga sampai keempat.
Akibatnya, isi abdomen ditutupi hanya oleh kantong tipis berlapis dua yang
terdiri dari amnion dan peritoneum, dan tali pusat berinsersi ke apeks kantung
tersebut.
25
terjadi infeksi.
Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini disertai oleh
kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia diafragmatika
dan kelainan jantung.
Pada janin usia 5–6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga
selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga
usus dari extra peritoneum akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini
terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus,
lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan
lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak
dari luar, keadaan ini disebut omfalokel.
26
menyebabkan usus-usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan ke
rongga abdomen pada waktu pembedahan.
- Embriogenesis. Pada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar
embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen
abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akan masuk ke rongga perut.
Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus
yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan
peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong
tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari
titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa
dibungkus peritoneum dan amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.
Diagnosis
Omfalokel yaitu hernia umbilikalis inkomplet terdapat waktu lahir ditutup
oleh peritonium, selai Warton dan selaput amnion. Hernia umbilikalis
biasanya tanpa gejala, jarang yang mengeluh nyeri. Banyaknya usus dan organ
perut lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi, tergantung kepada
besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang
menonjol, tetapi jika lubangnya besar, hati juga bisa menonjol melalui lubang
tersebut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dimana isi
perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum atau tampak kantong yang
berisi usus dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang baru lahir.
pemeriksaan diagnostik dari omfalokel adalah :
1. Pemeriksaan Fisik
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan atau tanpa hati di
garis tengah pada bayi yang baru lahir.
Pada gastro schisis usus berada di luar rongga perut tanpa adanya kantong.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein (MSAFP). Diagnosis prenatal
defek pada dinding abdomen dapat dideteksi dengan peningkatan MSAFP.
MSAFP dapat juga meninggi pada spinabifida yang disertai dengan
peningkatan asetilkolinesterase dan pseudokolinesterase.
27
3. Prenatal, ultrasound
Menunjukkan adanya defek omfalokel
4. Pemeriksaan radiology
Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik dengan
memperlihatkan marker structural dari kelainan kariotipik. Echocardiography
fetus membantu mengidentifikasi kelainan jantung. Untuk mendukung
diagnosis kelainan genetik diperjelas dengan amniosentesis
Pada omphalocele tampak kantong yang terisi usus dengan atau tanpa hepar di
garis tengah pada bayi yang baru lahir
Penatalaksanaan Omfalokel
Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera dilakukan
pembedahan untuk menutup omfalokel.
Sebelum dilakukan operasi, bila kantong belum pecah, harus diberi
merkurokrom dan diharapkan akan terjadi penebalan selaput yang menutupi
kantong tersebut sehingga operasi dapat ditunda sampai beberapa bulan.
Sebaiknya operasi dilakukan segera sesudah lahir, tetapi harus diingat bahwa
dengan memasukkan semua isi usus dan otot visera sekaligus ke rongga
abdomen akan menimbulkan tekanan yang mendadak pada paru sehingga
timbul gejala gangguan pernapasan. Tindakan yang dapat dilakukan ialah
dengan melindungi kantong omfalokel dengan cairan anti septik misalnya
betadin dan menutupnya dengan kain dakron agar tidak tercemar. Setelah itu
segera melaksanakan persiapan untuk merujuk ke Rumah Sakit untuk segera
dilakukan pembedahan menutup omfalokel agar tidak terjadi cedera pada usus
dan infeksi perut.
Pengobatan
Omfalokel (eksomfalokel) adalah suatu hernia pada pusat, sehingga isi perut
keluar dan dibungkus suatu kantong peritoneum. Penanganannya adalah
secara operatif dengan menutup lubang pada pusat. Kalau keadaan umum bayi
tidak mengizinkan, isi perut yang keluar dibungkus steril dulu setelah itu baru
dioperasi.
28
Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera dilakukan
pembedahan untuk menutup omfalokel. Sebelum dilakukan operasi, bila
kantong belum pecah, harus diberi merkurokrom dan diharapkan akan terjadi
penebalan selaput yang menutupi kantong tersebut sehingga operasi dapat
ditunda sampai beberapa bulan. Sebaiknya operasi dilakukan segera sesudah
lahir, tetapi harus diingat bahwa dengan memasukkan semua isi usus dan otot
visera sekaligus ke rongga abdomen akan menimbulkan tekanan yang
mendadak pada paru sehingga timbul gejala gangguan pernapasan.
29
umum penatalaksanaan bayi dengan omfalokele dan gastroskisis adalah
hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat
yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi
dengan omfalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh
sehingga lebih sedikit membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi
dengan gastroskisis.
Konservatif
Dilakukan bila penutupan secara primer tidak memungkinkan, misalnya pada
omfalokel dengan diameter > 5 cm. Perawatan dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Bayi dijaga agar tetap hangat
b. Kantong ditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9%
c. Posisi penderita miring
d. NGT diisap tiap 30 menit
30
dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan
direpair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25
% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan
povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik
yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-
lahan akan merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan
pada permukaan selaput atau kantong dengan elastik dressing yang sekaligus
secara perlahan dapat menekan dan menguragi isi kantong.
31
violet cair 1%. Setelah keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat
digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-
kadang menghilang secara komplet.
32
- Nekrosis
- Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain
yang memperburuk prognosis.
Gastrostizis
6 Tatalaksana Tetanus
Tujuan dari terapi adalah menetralkan toksin yang beredar sebelum toksin
masuk ke dalam sistem saraf pusat, menurunkan produksi toksin yang lebih
banyak, mengontrol gejala neuromuskuler dan otonom yang muncul serta
mempertahankan kondisi pasien sampai efek toksin menghilang. Efikasi terapi
dipengaruhi oleh faktor prognostik seperti masa inkubasi, jangka waktu antara
gejala pertama yang muncul dan spasme yang pertama (interval onset),
frekuensi dan durasi spasme, demam dan kom-plikasi respiratorius yang
terjadi .
Perawatan suportif sangat penting, menjaga jalan napas tetap terbuka untuk
mendapatkan ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang sangat penting.
Pemasangan kateter saluran kencing bisa dilakukan bila terjadi retensi urin.
Manajemen lainnya yang penting adalah perawatan untuk mencegah
pneumonia aspirasi dan atelektasis serta menurunkan rangsangan yang dapat
mencetuskan kejang. Pasien paling baik dirawat pada bangsal terbuka yang
mudah dilihat, terdapat akses terhadap tindakan keperawatan yang cepat dan
peralatan resusitasi. ASI harus tetap diberikan dan ibu harus didorong untuk
berpartisipasi dalam observasi dan perawatan pasien. Asi peras dapat
diberikan melalui pipa lambung diantara periode spasme. Pemberian ASI
dimulai dengan setengah kebutuhan per hari dan dinaikkan bertahap sehingga
mencapai jumlah yang mencukupi kebutuhannya dalam 2 hari.
33
Antitoksin tetanus 5000 U intramuskular atau human tetanus immunoglobulin
500 U intramuskular dapat diberikan untuk menetralkan toksin yang beredar
dan tak terikat. Antitoksin tetanus tidak memiliki efek terhadap toksin yang
terikat pada sistem saraf pusat. Meskipun sistem saraf pusat sering
terpengaruh oleh toksin sebelum gejala muncul namun pasien yang diberikan
antitoksin menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan pasien
yang tidak diberikan antitoksin. Dosis masif serum antitetanus tidak
menunjukkan keuntungan dibandingkan dengan dosis yang lebih kecil.
Pemberian serum antitetanus 1500 unit secara intrathecal pada saat awal
mulainya penyakit mungkin dapat memberikan keuntungan. Angka kematian
lebih rendah pada kelompok bayi dengan terapi intrathecal (45%)
dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan terapi intramuskular (82%).
Kelompok bayi yang menerima serum antitetanus intrathecal menunjukkan
komplikasi yang lebih sedikit.
34
DAFTAR PUSTAKA
35