Step 6
Step 7
Kina
Kina merupakan obat antimalaria kelompok alkaloid kinkona yang bersifat
skisontosida darah untuk semua jenis Plasmodium manusia dan gametosida P.
vivax dan P. malariae. Obat ini merupakan obat antimalaria alternatif untuk
pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi yang resisten terhadap
klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin (multidrug) (Zein, 2005; Gunawan 2009).
Klorokuin
Klorokuin merupakan obat antimalaria kelompok 4-aminokuinolin yang bersifat
skizontosida darah untuk semua jenis Plasmodium pada manusia sehingga dip
akai sebagai obat malaria klinis dengan menekan gejala klinis. Obat ini juga
bersifat gametosidal (melawan bentuk gamet) immature (muda) pada P. vivax, P.
ovale, P. malariae dan P. falciparum (stadium 1-3). Obat ini tidak efektif terhadap
bentuk intrahepatic, digunakan bersama primakuin dalam pengobatan radikal pada
P. vivax dan P. ovale. Penggunaan klorokuin sebagai pilihan pertama mulai
terbatas karena berkembangnya resistensi klorokuin dari P. falciparum dan P.
vivax (Depkes, 2008).
Sulfadoksin-primetamin
Menurut Zein (2005), Sulfadoksin-pirimetamin adalah obat antimalaria kombinasi
antara golongan sulfonamide/ sulfon dengan diaminopirimidine yang bersifat
skizontosida jaringan, skizontosida darah dan sporontosidal. Obat ini sangat
praktis karena dapat diberi dalam dosis tunggal namun obat ini memiliki
kelemahan karena mudah mengalami resistensi. Oleh karena itu kombinasi obat
ini digunakan secara selektif untuk pengobatan radikal malaria falsiparum di
daerah yang resisten terhadap klorokuin.
Primakuin
Menurut Depkes RI (2008), Primakuin merupakan obat antimalaria kelompok
senyawa 8-aminokuinolin yang sangat efektif melawan gametosit seluruh spesies
Plasmodium. Obat ini juga aktif terhadap skizon darah P. falciparum dan P. vivax
tetapi dalam dosis tinggi sehingga harus berhati-hati, efektif terhadap skizon
jaringan P. falciparum dan P. vivax
Derivat Artemisinin
Menurut Depkes RI (2008), derivat artemisinin merupakan kelompok obat
antimalaria baru yang penggunaannya terbatas pada daerah-daerah yang resistensi
klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
Menurut Depkes RI (2008), obat yang digunakan saat ini untuk pengobatan
malaria di Indonesia diantaranya adalah :
Klorokuin tidak lagi efektif namun masih luas digunakan oleh karena
harga yang murah dan mudah didapat. Sulfadoxin-pyrimetamin dianggap
masih aman walaupun pada penelitian preklinik adanya bukti toksisitas.
Efektifitas sulfadoxin-pyrimetamin dikurangi oleh asam folat (5 mg/hari).
Penggunaan sulfadoxin-pyrimetamin dapat mengurangi perluasan resistensi
dibeberapa daerah. Kuinin dengan Clindamycin terbukti mempunyai
efektifitas yang tinggi terhadap strain multidrug-resisten P,falciparum.
Kombinasi obat ini direkomendasikan untuk trisemester pertama, sedangkan
artemisin based combination therapy (ACT) efektif pada trisemester kedua
dan tiga dan digunakan sebagai terapi lini pertama sesuai dengan guideline
dari WHO. Penggunaan ACT didukung oleh bukti klinis terhadap keamanan dan
efektifitas derivat artemisin terhadap lebih dari 1000 wanita hamil.
Dosis artesunat diberikan mulai dari 4 mg/kg single dose dan meningkat sampai
12-16 mg/kg BB total dosis, diberikan 3-7 hari, dan tidak dijumpai efek samping
terhadap ibu dan janin.
Data yang ada yang didapat dari terapi artesunat pada lebih dari 600 orang
wanita hamil trisemester dua dan trisemester tiga tidak menunjukkan adanya
maternal dan fetal toxicity dan juga aman digunakan pada ibu yang menyusui.
Karena kematian dapat terjadi 6 jam pertama, maka diperlukan kadar ideal
dalam darah secara cepat pula. Loading dose Kina HCL 25 % , 20 mg/kg BB
dalam 500 ml Dektrose 5 %. Diberikan dalam 4 jam pertama dengan
kecepatan konstan 2 ml/menit,4 jam berikutnya istirahat. Kemudian 8 mg/kg
BB tiap 8 jam (maintenance dose).
Loading dose digunakan bila penderita belum pernah mendapatkan
pengobatan kina atau meflokuin dalam 12 jam sebelumnya. Bila sudah bisa
minum kina intravena dapat digantikan dengan kina tablet, dengan dosis 10 mg/kg
BB/kali, tiga kali sehari ( dengan total 7 hari sejak hari pertama pemberian kina).
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena karena dapat menyebabkan
kadar dalam plasma sangat tinggi yang berakibat toksik pada jantung dan
kematian. Bila karena berbagai alasan kina tidak dapat diberikan melalui
intravena, maka diberikan IM dalam dosis yang sama dip aha bagian depan
masing-masing ½ dosis di setiap paha, untuk pemakian IM kina diencerkan
dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml. bila
tidak ada perbaikan klinis setelah 48 jam, maka dosis maintenance kina
parenteral dapat diturunkan 1/3-1/2 nya ( 5-7 mg ) dan lakukan pemeriksaan
parasit dan evaluasi klinis. Pemberian kina dapat disertai hipoglikemia, karena itu
perlu diperiksa gula darah setiap 12 jam.
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai yang
berat.
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut:
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola spot, leukopenia,
limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan
empedu positif
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tornique positif, penurunan
jumlah trombosit dan peninggian heoglobin dan hematokritpada demam
berdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti
dengue positif
c. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi kesukaran
bernafas antara lain: nafas cepat/sesak nafas, tarikan dinding dada ke dalam
dan adanya stridor
d. Leptospirosis ringan
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri
betis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test
(MAT) atau tes Leptodipstik positif.
e. Infeksi virus akut lainnya
4. Komplikasi malaria
Malaria Serebral
Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia
otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses
sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan
bahwa tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau
cerebral metabolic rate for oxygen pada pasien koma dibanding pasien yang telah
pulih kesadarannya.
Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral
yaitu >2.2 mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila
kadar laktat >6 mmol/L memiliki prognosa yang fatal.
Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila
terdapat >3 komplikasi organ, maka prognosa kematian >75 %.
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya
±5-10 % disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh
karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi
dan sumbatan mikrovaskular akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting.
Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut;
sedang urin yang pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20
mmol/L menunjukkan dehidrasi
Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya
GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas
kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-α.
Penyebab lain gangguan pernafasan (respiratory distress): 1) Kompensasi
pernafasan dalam keadaan asidosis metabolic; 2) Efek langsung dari parasit atau
peningkatan tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak; 3) Infeksi
sekunder pada paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis antikonvulsan
(phenobarbital) menekan pusat pernafasan.
Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa
dalam pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena:
1) Cadangan glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan
absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3)
Meningkatnya metabolisme glukosa di jaringan; 4) Pemakaian glukosa oleh
parasit; 5) Sitokin akan menggangu glukoneogenesis; 6) Hiperinsulinemia pada
pengobatan quinine.
Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran
klinis keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 ˚C, kulit tidak
elastis, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan
sistolik tak terukur dan nadi yang normal.
Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis.
Pada kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan
karena vasodilatasi.
Asidosis
Keadaan asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia.
Gangguan lain seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia.
Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak
enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih
berat berupa billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan
hepatomegali), ikterik, dan gagal ginjal, malaria disentri, malaria kolera.
Hiponatremia
Gangguan Perdarahan
5. Terapi profilaksis
1. Atovaquone/Proguanil (Malarone)
Kontraindikasi :
2. Klorokuin
Kontraindikasi :
3. Doxycycline
Obat ini dapat diambil 1-2 hari sebelum tiba di tempat epidemi malaria.
Obat malaria yang paling murah di pasaran saat ini.
Obat ini juga melindungi dari beberapa infeksi lain seperti Rickettsiae and
leptospirosis.
Kontraindikasi :
4. Mefloquine
Kontraindikasi :
5. Primakuin
Kontraindikasi :
3. Vaksin malaria
Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah
penyakit ini, tetapi adanya bermacam-stadum pada perjalanan penyakit malaria
menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin malaria
ditujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu:
Namun harus diingat bahwa profilaksis dengan obat anti malaria tidak dianjurkan
untuk jangka panjang (>6 bulan). Jika lama di daerah endemik >6 bulan bawalah
kelambu dan/atau repellent lotion dan/atau kawat kassa sebagai perlindung
mekanisme terhadap gigitan nyamuk.
Sehubungan dengan tingginya tingkat resistensi plasmodium falciparum terhadap
klorokuin, maka Doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin
dapat diberikan setiap hari dengan dosis 2mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6
minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak < 8 tahun dan Ibu hamil.
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV .
Jakarta : EGC