Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ERITRODERMA

Oleh:
Mia Trihasna Asrizal
Neza Ukhalima Hafia
Ulima Mazaya Ghaisani

PRECEPTOR:
DR. Dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK, FINSDV, FAADV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan


atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dahulu,
eritroderma dibagi menjadi eritroderma primer dan sekunder; primer adalah
yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), dan sekunder adalah yang
disebabkan oleh penyakit kulit lain atau penyakit sistemik. Pendapat
sekarang, semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu
sekunder. Salah satu kausanya yang paling sering adalah psoriasis.
Eritroderma yang kronis dapat menyebabkan gangguan alat dalam. Pada
penatalaksanaannya terdapat kesulitan karena sebagian kasus tidak diketahui
penyebabnya.1

Insidens eritroderma kian meningkat. Insiden eritroderma di Amerika Serikat


bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita rawat jalan
dermatologi. Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden eritroderma
sebesar 1–2 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah
penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita
eritroderma dirawat jalan dermatologi. Pada beberapa laporan kasus,
didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, dengan
proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia ratarata 41–61 tahun.2

Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang eritroderma,


memerlukan berbagai pemahaman. Pemahaman yang diperlukan adalah
mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, penegakkan
diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis
dari eritroderma.
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui diagnosis yang tepat pada kasus salah satu pasien poliklinik
kulit dan kelamin RSAM.
2. Mengetahui etiologi eritroderma pada kasus eritroderma pada salah satu
pasien poliklinik kulit dan kelamin RSAM.
3. Mengetahui tatalaksana yang tepat untuk kasus eritroderma pada salah satu
pasien poliklinik kulit dan kelamin RSAM.
BAB II
IDENTITAS PASIEN

1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 57 Tahun
Suku Bangsa : Lampung / Indonesia
Alamat : Bukit Kemuning, Lampung Utara
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Janda
Tanggal Masuk : 22 Desember 2017

1.2 ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis.

a. Keluhan Utama
Bercak kemerahan menebal dan bersisik disertai gatal dan perih di seluruh
tubuh sejak 1 tahun lalu.

b. Keluhan Tambahan
Muncul keluhan panas dingin, baal/kesemutan pada tangan dan jari
tangannya, dan edem tungkai.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan muncul bercak kemerahan yang menebal
dan bersisik disertai gatal dan perih di seluruh tubuh sejak 1 tahun lalu,
diawali dengan munculnya bintil kemerahan bersisik sebesar ujung jarum
pentul yang terasa gatal pada wajahnya. Keluhan gatal dirasakan hilang
timbul dengan waktu yang tidak dapat ditentukan. Keluhan gatal tersebut
membuat pasien berobat ke bidan dan dikatakan penyakitnya adalah
biduran. Bidan lalu memberikan lima macam obat minum yang tidak
diketahui jenis/namanya oleh pasien. Setelah minum obat selama tiga hari,
pasien mengaku keluhan dirasakan berkurang.

Beberapa bulan kemudian bercak kemerahan bersisik menyebar ke bagian


tangan, badan, dan punggung pasien. Bercak dikatakan melebar hingga
sebesar uang koin juga menebal dengan rasa gatal yang masih dapat
ditangani dengan garukan sehingga pasien tidak berobat lagi.

Satu bulan yang lalu (November 2017) pasien mengatakan bercak


kemerahan menebal dan berisisik yang gatal masih ada, justru memberat
diikuti rasa perih terutama pada daerah yang sering digaruk. Pasien juga
merasakan badannya meriang (panas-dingin). Dari keluhan tersebut,
pasien memutuskan untuk berobat lagi ke bidan. Pasien diberi obat
amoksisilin dan paracetamol. Amoksisilin hanya diminum 3x (satu hari),
karena setelah minum amoksisilin ketiga kalinya pasien mengatakan kulit
mulai terasa lebih perih dan bercak bertambah lebar. Pada tangan dan jari-
jari pasien dikatakan kesemutan/baal. Sejak keluhan tersebut muncul,
pasien tidak meminum obat apapun dan tidak berobat lagi. Pasien
mengaku tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat-obatan
sebelumnya. Selama satu bulan pasien tidak mandi menggunakan sabun
(hanya dibasuh dengan air biasa) juga menggunakan bedak bayi untuk
mengurangi rasa gatalnya. Keluhan kuku menjadi kuning dan keruh
disangkal oleh pasien. Keluhan ketombe dan rambut rontok disangkal oleh
pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama saat
berkeringat pada lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan
disangkal oleh pasien.
Dua minggu SMRS pasien mengatakan kulit melepuh di badan serta
mukanya, sedangkan pada kaki dan tangannya hanya sedikit. Kaki
membesar (bengkak) juga dikeluhkan. Keluhan panas dingin masih kadang
dirasakan.

22 Desember 2017 pasien berobat ke poli penyakit kulit dan kelamin


diantar oleh anaknya untuk mengetahui penyakit dan mendapatkan terapi
selanjutnya.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya. Asma (-),
rhinitis alergi (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti pasien.

f. Riwayat Pribadi
Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital : Nadi : 65x/m Suhu : 36,5 oC
Respirasi : 17x/m
Kepala : Normochepal, alopesia (-),lihat pada status dermatologis
Mata : Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Pembesaran KGB (-) , peningkatan JVP (-)
Thorax : Dalam batas normal, lihat pada status dermatologis
Abdomen : Dalam batas normal, lihat pada status dermatologis
Genitalia : Dalam batas normal, lihat pada status dermatologis
Ekstremitas : Ekstremitas inferior terdapat pitting edem, kuku dalam batas
normal, lihat pada status dermatologis
1.4 STATUS DERMATOLOGIS
Status lokalis kulit (dermatologis): pada regio fasialis, truncus, ekstremitas
superior dextra-sinistra, dan ekstremitas inferior dextra-sinistra terdapat:

Regio Fasialis  Plak eritema, multipel, iregular,


numular-lentikular, konfluens, dan
sirkumskripta.
 Skuama halus-sedang, putih, berlapis.
Regio Truncus  Plak eritema, multipel, iregular,
numular-plakat, diskret-konfluens,
dan sirkumskripta.
 Skuama halus-kasar, putih, berlapis.
Regio Ekstremitas Superior  Plak eritema, multipel, iregular,
dextra-sinistra numular-lentikular, diskret-konfluens,
dan sirkumskripta.
 Skuama halus-sedang, putih, berlapis.
Regio Ekstremitas Inferior  Plak eritema, multipel, iregular,
dextra-sinistra numular-lentikular, diskret-konfluens,
dan sirkumskripta.
 Skuama halus-sedang, putih, berlapis.

1.5 PEMERIKSAAN DERMATOLOGIS MANUAL


a. Auzpitch test : (+)
b. Gores lilin : (+)

1.6 RESUME
Wanita 57 tahun datang dengan keluhan pruritus, perih, plak eritema disertai
likenifikasi dan skuama di seluruh tubuh sejak 1 tahun lalu. 1 tahun SMRS
dengan muncul papul eritem berskuama lentikuler pada regio fasialis, pruritus
(+). 1 bulan SMRS, ukuran melebar s.d. numularis, menyebar ke regio
extremitas superior dan truncus disertai perih terutama pada kulit yang
digaruk, demam, parastesi manus dan digitalis, dan pitting edem setelah
minum amoksisilin dan paracetamol dari bidan.
Alergi makanan dan obat-obatan (-). Keluhan ketombe dan rambut rontok (-).
Keluhan bercak merah bersisik , gatal terutama saat berkeringat pada lipat
tubuh (-).

Pada status generalis DBN. Status dermatologis pada regio fasialis, truncus,
ekstremitas superior D-S, ekstremitas inferior D-S terdapat plak eritema,
multipel, iregular, numular-plakat, diskret-konfluens, dan sirkumskripta
disertai kuama halus-kasar, putih, berlapis, dengan kesan likenifikasi.

Pemeriksaan dermatologi manual didapatkan auzpitch test dan gores lilin (+)

1.7 DIAGNOSA BANDING :


a. Eritroderma e.c. psoriasis (psoriasis eritrodermik)
b. Dermatitis atopik kronis
c. Tinea corporis et facialis et manus et cruris
d. Eritroderma e.c. alergi obat sistemik
e. Sezary syndrome

1.8 DIAGNOSA:
Eritroderma e.c. psoriasis (psoriasis eritrodermik)

1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIANJURKAN:


a. Histopatologi biopsi kulit
b. KOH 10%
c. Woods lamp
d. Darah lengkap

1.9 PENATALAKSANAAN :
a. Umum
Konfirmasi : Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini
disebabkan perluasan penyakit kulit.
Informasi : Prinsip pengobatan penyakit ini bertujuan untuk
mengurangi gejala dan mencegah perluasan lanjut.
Edukasi : Hindari sinar matahari, hindari digaruk saat terasa gatal,
menjaga kelembaban kulit, mandi dengan sabun pH netral, mengurangi
pikiran yang membuat pasien stress, diet tinggi protein.

b. Khusus
 Pengobatan sistemik
1) Metilprednisolon 32 mg / 24 jam
2) Ciprofloxacin 500 mg / 12 jam
3) Cetirizin 10 mg / 24 jam (prn pruritus)

 Pengobatan topikal
Betamethasone valerate 0.1%, gentamicin sulfate 0.1%

 Rujuk Sp.KK

1.10 PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : Dubia
2. Quo ad functionam : Dubia
3. Quo ad sanationam : Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (red = merah) dan
derma, dermatos (skin = kulit), merupakan kelainan kulit yang ditandai
dengan eritema mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang
biasanya disertai skuama. Bila eritema mencangkup antara 50% - 90% maka
sering dinamai pre-eritroderma. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu
ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat
secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang
kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi. 1,2

Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya gambaran kemerahan yang


bersifat universal atau yang mencakup 90% permukaan tubuh diakibatkan
oleh pelebaran pembuluh darah pada kulit atau yang sering disebut eritema.
Keadaan tersebut berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu. 1

Dermatitis eksfoliativa dianggap sebagai sinonim eritroderma namun hal ini


tidak tepat karena gambaran klinis yang sama namun pada dermatitis
eksfoliativa ditemukan skuama yang berlapis-lapis. Psoriasis yang meluas
biasanya menjadi penyebab utama terjadinya eritroderma.

3.2. Epidemiologi
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan lebih dari setengah
kasus dari eritroderma. Seperti yang telah disebutkan bahwa pasien dengan
eritroderma bukan pasien yang sering ditemukan namun disadari adanya
peningkat jumlah pasien hari demi hari. Dengan penyebab utama ialah
psoriasis yang meluas oleh sebab itu insidensi meningkat seiring dengan
insidensi psoriasis. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit eritroderma
lebih dari seperempat kasus didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160
kasus adalah psoriasis berat.1,4

Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita, namun paling sering pada
pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun,
meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Anak-anak bisa
menderita eritroderma lebih sering diakibatkan oleh alergi terhadap obat.
Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun
penggunaan obat secara tradisional.1, 2

3.3. Etiologi

Eritroderma dapat disebabkan oleh karena alergi obat secara sistemik,


perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit
kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis
23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom
sezary 5%.1,3

Berdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi oleh 3 hal yang sudah


diketahui hingga saat ini yaitu:

1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik


Diperlukan anamnesis yang teliti untuk memastikan bahwa alergi obat
yang terjadi secara sistemik ialah proses masuknya obat kedalam tubuh
dengan cara apapun termasuk melalui mulut, hidung, suntikan/infus,
rectum maupun vagina.
Keadaan ini banyak ditemukan pada anak hingga dewasa muda. Obat
yang dapat menyebabkan eritroderma adalah obat yang mengandung
arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturate. Pada
beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena
pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional. Umumnya alergi
timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya, terdapat gambaran
klinis pada kulit berupa timbulnya eritema, setelah terjadinya proses
penyembuhan baru terdapat timbulnya skuama. Bila ada obat yang
masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh, diduga sebagai
penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.1, 4

2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit.


Eritroderma yang disebabkan oleh penyakit kulit lain, merupakan
penyebab eritroderma yang paling banyak ditemukan dan tersering
disebabkan oleh penyakit :
a) Psoriasis
Psoriasis dapat menjadi eritroderma disebabkan oleh 2 hal yaitu oleh
perkembangan penyakit psoriasis itu sendiri maupun akibat
pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. Oleh sebab itu perlu
dianamnesis dengan jelas riwayat penyakit psoriasis dan pengobatan
yang sudah dilakukan.1

Psoriasis bersifat kronik residif, kelainan kulit berupa sisik-sisik


berlapis dan kasar di atas eritematosa yang berbatas tegas. Umunya
ditemui eritema yang tidak merata.3

b) Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik yang dimaksud ialah dermatitis seboroik pada
bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai
penyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum. Etiologinya belum
diketahui pasti namun diduga disebakan oleh dermatitis seboroika
yang meluas. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Selain itu yang
dapat menyebabkan eritroderma adalah ptiriasis rubra pilaris,
pemfigus foliaseus, dermatitis atopic dan liken planus.1,3,4

Kelainan yang didapatkan berupa skuama berminyak dan kekuningan


di kepala. Eritema yang terjadi juga dapat meliputi seluruh tubuh
disertai skuama yang kasar.3

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan


Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal hingga
keganasan dapat memberikan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi
setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan
akibat perluasan penyakit kulit lain harus dicari penyebabnya, yang
berarti perlu pemeriksaan menyeluruh termasuk pemeriksaan
laboratorium dan foto toraks, untuk melihat adanya infeksi penyakit pada
alat dalam atau infeksi fokal dan mencari kemungkinan adanya
keganasan. Adanya leukositosis tanpa ditemukan penyebabnya,
menunjukan adanya infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection)
yang perlu diobati.1

Termasuk didalamnya ialah sindrom sezary yaitu suatu limfoma yang


belum diketahui penyebabnya ada yang menduga bahwa ini berhubungan
dengan stadium dini mikosis fungoides. Diduga juga berhubungan
dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukan ke dalam CTCL (Cutaneus
T-Cell Lymphoma). Yang diserang ialah orang dewasa, pria berkisar usia
64 tahun dan wanita berkisar 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan
eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan
rasa sangat gatal.1,3

Pada sepertiga atau setengah dari pasien didapat splenomegaly,


limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis
palmaris dan plantasis, serta kuku yang distrofik.3
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat sel yang khas berupa sel limfosit
atipik yang disebut sel sezary. Dapat disebut sindrom sezary jika jumlah
sel sezary yang beredar 1000/m3 atau lebih atau melebihi 10% sel yang
beredar. Jika jumlah sel dibawah 1000/mm3 maka disebut sindrom pre-
sezary.3

3.4. Patofisiologi

Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis.


Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang
setiap harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-
30 gr yang hilang. Pada skuama penderita eritroderma ditemukan
peningkatan jumlah asam nukleat dan hasil metabolismenya, penurunan
jumlah asam amino, dan peningkatan jumlah protein bebas.6

Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran
pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa
dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung.
Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan
cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu
badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu
terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme
kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan
oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.1,6

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih


sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan
berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama
gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.1

Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan
dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif. 2

3.5. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis eritroderma berbeda menurut etiologinya. Untuk


menentukannya diperlukan anamnesis yang teliti. Pada eritroderma akibat
alergi obat biasanya secara sistemik gambaran klinisnya adalah eritema
universal. Bila masih akut tidak terdapat skuama, pada stadium
penyembuhan baru timbul skuama.

Secara garis besar kelainan yang muncul pertama adalah timbulnya eritema,
hal ini diakibatkan oleh pelebaran pembuluh darah yang umumnya terjadi
pada area genitalia, ekstremitas, atau kepala. Eritema ini melua sehingga
dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena,
yang menunjukkan gambaran yang disebut “redman syndrome”.6

Gejala yang umum terjadi pasien mengeluhkan kedinginan. Hal ini terjadi
akibat vasodilatasi pembuluh darah kulit sehingga kehilangan panas tubuh
dan rusaknya pengendalian regulasi suhu tubuh yang menghilang, sehingga
sebagai kompensasi, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat
menimbulkan panas metabolik.

Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul bercak eritema yang
dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang
difus dimulai dari daerah lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit kepala sudah
terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas.
Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6
hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut,
dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai
kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Dapat juga
mengenai membran mukosa, terutama yang disebabknan oleh obat. Bila
kulit kepala terkena dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat
lepas. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma
karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama
kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul.6,9

Eritroderma yang terjadi akibat perluasan penyakit kulit lainnya diantaranya


psoriasis maka tanda khasnya akan menghilang. Akan menimbulkan gejala
awalnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
terjadinya psoriasis ditemukan kelainan kulit lebih eritematosa dan agak
meninggi dari pada sekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal.1, 3

Eritroderma yang disebabkan dermatitis seboroik pada bayi (penyakit


Leiner) memberikan gejala klinis yang keadaan umumnya baik tanpa
keluhan dan gambaran kelainan kulit berupa eritema dapat pada seluruh
tubuh disertai skuama yang kasar.1, 3

3.6. Diagnosis

Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis,


dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu
menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari
penyakit ini merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan
pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminology,
dermatologi, morfologi serta diagnosis banding. Pengobatannya disesuaikan
dengan diagnosis penyakit yang mendasarinya, dengan tetap memperhatikan
keadaan umum seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuhm
memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.

Diagnosis ditegakkan ditegakan berdasarkan adanya eritema yang universal


dapat disertai dan tidak oleh skuama halus, karena harus melihat dari tanda
dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan
dan perubahan kuku pada psoriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala,
biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di
CTCL. likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema;
menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan hiperkeratotik skala
besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan
rambut rontok di CTCL dan pitiriasis rubra, ektropion mungkin terjadi.
Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan penurunan
hemoglobin, peningkatan eosinofil, dan peningkatan leukosit (pada
infeksi sekunder). Kadar imunoglobulin dapat meningkat, khususnya
IgE. Albumin serum menurun dan gamma globulin meningkat relatif.
Didapatkan pula ketidakseimbangan elektrolit karena dehidrasi.6

Pasien dengan eritrodetma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari


ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya
masa otot. Beberapa penelitian menunjukan terdapat perubahan
keseimbangan nitrogen dan potasium ketika laju pembentukan skuama
mencapai 17 gr/m2 per 24 jam.

2. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan
50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi,
tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis
dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis,
akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.2

Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin


pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik,
seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel
cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien
dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari
dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang
menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma.2

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit


menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun
ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan
papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial
juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris,
biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat
memperlihatkan gambaran khasnya. 2

3.7. Diagnosis Banding


Pada eritroderma didapatkan beberapa penyakit yang memiliki gejala klinis
serupa sehingga dapat dijadikan sebagai diagnosis banding, hal ini meliputi:

Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan
epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada
keluarga asma bronkial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi
diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan
dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena
alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi
pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya,
ada tiga tahap: balita, anak-anak dan dewasa.5,8

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang


dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing,
pruritus yang parah, likenifikasi, dan prurigo nodularis, sedangkan pada
gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal
eosinofil dan parakeratosis.3,8

Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal
yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika
psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis
menyatu, eritema dan skuama tebal universal. Psoriasis mungkin menjadi
eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat
dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya
tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika
salah seseorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 –
39%.2,9

Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas


dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena
tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.3

Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan
plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun.
Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih
sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol .
2,10

Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman Pityrosporum


ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala
tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak
berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita
akan mengeluh rasa gatal yang hebat.(3) DS dapat diakibatkan oleh
ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat
menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada
orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi
imun.10

3.8. Penatalaksanaan

Pada eritroderma yang diakibatkan oleh alergi obat atau golongan I, obat
tersangka sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan
eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh
alergi obat secara sistemik, dosis prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan
terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.

Pada golongan akibat perluasan penyakit kulit atau golongan II juga


diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg
sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat
dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika
eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, makan obat
tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati
dengan etretinat salah satunya adalah asetretin. Lama penyembuhan
golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi
tidak secepat seperti golongan I.
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika
melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada prednison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.

Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik.


Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri
atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon
ekuivalen dengan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis
2-6 mg sehari.

Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena


terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit juga
perlu diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh
eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%.

3.9. Komplikasi

Komplikasi pada eritroderma dapat berupa komplikasi ringan hingga berat.


Komplikasi dapat terjadi pada banyak sistem organ selain epidermis dan
dermis. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus.
Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus. spenomegali ditemukan pada 3%
kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada stadium awal dan pada
hampir 20% stadium akhir.

Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan


extrarenal water lost (karena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit
yang rusak). Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan
panas tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang
menyebabkan dehidrasi.2,6 Respon tubuh terhadap dehidrasi dengan
meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan menyebabkan
gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak, dan
edema. Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting
pada pasien eritroderma.6

Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari


ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa
otot. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia,
palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku and ektropion.2

3.10. Prognosis

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.


Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan obat
dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini ialah
yang tercepat dibandingkan dengan golongan yang lain.1
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami
ketergantungan kortikosteroid (corticosteroid dependence).1

Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan,


tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang
tidak terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai
dengan kondisi yang lemah.5

Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan meninggal


setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun. Kematian
disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis
fungoides.1

BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?


Diagnosis pada kasus ini ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada pasien Ny. S usia 57 tahun datang ke RSAM dengan keluhan
keluhan muncul bercak kemerahan yang menebal, terasa gatal dan panas
pada seluruh tubuh. Keluhan dirasakan sejak satu tahun yang lalu, diawali
dengan munculnya bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul yang terasa
gatal pada wajahnya. Keluhan gatal dirasakan hilang timbul dengan waktu
yang tidak dapat ditentukan. Keluhan gatal tersebut membuat pasien berobat
ke bidan dan dikatakan penyakitnya adalah biduran. Bidan lalu memberikan
lima macam obat minum yang tidak diketahui jenis/namanya oleh pasien.
Setelah minum obat selama tiga hari, pasien mengaku keluhan dirasakan
berkurang.

Beberapa bulan kemudian bercak kemerahan menyebar ke bagian tangan,


badan, dan punggung pasien. Bercak dikatakan melebar hingga sebesar uang
koin dengan rasa gatal yang masih dapat ditangani sehingga pasien tidak
berobat lagi.

Satu bulan yang lalu (November 2017) pasien mengatakan bercak


kemerahan masih ada, justru memberat diikuti penebalan kulit di area yang
merah serta rasa panas. Pasien juga merasakan badannya meriang (panas-
dingin). Dari keluhan tersebut, pasien memutuskan untuk berobat lagi ke
bidan. Pasien diberi obat amoksisilin dan paracetamol. Amoksisilin hanya
diminum 3x (satu hari), karena setelah minum amoksisilin ketiga kalinya
pasien mengatakan kulit mulai melepuh, terasa panas, dan bercak bertambah
lebar. Pada tangan dan jari-jari pasien dikatakan kesemutan/baal. Sejak
keluhan tersebut muncul, pasien tidak meminum obat apapun dan tidak
berobat lagi. Pasien mengaku tidak mempunyai alergi terhadap makanan
maupun obat-obatan sebelumnya. Selama satu bulan pasien tidak mandi
menggunakan sabun (hanya dibasuh dengan air biasa) juga menggunakan
bedak bayi untuk mengurangi rasa gatalnya. Keluhan kuku menjadi kuning
dan keruh disangkal oleh pasien. Keluhan ketombe dan rambut rontok
disangkal oleh pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama
saat berkeringat pada lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan
disangkal oleh pasien.

Dua minggu SMRS pasien mengatakan kulit melepuh di badan serta


mukanya, sedangkan pada kaki dan tangannya hanya sedikit. Kaki
membesar (bengkak) juga dikeluhkan. Keluhan panas dingin masih kadang
dirasakan.
22 Desember 2017 pasien berobat ke poli penyakit kulit dan kelamin diantar
oleh anaknya untuk mengetahui penyakit dan mendapatkan terapi.

Pada regio generalisata tampak plak eritema dan hiperpigmentasi, skuama


berlapis halus sampai kasar, likenifikasi, multiple, berbatas tegas, bentuk
ireguler, ukuran plakat, universal. Pada regio cruris sinistra tampak
ekskoriasi multiple, berbatas tegas, bentuk ireguler, diskret. Tampak edema
pada ektrimitas inferior. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pasien didiagnosis eritroderma. Eritroderma, atau dermatitis ekfoliatif
menyeluruh merupakan penyakit yang ditandai dengan eritema dan skuama
lebih dari 90 persen permukaan tubuh.10 Penyebab eritroderma dibagi
menjadi 3 golongan yaitu akibat alergi obat secara sistemik, akibat
perluasan penyakit kulit, dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.1

Pada eritroderma, diagnosa banding, hanya membandingkan kausa dari


eritroderma tersebut, yaitu dermatitis (kontak/atopik), psoriasis,
limfoma/leukemia, pemfigus, pitiriasis rubra pilaris, likhen planus,
dermatofitosis, dan skabies.2 Pada kasus ini, pasien tidak memiliki riwayat
alergi obat dan penggunaan obat dalam jangka waktu lama. Sehingga
diagnosis eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat dapat disingkirkan.
Selain itu juga pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit keganasan
ataupun sistemik sebelumnya, sehingga eritroderma akibat penyakit
sistemik dan keganasan dapat disingkirkan. Selain itu juga ada eritroderma
yang disebabkan karena penyebab yang belum diketahui atau idiopatik.
Penyakit ini disebut juga dengan istilah “red man syndrome”. Pasien
biasanya laki-laki usia lanjut mengeluh gatal dan penyakit bersifat kronis
dan relaps. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keratoderma palmoplantar
dan dermatophatic limfadenopati. Pada kasus ini, pasien laki-laki 64 tahun
mengeluh bercak merak bersisik disertai gatal di hampir seluruh tubuh sejak
2 tahun SMRS. Keluhan tidak pernah sembuh total meskipun
mengkonsumsi obat. Pada pasien tidak ditemukan keratoderma
palmoplantar dan dermatophatic limfadenopati. Sehingga diagnosis
eritroderma idiopatik dapat disingkirkan.
Pada pasien ini, penyebab eritroderma yang paling mungkin adalah karena
perluasan penyakit kulit. Menurut Djuanda penyakit kulit yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah psoriasis dan penyakit leiner.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Earlia,dkk penyakit kulit
penyebab eritroderma terbanyak adalah dermatitis seboroik dan diikuti
dengan psoriasis vulgaris.11 Sedangkan pada sumber lain disebutkan bahwa
penyakit kulit penyebab eritroderma yang paling sering adalah psoriasis
diiikuti dengan dermatitis kontak dan dermatitis seboroik.2

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan


diantaranya stress psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena Kobner),
endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan rokok. Lokalisasi psoriasis
adalah siku, lutut, kepala, telapak kaki dan tangan, punggung, tungkai atas
dan bawah serta kuku. Gambaran efloresensinya yaitu makula eritematosa
yang besarnya bervariasi dari miliar sampai numular, dengan gambaran
beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklik atau geografis. Makula ini
berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berwarna putih mengkilat. 6 Pada
pasien ini, diketahui bahwa pada awalnya pasien mengeluh bercak
kemerahan bersisik yang timbul dikedua lutut, keluhan itu disertai juga
dengan rasa gatal. Menurut pasien awalnya pasien mengalami luka pada
bagian tangan yang cukup lama dan tidak pernah diobati. Hal ini dapat
menjadi salah satu pemicu timbulnya psoriasis akibat infeksi fokal.
Penyebab eritroderma karena penyakit lain dapat karena perluasan penyakit
itu sendiri ataupun karena pengobatan yang berlebihan. Pada pasien ini,
pada saat muncul gejala berupa gatal dan skuama pada lutut, pasien
mengaku tidak segera melakukan pengobatan dan tidak pernah
mengkonsumsi obat sendiri.

Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan gambaran pada regio


generalisata tampak hiperpigmentasi, skuama berlapis halus sampai kasar,
likenifikasi, multiple, berbatas tegas, bentuk ireguler, ukuran plakat,
universal. Pada regio cruris sinistra tampak ekskoriasi multiple, berbatas
tegas, bentuk ireguler, ukuran plakat, diskret. Eritroderma secara klinis
digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan lesi primernya
biasanya sulit ditentukan.11 Pada eritroderma karena psoriasis, umumnya
didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat
ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi daripada
sekitarnya dan skuama lebih tebal. Pada eritroderma yang kronik, eritema
tidak begitu jelas, karena bercampur dengan hiperpigementasi.1 Pada pasien
ini gambaran eritema tidak terlalu nampak, dapat disebabkan karena
penyakit yang sudah kronik dan menahun. Selain itu juga ditemukan
likenifikasi yaitu penebalan kulit dan eksoriasi yang menandakan bahwa
penyakit dan gejala yang dialami pasien sudah lama.

2. Apakah tata laksana pada pasien ini sudah tepat?


Pada pasien ini tata laksana yang diberikan terbagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan khusus. Penatalaksanaan
umum mencakup konfirmasi yaitu menjelaskan kepada pasien bahwa
penyakit ini disebabkan perluasan penyakit kulit, informasi yaitu
menginformasikan tujuan tatalaksana yang akan diberikan dan edukasi yang
bertujuan untuk menghindari faktor-faktor yang dapat memperberat keluhan
yang dirasakan pasien. Sedangkan terapi khususnya adalah terapi sistemik
berupa Methylprednisolon 125 mg/12 jam IV atau 32 mg/24 jam PO,
Cetirizine 10 mg/12 jam PO, Ceftriaxon 1 gram/12 jam IV. Topikal :
Betamethasone valerate 0.1%, gentamicin sulfate 0.1%. Terapi eritroderma
diberikan berdasarkan penyebab atau penyakit yang mendasarinya, dengan
memperhatikan juga keadaan umum dan memperbaiki gangguan metabolit
yang timbul. Secara umum penatalaksanaan eritroderma adalah
mempertahankan kelembaban kulit, menghindari menggaruk pada kulit dan
menghindari faktor pencetus. Monitor ketat intake cairan, karena pasien
dapat mengalami dehidrasi atau gagal jantung, serta monitor suhu tubuh
untuk menghindari pasien jatuh dalam kondisi hipotermi.11

Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Suhu kamar
yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol
termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena
vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan
dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan
protein yang cukup besar dari permukaan kulit.11 Umunya pengobatan
neurodermatitis dengan kortikosteroid, pada pasien ini diberikan
kortikosteroid yaitu metilprednisolon. Pada pengobatan jangka panjang
(long term), yakni jika melebihi 1 bulan lebih dapat menggunakan
metilprednisolon dengan dosis yang ekuivalen karena efek yang diberikan
lebih sedikit.1 Pada pasien ini juga diberikan antihistamin yaitu cetirizine
yang diberikan untuk mengurangi rasa gatal. Juga diberikan antibiotik untuk
mengatasi infeksi sekunder yang dialami pasien akibat garukan. Antibiotika
sistemik dapat diberikan jika terdapat tanda-tanda infeksi sekunder.
Antihistamin dapat juga diberikan untuk mengurangi pruritus dan memberi
efek sedasi, sehingga pasien dapat tidur nyenyak di malam hari dan
mengurangi ekskoriasi akibat garukan. Proses penyakit menyebabkan
peningkatan basal metabolisme rate tubuh dan katabolisme protein,
sehingga kondisi malnutrisi dapat memperburuk keadaan klinis, terutama
pada penderita dengan hipoalbumin dan usia tua. Berdasarkan kepustakaan,
inflamasi pada kulit harus segera diterapi misalnya dengan menggunakan
cream pelembab/emolien ataupun steroid topikal dengan potensi rendah.11
Sehingga pada pasien ini juga diberikan pengobatan topikal.

3. Apakah etiologi pada kasus ini?

Secara umum penyebab terjadinya psoriasis terbagi menjadi 3 yaitu


eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, eritroderma
karena perluasan penyakit kulit, dan eritroderma karena penyakit sistemik
karena keganasan. Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover
rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi
dibanding normal. Selain itu, proses pematangan dan pelepasan sel melalui
epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya sebagian besar material
epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang
hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru
mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi
kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin
(IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor nekrosis
faktor, dan interferon-γ (Burton & Holden, 1998).13 Pada eritroderma terjadi
peningkatan laju pengelupasan epidermis. Meskipun beberapa peneliti
memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap harinya, tetapi pada
beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang hilang. Pada
skuama penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam nukleat
dan hasil metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan peningkatan
jumlah protein bebas.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p;197-200.
2. Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill. 1996.
Chapter-41.p; 527-531.
3. Champion RH. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma. In:
Champion RH eds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington;
Blackwell Scientific Publications. 1992.p;17.48-17.52.
4. Sanusi UH. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis). Emedicine
(updated 24 Januari 2012; cited 10 Februari 2012). Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview
5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido:
Nakayama Shoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.
6. Siregar RS. Dermatosis eritroskuamosa. Saripati penyakit kulit. 2nd ed.
Jakarta: EGC. 2005.p; 94-106,236-238.
7. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2005.p; 138.
8. Imtikhananik. 1992. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokt;74:16-
18.
9. Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. [Tesis]. Palembang:
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.2007.p; 11.
10. Okoduwa C, Lambert WC, Schwartz RA, Kubeyinje E, Etiokpah A, Sinha
S, dkk. Erythroderma: review of a potentially life threatening dermatosis.
Indian J Dermatol. 2009; 54(1):1-6
11. Earlia N, Nurharini F, Jatmiko A, Ervianti E. 2009. Penderita Eritroderma
di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2005–2007. Berkala Ilmu Kedokteran Kesehatan Kulit &
Kelamin: 21(2);93-101
12. Parimalan K, Thomas J, Dineshkumar D. 2012. Histologic of infantil
erythrodermic psoriasis. E-journal of The Indian Socie of Teledermatology
; 1(6):28-33.
13. Sihombing J. 2013. Eritroderma Et Causa Alergi Obat Pada Penderita
Hipertensi Stage II, Chronic Kidney Disease, Anemia dan Hepatitis.
Medula Unila;1(4):69-74
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai