Anda di halaman 1dari 11

1.

Tinjauan Teori Sesuai Kasus


a. Definisi
Imunisasi tetanus toksoid adalah adalah preparat toksin tetanus yang diinaktifkan
dengan formaldehid dan diabsorbsi pada garam alumunium untuk meningkatkan
antigenerasinya. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) artinya pemberian
kekebalan terhadap penyakit tetanus kepada ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.
Berdasarakan dari cara timbulnya, maka terdapat dua jenis kekebalan. (IDAI, 2002)
yaitu :
1) Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan
dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang
diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan
immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan
dimetabolisme oleh tubuh
2) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat
terpapar pada antigen seperti pada manusia (antara lain imunisasi TT), atau
terpapar secara ilmiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lama karena
adanya memori imunologik. Tetanus Toksoid (TT) adalah antigen yang sangat
aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apa bila
ibu hamil mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
b. Etiologi
Tetanus pada maternal dan neonatal merupakan penyebab kematian paling sering
terjadi akibat persalinan dan penanganan tali pusat tidak bersih. Upaya mengeliminasi
Tetanus Maternal dan Neonatal (TMN) bertujuan mengurangi jumlah kasus tetanus
pada maternal dan neonatal hingga ke tingkat dimana TMN tidak lagi menjadi
masalah utama kesehatan masyarakat. Tidak seperti polio atau cacar (smallpox),
tetanus tidak dapat dieradikasi, spora tetanus berada di lingkungan seluruh dunia,
namun melalui imunisasi pada ibu hamil, wanita usia subur (WUS) dan promosi
persalinan yang higienis. TMN dapat dieliminasi yaitu ditunjukkan oleh jumlah kasus
tetanus yang kurang dari satu per 1000 kelahiran hidup di setiap kabupaten. Secara
operasional, status ini dapat diukur dengan tingkat pencapaian imunisasi serta
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Upaya sistematis untuk menghilangkan TN dimulai dengan imunisasi TT ibu
hamil dan calon pengantin dengan melalui Program Pengembangan Imunisasi (EPI).
Jangka pendek: dosis Tetanus Toxoid (TT) untuk ibu hamil diberikan pada imunisasi
rutin saat pelayanan antenatal, dan TT dosis calon pengantin diberikan pada
perempuan yang mau atau baru menikah.
c. Patofisiologi
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan
memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan
tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps
pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd
melalui selsel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya
menyebabkan gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer (WHO,
2008)
Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah
keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama (GABA) dan
glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik yang berlebihan dan
berterusan, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian
tubuh terganggu. (Ningsih S, Witarti N, 2007). Ketegangan otot dapat bermula dari
tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke
sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai
kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Sampai toksin
mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami kejang spontan. Pada sistim
saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses
pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan
pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat
secara berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom.
Kejadian gejala penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal
sebelum gejala tersebut timbul. (Ismoedijanto, 2006).
d. Tanda dan Gejala
Tetanus neonatorum disertai dengan spasma otot dan regitas badan bayi, tanda
pertama infeksi biasanya kegagalan menghisap oleh bayi yang telah menghisap
normal selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Gejala klinis adalah :
1) Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut.
Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga
mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti
mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
2) Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata
bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
3) Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur,
bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa
rawatan, bias terjadi fraktur tulang vertebra.
4) Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti
papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga
menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk.
Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko
timbulnya perdarahan paru.
5) Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang
terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek
tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut
jantung menurun (bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia).
Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot
polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).
6) Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi
setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar,
terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, “masa istirahat” kejang
semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan
epilepsy berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa
diselangi oleh masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian. (Ningsih,S,
Witarti, N, 2007).
e. Penatalaksanaan
1) Persiapan Alat
a) Spuit 3cc
b) Vaksin TT
c) Bak Spuit
d) Pengalas
e) Bengkok
2) Tahap Pra Interaksi
a) Baca catatan medis klien
b) Siapkan alat
3) Tahap Orientasi
a) Beri salam terapeutik
b) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien
c) Lakukan kontrak
4) Tahap Kerja
a) Bawa alat ke dekat klien
b) Pasang sampiran
c) Atur posisi klien
d) Dekatkan bengkok
e) Buka area yang akan di suntik
f) Desinfektan area yang akan di suntikan dengan kapas alcohol
g) Buang kapas ke bengkok
h) Kulit di angkat sedikitdengan telunjuk dan ibu jari kemudian jarum di tusukan
dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat
i) Aspirasi jika tidak ada darah masukan vaksin
j) Letakan kapas desinfektan di atas suntikan, kemudian tarik spuit dengan cepat
sambil memegang pangkal jarum. Bekas tusukan di masage sebentar dengan
kapas desinfektan sampai darah tidak keluar
k) Rapikan klien
l) Bereskan alat- alat
5) Tahap Terminasi
Evaluasi perasaan klien dan simpulkan hasil kegiatan
6) Lakukan Dokumentasi
2. Tinjauan teori asuhan kebidanan (data fokus)
a. Pengkajian data subyektif
1) Identitas
a) Nama : Mengetahui nama klien berguna untuk memperlancar komunikasi
dalam asuhan sehingga tidak terlihat kaku dan lebih akrab.
b) Umur : Umur perlu dikaji guna mengetahui umur klien yang akan
diberikan asuhan.
c) Agama : Menanyakan agama klien dan berbagai praktik agama yang
dijalani. Informasi ini dapat menuntun ke suatu diskusi tentang pentingnya
agama dalam kehidupan klien, tradisi keagamaan dalam kehamilan dan
kelahiran, perasaan tentang jenis kelamin tenaga kesehatan, dan pada
beberapa kasus, penggunaan produk darah.
d) Pendidikan : Menanyakan pendidikan tertinggi yang klien tamatkan.
Informasi ini membantu klinis memahami klien sebagai individu dan
memberi gambaran kemampuan baca tulisnya
e) Suku/ Bangsa : Ras, etnis, dan keturunan harus diidentifikasi dalam rangka
memberikan perawatan yang peka budaya kepada klien dan
mengidentifikasi wanita atau keluarga yang memiliki kondisi resesif
otosom dengan insiden yang tinggi pada populasi tertentu. Jika kondisi
yang demikian diidentifikasi, wanita tersebut diwajibkan menjalani
skrining genetik.
f) Pekerjaan : Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui
apakah klien berada dalam keadaan masih sekola, bekerja, dan status
ekonomi keluarga
g) Alamat : Alamat rumah klien perlu diketahui bidan untuk lebih
memudahkan saat pertolongan persalinan dan untuk mengetahui jarak
rumah dengan tempat rujukan.
h) Alasan Kunjungan : Dikaji untuk mengetahui alasan wanita datang ke
tempat bidan/ klinik, yang diungkapkan dengan kata-katanya sendiri.
Tujuan kunjungan biasanya untuk mendapatkan diagnosis ada/tidaknya
kehamilan, mendapatkan perawatan kehamilan, menentukan usia
kehamilan dan perkiraaan persalinan, menentukan status kesehatan ibu
dan janin, menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan lainnya.
i) Keluhan Utama : alasan kenapa klien datang ke tempat bidan. Dituliskan
sesuai dengan yang diungkapkan oleh klien serta menanyakan sejak kapan
hal tersebut dikeluhkan klien. Mendengarkan keluhan klien sangat penting
untuk pemeriksaan.
j) Riwayat Kesehatan : Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan
sebagai penanda (warning akan adanya penyulit). Riwayat Kesehatan ini
meliputi riwayat kesehatan klien sekarang dan terdahulu, dan riwayat
kesehatan keluarga.
k) Riwayat Obstetri :
 Menarce : Menarche adalah usia pertama kali mengalami
menstruasi. Wanita haid pertama kali umumnya sekitar 12-16
tahun. (Sulistyawati, 2009: 181). Hal ini dipengaruhi oleh
keturunan, keadaan gizi, bangsa, lingkungan, iklim, dan keadaan
umum.
 Siklus Haid : Siklus haid adalah jarak antara haid yang dialami
dengan haid berikutnya, dalam hitungan hari. Biasanya sekitar 23-
32 hari, siklus haid yang normal adalah 28 hari.
 Lamanya Haid : Lamanya haid yang normal adalah ± 7 hari.
Apabila sudah mencapai 15 hari berarti sudah abnormal dan
kemungkinan adanya gangguan ataupun penyakit yang
mempengaruhi.
 Volume : Data ini menjelaskan seberapa banyak darah yang
dikeluarkan. Sebagai acuan biasanya digunakan kriteria banyak,
sedang, dan sedikit. Biasanya untuk menggali lebih dalam pasien
ditanya sampai berapa kali ganti pembalut dalam sehari.Normalnya
yaitu 2 kali ganti pembalut dalam sehari. Apabila darahnya terlalu
berlebih, itu berarti telah menunjukan gejala kelainan banyaknya
darah haid.
l. Pola pemenuhan sehari-hari
 Nutrisi : Data ini penting untuk diketahui agar bisa mendapatkan
bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya
 Eliminasi :
BAB : Dikaji frekuensinya (BAB nya teratur atau tidak, jika
mengatakan terlalu sering dan feses cair bisa dicurigai mengalami
diare, dan jika terlalu jarang BAB serta feses kering dan keras,
dicurigai klien mengalami konstipasi), warnanya (normalnya
warna feses berwarna kuning kecoklatan)
BAK : Dikaji frekuensinya (seberapa sering ia berkemih dalam
sehari. Meningkatnya frekuensi berkemih dikarenakan
meningkatnya jumlah cairan yang masuk, atau juga karena adanya
tekanan dinding vesika urinaria. Apabila ternyata wanita hamil
kesulitan berkemih berarti bidan harus segera mengambil
tindakan,misal memasang kateter),warna urine (normalnya urine
berwarna bening, jka urine berwarna keruh dicurigai klien
menderita DM karena urin keruh disebabkan adanya penumpukan
glukosa), bau urine (bau urine normalnya seperti bau Amonia
(NH3)
 Aktivitas : Data ini memberikan gambaran tentang seberapa berat
aktivitas yang biasa dilakukan pasien di rumah.
 Istirahat : Jadwal istirahat perlu diperhatikan karena istirahat dan
tidur yang teratur dapat meningkatkan kesehatan jasmani dan
rohani.
 Personal Hygiene : Kebersihan jasmani sangat penting karena saat
hamil banyak berkeringat terutama di daerah lipatan kulit. Mandi
2-3x sehari membantu kebersihan badan dan mengurangi infeksi.
Pakaian sebaiknya dari bahan yang dapat menyerap keringat,
sehingga badan selalu kering terutama di daerah lipatan kulit.
b. Pengkajian Data Obyektif
Pengkajian data obyektif dilakukan melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi.
Langkah-langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Data ini didapat dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Hasil pengamatan yang dilaporkan kriterianya adalah
sebagai berikut :
a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respons yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain serta secara fisik pasien tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam criteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respons yang baik terhadap lingkungan dan orang
lain, dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita
dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan
komposmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien tidak
dalam keadaan sadar).
3) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan darah : normal 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg
b) Nadi : Denyut nadi60-100 kali per menit
c) Pernafasan: normal 12 - 20 kali per menit
d) Suhu : suhu normal 36,5-37,2 derajat Celcius
e) Berat badan
f) Tinggi badan
g) LILA : normal ≥ 23,5 cm
h) IMT :IMT untuk memprediksi derajat lemak tubuh dan
pengukurannya direkomendasikan federal untuk mengklarifikasi
kelebihan berat badan dan obesitas. Cara mengukur IMT dihitung
dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat
tinggi badannya dalam meter (kg/m2)
4) Status Present
a) Kepala : Dikaji ukuran, bentuk, kontur, kesimetrisan kepala,
kesimetrisan wajah, lokasi struktur
b) Rambut : Dikaji warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak
c) Muka : Dikaji apakah pucat atau tidak
d) Telinga : Dikaji ada pembesaran atau tidak, ketajaman
pendengaran, letak telinga di kepala, bentuk, ada tonjolan atau
tidak, ada rabas pada aurikula dan autium atau tidak, edema atau
tidak, ada lesi atau tidak, adanya sumbatan atau benda asing pada
saluran pendengaran eksterna atau tidak.
e) Mata : Dikaji kelopak mata edema atau tidak, ada tanda-tanda
infeksi atau tidak, warna konjungtiva, warna sklera, ukuran dan
bentuk serta kesamaan pupil.
f) Hidung : Dikaji ada nafas cuping hidung atau tidak, kesimetrisan,
ukuran, letak, rongga hidung bebas sumbatan atau tidak, ada polip
atau tidak, ada tanda-tanda infeksi atau tidak.
g) Mulut, Dikaji :
(1) Bibir (warna dan integritas jaringan seperti lembab / kering ),
(2) Lidah (warna, kebersihan)
(3) Gigi (kebersihan, karies, gangguan pada mulut).
h) Leher : Dikaji kesimetrisan, ada/tidak nya nyeri tekan,
ada/tidaknya pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar
limfe, dan ada/tidaknya bendungan vena jugularis.
i) Ketiak : Dikaji tentang ada/tidaknya pembesaran kelenjar limfe.
j) Dada : Dikaji bentuk, simetris atau tidak, bentuk dan kesimetrisan
payudara, bunyi/denyut jantung, ada/tidaknya gangguan
pernafasan (auskultasi).
k) Ekstremitas
l) Genitala eksterna
m) Anus
5) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah dan urine untuk mengetahui
faktor rhesus, golongan darah, Hb, dan HCG.

6) Rencana Tindakan
Pelaksanaan asuhan yang dilakukan sesuai dengan apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, dari
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, apa yang akan terjadi
berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu
merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi, kultural, atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap
klien tersebut harus mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek
asuhan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahab, A. Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun. Jakarta:
Widya Medika.
2. Kemenkes RI.Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal.2012.
3. Jones lewcilnya Derek, 1997. Kesehatan Wanita. Jakarta : Gaya favorit
4. Kartono kartini, 1997. Konseling Pra Perkawinan. Bandung : CV Mandar Maju.

Anda mungkin juga menyukai