Anda di halaman 1dari 41

TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM

CASE REPORT
CHRONIC HEART FAILURE NYHA II

Pembimbing:
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

Oleh:
Mia Trihasna Asrizal, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai
dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif
biasanya disertai dengan kergagalan pada jantung kiri dan jantung kanan (Hauser
et al, 2005).
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Di
Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di
Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung.
Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka
kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal
jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan
(Sugeng & Irawan, 2004).
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah
pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral
leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastol (Hauser et al, 2005).
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di
negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral
telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian
antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada
penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai tempat
di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah penyakit
jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung.

2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Umur : 53 tahun

Status : Sudah menikah

Jenis kelamin : Perempuan

Jenis Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Sukarame

Agama : Islam

MRS : 5 Maret 2017, pukul 21:01:50

B. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis dan alloanamnesis

Tanggal : 7 Maret 2017

Jam : 06.30 WIB

Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu yang semakin
memberat

Keluhan Tambahan : Susah tidur malam, badan lemah, nyeri tekan di


kaki kanan

3
Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke IGD RSAM dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
SMRS dan memberat sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sakit
kepala, dan sempat pingsan <5 menit SMRS, Pasien merasa sesak dan
berdebar-debar yang timbul ketika bekerja berat. Sesak berkurang ketika
beristirahat, dalam posisi duduk maupun berbaring. Keluhan sesak tidak
disertai nyeri dada, batuk, atau demam. Pasien mengaku memiliki riwayat
darah tinggi tetapi tidak rutin berobat. Pasien juga mengeluh nyeri tekan
pada kaki kanan nya, lemas, dan sulit tidur malam karena sesak. Pasien
menyangkal adanya lidah pelo, penurunan kesadaran, lemah anggota gerak,
muntah proyektil. Pasien mengaku tidak ada bengkak di wajah, perut atau
seluruh tubuh. BAB dan BAK normal.

Satu tahun yang lalu, pasien mengaku pernah mengeluh sering sakit kepala
dan penglihatan yang berkunang-kunang. Pasien memeriksakan diri ke
puskesmas dan diberikan obat antihipertensi. Pasien tidak mengingat dengan
jelas nama/bentuk obat. Pasien tidak meminum obat dari puskesmas dengan
rutin.

Enam bulan yang lalu, pasien merasa sesak nafas dan berdebar-debar yang
timbul saat pasien bekerja berat. Sesak nafas terasa lebih ringan apabila
pasien beristirahat dalam posisi duduk maupun berbaring. Keluhan sesak
tidak disertai nyeri dada, batuk, atau demam. Keluhan keringat malam dan
riwayat penurunan badan yang disangkal. Mual dan muntah disangkal.
Kemudian keesokan harinya saat sesak terasa lebih berat, pasien berobat ke
rumah sakit swasta. Pasien dilakukan pemeriksaan rontgen dada dan
ditemukan adanya pembengkakan jantung. Pasien dirawat selama 4 hari dan
kemudian diperbolehkan pulang. Saat pulang pasien diberikan obat-obatan
untuk penyakit pasien namun pasien tidak meminum obat dengan rutin dan
tidak rutin kontrol ke dokter. Selama enam bulan terakhir, pasien seringkali

4
merasakan sesak nafas beberapa kali namun pasien tidak berobat ke rumah
sakit maupun puskesmas.
Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal.


Kemih

(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)

(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit


Prpasientat

(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir

(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes

(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi

(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor

(-) Kholera (+) Hipertensi (-) Penyakit


Pembuluh Darah

(-) Demam (-) Ulkus Ventrikuli (-) Dyspepsia


Rematik Akut

(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi

(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Kecelakaan

(-) TB Paru (-) Batu Empedu

Riwayat Keluarga

Riwayat penyakit yang sama di keluarga disangkal

Adakah Keluarga yang Menderita

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi √

Asma √

5
Tuberkulpasiena √

Artritis √

Rematisme √

Hipertensi √

Jantung √

Ginjal √

Lambung √

C. ANAMNESIS SISTEM

Kulit (tidak ada keluhan)

(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam

(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis

(-) Lain-lain

Kepala

(-) Trauma (+) Sakit kepala

(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus

Mata (tidak ada keluhan)

(-) Nyeri (-) Merah

(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan

(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan

6
Telinga (tidak ada keluhan)

(-) Nyeri (-) Tinitus

(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran

(-) Kehilangan pendengaran

Hidung (tidak ada keluhan)

(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan

(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman

(-) Sekret (-) Pilek

(-) Epistaksis

Mulut

(-) Bibi (-) Lidah

(-) Perdarahan Gusi (-) Gangguan pengecap

(-) Mencong (-) Stomatitis

Tenggorokan

(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher

(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Jantung / Paru-Paru

7
(-) Nyeri dada (+) Sesak nafas

(+) Berdebar (-) Batuk darah

(-) Ortopnoe (-) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)

(-) Rasa kembung (-) Perut membesar

(-) Mual (-) Wasir

(-) Muntah (-) Mencret

(-) Muntah darah (-) Tinja berdarah

(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul

(-) Nyeri perut (-) Tinja berwarna hitam

(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin (tidak ada keluhan)

(-) Disuria (-) Kencing nanah

(-) Stranguri (-) Kolik

(-) Poliuria (-) Oliguria

(-) Polakisuria (-) Anuria

(-) Hematuria (-) Retensi urin

(-) Kencing batu (-) Kencing menetes

(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat

Katamenis (tidak ada keluhan)

(-) Leukore (-) Perdarahan

(-) Lain-lain

Haid

8
(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche

(-) Teratur (-) Nyeri (-) Gejala


klimakterium

(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause

Saraf dan Otot (tidak ada keluhan)

(-) Anestesi (-) Sukar menggigit

(-) Parestesi (-) Ataksia

(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi

(-) Kejang (+) Pingsan

(-) Afasia (-) Kedutan (tick)

(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)

(-) Nyeri otot (-) Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas

(+) Nyeri tekan (dekstra) (-) Sianosis

Berat Badan

Berat badan rata-rata (kg) : 70 kg

Tinggi Badan (cm) : 158 cm

Berat badan sekarang (kg) : 70 kg

Riwayat Hidup

Tempat lahir : ( ) Di rumah (√ ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin

9
Ditolong oleh : ( ) Dokter (√ ) Bidan ( ) Dukun

( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi (pasien tidak ingat)

( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio ( )Tetanus

Riwayat Makanan

Frekwensi /hari : ± 3-4 x sehari

Jumlah /hari : ± 3-4 piring sehari

Variasi /hari : Bervariasi

Nafsu makan : Baik

Pendidikan

( ) SD (√) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi

( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan

Keuangan : tidak ada

Pekerjaan : tidak ada

Keluarga : tidak ada

Lain-lain : -

10
D. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi badan : 158 cm

Berat Badan : 70 kg

IMT : 28,11 (gemuk)

Tekanan darah : 220/90 mmHg

Nadi : 121 x/menit

Pernafasan : 34 x/menit

Suhu : 36.7˚C

Sianosis : Tidak ada

Edema umum : Tidak ada

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar.

Kulit

- Warna :Sawo matang

- Jaringan parut : Tidak ada

- Pertumbuhan rambut : Normal, pertumbuhan rambut merata

- Suhu Raba : Hangat

11
- Keringat : Ada

- Lapisan lemak : Cukup

- Efloresensi : Tidak ada

- Pigmentasi : (-)

- Pembuluh darah : Normal

- Lembab/ Kering : Lembab

- Turgor : Baik

- Ikterus : Tidak ada

- Edema : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening

- Submandibula : Tidak teraba pembesaran

- Supra klavikula : Tidak teraba pembesaran

- Lipat paha : Tidak teraba pembesaran

- Leher : Tidak teraba pembesaran

- Ketiak : Tidak teraba pembesaran

Kepala

- Ekspresi wajah : Tampak sakit sedang

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

- Simetris muka : Simetris

12
Mata

- Exopthalmus : -

- Kelopak : Normal

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Deviatio konjungtiva : -

- Enopthalmus : -

- Lensa : Jernih

- Gerak mata : Normal segala arah

- Tekanan bola mata : kesan DBN

- Nistagmus :-

Leher

- Tekanan JVP : 5 + 4 cmH2O

- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

- Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Dada

- Bentuk : Normothorax

- Pembuluh darah : Normal

- Buah dada : Normal, simetris

Paru-Paru

13
Depan Belakang

Inspeksi Hemithoraks simetris Hemithoraks simetris


kiri dan kanan kiri dan kanan

Palpasi Taktil Fremitus simetris Taktil Fremitus


(kanan = kiri) simetris (kanan=kiri)

Perkusi Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh


lapang paru. lapang paru.

Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh


Kanan
lapang paru (normal) lapang paru (normal)

Auskultasi Vesikuler (+), Vesikuler (+),

Ronkhi (-), Ronkhi (-),

Wheezing (-) Wheezing (-)

Kanan Vesikuler (+), Vesikuler (+),

Ronkhi basah (-) Ronkhi basah (-)

Wheezing (-) Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 6
Perkusi : Batas jantung kanan : Midclavicula dekstra ICS V

14
Batas jantung kiri : Aksila anterior sinistra ICS
V
Batas atas : Parasternal ICS II
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis, radialis, tibialis posterior teraba.
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Dinding perut : Nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+), 7 x/menit
Refleks dinding perut : Normal

Genitalia : Kesan DBN

Anggota Gerak

Kanan Kiri

Lengan Normal Normal

Otot Normal Normal

Tonus Normal Normal

Massa Tidak ada Tidak ada

Sendi Normal Normal

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan 5/5 5/5

Lain-lain - -

15
Tungkai dan kaki

- Luka : Tidak ada

- Varises : Tidak ada

- Otot (tonus dan massa) : Normal

- Sendi : Normal

- Gerakan : Aktif

- Kekuatan : 5/5

- Edema :-/-

- Lain-lain :-

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hemoglobin : 13,2 g/dl

Leukosit : 12.400 /uL 

Hematokrit : 40 % 

Eritrosit : 5,5 x106/ul

Trombosit : 271.000/ul

GDS : 140 mg/dL

Ureum : 20 mg/dL

Creatinin : 0,60 mg/dL

16
CKMB : 19 U/L

Rontgen Thorax

EKG

RINGKASAN

Pasien datang ke IGD RSAM dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
SMRS dan emberat sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sakit kepala,
dan sempat pingsan <5 menit SMRS, Pasien merasa sesak dan berdebar-

17
debar yang timbul ketika bekerja berat. Sesak berkurang ketika beristirahat,
dalam posisi duduk maupun berbaring. Keluhan sesak tidak disertai nyeri
dada, batuk, atau demam. Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi
tetapi tidak rutin berobat. Pasien juga mengeluh nyeri tekan pada kaki kanan
nya, lemas, dan sulit tidur malam karena sesak.

R/ Keringat malam, Batuk lama/berdarah, penurunan BB, nafas mengi (-)

R/ Lidah pelo, penurunan kesadaran, lemah anggota gerak, muntah proyektil


(-)

R/ Bengkak di wajah, perut atau seluruh tubuh (-)

R/ BAB dan BAK normal

R/ Dispnoe d’effort (+)

R/ Paroxymal nocturnal dispnoe (+)

R/ Orthopnoe (-)

F. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS PASIEN

1. Diagnosis Kerja

Chronic Heart Failure NYHA II e.c HHD + Hipertensi Emergency

2. Dasar Diagnosis
Pasien memenuhi kriteria Framingham (1 mayor dan 2 minor) yaitu
adanya distensi vena leher, terdapat takikardia, dan terdapat dyspneu
d’effort. Diagnosis fungsional pasien didapatkan dari kriteria NYHA
yaitu pasien saat ini tidak dapat melakukan aktivitas fisik melebihi
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. Keluhan sesak dirasakan berkurang
saat istirahat. Dengan adanya aktivitas fisik yang berlebihan pasien
merasakan adanya peningkatan dari gejala yang dirasakan.

18
G. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
CHF e.c Hipertensi Pulmonal
CHF e.c ASD

H. Pemeriksaan yang dianjurkan


Cek: GDS, Kolestrol, u/c, enzim CK//CKMB

I. RENCANA PENGELOLA
1. Non Farmakologi
- Tirah baring
- Diet rendah garam

2. Farmakologi :
- IVFD RL 20 tpm
- Spironolakton 25 mg 2x1
- Amlodipin 10 mg 1x1
- Valsartan 160 mg 1x1
- B.Comp 3x1
- ISDN 5 mg 3x1

J. PENCEGAHAN
1. Mencegah penularan
Tidak Ada

2. Mencegah perburukan
Rutin konsumsi obat anti hipertensi
Diet rendah garam
Kurangi aktivitas berlebih

19
Rutin kontrol

K. PROGNOSIS

Qua ad vitam               : dubia ad malam

Qua ad sanationam       : dubia ad malam

Qua ad fungsionam      : dubia ad malam

20
FOLLOW UP

(dari tanggal 5 Maret 2017 – 8 Maret 2017)

Tanggal Subjektif/ Objektif/ Planning/ Therapi


Assesment

5-3-2017 S: Os mengaku sesak,


nyeri kepala,
HARI KE 1 - IVFD RL 20 tpm
- Spironolakton 25
O: mg 2x1
TD : 220/90mmHg - Amlodipin 10 mg
HR: 80x/menit 1x1

RR: 34x/menit - Valsartan 160 mg


1x1
Temperatur : 36,2
- B.Comp 3x1
- ISDN 5 mg 3x1
A:
CHF NYHA II e.c
HHD
Hipertensi emergency

6-3-17 S: Os mengaku sesak


berkurang sedikit,
HARI KE 2 masih lemas,masih - IVFD RL 20 tpm
nyeri kepala, - Spironolakton 25
O: mg 2x1
TD : 210/90mmHg - Amlodipin 10 mg

HR: 80x/menit 1x1


- Valsartan 160 mg
RR: 30x/menit

21
Temperatur : 36,5 1x1
- B.Comp 3x1
- ISDN 5 mg 3x1
A:
CHF NYHA II e.c
HHD
Hipertensi emergency

7-12-17 S: Os mengaku sesak - IVFD RL 20 tpm


berkurang, nyeri kepala
HARI KE 3 - Spironolakton 25
berkurang,
mg 2x1
- Amlodipin 10 mg
O:
1x1
TD : 210/90mmHg - Valsartan 160 mg
HR: 80x/menit 1x1
RR: 28x/menit - B.Comp 3x1

Temperatur : 36,4 - ISDN 5 mg 3x1

A:
CHF NYHA II e.c
HHD
Hipertensi emergency

22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa


tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-
ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif
terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium
ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi
dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit menjadi
gagal jantung.
Beberapa istilah dalam gagal jantung :
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi
lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan
fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure
ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti

23
hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan
Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan
orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard
ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-
tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung
yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau
kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti
perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan
baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward
failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam
jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel
pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan
akhirnya peningkatan tekanan vena. Gagal jantung kongestif mungkin
mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

3.2 EPIDEMIOLOGI

24
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di
Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit
gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500
pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun
terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian
dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal
jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang
ringan.

3.3 ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta


dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat
memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan
emboli paru.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium
primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri,
yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis.
Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada
pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor
polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau
trikuspid.

3.4 PATOFISIOLOGI

Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada


jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi

25
gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan
cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta
kadar vasopresin dan natriuretik peptide yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Sylvia & Price,
2006).

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac


output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Kumar, 2007).

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,


angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung (Kumar, 2007).

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas
pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan
dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan

26
natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan
telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung (Greenberg,
2007).

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada


gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin
disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal
jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary
arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah
dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang
bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat
endotelin (Greenberg, 2007).

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan


kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,
dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel
yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi
sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri
(Greenberg, 2007).

3.5 KLASIFIKASI

Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New


York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas,

27
berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang
dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut:

1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan


aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak
napas.

2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya


pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya


pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.

American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA)


heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk
menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:

1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki
penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung

2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki


gejala-gejala dari gagal jantung

3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung struktural dan memiliki gejala-


gejala dari gagal jantung

4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi


khusus.

3.6 DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto

28
thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan
pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis yang dipakai adalah Kriteria Framingham untuk diagnosis
gagal jantung kongestif
a. Kriteria mayor :
1) Paroksismal nokturnal dispneu
2) Ronki paru
3) Edema akut paru
4) Kardiomegali
5) Gallop S3
6) Distensi vena leher
7) Refluks hepatojugular
8) Peningkatan tekanan vena jugularis
b. Kriteria minor :
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Hepatomegali
4) Dispnea d’effort
5) Efusi pleura
6) Takikardi (120x/menit)
7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)

29
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG
adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy
(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal
biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang
efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat
mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.
4. Penilaian fungsi LV
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna
adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian
semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan
menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan
dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial
kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian
diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai
gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga
bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana
sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga
memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang
menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk
paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi
dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan
noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas
oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak
ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi
sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%)

30
3.7 PENATALAKSANAAN
Berdasarkan guideline ACC/AHA 2005 yang direvisi tahun 2009 memberikan
rekomendasi penatalaksanaan yang berbeda pada setiap stadium dari gagal
jantung yaitu:

Stage A

Tujuan utama penatalaksanaan pada stadium ini adalah untuk mencegah


kelainan struktural dari jantung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol
faktor resiko seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus,
hiperlipidemia,merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat-obatan
kardiotoksik, yang akan menurunkan insidensi kejadian kardiovaskular.
Evaluasi periodik terhadap gejala dan tanda dari gagal jantung dapat dilakukan
pada pasien ini. Ventricular rate hausfi kontrol atau restorasi ke irama sinus
pada pasien dengan takiaritmia supraventrikular yang mempunyai resiko untuk
menjadi gagal jantung. Kelainan tiroid juga harus diatasi sesuai guideline yang
berlaku pada psien resiko tinggi. Penyedia kesehatan harus melakukan evaluasi
nonivasif terhadap fungsi ventrikel kiri (mis, LVEF) pada pasien dengan
riwayat keluarga dengan kardiomiopati ataupun pasien yang menerima
intervensi kardiotoksik (Rekomendasi kelas I).

ACE inhibitor dapat digunakan untuk mencegah gagal jantung pada pasien
dengan resiko tinggi menjadi gagal jantung yaitu pasien dengan riwayat
penyakit aterosklerosis, DM, dan hipertensi. Angiotensin receptor II juga dapat
digunakan sebagai pengganti ACE inhibitor (Rekomendasi Kelas II).

Penggunaan suplemen nutrisi rutin terhadap pencegahan kerusakan struktural


jantung tidak direkomendasikan (Rekomendasi Kelas III)

Stage B

Pada pasien stadium ini insidensi dari gagal jantung dapat diturunkan dengan
mengurangi resiko terjadinya cedera tambahan serta menghambat evolusi dan

31
progresi dari remodeling ventrikel kiri. Semua rekomendasi kelas I pada
stadium A harus diaplikasikan pada semua pasien dengan stadium B. Penyekat
reseptor beta dan ACE inhibitor harus digunakan pada semua pasien dengan
riwayat penyakit sekarang atau terdahulu dari infark miokard. Beta blocker
juga diindikasikan pada pasien tanpa riwayat infark miokard. ACE inhibitor
harus digunakan pada pasien dengan penurunan fraksi ejeksi dan tidak ada
gejala gagal jantng, meskipun telah mengalami infark miokardium.
Angiotensin II receptor blocker juga harus diberikan pada pasien post-MI tanpa
gagal jantung yang tidak toleransi terhadap ACE inhibitor. Revaskularisasi
koroner harus direkomendasikan pada pasien yang tepat yang belum
mengalami gejala gagal jantung. Terapi pengganti atau perbaikan katup
jantung harus direkomendasikan pada pasien stenosis dan regurgitasi katup
tanpa gejala gagal jantung (Rekomendasi Kelas I).

ACE inhibitor ataupun ARB dapat diberikan pada pasien hipertensi dan
hipertorfi ventrikel kiri. ARB dapt diberikan pada pasien dengan fraksi ejeksi
yang rendah dan tanpa gejala dari gagal jantung yang tidak toleransi terhadap
ACE inhibitor. Penempatan ICD dapat dilakukan pada pasien dengan
kardiomiopati iskemik yang minimal lewat 40 hari post-MI, mempunyai fraksi
ejeksi ventrikel kiri< 30%, NYHA fungsional kelas I yang telah mendapat
terapi medis kronis (Rekomendasi Kelas II).

Digoksin tidak boleh digunakan pada pasien dengan EF (ejection fraction)


rendah, irama sinus, dan riwayat gejala gagal jantung. Pemakaian suplemen
nutrisi tidak direkomendasikan. Ca channel blocker dengan efek inotrofik
negatif dapat berbahaya pada pasien asimptomatik dengan LVEF rendah dan
tidak ada gejala dari gagal jantung (Rekomendasi Kelas III).

Stage C

Semua rekomendasi kelas I pada pasien stage A dan B dapat dilakukan pada
pasien stage ZC. Pemberian diuretik dan restriksi garam diindikasikan pada
pasien dengan gejala sekarang atau terdahulu dari gagal jantung dan penurunan
LVEF yang mengalami retensi cairan. ACE inhibitor direkomendasikan pada

32
semua pasien dengan gejala gagal jantung dan penurunan EF, kecuali ada
kontraindikasi. Penggunaan 1 dari 3 beta blocker yaitu bisoprolol, carvediol,
dan metoprolol terbukti mengurangi mortalitas dan direkomendasikan pada
pasien ini kecuali kontraindikasi. ARB dapat digunakan pada pasien yang tidak
toleransi terhadap ACE inhibitor. Obat-obatan yang dapat memperburuk gagal
jantung harus dihentikan dan dicegah penggunaannya jika mungkin sperti
NSAID, obat antiaritmia, dan Ca Channel blocker. Pemasangan implantable
cardioverter-defibrillator direkomendasikan sebagai pencegahan sekunder
untuk memperpanjang survival pada pasien dengan riwayat henti jantung,
fibrilasi ventrikular, atau takikardia ventrikular yang tidak stabil
hemodinamiknya. Alat ini juga sebagai pencegahan primer terhadap sudden
cardiac death pada pasien kardiomiopati dilatasi iskemik atau penyakit jantung
iskemik dengan masa post-MI lebih dari 40 hari, dan LVEF ≤ 35% dengan
NYHA fungsional kelas II atau III. Pasien dengan LVEF ≤35%, irama sinus,
dan NYHA fungsional kelas III dan IV dengan durasi QRS ≥0,12 detik, harus
dilakukan terapi resinkronisasi jantung, dengan atau tanpa ICD. Pemberian
antagonis aldosterone direkomendasikan pada pasien dengan gejala sedang
sampai berat dan penurunan LVEF dimana kadar kreatinin harus ≤2,5 mg/dL
pada pria atau ≤2,0 mg/dL pada wanita dan kadar kalium harus ≤5,0 mEq/L .
Kombinasi hidralazine dan nitrat direkomendasikan pada pasien afro-amerika
dengan gejala sedang dan berat meskipun terapi yang optimal. Pada pasien
gagal jantung dengan hipertensi sistolik dan diastolik dengan LVEF yang
normal, tekanan darah harus dikontrol sesuai dengan guideline yang berlaku.
Kontrol rate ventrikular juga dilakukan pada pasien dengan LVEF normal dan
fibrilasi atrium. Edema pulmonal dan juga perifer juga harus dikontrol dengan
penggunaan diuretik pada pasien dengan LVEF normal.(Rekomendasi Kelas I).

Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan gagal jantung dapat diatasi dengan
kontrol rate ventrikular. ARB dapat digunakan sebagai lini pertama terutama
pada pasien dengan indikasi lain penggunaan ARB. Digitalis dapat diberikan
pada pasien dengan penurunan LVEF untuk mengurangi masa rawatan.
Penambahan kombinasi hidralazin dan nitrat pada pasien dengan penurunan
LVEF pada pasien dengan gejala yang persisten dapat dilakukan. Penggunaan

33
terapi resinkronisasi jantung dapat digunakan pada pasien dengan indikasi yang
tepat. Kombinasi hidralazin dan nitrat dapat diberikan pada pasien dengan
intoleransi terhadap ACE inhibitor dan ARB, hipotensi ataupun insufisiensi
ginjal. Revaskularisasi koroner dapat dilakukan pada pasien tertentu yaitu
pasien CAD yang simptomatik atau iskemik miokardium. Restorasi dan
maintenance terhadap irama sinus pada pasien dengan fibrilasi atrial berguna
untuk memperbaiki gejala pada gagal jantung dan LVEF normal. Penggunaan
beta blocker, ACE inhibitor, atau Ca antagonis efektif pada pasein gagal
jantung dengan LVEF normal. Penggunaan digitalis untuk meminimalisir
gejala pada pasien gagal jantung dengan LVEF normal belum diketahui
manfaatnya.(Rekomendasi Kelas II).

Penggunaan kombinasi rutin ACE inhibitor, ARB, dan aldosterone antagonist


tidak direkomendasikan. Pemberian Ca chanel blocker tidak diindikasikan
secara rutin pada pasien stadium C. Infus jangka panjang dari obat inotropik
positif dapat berbahaya dan tidak direkomendasikan. Penggunaan suplemen
nutrisi dan terapi hormon tidak direkomendasikan (Rekomendasi Kelas III).

Stage D

Pada pasien dengan stadium ini identifikasi dan kontrol yang cermat terhadap
retensi cairan direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung refraktoris
tahap akhir. Transplantasi jantung terhadap pasien yang sesuai dapat
direkomendasikan pada pasien ini, selain itu penanganan khusus juga
dilakukan pada pasien ini oleh ahli-ahli yang khusus. Diskusi perawatan end-
of-life harus dilakukan bersama dengan pasien dan keluarga. Pasien dengan
implantable defibrillators harus diinformasikan untuk pilihan menginaktivasi
alat tersebut (Rekomendasi Kelas I).

Pilihan untuk menggunakan LV assist device sebagai terapi akhir pada pasien
dengan gagal jantung tahap akhir refraktoris dan mortalitas 1-tahun >50%
dengan terapi medis. Pemasangan kateter arteri pulmonal dapat juga dilakukan
pada gejala yang sangat berat. Penggantian katup mitral belum terbukti pada
pasien gagal jantung refraktoris dengan regurgitasi mitral berat sekunder. Infus

34
intravena berkesinambungan dari agen inotropik untuk mengatasi gejala dapat
dilakukan (Rekomendasi Kelas II).

Ventrikulektomi kiri parsial tidak direkomendasi pada pasien dengan


kardiomiopati non-iskemik dan gagal jantung tahap akhir. Infus intermiten dari
agen vassoaktif dan inotropik positif tidak direkomendasikan pada pasien
dengan gagal jantung tahap akhir refraktoris (Rekomendasi Kelas III).

Rekomendasi ini dapat diringkas seperti pada gambar dibawah ini:

Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan gagal jantung


meliputi:

1. Non farmakologi

Penyuluhan umuma.

a. Penyuluhan tentang gagal jantung kepada pasien dan keluarganya.

35
b. Mengontrol berat badan

c. Pengaturan diet dan kebiasaan sehari-hari

i. Diet rendah garam (<2 gr/hari)

ii. Pembatasan intake cairan (1,5-2L/hr)

iii. Hindari konsumsi alcohol

iv. Berhenti merokok

d. Pembatasan dan penyesuaian aktivitas fisik

e. Obat-obatan yang perlu mendapat perhatian khusus

2. Farmakologi

a. Diuretik

Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik


regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid.
Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik
intravena atau kombinasi loop diuretik dantiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada
pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (kelas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.

b. ACE Inhibitor

ACE inhibitor bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonaldan pada


gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

c. Beta Blocker

36
Beta Blocker bermanfaat sama seperti ACE inhibitor. Pemberian mulai dosis
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada
gagal jantung kelas fungsional II danIII.

d. Angiotensin II antagonis reseptor

Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasii


penggunaan ACE inhibitor dan diuretik.

e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat

Memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat ACE
dapat dipertimbangkan.

f. Digoksin

Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi


sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

g. Antikoagulan dan antiplatelet.

Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita dengan


fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.

h. Antiaritmia

Aritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atauaritmia


ventrikel yang tidak menetap.

i. Antagonis kalsium dihindari.

3.8 PROGNOSIS

37
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:
1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan CHF NYHA II berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

Pada pasien ini os mengeluh sesak nafas sejak 2 hari yang lalu disertai

dengan nyeri kepala ringan. Keluhan terasa saat pasien beraktivitas berat. Pasien

memiliki riwayat pembengkakan jantung 6 bulan yang lalu dan hipertensi sejak 1

tahun terakhir yang tidak diobati atau diperiksakan secara rutin. Pasien tidak

pernah merokok atau meminum alkohol. Pasien tidak memiliki keluarga dengan

keluhan atau penyakit yang sama. Penyebab dari gagal jantung yang dialami oleh

pasien diperkirakan disebabkan oleh hipertensi yang muncul sejak satu tahun

yang lalu dan pengobatan yang tidak adekuat.

Pada pemeriksaan fisik pasien, ditemukan terdapat peningkatan tekanan

darah yaitu 220/90 mmHg dan peningkatan detak jantung yaitu 121 kali permenit

serta peningkatan laju nafas yaitu 34x/menit, sedangkan suhu tubuh normal. Dari

pemeriksaan thorax ditemukan adanya pelebaran batas-batas jantung kanan

maupun kiri..

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan pada pasien ini

didapatkan rontgen thorak dengan hasil kesan kardiomegali. Tidak ditemukan

38
kelainan yang signifikan dari pemeriksaan darah lengkap maupun pemeriksaan

gula darah sewaktu.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah maintenance cairan,

agen penyekat Angiotensin Converting Enzyme Ramipril, agen diuretik

Furosemid, beta bloker bisoprolol, antagonis aldosteron spironoloakton,

amlodipin, valsartan, ISDN, dan B.complex. Pasien juga diberikan oksigenasi

yang dimulai dari 2 liter per menit. Oksigenasi pada kasus penyakit jantung sangat

penting selain untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, oksigenasi membantu

perfusi jaringan-jaringan dan organ-organ penting seperti jantung. Terapi

ditargetkan untuk mengendalikan gejala-gejala gagal jantung yang dirasakan

pasien. Pemberian berbagai agen diatas sudah cukup tepat menimbang pasien

memiliki gejala yang cukup berat dan tekanan darah yang tinggi. Dengan adanya

pemberian berbagai obat-obatan tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit

setidaknya tiga hari setelah pemberian obat.

Penatalaksanaan nonfarmakologis yang dianjurkan pada pasien adalah tirah

baring, dan modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup meliputi pola makan

dengan meningkatkan jumlah serat dan buah dikonsumsi serta diet rendah garam.

Hal ini sesuai dengan anjuran guidelines hipertensi JNC 7 dan JNC 8. Pasien juga

memerlukan edukasi yang menyeluruh. Edukasi terdiri dari informasi mengenai

pengobatan gagal jantung serta komitmen dalam perubahan gaya hidup untuk

memperbaiki tekanan darah.

Pasien memiliki prognosis yang kurang baik. Hal ini dilihat dari data

statistik yaitu tingkat kematian 5 tahun kedepan pada pasien gagal jantung kronis

mencapai 70 %.

39
DAFTAR PUSTAKA

Braunwald, E., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L. et all,
ed.17th Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York:
McGraw-Hill, 2152-2180.

Divisi “Critical Cardiology” dan Kardiologi Klinik Departemen


Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia. 2008. Jakarta.

D u m i t r u , I . , B a k e r , M . , 2 0 1 0 . Heart Failure. Ohama: Departement of


Internal Medicine, Section of Cardiology, University of NebraskaMedical
Center. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/163062-
overview[accessed 7 Maret 2017].

Edwards, MM. O’Gara, PT. Lilly LS. Valvular Heart Disease. In: Lilly
LS, Ed.Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.

Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott


Williams & Wilkins 2007.

Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005;


ed XVI http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview [accessed
7 Maret 2017].

Hunt, S.A., Abraham, W.T., Chin, M.H., et al 2009  Focused Update


Incorporated Into the ACC/AHA Guidelines for the Diagnosis
andManagement of Heart Failure in the Adult: A Report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines (Committee to revise the 1995 Guidelines
for the Evaluation and Management of Heart Failure). Circulation
119;e391-e479.

Jessup, M., Brozena S., 2003. Heart Failure. N Engl J Med  ; 2007-2018
Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007.
Volume 2.

40
Manurung, D. 2009. Regurgitasi Mitral. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Jakarta : PAPDI, 1679-1679.

Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004.

Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.

41

Anda mungkin juga menyukai