Anda di halaman 1dari 11

Analisis Masalah

1. dr. John, ketua departemen health and safety environment (HSE) PT Semen
Batu Membara, menemukan beberapa data terkait kesehatan dan keselamatan
kerja serta lingkungan kerja sekitar. Pt. Semen Batu Membara adalah
perusahaan batubara yang terketak di daerah kabupaten Lahat yang merupakan
daerah endemic demam berdarah, dari 500 pekerja, 40% nya merupakan
pekerja dari luar daerah perusahaan. PT Semen Batu Membara juga memiliki
pekerja buruh yang merupakan masyarakat sekitar perusahaan dengan bekerja
10 jam sehari dengan libur setiap hari minggu dan pekerja yang berasal dari
luar daerah yang menginap di mess perusahaan dengan hari libur selama 7 hari
setiap 3 bulan kerja.
a. Bagaimana panduan dalam melakukan health and safety environment
(HSE)? Dibahas di LI (?)

5. Perusahaan belum memberikan alat pelindung diri (APD) yang tepat seperti
masker untuk debu semen, ear plug yang memiliki noise reduction rute (NRR)
yang tepat, safety sign yang tepat dan belum dibuatnya area evakuasi dan
tempat berkumpul apabila terjadi kasus emergensi.
b. Berapa nilai NRR yang memungkinan bagi pekerja di kasus tersebut?
Untuk menentukan nilai NRR diperlukan perhitungan yang tepat. Nilai
NRR yang terlalu tinggi dapat menyebabkan para pekerja kesulitan untuk
mendengar suara di sekitarnya atau berkomunikasi dengan rekan kerjanya.
Kondisi ini membuat pekerja terpaksa sesekali harus melepas pelindung
pendengaran selama bekerja agar mereka dapat mendengar suara dengan
jelas dan berkomunikasi dengan lancar yang lama-kelamaan akan menjadi
masalah bagi fungsi pendengaran para pekerja.
Tingkat kebisingan pada kasus mencapai 120 dB yang melebihi
ambang kebisingan yaitu sebesar 85 dB. Oleh karena itu, nilai NRR yang
diperlukan sebanyak 35-40 dB. Menurut OSHA, tempat yang memiliki
kebisingan yang tinggi dapat menggunakan pelindung pendengaran ganda,
yakni earplug (mengurangi kebisingan 5-10 dB) dan earmuff (mengurangi
kebisingan 20-30 dB) secara bersamaan.
c. Apa saja safety sign yang harus ada di perusahaan?

1. Warna , Simbol dan Tulisan

2. Bentuk Geometri dan Maksudnya


Contoh 1

Contoh 2
Contoh 3

Jenis-jenis safety sign yang umum digunakan di perusahaan antara lain seperti:

1. Warning sign
2. Mandatory sign
3. Prohibition sign
4. Fire sign
5. Emergency & Direction sign
7. Saat ini PT. Semen Batu Membara sedang membangun sebuah klinik untuk
perusahaan tetapi belum selesai sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja
pertolongan pertama yang dilakukan adalah dibawa ke puskesmas terdekat.
Menurut laporan puskesmas tahun lalu puskesmas 8 penyakit terbanyak adalah
diare, ispa, asma, silicosis, keluhan musculoskeletal disorders (MSDs),
gangguan pendengaran, alergi dan luka-luka.
b. Bagaimana melakukan pertolongan pertama pada kecelakan kerja?
Berikut adalah tahapan-tahapan penting dalam P3K pada keadaan gawat
darurat:
1. Meminta tolong kepada orang lain untuk memanggil dokter/ambulan.
2. Pindahkan korban ke tempat yang aman agar tidak terjadi kecelakaan
yang berikutnya.
3. Periksa pernapasan dan nadi. Bila pernapasan berhenti dan nadi tidak
teraba, segera lakukan tindakan pertolongan pertama sesuai dengan SOP.
4. Periksa adanya pendarahan hebat. Bila ada, hentikan pendarahan.
5. Bila menduga adanya cedera tulang belakang, jangan merubah posisi
penderita. (Cedera tulang belakang bisa terjadi bila penderita jatuh dari
tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas yang serius, atau mengalami rasa
kebal / hilang rasa / tidak bisa menggerakkan anggota tubuh atas ataupun
bawah).
6. Bila penderita pingsan tetapi pernapasan normal tanpa cedera tulang
belakang, baringkan dalam posisi istirahat.
7. Jangan meninggalkan penderita sebelum petugas medis datang. Bila
tidak ada petugas medis dan kondisi korban sudah stabil, bawa korban ke
unit gawat darurat di rumah sakit/Puskesmas terdekat.

c. Mengapa para pekerja banyak mengalami diare, ispa, asma, silicosis,


keluhan musculoskeletal disorders (MSDs), gangguan pendengaran, alergi
dan luka-luka?

Learning issues
MSDS
Material Safety Data Sheet (MSDS)
Material safety data sheet atau dalam SK Menteri Perindustrian No 87/M-
IND/PER/9/2009 dinamakan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) adalah lembar
petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat fisika, kimia, jenis bahaya yang
ditimbulkan, cara penanganan, tindakkan khusus dalam keadaan darurat, pembuangan dan
informasi lain yang diperlukan.

Semua bahan kimia berbahaya diwajibkan memiliki MSDS, hal ini diatur dalam berbagai
peraturan seperti keputusan menteri Kesehatan nomor 472 tahun 1996, keputusan menteri
tenaga kerja nomor 187 tahun 1999, PP 74 tahun 2001 tentang B3 dan keputusan menteri
perindustrian no 87 tahun 2009 tentang global harmonize system (GHS).
Didalam OSHA Hazard Communication 29 CFR 1919.1200 juga dinyatakan bahwa
pihak manufaktur bahan kimia harus memastikan bahwa semua bahaya bahan kimia yang
diproduksi sudah dievaluasi dan memastikan bahwa bahaya tersebut diinformasikan
kepengguna bahan kimia tersebut melalui MSDS. Menurut OSHA, yang bertanggung
jawab membuat MSDS adalah pihak manufaktur yang memproduksi bahan kimia tersebut.
Dan semua pihak-pihak yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan kimia tersebut
bertanggung jawab menyampaikan MSDS tersebut sampai kepengguna. Bahkan MSDS
tersebut harus selalu menyertai bahan kimia tersebut sepanjang pendistribusiannya.
Pembuatan MSDS adalah kewajiban pembuat bahan kimia dan pengguna bahan kimia
memiliki hak untuk memperoleh MSDS dari pihak pemasok, meskipun pihak pemasok
bukan pembuat atau manufaktur bahan kimia tersebut, namun pihak pemasok
berkewajiban menyediakan MSDS dari bahan kimia yang didistribusikan yang dia peroleh
dari pihak manufaktur. Pihak perusahaan sebagai pengguna berkewajiban menyediakan
MSDS ditempat kerja atau area yang mudah dijangkau atau diketahui oleh pekerja. Pihak
perusahaan juga berkewajiban memberikan training mengenai MSDS kepada pekerja agar
mereka dapat membaca dan memahami MSDS tersebut.
Fungsi MSDS/LDKB
MSDS atau LDKB merupakan sumber informasi yang sangat penting mengenai sifat-
sifat bahaya bahan kimia yang diggunakan, misalnya sifat mudah terbakar, beracun,
korosive, mudah meledak, bersifat reaktif, bahan sensitive dan lain-lain. MSDS juga
merupakan sumber informasi cara penanganan jika terjadi kecelakaan dengan bahan kimia
tersebut seperti tumpah, keracunan, terkena pada tubuh pekerja dan terhisap serta
informasi alat pelindung diri (APD) yang diperlukan saat penanganan atau penggunaan
bahan kimia tersebut seperti kacamata safety, respirator dan sarung tangan (glove). Semua
informasi tersebut sangatlah penting bagi pengguna untuk menghindari terjadi kecelakaan
bahan kimia yang bisa berakibat fatal bagi pengguna.
Persyaratan dan Format MSDS
MSDS harus mengandung informasi semua sifat bahaya yang terkandung didalam
bahan kimia tersebut, tidak boleh menyembunyikan dengan sengaja salah satu atau lebih
sifat bahaya yang terkandung didalamnya. Bahkan MSDS juga harus mencantumkan
ingredient pembentuk produk tersebut, meskipun diijinkan untuk menyembunyikan salah
satu atau lebih ingredient (trade secret) yang dianggap penting untuk melindungi
kepentingan bisnis perusahaan. Namun pihak perusahaan harus membuka trade secret
tersebut kepada pihak pengguna jika dalam keadaan emergency, seperti ada pekerja yang
kerancunan dan perlu diketahui bahan apa yang merancuninya berdasarkan permintaan
dari dokter yang menanganinya.
Secara umum MSDS harus mengandung:
 Identitas semua ingredient yang terkandung <1% jika memiliki sifat bahaya terhadap
kesehatan atau jika dapat melepaskan bahan berbahaya melebihi nilai ambang batas
(NAB) yang ditentukan.
 Bahaya kesehatan termasuk tanda-tanda dan gejala jika terpajan.
 Kondisi medis yang terjadi jika terpajan.
 Rute utama masuk kedalam tubuh (route of entry)
 Bahaya kanker jika ada.
 Sifat fisik dan kimia
 Batas pajanan (NAB)
 Peringatan bahaya
 Prosedur pembersihan
 Pertolongan pertama atau darurat
Format MSDS sebaiknya mengikuti format global harmonize system (GHS) yang
sudah ditetapkan oleh peraturan menteri perindustrian nomor 87 tahun 2009. Dalam
peraturan ini ditetapkan bahwa MSDS harus terdiri dari 16 section dengan urutan sebagai
berikut:

 Identifikasi Senyawa (Tunggal atau Campuran)


 Identifikasi Bahaya
 Komposisi / Informasi tentang Bahan Penyusun Senyawa Tunggal
 Tindakan Pertolongan Pertama
 Tindakan Pemadaman Kebakaran
 Tindakan Penanggulangan jika terjadi Kebocoran
 Penanganan dan Penyimpanan
 Kontrol Paparan / Perlindungan Diri
 Sifat Fisika dan Kimia
 Stabilitas dan Reaktifitas
 Informasi Teknologi
 Informasi Ekologi
 Pertimbangan Pembuangan / Pemusnahan
 Informasi Transportasi
 Informasi yang berkaitan dengan Regulasi
 Informasi lain termasuk informasi yang diperlukan dalam pembuatan dan revisi SDS.
 Penggunaan dan Penyimpanan MSDS
Sebagian besar MSDS berbahasa Inggris terutama MSDS bahan kimia yang diimport
dari Negara lain, meskipun dalam peraturan pemerintah sudah ditetapkan bahwa semua
MSDS harus menggunakan bahasa Indonesia, ini berarti para pemasok dan importir
bertanggung jawab menterjemahkan MSDS tersebut kedalam bahasa Indonesia.
Penggunaan MSDS dalam bahasa Indonesia memang lebih tepat mengingat sebagian besar
pengguna bahan kimia dilapangan (para pekerja) tidak bisa berbahasa Inggris. Jika MSDS
yang disediakan dilapangan berbahasa Inggris dan para pekerja tidak memahaminya maka
MSDS tersebut menjadi tidak berguna. Maka sebaiknya pihak perusahaan meminta kepada
pihak pemasok untuk menyediakan MSDS dalam bahasa Indonesia, jika tidak mungkin
maka perusahaan sebaiknya menterjemahkan sendiri MSDS tersebut kedalam bahasa
Indonesia sebelum diberikan kepada pengguna dilapangan.

Para pekerja atau pengguna MSDS juga harus diberi training bagaimana
menggunakan, membaca, memahami dan menginterpretasikan kandungan MSDS tersebut
agar tidak terjadi kesalahan dalam tindakan karena ketidak pahaman terhadap isi MSDS.
Tidak semua pekerja memilki latar belakang pendidikan Kimia atau sejenisnya, sehingga
banyak sekali pekerja yang tidak memahami istilah-istilah kimia seperti titik didih (boiling
point), titik nyala (ignition point), LD50, pH, dan lain-lain.
MSDS juga harus ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau atau diketahui oleh
semua pekerja, dan sebaiknya dekat dengan tempat penggunaan bahan kimia tersebut,
misalnya di gudang penyimpanan, area produksi dan laboratorium. MSDS yang digunakan
juga harus dipastikan mutakhir, maka sebaiknya ditanyakan secara berkala kepada
pemasok untuk memastikan tidak ada perubahan, dan jika ada perubahan MSDS tersebut
maka harap segera diminta yang mutakhir (revisi terakhir).
Selama transportasi atau pengiriman bahan kimia juga harus disertai dengan MSDS,
misalnya pada saat bahan kimia tersebut dikirim dengan menggunakan truk container
maka MSDS bahan kimia harus dibawa oleh sopir truk bersamaan dengan dokumen
pengiriman lainnya. Jangan menyimpan MSDS didalam container atau packaging bahan
kimia yang dikirim karena akan sulit untuk diambil jika terjadi kecelakaan.
Tidak diperbolehkan mengirimkan MSDS kepada pengguna atau pembeli dengan cara
memasukkan MSDS tersebut kedalam kemasan bahan kimia, tetapi dapat dikirim melalui
email, fax atau system database menggunakan internet.

Food Safety and Hygiene


Definisi
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
subyeknya. misalnya: 1. Mencuci tangan untuk melindungi keber sihan tangan 2. Mencuci
piring untuk melindungi keber- sihan piring. Dll
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan dari subyeknya misal: 1. menyediakan air bersih utk cuci tangan, 2. Menyediakan
tempat sampah utk mewa dahi sampah. Dll.
Dasar Penyelenggaraan Higiene Sanitasi Pangan
Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan Pasal 71;
(1)Setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada
pangan, baik yang berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan
sehingga keamanan pangan terjamin.
(2)Setiap orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan/atau peredaran pangan wajib: a. Memenuhi persyaratan sanitasi; dan b.
Menjamin keamanan pangan dan/atau keselamatan manusia
Bab II : Keamanan Pangan
Bagian Pertama Sanitasi
Pasal 2 (1) Setiap orang yg bertanggung jwb dlm penyelenggaraan kegiatan pd rantai pangan
yg meliputi proses produksi, penyimpanan, pengngkutan, dan peredaran pangan wajib
memenuhi persyaratan sanitasi . (2) Persyaratan sanitasi diatur lebih lanjut oleh Menteri yg
bertanggung jawab di bidang kesehatan yang meliputi antara lain : a. sarana dan /atau
prasarana b. penyelenggaraan kegiatan; dan c. orang perorangan
Pasal 3 Pemenuhan standar sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman cara yang baik meliputi: a. Cara Budidaya yang baik; b. Cara Produksi
Pangan Segar yang baik; c. Cara Produksi Pangan Olahan yang baik; d. Cara Distribusi
Pangan yang baik; e. Cara Ritel Pangan yang baik; dan f. Cara Produksi Pangan Siap Saji
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 163 (ayat 3) Lingkungan sehat berarti bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan
gangguan kesehatan, antara lain: a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas; d. sampah
yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; e. binatang
pembawa penyakit; f. zat kimia yang berbahaya; g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion; i. air yang tercemar; j. udara yang tercemar; dan k.
makanan yang terkontaminasi .
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Permenkes No. 2 Tahun 2013 Tentang
KLB Keracunan Pangan.
Suatu kejadian dimana terdapat 2 orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang
sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi pangan dan berdasarkan analisis epidemiologi
pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.
TUJUAN
 Terlaksananya Pengelolaan higiene sanitasi pangan di seluruh Tempat Pengelolaan
Makanan.
 Terlaksananya Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Bawaan Pangan dan KLB
Keracunan Pangan di Seluruh Sasaran Tempat Pengelolaan Makanan
 Terlaksananya Survailans Epidemiologi faktor risiko penyakit bawaan pangan di seluruh
Tempat Pengelolaan Pangan.

SASARAN: Kantin/Sentra Makanan Jajanan, Rumah Tangga/Sekolah, makanan jajanan,


Jasaboga, restoran/rumah makan, DAM.
Permasalahan Pangan
1. Higiene sanitasi tempat pengelolaan makanan
2. Pencemaran makanan (mikroba, kimia ,fisik,penyalahgunaan bahan berbahaya
3. Peralatan pengelolaan makanan
4. Penjamah makanan (food handler)
5. Keracunan pangan
Hasil penelitian Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya terhadap Higiene dan Sanitasi Pedagang Kaki Lima Nasi
Tempe Penyet di jalan Karangmenjangan, Surabaya menggambarkan bahwa:
1) Perilaku penjamah/pengolah makanannya adalah sebagai berikut:
a. 67 % tidak melakukan cuci tangan setelah memegang uang,
b. 33 % tidak cuci tangan setelah membuang kotoran hidung,
c. 33 % masih menggunakan perhiasan pada saat mengolah makanan,
d. 75 % tidak memakai pakaian kerja,
e. 92 % tidak memakai celemek,
f. 67 % tidak menggunakan tutup kepala,
2) Tempat sampah 100 % tidak tertutup
3) Tempat penyimpanan bahan pangan
a. 25 % tidak bersih dan tidak terpelihara
b. 34 % tidak bebas dari serangga dan tikus
c. 42 % tidak bebas dari debu
4) Sarana pencucian peralatan dan penanganan air limbah tidak memadai.
5) 83 % penjamah/pengolah makanan tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala 6 (enam) bulan sekali.
Prinsip Higiene Sanitasi Pangan
1. Pemilihan Bahan
2. Penyimpanan Bahan
3. Pengolahan
4. Penyimpanan Makanan Matang
5. Pengangkutan
6. Penyajian

Anda mungkin juga menyukai