Anda di halaman 1dari 7

Perkembangan Pemikiran Islam

Aliran Qodariyah

NAMA : NURIS FACHRUDDIN

NIM : 20192550009

DOSEN PENGAMPU :

Prof. Dr. H. Abd Hadi, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SURABAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dimasa ini kita banyak menemukan berbagai macam paham-paham yang sendiri tapi
beragamnya pengertian Islam dari berbagai penganutnya. Setiap pemikiran akan berdampak pada
pemeluknya sehingga menyebabkan fanatisme yang berlebih untuk membela apa yang mereka yakini.
Oleh sebab itu sering terjadi perselisihan antara pengikut paham tertentu dengan pengikut paham
lainnya.

Pengetahuan tentang paham-paham yang beredar di Indonesia umumnya ataupun sekeliling


kita. Khususnya, haruslah kita mampu mengetahuinya bukan untuk mengendorkan iman kita tapi
untuk menambah iman kita. Perlahan tapi pasti hanya keimanan dan kataqwaan yang mampu
menyelamatkan kita dan mampu membawa kita bertemu dengan Dzat yang selalu kita harapkan untuk
bertemu dengannya.

2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dinamakan Aliran Qodariyah ?


2. Kapan munculnya aliran Qodariyah ?
3. Siapa pemimpin Aliran Qadariyah ?
4. Bagaimana Ajarn dan Pengembangan aliran Qodariyah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian aliran Qodariyah

Qodariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.
Adapun menurut pengertian terminologi, Qodariyah adalah satu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diintrevensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap orang adalah
pencipta bagi segala perbuatannya, dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Qodariyah dipakai untuk nama suatu
aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatannya.

Aliran Qodariyah pada hakikatnya adalah sebagian dari paham Mu’tazilah, karena imam-
imamnya terdiri dari orang-orang Mu’tazilah. Akan tetapi paham ini dibicarakan dalam suatu pasal
tersendiri, karena sepanjang sejarah persoalan Qodariyah ini suatu soal yang besar juga, yang harus
diperhatikan.

Paham Qodariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyadarkan segala
perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan.

Banyak ayat al Qur’an yang mendukung pendapat ini, Misalnya dalam surat Al-Kahfi : 29 :

‫فَ َم ْن َشاءَ َف ْلُي ْؤ ِم ْن َو َم ْن َشاءَ َف ْليَ ْك ُف ْر‬


Artinya: Katakan kebenaran dari tuhanmu, barang siapa yang mau, berimanlah dia. Dan barang siapa
yang ingin kafir,biarlah ia kafir.1

Misalnya lagi dalam surat Ar-ra’d: 11:

‫وامابِاءَ ْن ُف ِس ِه ْم‬ ٍ ِ ِ
َ ‫ءا َّن اهللَ الَ يُغَِّيُر َماب َقوم َحتَّىي يُغَِّيُر‬
Artinya: “Sesungguhnya alloh tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka.

Berdasarkan beberapa ayat al-Qur’an ini, mungkin kita berkesimpulan bahwa pemikiran
kodariah berasal dari Internal agama islam sendiri,yakni buah dari pemahaman yang keliru terhadap
ayat-ayat tersebut. Asumsi ini bisa jadi benar. Tapi, beberapa bukti menguatkan bahwa gagasan itu
bukan berasal dari Tuhan.2

B. Firqoh Qadariyah

1) Sejarah Timbulnya

Qadariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/689M, dipimpin oleh Ma’bad al juhni al-
Bisri dan Ja’had bin Dirham, pada masa pemerintahan Kholifah Abdul Malik bin Marwan(685-
705M). Latar belakang timbulnya Qodariyah ini sebagai isyarat kebijaksanaan politik Bani Umayyah
yang dianggapnya kejam. Apabila firqah jabariah berpendapat bahwa Kholifah Bani umayah
membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan oleh Allah. Hal ini berarti murupakan topeng
1
Abdul Razak, DR. M.Ag, Rosihon Anwar, DR. M.Ag. 2007.Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka Setia, hal 151.
2
Kaisar, Tim Karya Ilmiah, 2008. Aliran-aliran Teologi Islam. Kediri, hal: 147.
kekejamannya, maka firqoh Qadariah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa
Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang
yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan
yang baik atau yang buruk. Jika Allah telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu
dhalim. Karena itu manusia harus merdeka atau ikthiar atas perbuatannya.

Manusia harus mempunyai kebebasan berkehendak. Orang-orang yang berpendapat bahwa


amal perbuatan manusia itu hanyalah bergantung pada Qadar Allah saja, selamat atau celaka
seseorang itu telah ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat itu adalah sesat. Sebab pendapat
tersebut berarti menentang keutamaan Allah. Dan berarti menganggap-Nya yang menjadi sebab
terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah Swt melakukan kejahatan. 3

Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau
kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti
sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali.
Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri.

Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang
masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam pendapatnya itu diambil oleh
Ma’bad dan Ghallian . sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga
disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan diistana-istana.

C. Tantangan Untuk Faham Qodariyah

Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu, ada beberapa hal yang
mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini. Pertama, seperti pendapat Harun Nasution, karena
masyarakat arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa arab
ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan.

Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam. Panas yang menyengat, serta tanah
dan gunung yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup
yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya.faham itu terus dianut kedatipun mereka telah beragama
islam, karena itu , ketika faham Qadariyah di kembangkan , mereka tidak dapat menerimanya, faham
Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin islam.

Kedua tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan itu sangat mungkin terjadi karena para
pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah
menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya
kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap
tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.

D. Ajaran dan perkembanganya

Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-ajaran


qodariyah itu bukan ma’bad al-juhni. Ada seseorang penduduk negri irak , yang mula-mula beragama
kristen kemudian masuk islam namun akhirnya kembali kekristen lagi.Dari orang inilh, ma’bad al
juhni dan gailan al damasqi memanggil pemikirannya. 4

Di Damaskus, ajaran Qadariyah dikembangkan pula oleh Ja’ad Dirham yang sekaligus juga
sabagai penyebar paham Qadariyah. Akan tetapi, akhirnya dia terbunuh pada tahun 105 H. Ajaran
pokok Qadariyah, sebagaimana dikemukakan Gailan adalah bahwa manusia mempunyai kekuasaan
atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atau jelek atas

3
Nasir, Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ). 139
4
Nasir, Pemikiran Kalam ( teologi islam ). 141
kemauan serta kekuasaan serta daya yang ada pada dirinya. Jadi, menurut paham ini manusia merdeka
dalam tingkah lakunya.

Dari prinsip-prinsip ini, paham Qadariyah menolak paham yang menyatakan bahwa manusia
dalam perbutan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak
azali.

Untuk mendukung pendapat-pendapatnya , kaum Qadariyah mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang


menggambarkan tentang kebebasan manusia, antara lain sebagai berikut.

Tentang kebebasan menentukan iman atau kufur terdapat dalam Surat Al-Kahfi Ayat 29 :

‫َوقُ ُل احْلَ ُّق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َشاءَ َف ْلُي ْؤ ِم ْن َو َم ْن َشاءَ َف ْليَ ْك ُف ْر اِنَااَ ْعتَ ْدنَالِلظّلِ ِمنْي َ نَ َارا‬

Artinya; Katakanlah, “kebenaran datang dari Tuhan kalian; barang siapa suka beriman, berimanlah,
barang siapa suka ingkar ( kufur ) maka ingkarlah”. Kami telah siapkan neraka bagi yang zalim 5

Tentang kebebasan untuk memperoleh bimbingan arau penyesatan tergambar dalam firman Allah Q.S
Yunus; 108

ِ ‫ض َّل فَاِمَّنَاي‬
.‫ض ُّل َعلَْي َها َو َمااَنَابَِوكِْي ٍل‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ َ ‫َّاس قَ ْد َجاءَ ُك ُم احْلَ ْق م ْن َربّ ُك ْم فَ َم ِن ْاهتَ َدى فَامَّنَ َاي ْهتَدى لَن ْفسه َو َم ْن‬
ُ ‫قُ ْل يَاَيُّ َهاالن‬
Artinya:

Katakanlah, wahai manusia! Telah datang kebenaran dari Tuhanmu. Sesungguhnya


( bimbingan itu ) untuk dirinya sendiri dan barang siapa sesat maka ia menyesatkan dirinya sendiri
sendiri dan Aku bukanlh pengatur urusanmu.

Kebebasan melakukan dosa atau taat tampak dalam Q.S An-Nisa’ :111

.‫اح ِكْي ًما‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫َو َم ْن يَّكْسب امْثًافَامَّن اَيَكْسبُهُ َعلَى َن ْفسه َو َكانَااهللُ َعلْي ًم‬
Artinya:

Barang siapa berbuat dosa maka sesungguhnya ia mengrjakan atas tanggung jawabnya sendiri. Allah
Maha tahu dan Maha bijaksana.

Kebebasan untuk bersyukur atau kufur setelah mendapat petunjuk sesuai firman Allah Surat
Al-Insan Ayat 3-4.

.‫اِنَّااَ ْعتَ ْدنَالِْل َك ِف ِريْ َن َسلَ ِساَل َواَل اَ ْغلَاَل َّو َسعِْيًرا‬.‫اشاكِْيًر َاواَِّما َك ُف ْو ًرا‬ ِ
َ ‫السبِْي َل ا َّم‬
َّ ُ‫َّاه َد ْينَاه‬
َ ‫ان‬
ِ

Artinya:

Sesungguhnya kami telah menumjukinya ( manusia ) jalan yang lurus, namun ada yang bersyukur dan
ada yang kufur. Sesungguhnya Kami telah menyadiakan bagi orang-orang kafir rantai yang
membelenggu dan neraka yang menyala-nyala.6

Seperti telah disebut bahwa paham Qadariyah yang bertalian dengan soal qada’ dan qadar
pada mulanya datang dari luar islam, kemudian berkembang dikalangan kaum muslim. 7
5
Nashruddin dkk, Prof. Dr. 2003. Teologi Islam Tarapan. Solo. Pustaka Mandiri,130
6
Nashruddin dkk, Prof. Dr. 2003. Teologi Islam Tarapan. Solo. Pustaka Mandiri,131
7
Nashruddin dkk, Prof. Dr. 2003. Teologi Islam Tarapan. Solo. Pustaka Mandiri ,132.
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan
pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang
begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan
Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang
menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.

· Manusia Mempunyai Qudroh

Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan
manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan
kepadanya, karena jika Allah memberi beban kepada manusia, maka beban itu adalah sia-sia,
sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah itu adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi”.

Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia. Namun
terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat Tuhan. Qudrat Tuhan bersifat abadi, kekal,
berada pada zat Allah, tunggal, tidak berbilang. Sedangkan qudrat manusia adalah sementara,
berproses, bertambah dan berkurang, dapat hilang.

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan atau menjauhi perbuatan atau
kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam ,
mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya. 8

Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakun segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.

Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.

· Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir

Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan
terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di
tentukan sejak azali terhadap dirinya.

Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta
beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir
Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan
atas keinginan dan kemampuannya sendiri.9

Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia
dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia
ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas.
Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu membawa barang
beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula
anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan daya pikir
yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki
ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut lepas.

8
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan, (Jakarta:UI-Press,1986), 33.
9
Nata, Abudin. 2001. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf. Jakarta: Rajawali Pers ,33.
Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya membawa
barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar
wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah
sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi daya imajinasi manusia? Atau
dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?

Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang
tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-doktrin ini
mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. 10

10
Abdul Razak, DR. M.Ag, Rosihon Anwar, DR. M.Ag. 2007.Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai