Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

PROGRAM PASCA SARJANA – PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


SOAL UAS SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. ABD. HADI, M.Ag.
Oleh : If Sujalma S.Pd ( 20192550003)

Semester 2
1. Jelaskan Paham Jabariyah dan Qodariyah dan para tokohnya?
2. Uraikan Pemikiran neo revivalis dan neo modernis?

Jawaban :
1. Pengertian Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. kata jabara (bentuk pertama), setelah
ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya’ nisbah) memiliki arti suatu kelompok atau
aliran (isme). Lebih lanjut as-Syahrastani menegaskan baham paham al-jabr berarti
menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkan kepada
Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.Dalam
istilah inggris faham ini disebut fatalisme atau presdetination, yaitu paham yang
menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan semua dari semula oleh qadla dan
qadar Tuhan.
Asal-usul kemunculan Jabariyah
Faham al-jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh
Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Ahmad Amin seorang ahli sejarah pemikiran mengkaji
mengenai kemunculan faham al-jabr, ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa arab yang
dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup
mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap
penyerahan diri terhadap alam.
Tokoh Jabariyah
a. Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shofwan. Ia berasal dari khurasan,
bertempat tinggal di kuffah. Ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat
sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang menentang pemerintah Bani
Umayah di Khurasan. Ia ditawan kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan
agama.
b. Ja’d bin Dirham
Al Ja’d adalah sorang Maulana Bani Hakim, yang tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan dalam
lingkungan Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar
dilingkungan pemerintah Bani Umayah, teteapi ssetelah tampak pemikiran-pemikirannya
yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudia Al-Ja’d lari ke Kuffah dan disana ia
bertemu dengan Jahm, serta mentrasfer pemikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan
disebarkan.
c. An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husein bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya
disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah.
d. Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr.
Doktrin dan Sub Golongan Jabariyah
Menurut Asy-Syahrastani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu
ekstrim dan moderat.
Doktrin Jabariyah ekstrim dengan tokohnya yaitu Jahm bin Shofwan dan Ja’d bin Dirham
berpendapat bahwa segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul atas
kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Misalnya, kalau seorang mencuri, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas
kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qadla dan qadar Tuhan menghendaki yang
demikian. Dengan kata kasarnya, ia mencuri bukan atas kehendaknya, tetapi Tuhanlah yang
memaksanya mencuri.
Manusia, dalam faham ini, hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang, demikian pula
manusia bergerak dan berbuat karena digerakkan Tuhan. Tanpa gerak dari Tuhan manusia
tidak dapat berbuat apa-apa.
Doktrin-doktrin Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
b. Surga dan neraka tidak kekal.
c. Iman adalah makrifat atau membenarkan dalam hati.
d. Kalam Tuhan adalah makhluk.
e. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
f. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

2. Gerakan Neo-Revivalis yang muncul pada paruh pertama abad ke-20 disinyalir merupakan
tindak lanjut perjuangan Islam dalam terhadap kolonialisme dunia barat. Terwujudnya daulah
Islamiyah menjadi maintrems dan cita ideal perjuangan islam dengan bentuk dan corak yang
beraneka ragam sesuai dengan konteks dan kondisi zamannya. Revivalisme Islam hendak
menjawab kemerosotan Islam dengan kembali kepada ajaran Islam yang murni, yaitu: (a)
kembali kepada Islam yang asli, memurnikan Islam dari tradisi lokal dan pengaruh budaya
asing; (b) mendorong penalaran bebas, ijtihad, dan menolak taqlid; (c) perlunya hijrah dari
wilayah yang didominasi oleh orang kafir (dar al-kufr); (d) keyakinan kepada adanya
pemimpin yang adil dan seorang pembaru.

lima prinsip utama para ideolog neorevivalisme Islam. Pertama, din wa dawlah. Islam
merupakan sebuah sistem kehidupan total dan universal. Pemisahan antara din (agama) dan
dawlah (negara) tidak dikenal dalam Islam. Kedua, penerapan Al Qur’an dan As-Sunnah
secara puritan. Ketiga, puritanisme dan keadilan sosial. Keempat, kedaulatan dan hukum
Allah berdasarkan syariat. Kelima, komitmen kuat mewujudkan tatanan Islami.
Neorevivalisme merupakan gerakan anti barat dan antiglobalisasi kontemporer, secara umum
hal tersebut tidak lepas dari situasi dan kondisi dunia : Pertama, situasi perekonomian dunia
secara umum semakin terpuruk. Kedua, organisasi internasional didominasi oleh kepentingan
negara-negara Barat. Ketiga, dominasi mirip kolonialisme abad ke-19 oleh negara Barat atas
negara sedang berkembang dan negara miskin.

Radikalisme Islam merupakan fenomena modern dan kontemporer, dan merupakan reaksi
terhadap munculnya nasionalisme sekular. Jika revivalisme Islam mendapatkan inspirasi dari
ide-ide normatif Islam, dan reformisme berusaha untuk menggabungkan unsur-unsur Islam
dan Barat, ideologi radikalisme menggambarkan respons langsung terhadap munculnya
negara-bangsa yang merdeka. Militansi dan atavisme radikalisme Islam menggambarkan
sistesis kreatif revivalisme dan reformisme.

Fundamentalisme Islam di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua: tradisional dan modern.
Fundamentalisme tradisional diwakili oleh kelompok yang menekankan pendekatan literal
dan skriptural terhadap sumber Islam, seperti Persatuan Islam (Persis), dan dalam konteks
mutakhir Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa-fatwanya.

Fundamentalisme modern atau neo-fundamentalisme dalam politik diwakili misalnya oleh


partai politik Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), dan
partai-partai Islam lain yang bercita-cita mendirikan “negara Islam” dengan dasar syari’ah
dan ideologi Islam. Mereka yang memperjuangkan Piagam Jakarta sebagai dasar negara
termasuk dalam kelompok fundamentalisme atau neo-fundamentalisme. Mereka tidak
mempersoalkan watak negara-bangsa dengan demokrasi sekularnya.

Uraian di atas menunjukkan beberapa hal. Pertama, fenomena kebangkitan Islam


merupakan upaya koreksi umat Islam atas sejarahnya sendiri yang ketika itu tidak lagi
bersesuaian dengan masa lalunya yang gemilang dan ternyata juga tidak mampu
berhadapan dengan peradaban modern (karena bersentuhan dengan Barat dan masuknya
ilmu pengetahuan dan teknologi modern). Fenomena tersebut menunjukkan, bahwa Islam
selalu menampilkan dirinya ke dalam wajah-wajah yang berbeda sepanjang sejarah
masyarakat. Hal ini logis saja mengingat Islam sebagai doktrin yang universal,-secara
internasional-memiliki dinamika di dalam dirinya sendiri.

Hal tersebut senantiasa terbuka untuk ditafsirkan ulang sejalan dengan perubahan zaman.
Kedua, Gerakan Neo-Revivalisme Islam itu juga tumbuh dalam konteks dominasi politik
Barat terhadap dunia Islam. Selanjutrnya bahwa persentuhan kaum muslimin dengan
peradaban Barat modern tersebut mau tidak mau juga memunculkan fenomena
modernisasi baik dalam pengertian konseptualnya maupun secara sosial.

Revivalisme Islam dalam hal ini dapat dipahami sebagai respon atau reaksi atas
modernisasi. Dalam konteks ini pula, kebangkitan Islam dapat dipahami sebagai upaya
memajukan masyarakat Islam (menjadi modern) atau sebagai upaya menjaga agar nilai-
nilai modernisasi itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ketiga, gerakan neo-
revilasime Islam di Indonesia sangat dinamis dalam berbagai varian gerakan. Neo-
revivalisme telah menjadi ideologi tersendiri dengan karakternya yang khas.

Gerakan neo-revivalisme baik yang ada pada wilayah intra maupun ekstra-parlementer
tetap akan sangat berpengaruh dalam proses politik di Indonesia utmanya dalam
pertumbuhan demokratisasi. Oleh karena itu, perlu penyadaran tersendiri bagi umat Islam
bahwa demokrasi yang diartikan sebagai kedaulatan rakyat, hendaknya jangan
diperhadapkan dengan kedaulatan Tuhan, sebab rakyat atau manusia ini juga ciptaan
Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan, maka kedaulatan manusia merupakan anugerah Tuhan
kepada manusia untuk berkehidupan yang layak. Munculnya gerakan Islamis adalah bukti
bahwa kebangkitan Islam dalam berbagai variannya telah banyak berpengaruh dalam
proses demokratisasi di di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai