Anda di halaman 1dari 8

Dampak Aliran Jabariah terhadap Kehidupan Muslim

Oleh :
Idma Firdaus, Meydita Dwi Putri, Yasin Nahrowi
Universitas Garut

ABSTRAK
Aliran Jabariah dalam Islam, yang menekankan determinisme ketat dalam pemahaman takdir,
telah memengaruhi keyakinan, tindakan, dan sikap sehari-hari umat Muslim. Artikel ini
mengeksplorasi dampak aliran ini pada pemahaman takdir, kebebasan individu, tanggung
jawab moral, dan praktik ibadah sehari-hari. Meskipun pandangan aliran Jabariah
menciptakan perdebatan dalam komunitas Muslim, pengaruhnya tetap menjadi faktor penting
dalam membentuk cara umat Muslim merespons takdir Allah dalam kehidupan mereka.
Dengan memahami pengaruh aliran Jabariah, kita dapat mendapatkan wawasan lebih dalam
tentang kompleksitas pemikiran dalam Islam dan bagaimana pemahaman ini terus
memengaruhi kehidupan sehari-hari para penganutnya.
Kata Kunci : Aliran Jabariyah, Keyakinan, Dampak, Ibadah

PENDAHULUAN
Sejak awal sejarah Islam, berbagai aliran pemikiran dan pandangan telah muncul,
membentuk keragaman intelektual di dalam dunia Muslim. Salah satu aliran yang telah
menarik perhatian luas adalah Aliran Jabariah. Dalam dunia Islam, pemahaman takdir,
kebebasan, dan peran manusia dalam mencapai tujuan akhirnya selalu menjadi subjek utama
dalam kajian teologis dan filosofis. Dalam konteks ini, Aliran Jabariah, yang berakar dalam
konsep determinisme ketat, telah mempengaruhi pola pikir dan keyakinan umat Muslim di
seluruh dunia.
Aliran Jabariah, yang secara harfiah berasal dari kata "jabr" yang berarti "pemaksaan"
atau "takdir yang absolut," muncul sebagai salah satu cabang pemikiran teologis di dalam
Islam. Aliran ini menekankan bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah dan bahwa
manusia tidak memiliki kendali yang signifikan atas tindakan atau nasibnya sendiri. Ini
adalah pandangan yang telah menciptakan perdebatan panjang di dalam komunitas Muslim,
mempengaruhi pemahaman tentang masalah moral, etika, tanggung jawab, dan konsekuensi
perbuatan.
Namun, untuk memahami sepenuhnya dampak Aliran Jabariah terhadap kehidupan
muslim, kita harus memahami asal mula dan perkembangannya. Aliran ini tidak muncul
dalam hampa, melainkan berkembang dari sejarah yang panjang dan pemikiran yang
kompleks. Para pemikir Jabariah memiliki akar sejarah yang menarik, dan pemahaman
mereka tentang takdir telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan dalam komunitas
Muslim, termasuk pemikiran filosofis, praktik ibadah, dan bahkan hubungan sosial.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi asal mula dan perkembangan Aliran
Jabariah serta dampaknya yang luas terhadap keyakinan, budaya, dan tindakan sehari-hari
umat Islam. Kami akan mencari tahu bagaimana Aliran Jabariah telah memengaruhi
pandangan umat Muslim tentang masalah-masalah seperti kebebasan individu, tanggung
jawab moral, dan keadilan dalam dunia yang seringkali penuh dengan ketidakpastian. Dengan
merenungkan pemahaman ini, kita dapat memahami dengan lebih baik kompleksitas
pemikiran dalam Islam dan bagaimana aliran-aliran seperti Jabariah terus membentuk
identitas keagamaan umat Muslim di seluruh dunia.

PEMBAHASAN
1. Asal Mula Aliran Jabariyah

Paham Jabariyah yang muncul pada tahun 70 H, pertama kali diperkenalkan oleh
Ja`ad bin Dirham. Ja`ad adalah putra dari Dirham, seorang tuan tanah dari Bani Al
Hakam. Sebagai pelopor Jabariyah, Ja`ad dibesarkan dalam lingkungan masyarakat yang
selalu membicarakan tentang masalah teologi. Ia bertempat tinggal di Damaskus. Akhir
hayat Ja`d bin Dirham mati dibunuh. Menurut sejarah Beliau disembelih langsung oleh
Khalid bin Abdullah al-Qasri, gubernur Irak pada masa pemerintahan Bani Umayyah,
pada saat hari Raya Idul Adha. Konon selesai shalat hari Raya Idul Adha, Al-Qasri
berkhutbah dihadapan kaum muslimin seraya mengatakan: Wahai sekalian manusia,
pulanglah kalian lalu sembelihlah binatang kurban, semoga Allah menerima ibadah
kurban kami dan kurban kalian. Saya akan menyembelih Ja`ad bin Dirham, karena dia
mengatakan bahwa Allah tidak mengambil Nabi Ibrahim sebagai Khalil dan tidak
berbicara kepada Nabi Musa. Maha Tinggi Allah, atas apa yang telah dikatakan oleh Ja`ad
bin Dirham. Lalu beliau turun dan menyembelih Ja`ad bin Dirham.

Al-Syahrastani menegaskan istilah al-jabru diartikan menolak adanya perbuatan dari


manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Berdasarkan pengertian ini
Jabariyah ada dua bentuk: a. Jabariyah murni yang menolak adanya perbuatan berasal
dari manusia dan memandang manusia tidak mempunyai kemampuan untuk bertaubat. b.
Jabariyah moderat yang mengakui adanya perbuatan dari manusia namun perbuatan
manusia tidak membatasi. Orang yang mengaku adanya perbuatan dari makhluk ini yang
mereka namakan “kasab” bukan termasuk Jabariyah.

Aliran Jabariyah muncul bersamaan bersama ajaran Qadariyah, yang didaerah


tempat timbul atau munculnya kedua aliran ini tidak berjauhan. Aliran jabariah muncul di
Khurasan Persia, dan Qadariah di Irak. Aliran ini muncul pada tahun 70 H. Paham
Jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja`ad bin Dirham. Ja`ad adalah putra dari
Dirham, seorang tuan tanah dari Bani al-Hakam. Sebagai pelopor Jabariyah, Ja`d
dibesarkan dalam lingkungan masyarakat yang selalu membicarakan tentang masalah
teologi. Ia bertempat tinggal di Damaskus. (Ris`an Rusli, 2015:34). Akhir hayat Ja`d
bin Dirham mati dibunuh. Menurut sejarah Beliau disembelih langsung oleh Khalid
bin Abdullah Al-Qasri, gubernur Irak pada masa pemerintahan Bani Umayyah, pada saat
hari Raya Idul Adha. Konon selesai shlat hari Raya Idul Adha, Al-Qasri berkhutbah
dihadapan kaum muslimin seraya mengatakan: Wahai sekalian manusia, pulanglah
kalian lalu sembelihlah binatang kurban, semoga Allah menerima ibadah kurban kami
dankurban kalian. Saya akan menyembelih Ja`ad bin Dirham, karena dia mengatakan
bahwa Allah tidak mengambil Nabi Ibrahim sebagai Khalil dan tidak berbicara
kepada Nabi Musa. Maha Tinggi Allah, atas apa yang telah dikatakan oleh Ja`ad bin
Dirham. Lalu beliau turun dan menyembelih Ja`ad bin Dirham Adapun ajaran-ajaran
ekstreem dari Ja`ad bin Dirham antara lain yaitu:

A. Al-Qur`an itu adalah makhluk dan karenanya Al-Qur`an itu baru(hadits). Sesuatu
yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
B. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,
melihat dan mendengar. Allah juga tidak berbicara kepada Nabi Musa, dan tidak
menjadikan Nabi Ibrahim sebagai Khalil (kekasih).
C. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segalanya.

Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran
Jahmiah dalam kalangan Murji'ah. Ia adalah sekretaris Suraih bin Al Harits dan selalu
menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan bani Umayyah. Namun dalam
perkembangannya, paham Al-Jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin
Muhammad, An-Najjar, dan Ja’ad bin Dirham. Jahm bin Shafwan terkenal sebagai orang
tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwasannya manusia
tidak mempunyai daya dan upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Semua perbuatan
manusia itu terpaksa diluar kemauannya.

Pendapat Jahm ini dibantah oleh Muhammad Abduh, menurutnya tidak benar jika
manusia itu terpaksa dan tidak mempunyai pilihan, menurutnya manusia diciptakan
sesuai dengan sifat-sifat dasar yang khusus baginya, dan dua diantaranya yaitu, berfikir
dan memilih perbuatan sesuai dengan pemikirannya. Jadi manusia selain dari mempunyai
daya berpikir, juga mempunyai kebebasan memilih yang merupakan sifat dasar alami
yang mesti ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, dia
bukan manusia lagi, tetapi menjadi makhluk lain. Manusia dengan akalnya,
mempertimbangkan akibat perbuatan yang akan dilakukannya, kemudian mengambil
keputusan dengan kemauannya sendiri dan selanjutnya mewujudkan perbuatan itu dengan
daya yang ada dalam dirinya. Jadi manusia menurut hukum alam atau sunnatullah
mempunyai kebebasan dalam kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauan itu, paham
perbuatan yang dipaksakan atas manusia atau Jabariyah tidak sejalan dengan pandangan
hidup Muhammad Abduh. Manusia, menurutnya disebut manusia semata-mata karena ia
mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih.

Mengenai munculnya ajaran Jabariyah ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya
melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad
Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun
pasir sahara memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. Ketergantungan
mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri
terhadap alam.
Sebelum kita memahami dan mengenali permasalahan tentang jabariyah maka kita
akan membahas semua permasalahan yang ada pada jabariyah, kata jabariyah sendiri
berasal dari kata jabara yang artinya memaksa melakukan kehendak. Kata jabara yang
telah berubah menjadi jabariyah dan pengertian suatu aliran.

Faktor pemicu munculnya Jabariyah:

1. Faktor Geologi Kemunculan Jabariyah dipengaruhi dengan geokultural bangsa


Arab. Kondisi bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan
pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Kondisi tersebut menyebabkan sikap
“pasrah” terhadap kondisi alam yang mereka hadapi.

2. Pengaruh agama lain adanya pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh
agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.

Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga
perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, kedua, telalu tekstualnya pamahaman agama
tanpa adanya keberanian menakwilkan. Dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang
ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan
sehingga membawa kepada Tasybih. Mengenai munculnya aliran jabariyah ini, para ahli
sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara
ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa
Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam
cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah
memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Berkaitan dengan kemunculan aliran
Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh
pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen
mazhab Yacobit. Namun, tanpa pengaruh asing itu, paham Jabariyah akan muncul juga di
kalangan umat Islam.

Penganut aliran Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan


untuk berbuat. Menurut tokoh aliran ini (Jahm bin Shofwan) manusia tidak mempunyai
kekuasaan terhadap apapun. Manusia dalam perbuatannya dipaksa, tidak mempunyai
kehendak dan tidak mempunyai pilihan sendiri. Allah menciptakan perbuatan pada diri
manusia seperti benda mati. Oleh karena itu manusia berbuat dalam arti Majazi bukan
hakiki seperti yang terjadi pada pohon berbuah, air mengalir, batu bergerak, matahari
terbit dan tenggelam dan sebagainya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan
yang dipaksa, termasuk menerima pahala atau siksa. Dengan adanya keterpaksaan
tersebut, penganut aliran jabariyah menempatkan akal pada kedudukan yang rendah,
Ketidakbebasan tersebut mengharuskan manusia untuk terikat pada dogma dan
menggiring manusia untuk tidak mempercayai hukum kausalitas. Dan dari pernyataan
manusia tidak mempunyai daya dan kehendak memberikan pemahaman bahwa daya.
kehendak dan upaya serta perbuatan itu adalah Allah semata, Tentang kewajiban-
kewajiban agama. menurut faham ini, hal tersebut juga merapakan suatu paksaan (ijbar).
sehingga pahala dan dosa dikaitkan dengan takdir. karena manusia di dalam melakukan
perbuatannya apakah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk hanyalah menjalankan
takdir yang sudah ditentukan Tuhan padanya.

2. Dampak Aliran Jabariyah terhadap Keyakinan Muslim

Dampak Aliran Jabariah terhadap keyakinan Muslim dapat bervariasi, tergantung


pada bagaimana individu menerima atau menolak pandangan ini. Berikut adalah beberapa
dampak yang mungkin muncul:

1.) Pemahaman Takdir:

Salah satu dampak utama aliran Jabariah adalah perubahan dalam pemahaman takdir.
Jabariah menyatakan bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah dengan ketentuan
yang mutlak, dan manusia tidak memiliki peran yang signifikan dalam menentukan nasib
mereka sendiri. Dalam konteks ini, umat Muslim yang menganut aliran Jabariah lebih
cenderung melihat kehidupan sebagai rangkaian takdir yang telah ditetapkan, dan
manusia hanya menjalani bagian dari skenario yang telah tertulis.

2.) Kebebasan Individu:

Pemahaman aliran Jabariah terhadap takdir telah menghasilkan pandangan yang lebih
kritis terhadap kebebasan individu. Beberapa pengikut aliran ini mungkin cenderung
melihat bahwa manusia memiliki sedikit atau bahkan tidak ada kebebasan dalam memilih
tindakan mereka, karena segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah. Hal ini bisa
mereduksi perasaan kontrol individu terhadap kehidupan mereka, yang pada gilirannya
dapat memengaruhi tindakan dan keputusan sehari-hari.

3.) Tanggung Jawab Moral:

Konsep tanggung jawab moral dalam aliran Jabariah dapat menjadi subjek
perdebatan. Beberapa pengikut aliran ini mungkin berpendapat bahwa karena takdir
sudah ditetapkan, manusia tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka. Namun,
sebagian besar ulama dan pemikir Muslim telah mencoba memadukan konsep
determinisme ini dengan tanggung jawab moral. Mereka mengklaim bahwa meskipun
takdir telah ditentukan, manusia masih bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan
akan dihukum atau dihargai berdasarkan tindakan tersebut.

4.) Pemahaman Keadilan Allah:

Dalam konteks keyakinan tentang keadilan Allah, aliran Jabariah dapat memunculkan
pertanyaan tentang adilnya Allah dalam menentukan nasib individu. Bagaimana Allah
yang adil dapat memutuskan takdir yang tidak selalu adil bagi manusia? Ini adalah
pertanyaan yang seringkali menjadi pusat perdebatan dan refleksi dalam pemahaman
keyakinan Muslim yang mengikuti aliran Jabariah.

5.) Peran Doa dan Usaha:


Pengikut aliran Jabariah sering menilai peran doa dan usaha manusia dalam mencapai
tujuan. Sebagian mungkin berpendapat bahwa karena takdir sudah ditetapkan, doa dan
usaha manusia hanya memiliki dampak terbatas. Namun, pemikiran ini juga sering
disesuaikan dengan pandangan yang lebih moderat, yang mengatakan bahwa doa dan
usaha adalah bagian penting dari takdir Allah, dan keduanya perlu digunakan bersamaan.

Dalam keseluruhan, dampak aliran Jabariah terhadap keyakinan umat Muslim


menciptakan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep takdir, kebebasan, dan
keadilan dalam Islam. Meskipun pandangan ini telah memicu perdebatan yang
berkepanjangan dalam dunia Muslim, mereka juga telah memberikan kerangka berpikir
yang kompleks untuk memahami bagaimana takdir Allah mempengaruhi kehidupan dan
tindakan manusia. Penafsiran terkait dengan aliran Jabariah terus berkembang dan
menjadi subjek perdebatan filosofis dan teologis dalam Islam, mencerminkan
kompleksitas pemikiran dalam agama ini.

3. Pengaruh Aliran Jabariah Terhadap Kehidupan Sehari-hari Umat Muslim

Aliran Jabariah, yang menekankan determinisme ketat dalam pemahaman takdir, telah
memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari umat Muslim. Dampaknya terasa
dalam tindakan, perilaku, dan pola pikir umat Muslim. Berikut adalah beberapa pengaruh
utama aliran Jabariah terhadap kehidupan sehari-hari:

1.) Sikap terhadap kesulitan dan Cobaan:

Pengikut aliran Jabariah seringkali cenderung menerima cobaan dan kesulitan dengan
ketenangan. Mereka percaya bahwa segala sesuatu terjadi dengan ketentuan Allah, dan
oleh karena itu, mereka berusaha untuk bersabar dalam menghadapi ujian hidup. Dalam
situasi sulit, mereka mungkin merasa bahwa ini adalah bagian dari takdir mereka yang
tidak dapat dihindari.

2.) Hubungan Sosial:

Pemahaman takdir yang kuat dalam aliran Jabariah dapat mempengaruhi hubungan
sosial umat Muslim. Mereka mungkin cenderung menerima hubungan sosial dan
dinamika yang terjadi dalam hidup mereka dengan lebih pasrah, karena mereka percaya
bahwa Allah adalah pengatur segala sesuatu. Hal ini juga dapat menciptakan toleransi
terhadap ketidaksempurnaan orang lain, karena mereka melihatnya sebagai bagian dari
rencana Allah.

3.) Motivasi dan Keputusan:

Pengikut aliran Jabariah mungkin memiliki pandangan berbeda tentang motivasi dan
pengambilan keputusan. Mereka dapat merasa bahwa usaha dan usaha keras manusia
adalah bagian dari takdir yang telah ditetapkan, dan oleh karena itu, mereka tetap bekerja
keras dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pandangan ini juga dapat mempengaruhi
motivasi mereka, karena mereka mungkin merasa bahwa hasil akhir telah ditentukan oleh
Allah.

4.) Persepsi Kegagalan:

Ketika menghadapi kegagalan atau kesulitan dalam kehidupan, pengikut aliran


Jabariah seringkali mencari hikmah dalam pengalaman tersebut. Mereka melihat setiap
peristiwa sebagai bagian dari takdir Allah, dan ini dapat membantu mereka untuk
meresapi pelajaran dari setiap pengalaman.

5.) Praktik Ibadah:

Pemahaman aliran Jabariah juga dapat memengaruhi praktik ibadah sehari-hari. Umat
Muslim yang menganut aliran ini mungkin cenderung lebih sering berdoa, memohon
kepada Allah agar memudahkan jalan mereka dalam menghadapi takdir yang sudah
ditetapkan. Doa dapat menjadi sarana untuk merasakan koneksi lebih dalam dengan Allah
dalam konteks takdir.

6.) Peran dalam Masyarakat:

Pengikut aliran Jabariah dalam masyarakat mungkin memiliki peran yang unik.
Mereka cenderung memandang diri mereka sebagai pelaksana takdir Allah, dan oleh
karena itu, mereka dapat berperan dalam berbagai kapasitas dalam masyarakat, dari
pekerjaan dan bisnis hingga pekerjaan amal.

KESIMPULAN
Aliran Jabariah dalam Islam, yang menekankan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah,
telah memengaruhi keyakinan, tindakan, dan sikap sehari-hari umat Muslim. Pengaruhnya
terlihat dalam cara mereka merespons cobaan, berinteraksi dalam masyarakat, memahami
motivasi dan keputusan, serta merasakan peran ibadah dalam konteks takdir. Meskipun
pandangan aliran Jabariah menciptakan perdebatan dan variasi dalam interpretasi,
pengaruhnya tetap menjadi faktor penting dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim.
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, F. K. (2019). Metodologi Studi Islam. Deepublish.


Jamrah, S. A. (2015). Studi Ilmu kalam. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama.
Murthahhari, M. (2007). MANUSIA DAN AGAMA : MEMBUMIKAN KITAB SUCI. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai