Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Resiko perilaku kekerasan sering terjadi pada klien yang mengalami

kekecewaan mendalam. Sehingga, klien cenderung melakukan perilaku

kekerasan baik secara fisik, verbal maupun emosional. Perilaku kekerasan

tersebut dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain (Sari &

Istichomah, 2015). Klien dengan perilaku kekerasan akan sulit mendapatkan

teman, karena orang lain merasa terancam oleh perilaku kekerasannya. Klien

dengan resiko perilaku kekerasan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan

dengan yang lain karena jika klien kambuh dapat membahayakan diri sendiri,

orang lain, dan lingkungan.

Resiko perilaku kekerasan termasuk dalam gangguan jiwa terbanyak

yang dialami oleh klien diantara gangguan jiwa yang lain. Berdasarkan hasil

riset kesehatan dasar (Riskesdas) (2013) prevalensi gangguan jiwa berat

secara nasional adalah 1,7%, gangguan jiwa berat di Jawa Tengah telah

mencapai 2,3 %. Menurut hasil penelitian Setiawan, Keliat & Wardani (2015)

terdapat 18.423 individu dengan skizofrenia menunjukkan peningkatan resiko

perilaku kekerasan sebesar 13.2% dibandingkan dengan populasi pada

umumnya yaitu sebesar 5,3%. Perilaku kekerasan merupakan salah satu

gangguan jiwa yang paling banyak dialami pada klien dengan skizofrenia.

Klien dengan skizofrenia biasanya dijauhi oleh orang-orang

disekitarnya. Klien skizofenia dengan perilaku kekerasan ini cenderung

1
2

menunjukkan ekspresi wajah marah, mata melotot, suara keras dan bisa

melakukan kekerasan. Sari & Istichomah (2015) menyatakan tanda dan gejala

resiko perilaku kekerasan antara lain mengancam, ada ide melukai, merencanakan

tindakan kekerasan. Jika, hal ini tidak segera ditangani dapat membahayakan diri

sendiri maupun orang lain. Sehingga peran perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan sangat dibutuhkan untuk membantu klien mengontrol dan

menurunkan gejala perilaku kekerasan. Salah satu cara untuk menangani resiko

perilaku kekerasan yaitu dengan menggunakan Acceptance and Commitment

Therapy (ACT).

ACT membantu klien dalam mengurangi kekecewaan yang dialami,

dengan meningkatkan kesadaran, dan kemampuan klien terhadap apa yang

diinginkannya dalam hidup ini. Pendekatan yang dilakukan ACT yaitu dengan

mendorong klien untuk mengakui dan menerima pikiran-pikiran negatif dan

melangkah mundur dari situ. Kemudian, klien membuat komitmen dengan diri

sendiri untuk berpikir, bertindak dan berperilaku lebih positif (Hasson, 2017).

Sehingga, diharapkan dengan penerapan ACT klien mampu menerima

kekecewaannya dan berkomitmen mengubah pola fikir dan perilakunya.

Kekecewaaan mendalam yang dialami klien pun akan berangsur-

angsur hilang, jika klien melakukan ACT secara rutin. Sehingga, klien mampu

mengontrol perilaku kekerasannya dengan menggunakan ACT. Menurut hasil

penelitian Sulistiowati, Keliat, Wardani (2014) gejala Perilaku Kekerasan

pada kelompok yang mendapatkan ACT menurun secara bermakna sebesar

53,49% sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan terapi ACT

menurun sebanyak 23,77%. Jika ACT tidak dilakukan akan menghambat


3

proses penyembuhan klien dan klien lebih beresiko untuk kembali

menunjukkan perilaku kekerasan. Berdasarkan paparan tersebut, penulis

tertarik untuk mengangkat penelitian kasus dengan judul “Asuhan

keperawatan resiko perilaku kekerasan pada Tn. K dan Tn. M dengan

Acceptance and Commitment Therapy di Ruang Sadewa RSUD Banyumas”.

B. Rumusan Masalah

Perilaku kekerasan biasanya dilakukan secara fisik, verbal maupun

emosional, sehingga dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan

lingkungan. Klien akan sulit mendapatkan teman dikarenakan takut terhadap

perilakunya. Setelah dilakukan Acceptance and Commitment Therapy klien

dapat mengontrol resiko perilaku kekerasan dan mampu beradaptasi dengan

lingkungan sekitar. “Bagaimanakah hasil asuhan keperawatan resiko perilaku

kekerasan pada Tn. Kdan Tn. M dengan Acceptance and Commitment

Therapy di Ruang Sadewa RSUD Banyumas”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan resiko perilaku kekerasan pada

Tn. K dan Tn. M dengan Acceptance and Commitment Therapy di Ruang

Sadewa RSUD Banyumas.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien resiko perilaku

kekerasan dengan Acceptance and Commitment Therapy.

b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien resiko perilaku

kekerasan dengan Acceptance and Commitment Therapy.


4

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien resiko perilaku

kekerasan dengan Acceptance and Commitment Therapy.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien resiko perilaku

kekerasan dengan Acceptance and Commitment Therapy.

e. Melakukan evaluasi dan membandingkan respon 2 pasien resiko

perilaku kekerasan dengan Acceptance and Commitment Therapy.

D. Manfaat

1. Klien

Setelah diberikan Acceptance and Commitment Therapy

diharapkan klien mampu mengontrol perilaku kekerasan dan mampu

beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

2. Keluarga

Keluarga mampu membantu klien dalam mengontrol perilaku

kekerasan dan membantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan

sekitar.

3. Institusi

Sebagai masukan dalam meningkatkan mutu penidikan terutama

dalam pemberian asuhan keperawatan dan pendokumentasian pada klien

Resiko Perilaku Kekerasan.

4. Penulis

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam mengkaji

permasalahan tentang resiko perilaku kekerasan serta dapat

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien Resiko Perilaku

Kekerasan dengan Acceptance And Commitment Therapy.

Anda mungkin juga menyukai