Anda di halaman 1dari 6

PEREMPUAN DAN PEMBEBASAN (prespektif islam)

(Badriyatul Agustin)
Sebelum datangnya islam (masa jahiliyah), perempuan memiliki peran layaknya alat bagi
manusia yang berjenis kelamin laki-laki. Perempuan sebagai alat pemuas nafsu birahi saja,
menjadi barang yang dapat dengan gampang di pakai dan di lepaskan di kala tak lagi di
butuhkan. Perempuan selalu menjadi objek dari sasaran pemikiran bias yg melekat pada cara
pandang terhadap suatu fenomena. Konstruk sosial yang selalu memarjinalkan perempuan dalam
segala lini kehidupan hingga menjadi sebuah budaya yang di aminkan pada waktu itu. Bayi
perempuan di anggap sebagai aib keluarga sehingga harus di bunuh saat itu juga, tubuh
perempuan dapat di akses secara komunal, bahkan perempuan pun di percayai sebagai sumber
mala petaka. Konstruk budaya patriarkhi yang mapan secara universal dan berlangsung sacara
berabad-abad tidak lagi dipandang sebagai ketimpangan, bahkan diklaim seabagai fakta alamiah.

kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda yang secara periodik berusaha
mencairkan kekentalan budaya patriarkhi. islam datang sebagai lentera bagi manusia-manusia
yang tersesat, di situ pula islam hadir untuk mengangkat derajad perempuan. Banyak ulama’
tradisional yang mengklaim bahwa islam merupakan agama yang selalu baik untuk setiap zaman
dan tempat (al-islam shalih li kulli zaman wa makan). Perempuan secara individu ataupun secara
kolektif, dari jenis kelaminya merupakan bagian dari tatanan kehidupan sosial. Karena jika tidak
ada perempuan tidak akan ada peradaban manusia. Baik perempuan maupun laki-laki keduanya
memiliki peran dan hak yang sama. Seperti halnya firman allah surat al-hujarat ayat 13 yang
artinya “wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi allah ialah orang yang
paling bertaqwa. Sungguh, allah maha mengetahui”.

Salah satu aspek fundamental suatu agama adalah kemampuannya untuk membebaskan
manusia dari berbagai bentuk penindasan. Dalam al-quran dijelaskan bahwa nabi muhamad
datang bertujuan membebaskan umat manusia dari belenggu penindasan yang menghilangkan
integritas kemanusiaan mereka (QS. Al- A’raaf: 157). Laki-laki dan perempuan diberi kelebihan
dan kekurangan oleh Allah untuk saling melengkapi, keduanya di ciptakan dari satu unsur yang
sama, memiliki fungsi organ sesuai dengan kebutuhanya masing-masing.
Keadaan perempuan yang ditindas akhirnya membangungkan dan membangkitkan satu
pergerakan yang berusaha menghilangkan penindasan-penindasan itu. Pecahnya revolusi
amerika dan revolusi perancis pada abad-18 yang membuat pertama kali adanya gerakan
perempuan. Didalam revolusi itu perempuan-perempuan secara kolektif menuntut hak-haknya
sebagai manusia, sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara guna memprotes
kedzaliman atas diri mereka. Kesadaran ketertindasan inilah yang menjadikan perempuan
membuat sebuah gerakan yang biasa di kenal dengan istila feminisme. Gerakan feminisme
memiliki karakter “memihak” dan tidak jarang “menggugat”, bahkan tidak jarang keberpihakan
perempuan ini diterjemahkan sebagai ancaman bagi kaum laki-laki. Ironisnya gerakan ini juga di
anggap mengancam kebnyakan perempuan yang merasa telah mapan dengan posisi tradisional
mereka.

Setiap manusia baik laki-laki ataupun perempuan memiliki keinginan yang secara naluri
ingin bebas dari pemaksaan, bebas dalam menentukan pilihan, bebas dalam menyampaikan
pendapat dan memilih keyakinan sesuai kecenderungan ruhaniyahnya. Begitupun dengan akses
pendidikan, kesehatan, ekonomi, pengambilan keputusan dan bergabung dalam politik. Akan
tetapi dalam hal ini masih terdapat ketimpangan gender akibat masih kentalnya pandangan dalam
budaya kita terhadap laki-laki dan perempuan. Hakikat keadilan gender memang tidak bisa
dilepaskan dari konteks yang selama ini dipahami oleh masyarakat tentang peranan kedudukan
laki-laki dan perempuan didalam realitas sosial.

Meskipun islam telah membebaskan perempuan dari belenggu patriarkhi, namun pada
faktanya perempuan hingga abad ini belum sepenuhnya membebaskan diri dari kungkungan
pathriarki yang membelenggu dirinya. Sebab ada atau tidak adanya suatu budaya tergantung dari
masyarakat yang menjalankan, antara laki-laki dan perempuan hendaknya memiliki pemahaman
terhadap nilai kesetaraan atau yang biasa di kenal dengan kesetaraan gender. Adanya ketidak
adilan gender menjadi hambatan bagi perempuan dalam memilih peran setara di masyarakat.
Bentuk dari ketidak adilan gender meliputi; marginalisasi, steorotip, violance, double borden,
subordinasi. Menifestasi ketidak adilan gender tersebut terjadi di berbagai tingkatan.

Pada dasarnya inti dari setiap agama sama, yakin keadilan. Al-qur’an sebagai prinsip-
prinsip dasar atau pedoman moral terebut, mencakup untuk menegakan keadilan, baik keadilan
ekonomi, politik, kulturan hinggga keadilan gender. Pelanggengan ketidak adilan gender secara
luas dalam agama bersumber dari watak agama itu sendiri ataukah justru berasal dari
pemahaman, penafsiran dan pemikiran keagamaan yang idak ustahil di pengaruhi oleh tradisi
dan kultur patriarkhi, idiologi kapitalisme dan pandangan lainya? Dalam konteks ini perlu
kiranya kita mempertajam persoalan dengan cara melakukan telaah kasus dalam islam berkenaan
dengan prinsip ideal islam dalam memperlakukan perempuan. Pertama-tama harus dipahami
spririt yang dibawa islam pada awal kelahiranya, yakni melakukan perbandingan atau posisi dan
kondidi perempuan pada zaman sebelum dan sesudah islam.

Masalah mendasar dan universal yang dihadapi oleh para pemikir teolog perempuan
adalah sistem patriarkhi yang memposisikan laki-laki secara dominatif dalam wacana
keagamaan. Disinyalir oleh Gadha Karni (Mai Yamani, 1996:6) bahwa islam dan sistem
patriarkhi baik secara tunggal dan kombinasi dari keduanya telah memberikan efek yang
mendasar terhadap status perempuan di manapun keduanya di aplikasikan.
Daftar Pustaka

Ainiyah, Qurrotul, 2017. Keadilan Gender Dalam Islam. Malang: Kelompok Instan
Publishing

Dzuhayatin, SR, 2002. Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam


Islam. Yokyakarta: Pustaka Pelajar

Faqih, Manour,2013. Analisis gender & transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Biografi Penulis

Nama : Badriyatul Agustin

Tempat tanggal lahir : Lamongan, 07 Agustus 1997

Alamat : Sendangharjo Brondong Lamongan

Asal Instansi : IAI TABAH/ KOPRI Lamongan

Bukti Screenshot Kartu Identitas


Bukti Screenshot Follow Instagram GA4P Lamongan, PD IPM Lamongan, PC
IPPNU Lamongan, ILC

Anda mungkin juga menyukai