Disusun oleh :
Fakultas Keperawatan
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Survei epidemiologik telah menunjukan resiko kanker lambung lebih besar diantara
kelas-kelas social ekonomi yang lebih rendah. Terlebih lagi migrant dari Negara dengan
insidensi tinggi ke randah tampaknya mempertahankan kerentanan mereka terhadap
kanker lambung, sementara resiko keturunan mereka lebih dekat menyerupai resiko di
negara barunya. Temuan-temuan ini membuat dugaan bahwa pajanan lingkungan,
kemungkinan dimulai dini dalam kehidupan berhubungan dengan perkembangan
kanker lambung dengan karsinogen dalam diet diperkirakan merupakan faktor yang
paling mungkin.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Diharapkan akan menjadi tambahan pengetahuan untuk para mahasiwa
keperawat dalam mata kuliah keperawatan sistem pencernaan.
1.4.2 Manfaat praktis
Setelah membaca makalah ini penulis mengharapkan agar makalah ini menjadi
masukan kepada para mahasiswa keperawatan mengenai pasien dengan
masalah keperawatan sistem pencernaan.
BAB 2
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Kanker lambung adalah suatu jenis penyakit kanker yang terjadi di perut, berasal dari
sel epitel dinding perut dan dapat terjadi diberbagai bagian perut ( daerah antral pylorus,
paling banyak diikuti oleh daerah fundic lambung kardia, lambung akan sedikit lebih
kecil), invasi ke dalam dan berbagai bagian lambung.
Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi dilambung, sebagian besar adalah
dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma
(kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung sering terjadi pada usia lanjut.
Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun (osteen,
2003).
Dari beberapa defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kanker lambung adalah
neoplasma maligna yang terdapat dilambung yang sebagian besar merupakan jenis
adenokarsinoma, dan sering terjadi pada usia lanjut.
2.2 Klasifikasi
2.3 Etilogi
Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal- hal sebagai berikut:
Faktor predisposisi :
1. Faktor genetik. Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki
hubungan genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya
mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adanya
riwayat keluarga anemia pernisiosa dan polip adenomatus juga dihubungkan
dengan kondisi genetik pada kanker lambung (Bresciani, 2003).
2. Faktor umur. Pada kasus ini ditemukan lebih umum terjadi pada usia 50-70
tahun, tetapi sekitar 5 % pasien kanker lambung berusia kurang dari 35 tahun
dan 1 % kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996).
Faktor presipitasi :
1. Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap, atau yang diawetkan. Beberapa
studi menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor
utama peningkatan kanker lambung. Sehingga menfasilitasi konversi golongan
nitrat menjadicarcinogenic nitrosamines didalam lambung. Kondisi
terlambatnya pengosongan asam lambung dan peningkatan
komposisinitrosamines didalam lambung memberikan konstribusi terbentuknya
kanker lambung (Yarbro, 2005).
3. Mengkonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30
batang sehari dan kombinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan
meningkatkan risiko kanker lambung (Gonzalez, 2003).
4. NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengkonsumsi
NSAIDs dalam jangka waktu yang lama dalam hal ini (polip lambung) dapat
menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung berulang akan
meningkatkan risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
2.4 Patofisiologi
Kebanyakan kanker gaster adalah adenokarsinoma (90-95%). Karsinoma gaster berasal dari
perubahan epitel pada membran mukosa gaster yang berkembang pada bagian bawah
gaster, sedangkan pada atrofi gaster didapatkan bagian atas gaster dan secara multisenter.
Karsinoma gaster terlihat beberapa bentuk:
1. Seperempatnya berasal dari propria yang berbentuk fungating yang tumbuh ke lumen
sebagai massa.
2. Seperempatnya berbentuk tumor yang berulserasi.
3. Massa yang tumbuh melalui dinding menginvasi lapisan otot.
4. Penyebarannya melalui dinding yang disemari penyebaran pada permukaan.
5. Bentuk linisplatika.
6. Sepertiganya karsinoma berbagai bentuk di atas.
Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi muskularis propia dan akan
melakukan metastasis pada kelenjar getah bening regional. Lesi pada kanker lambung
memberikan berbagai macam keluhan yang timbul, gangguan dapat dirasakan pada pasien
biasanya jika sudah pada fase progresif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti
dispepsia, anoreksia, penurunan BB, nyeri abdomen,konstipasi, anemia, mual serta muntah.
Kondisi ini akan memberikan berbagai masalah keperawatan.
2.5 Manifestasi Klinis
(Greene FL, Compton CC, Fritz AJ, et al. AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. 2002)
Pengelompokkan stadium dan prediksi bertahan hidup
Stadium TNM Bertahan hidup setelah
Stadium I T1 N0 M0 88%
Stadium II T1 N2 M0 65%
T2 N1 M0
T3 N0 M0
Satdium III a T2 N2 M0 35%
T3 N1 M0
T4 N0 M0
Satdium III b T3 N2 M0 35%
Stadium IV T4 N1-3 M0 35%
Setiap T N3 M0
Setiap T N3 M1
(Greene FL, Compton CC, Fritz AJ, et al. AJCC Cancer Staging Manual. 6th ed. 2002)
CT scan dari thorax, abdomen, dan pelvis berguna untuk menentukan penyebaran
lateral dari tumor dan adanya metastase secara sistemik. Bagaimanapun juga, lebih
dari 50% pasien menunjukkan penyebaran tumor yang lebih luas dari yang
diperlihatkan oleh CT pada saat laparotomy. Dengan menggunakan metode
terbaru triphasic spiral CT scanning, dapat memprediksi lebih tepat tumor dengan
ukuran yang kecil dan memprediksikan stadium T. Takao et al melaporkan
keakuratan dari spiral CT sebesar 82% untuk menentukan stadium T pada kanker
gaster tingkat lanjut dan 15% pada kanker gaster dini. Beberapa pusat kesehatan di
eropa telah menggunakan metode ini, dan tanpa metode ini, keakuratan dari stadium
T secara umum sangat rendah.
Keakuratan CT-scan untuk menilai keterlibatan kanker gaster mempunyai nilai yang
terbatas. Keterbatasan ini dikarenakan ukuran kelenjar limfe tetap menjadi kriteria
diagnostik primer untuk menentukan keterlibatan tumor. Nilai batas normal kelenjar
limfe adalah 8 sampai 10 mm, tetapi meastase dapat ditemukan pada kelenjar limfe
yang berukuran lebih kecil dari 8 mm. pada penelitian pada 58 pasien kanker gaster
dan 1082 sampel kelenjar limfe, kanker ditemukan pada 82.6% kelenjar limfe yang
berukuran lebih dari 14 mm, 23.0% berukuran 10 sampai 14 mm, 21.7% berukuran
5 sampai 9 mm, dan 5.1% berukuran kurang dari 5 mm. Pada penelitian oleh Dux et
al juga didapatkan bahwa mayoritas kelenjar limfe metastase berukuran antara 2 dan
10 mm. Halvorsen et al melaporkan sensitivitas sebesar 67% dan spesifitas sebesar
61% pada penelitian kelenjar limfe metastase pada 75 pasien dengan kanker gaster.
Metastase secara hematogenous paling sering terjadi pada hepar, paru-paru, dan
kelenjar adrenal, dapat juga pada tulang, ginjal dan otak. CT-scan tetap menjadi
modalitas untuk mendeteksi penyakit metastase.
Keakuratan dari PET dan CT untuk mendeteksi kelenjar limfe lokal dan distant tidak
berbeda jauh. Meskipun CT lebih sensitif daripada PET untuk mendeteksi metastase
kelenjar limfe pada N1 dan N2, PET lebih bersifat spesifik. PET lebih sensitif dalam
mendeteksi metastase pada organ seperti hepar dan paru-paru, tetapi tidak untuk
metastase tulang, peritoneal dan pleural. De Potter et al mengevaluasi 33 pasien
untuk rekurensi setelah terapi pembedahan kuratif, PET mempunyai sensitivitas
sebesar 70% dan spesifitas sebesar 69%. PET scan yang bernilai negatif
berhubungan dengan survival yang lebih panjang secara signifikan bila
dibandingkan dengan PET scan positif. PET juga memiliki nilai dalam memprediksi
respon dari kemoterapi preoperatif pada kanker gaster. Ott et al melakukan
penelitian prospektif pada 44 pasien dengan kanker gaster stadium lanjut, didapatkan
respon dari PET setelah 14 hari terapi memprediksikan respon histopatologi 3 bulan
setelah terapi dan berhubungan dengan tingkat survival.
Fluorodeoxyglucose (FDG) positron emission tomography (PET) seluruh tubuh,
penggunaannya telah meningkat dalam evaluasi gastrointestinal malignancies. The
positron-emitting 18F-labeled analogue dari 2-deoxyglucose, 2-[18F]-fluoro-2-
deoxyglucose dimasukkan kedalam sel dengan menggunakan perantara hexose tipe I
atau II. Ketika didalam sel, analog tersebut di fosforilasi menjadi FDG-6-phosphate,
dimana kebanyakan jaringan tumor tidak memetabolisasi lebih jauh. 3 Uptake yang
besar dari FDG berhubungan dengan dalamnya invasi, ukuran tumor, dan metastase
kelenjar limfe. Tingkat survival pasien dengan uptake FDG yang tinggi secara
signifikan lebih rendah dari pasien dengan uptake FDG yang rendah. Bagaimanapun
juga derajat uptake tumor primer berhubungan dengan histologi tumor dan tumor
dengan prognosis yang buruk dapat mempunyai uptake FDG yang rendah. Secara
umum, signet-ring cell danmucinous carcinomas mempunyai uptake FDG yang
rendah. 4 Beberapa penelitian telah mendokumentasikan lokasi tumor kolorektal dan
hepatic yang rekuren, dengan sensitivitas bervariasi dari 92-100% dan akurasi
sebesar 90-96%. Penelitian pada kanker esophageal memperlihatkan bahwa PET
dapat mendeteksi 20% dari metastase yang tidak dapat terlihat oleh CT. Penelitian
pada kanker gaster dengan menggunakan FDG-PET, terlihat memiliki sensitifitas
60%, spesifitas 100%, dan keakuratan sebesar 94% dalam mengidentifikasi kanker
gaster.
5. Laparoscopy
Pengenalan dari fiberoptic, video-assisted laparoscopy pada awal 1980 memberikan
makna untuk penilaian secara langsung dari abdominal cavity tanpa morbiditas dari
laparotomy. Studi komparatif yang membandingkan CT dan laparoscopy telah
secara konsisten menunjukkan bahwa laparoscopy memberikan informasi tambahan
yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan CT-scan. Pada sebuah penelitian
mengenai kanker gaster, laparoscopy memiliki keakuratan sebesar 94% ketika
dibandingkan terhadap penemuan pada saat laparotomy. Kebanyakan yang tidak
terdeteksi dengan menggunakan CT-scan adalah metastase pada peritoneal. Tingkat
keakuratan metode ini untuk mendiagnosa stadium M1 berkisar 13% sampai
37%.3 Laparoscopy memegang peranan penting sebagai panduan terapi pasien yang
tepat untuk dapat dilakukan reseksi. pada tahun 1995 Shandall dan Johnson
melaporkan bahwa penggunaan rutin laparoskopi menghasilkan deteksi dari
metastase pada hepar atau peritoneum dan menghindari dilakukannya laparotomi
pada 29% pasien. Penelitian lainnya juga mengkonfirmasi hal ini, dimana 12%
sampai 52% pasien dirasakan tepat untuk dilakukan reseksi gaster terhindar dari
laparotomi dikarenakan ditemukannya metastase pada saat laparoskopi. Burke et al
menyebutkan bahwa laparoskopi memiliki sensitivitas sebesar 100% sensitivity dan
84% spesifitas. Dengan adanya tehnik terbaru laparoscopic ultrasound, stadium N
dapat ditentukan dengan laparoskopi, namun sayangnya dibutuhkan operator yang
ahli. Finch et al mengindikasikan laparoscopic ultrasound mempunyai keakuratan
sebesar 84%dalam menentukan stadum kanker esophageal. Dikarenakan pentingnya
dari laparoskopi dalam menentukan stadium, the National Comprehensive Cancer
Network (NCCN) merekomendasikan pasien dengan kanker gaster
dengan locoregional disease (M0) menjalani laparoskopi untuk manajemen lebih
jauh. Laparoskopi tidak hanya terbatas pada pasien yang resectable. Penentuan
stadium yang akurat pada pasien yang unresectable dapat membantu menentukan
keuntungan dari terapi chemoradiation, dikarenakan radiasi mungkin tidak tepat
pada pasien yang memiliki metastase. Laparoskopi tidak diperlukan pada lesi T1
atau T2 dimana insiden metastsenya rendah. Lebih jauh lagi, laparoskopi tidak
diindikasikan sebagai evaluasi preoperatif pada pasien dengan gastric remnant
cancers, dikarenakan cenderung tidak terjadi metastase peritoneal.
6. Endoscopy
Endoscopy saluran cerna bagian atas telah digunakan secara rutin untuk
mendiagnosa dan menentukan stadium dari kanker gaster. Beberapa laporan telah
menunjukkan keakuratan diagnostik lebih dari 95%. Evaluasi termasuk ukuran,
lokasi, dan morfologi dari tumor, termasuk penyebaran proksimal dan distal,
sebagaimana juga abnormalitas mukosa. Penurunan distensibilitas dari gaster,
aktifitas peristaltik yang abnormal, dan fungsi pylorus yang abnormal dapat
mengindikasikan adanya infiltrasi submukosal yang luas atau penyebaran extramural
dari tumor. Kemungkinan mendapatkan hasil yang positif pada biopsi lebih besar
dari 95% ketika sampel jaringan diambil sebanyak enam sampai sepuluh buah.
Mengidentifikasi iregularitas dari mukosa biasanya berhubungan dengan gastritis-
like carcinomas dini yang bisa diperjelas dengan menggunakan cairan vital
dyes, seperti 0.1% indigocalmin. Tehnik ini telah digunakan secara luas di jepang
dengan tingkat keberhasilan yang baik.
2.7 Penatalaksanaan
Pada polip lambung jinak, diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma
ditemukan di dalam lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba
menyembuhkannya. Sebagian besar atau semua lambung diangkat (gastrektomi) dan
kelenjar getah bening di dekatnya juga ikut diangkat. Bila karsinoma telah menyebar ke
luar lambung, tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk mengurangi gejala dan
memperpanjang harapan hidup pasien. Kemoterapi dan terapi penyinaran pada limfoma
lebih pada karsinoma. Beberapa pasien dengan tingkat toleransi yang baik akan
bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Kaji riwayat diet klien, seperti masukan makanan asap, diasinkan masukan buah
dan sayuran yang rendah.
2. Kaji rasa tidak nyaman pada epigastrium, tidak dapat makan, dan perasaan
kembung setelah makan. Jika ya sudah berapa lama dan upaya pengobatan apa
yang telah dilakukan, apakah sudah berobat ke dokter atau minum obat yang
dijual bebas.
3. Kaji adanya gejala nyeri abdomen, nyeri punggung, anemia, anoreksia, mual,
muntah, cepat kenyang, disfagia, dan malaise serta hematemesis.
4. Kaji adanya penurunan berat badan, sejak kapan dan berapa kg penurunan berat
badan sejak sakit.
5. Kaji apakah kalian merokok, berapa banyak dalam sehari, sejak kapan, dan
selama atau setelah merokok, apakah mengalami ketidaknyamanan pada
lambung.
6. Kaji apakah klien minum alkohol, berapa banyak dalam sehari dan sejak kapan.
7. Kaji anggota keluarga ada yang menderita penyakit kanker, jika ada apakah
anggota keluarga langsung, keluarga dekat atau kerabat jauh.
8. Kaji apakah ada seseorang yang dapat memberikan dukungan emosional kepada
klien.
9. Pemeriksaan fisik: melakukan palpasi pada abdomen untuk mengetahui adanya
massa dalam lambung.
10. Kaji adanya ansietas dan tanyakan apa yang menyebabkan ansietas pada klien.
DO:
Pasien tampak
memegang
abdomen.
Pasien tampak
meringis.
P: kanker lambung
Q: tertusuk
R: abdomen
S: 7
T: bertahap
Nadi > 60-
100x/menit
TD > 120/80 mmHg
RR >16-20 x/menit
2. DS : Perubahan nutrisi kurang dari Berhubungan dengan
pasien mengeluh kebutuhan tubuh anoreksi.
sering mual dan
muntah.
Pasien mengatakan
nafsu makan
menurun.
Pasien mengatakan
tidak dapat
menghabiskan porsi
makan yang
dihidangkan.
DO:
BB pasien turun
berkisar 10%-20%
atau lebih dibawah
berat badan ideal.
Lipatan kulit pasien
trisep.
Lingkaran lengan
dan lingkaran otot
lengan tengah pasien
< 60% standar
pengukuran.
Pasien terlihat
lemah.
Mukosa bibir pasien
kering.
Pasien mengalami
penurunan albumin
serum.
Pasien mengalami
penurunan transferin
serum atau
penurunan kapasitas
ikatan-besi.
3. DS : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Pasien mengeluh tak dan malnutrisi sekunder
dapat melakukan terhadap kanker lambung.
aktivitas.
Pasien mengeluh
lemah.
DO:
Pasien hanya
berbaring diatas
tempat tidur.
Pasien tampak
lemah.
Nadi pasien >60-100
x/menit.
4. DS : Ansietas Berhubungan dengan
Pasien mengatakan penyakitnya, perubahan pada
sering cemas dan status kesehatan /
merasa ketakutan. sosioekonomi, fungsi peran,
DO: pola interaksi, ancaman
Pasien tampak kematian dan pengobatan.
cemas.
Pasiean tampak
lemah.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.(2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Otto, Shirley E. 2005. Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi . jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Suratum, Skep, M.Kep & Lusiana, Skep, M.Kep. (2010). Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM