IndustriSeratSabutKelapa1 PDF
IndustriSeratSabutKelapa1 PDF
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
a. Latar Belakang
Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco
Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil
pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya
dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah
tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran
konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa
dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard
kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga
dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk
dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring
Bed dan lain-lain.
Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang
dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah
dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut
kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar
yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi
persyaratan.
Tujuan
Ruang Lingkup
a. Profil Usaha
b. Pola Pembiayaan
Serat sabut kelapa atau dalam perdagangan dunia dikenal dengan Coconut
Fiber atau Coconut Coir, merupakan bahan baku untuk berbagai industri,
antara lain industri karpet, dashboard dan jok untuk kendaraan, jok perabot
rumah tangga, matras, spring bed, kemasan serta tali. Karakteristik produk
yang bersifat heat retardant dan biodegradable, serta kecenderungan
konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami mendorong
peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa.
Pada tahun 1990 kebutuhan dunia terhadap serat sabut kelapa sudah
mencapai 75,7 ribu ton dan terus menunjukkan kecenderungan meningkat.
Kebutuhan serat sabut kelapa dunia tersebut masih didominasi oleh Srilanka,
India, Malaysia, Thailand dan negara-negara Afrika (Palungkun, 1992).
Walaupun ekspor serat sabut kelapa Indonesia menunjukkan peningkatan
sejak tahun 1998, hanya sebagian kecil saja dari kebutuhan dunia tersebut
yang dipasok oleh Indonesia (Tabel 3.1). Negara tujuan ekspor serat sabut
kelapa Indonesia adalah Inggris, Jerman, Belgia, Jepang, Taiwan, Korea
Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari responden pengusaha sabut kelapa, setiap bulan diperkirakan
China membutuhkan sekitar 50.000 ton serat sabut kelapa per bulan untuk
memenuhi kebutuhan industrinya.
Statistik jumlah usaha kecil (industri kecil atau industri rumah tangga) dan
produksi serat sabut kelapa yang dihasilkan secara Nasional masih belum
tersedia. Berdasarkan studi kasus di Kabupaten Ciamis, setiap jumlah unit
usaha kecil industri serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis tercatat
sebanyak 29 unit usaha yang sebagian besar (86,2 % atau 25 unit usaha)
masih berstatus sebagai industri kecil non-formal. Kapasitas produksi setiap
unit usaha bervariasi berkisar antara 55 - 300 ton per tahun atau rata-rata
sekitar 100 ton per tahun.
c. Harga
Potensi persaingan industri serat sabut kelapa dapat ditinjau dari aspek
persaingan produk substitusi dan persaingan industri sejenis. Dari aspek
persaingan produk substitusi, khususnya sebagai bahan baku untuk industri
jok kursi (mobil dan rumah tangga), dash board mobil, tali dan produk
sejenis, serat sabut kelapa menghadapi persaingan dengan industri produk
sintetis seperti karet busa dan plastik. Walaupun demikian, karakteristik
fisika-kimia serat sabut kelapa yang spesifik dan biodegradable serta
berfungsi sebagai heat retardant menjadikan serat sabut kelapa mempunyai
fungsi yang spesifik yang tidak dapat digantikan oleh produk sintetis. Selain
Rantai pemasaran serat sabut kelapa secara garis besar dapat dilihat pada
Grafik 3.1. Usaha kecil serat sabut kelapa secara umum tidak dapat langsung
memasarkan produknya kepada eksportir sabut kelapa. Hal ini karena
persyaratan mutu produk usaha kecil masih belum dapat memenuhi
persyaratan mutu yang diinginkan. Selain itu, ketiadaan fasilitas mesin
pengepress sabut - menyebabkan biaya transportasi per Kg produk untuk
dipasarkan langsung ke eksportir menjadi mahal dan tidak layak.
Serat sabut kelapa atau Coco Fiber merupakan produk yang berasal dari
proses pemisahan serat dari bagian kulit buah (epicarp dan mesocarp).
Bagian kulit buah merupakan bagian terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar
35 % dari total bobot. Bahan baku kulit buah kelapa bersifat kamba,
sehingga untuk efisiensi biaya transportasi serta kemudahan dalam
pengadaan bahan baku, maka lokasi usaha ditetapkan dekat atau pada
daerah sentra produksi kelapa. Lokasi usaha seyogyanya juga tidak pada
lokasi pemukiman, karena hasil samping pengolahan berupa bagian gabus
(coco peat) dapat mengganggu lingkungan. Usaha ini memerlukan area yang
cukup luas untuk penampungan bahan baku, penjemuran, dan penampungan
hasil samping karena karakteristik bahan baku dan hasil samping yang
kamba.
b. Fasilitas Produksi
Proses produksi serat sabut kelapa secara teknologi relatif sederhana dan
menggunakan mesin / peralatan yang sudah diproduksi oleh produsen mesin
peralatan di dalam negeri. Berdasarkan informasi yang diperoleh, produsen
mesin peralatan untuk produksi serat sabut kelapa untuk wilayah Jawa Barat
berada di wilayah Jabotabek dan Bandung. Secara umum fasilitas produksi
utama yang dibutuhkan adalah mesin pengurai dan pemisah serat dari sabut
kelapa, fasilitas penjemuran atau mesin pengering, dan alat press serat
sabut kelapa dan serbuk gabus sabut kelapa.
c. Bahan Baku
Bahan baku industri serat sabut kelapa adalah sabut kelapa yang merupakan
hasil samping dari usaha perdagangan buah kelapa untuk konsumsi rumah
tangga serta industri pengolahan kopra atau minyak kelapa. Bahan baku ini
secara umum terdapat secara melimpah di daerah sentra produksi buah
kelapa, terutama Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Selatan, serta NTT dan Maluku.
Bahan baku sabut kelapa yang diinginkan adalah yang berasal dari buah
kelapa dalam dengan tingkat kematangan yang sesuai untuk pembuatan
minyak kelapa atau kopra.
d. Tenaga Kerja
Secara relatif industri serat sabut kelapa merupakan industri yang bersifat
padat karya terutama untuk industri yang masih menggunakan teknologi
proses yang sederhana. Untuk industri seperti ini, kebutuhan tenaga kerja
terbesar adalah pada tahap sortasi dan pembersihan serat dari butiran
e. Proses Produksi
Proses produksi serat sabut kelapa secara garis besar dapat dilihat pada
Grafik 4.1.
1. Persiapan Bahan
2. PelunakanSabut
3. Pemisahan Serat.
Pada tahap ini, sabut kelapa dimasukkan ke dalam mesin pemisah serat
untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Komponen utama mesin
pemisah serat atau defifibring machine adalah silinder yang
permukaannya dipenuhi dengan gigi-gigi dari besi yang berputar untuk
memukul dan "menggaruk" sabut sehingga bagian serat terpisah. Pada
tahap ini dihasilkan butiran-butiran gabus sebagai hasil samping.
4. Sortasi/Pengayakan
Pada tahap ini bagian serat yang telah terpisah dari gabus dimasukkan ke
dalam mesin sortasi untuk memisahkan bagian serat halus dan kasar.
6. Serat sabut kelapa yang sudah bersih dan kering kemudian dipak
dengan menggunakan alat press.
Mutu serat sabut kelapa atau Coconut Fibre, ditentukan oleh warna,
persentase kotoran, kadar air, dan proporsi antara bobot serat panjang dan
serat pendek. Spesifikasi mutu produk serat yang diekspor oleh salah satu
perusahaan eksportir di Jakarta adalah:
h. Produksi Optimum
Berdasarkan hasil studi kasus untuk industri serat sabut kelapa di wilayah
Kabupaten Ciamis, tingkat produksi maksimum serat sabut kelapa terutama
ditentukan oleh kapasitas mesin pemisah serat dan mesin sortasi / pengayak
serta jam kerja mesin atau jumlah shift kerja. Seperti halnya industri
manufaktur yang lain, maka kapasitas mesin pada setiap tahapan atau
rangkaian proses produksi harus seimbang (balance). Pada kasus usaha
industri kecil serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis, rata-rata kapasitas
mesin maksimum adalah berkisar 400 - 600 kg serat per hari (@ 8
jam/hari). Pada kondisi kapasitas tersebut usaha menjadi tidak
menguntungkan dan tidak layak jika tingkat produksi berada di bawah 350
kg serat per hari dengan parameter teknis dan biaya adalah tetap. Semakin
besar tingkat produksi sampai batas maksimum kapasitas mesin, maka
tingkat keuntungan dan kelayakan usaha semakin baik.
b. Pendapatan
Pendapatan usaha industri serat sabut kelapa diperoleh dari produk utama,
yaitu serat dan hasil samping berupa gabus yang dikenal sebagai Coco Peat.
Pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertama
usaha beroperasi pada kapasitas 80% dan pada tahun kedua kapasitas 90%,
dan pada tahun ke tiga dan seterusnya beroperasi pada kapasitas 100%.
Perincian tentang rencana produksi, penerimaan dan proporsi penerimaan
usaha selama umur proyek disajikan pada Lampiran 3.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.3 serta Lampiran 4, keuntungan usaha
industri pengolahan serat sabut kelapa dengan teknologi proses yang lebih
baik dan pemasaran langsung ke industri pengguna atau eksportir
memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi
yang lebih sederhana (Teknologi-2).
c. Arus Kas
Proyeksi arus kas dengan pengelolaan dana pembiayaan dari Bank maupun
Dana Milik Sendiri menunjukkan bahwa industri sabut serat kelapa dapat
mengembalikan kewajiban kepada Bank. Kedua skenario teknologi
menunjukkan tidak terjadinya defisit anggaran selama umur proyek, dan
telah berhasil mengembalikan pinjaman pada akhir tahun ke-lima. Seluruh
modal yang ditanamkan pada usaha telah dapat dikembalikan pada tahun
ke-4. Secara rinci, proyeksi aliran kas dapat dilihat pada Lampiran 5.
Analisa sensitivitas juga dilakukan terhadap proporsi produk coco peat yang
dapat dipasarkan. Hal ini perlu dilakukan mengingat informasi dan estimasi
kebutuhan dan permintaan terhadap produk coco peat yang relatif lebih
terbatas dibandingkan produk coco fiber.
Hambatan dan kendala yang dihadapi oleh industri serat sabut kelapa ini dari
aspek keuangan menyangkut aspek arus kas masuk dan keluar keuangan.
Pada aspek arus kas masuk adalah terjadinya penundaan pembayaran hasil
penjualan produk yang menyebabkan akumulasi keuntungan usaha tidak
dapat membiayai operasi usaha selama masa penundaan pembayaran.
Walaupun demikian hambatan dan kendala ini dapat di atasi apabila
pengusaha mempunyai "track record" yang baik di mata perbankan,
sehingga dapat diatasi melalui kredit modal kerja yang dapat disediakan oleh
perbankan. Pada aspek arus kas masuk, khususnya yang menyangkut
dengan kebutuhan modal investasi, kendala yang dihadapi oleh pengusaha
kecil adalah pada aspek administrasi dan persyaratan yang harus dipenuhi
untuk memperoleh kredit dari perbankan. Di samping itu, hambatan dan
kendala akan dihadapi oleh pengusaha dalam memperoleh kredit apabila
perbankan belum mempunyai informasi yang lengkap tentang kelayakan dan
prospek usaha ini, serta pengusaha atau calon pengusaha yang akan
berinvestasi pada industri serat sabut kelapa ini belum pernah menjadi
nasabah bank.
Pada aspek arus kas keluar, tidak ada hambatan dan kendala pada aspek
keuangan apabila penurunan harga jual dan kenaikan biaya operasi masih di
dalam kisaran yang dimungkinkan untuk kelayakan finansial. Simulasi
Bahan baku sabut kelapa merupakan hasil samping dari industri pengolahan
kopra atau petani / pedagang buah kelapa. Keberadaan industri pengolahan
serat ini menjadikan hasil samping sabut kelapa memberikan nilai ekonomis
yang lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani/pedagang buah
kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku industri sehingga
menjadi komoditi perdagangan menyebabkan terbukanya kesempatan kerja
baru, yaitu dalam bentuk adanya pedagang pengumpul sabut kelapa serta
usaha jasa transportasi.
Manfaat Regional
b. Dampak Lingkungan
Gabus sabut kelapa dalam bentuk debu dari proses pemisahan dan sortasi
serat berpotensi terhadap kesehatan tenaga kerja, apabila tenaga kerja tidak
dilengkapi dengan pelindung atau masker. Akan tetapi karena ukuran
partikelnya yang relatif besar, maka debu gabus kelapa ini tidak memberikan
dampak yang negatif terhadap lingkungan sekitarnya.
b. Saran