Anda di halaman 1dari 5

Ter-Lockdown Di Kerangkeng Sosial Media

Ilham Ramadhan

Kata lockdown mungkin sudah bosan terdengar di telinga pembaca,


bahkan sudah bosan dilihat oleh mata yang membaca tulisan ini pula. Sebenarnya
di kepala banyak kosakata selain lockdown, seperti lock-up, terpenjara, terkurung,
tersekap, dan masih banyak lagi yang terbesit di kepala dan itu akan
menghabiskan halaman untuk mengeluarkan apa yang terbesit itu. Lebih baik
menceritakan mengapa mengambil kata “lockdown” dan “Jeruji”.

Begini Ceritanya!

Penulis sedang membaca buku yang berjudul: Ilusi Media Sosial karangan
Jaron Lanier karena merasa bosan dengan akivitas guling-guling di karpet, di
kursi, dan di kasur. Akhirnya penulis mencoba mengumpulkan semangat ditengah
lockdown ini, untuk melakukan kebiasaan lama yaitu membaca, mebayangkan diri
menjadi penulis terkenal seperti J K Rowling dengan Harry Potter nya dan Sir
Arthur Conan Doyle dengan Sherloc Holmes nya. Dan mulai bangkit kembali
semangat untuk membaca dan kali ini berkah ramadhan ada muncul semangat
untuk menulis meski tidak diterima oleh media cetak, yang penting menulis, J K
Rowling pun demikian.

Disamping membaca buku, sebagai selingan, penulis membaca kabar-


kabar yang ada di sosial media twitter dan instagram. Ternyata netizen kita
berulah dengan melaporkan akun seleb tik-tok asal luar negeri yang bernama
Reemar, lalu ada serangan balik yang menghina artis korea sebut saja BTS, dan
banyak yang terpengaruhi drama yang berujung hujatan netizen dengan menyebut
“PELAKOR”, dan yang terakhir penulis baca di sosial media yaitu tentang Anisha
Isa yang diserbu netizen karena kedekatannya dengan Pangeran Mateen.

Mungkin pembaca tulisan ini, menganggap hal ini sudah ramai


diperbincangkan oleh banyak penggiat media sosial juga, dan ini bukan fenomena
yang aneh atau temuan baru. Justru dalam kepala penulis terbesit pertanyaan,
mengapa bisa sampai ada tindakan demikian? Apakah ini pengaruh “kegabutan”
selama lockdown? Ataukan memang sosial media berpengaruh terhadap perilaku
orang yang menggunakanya?

“Selamat Datang Di Kurungan Yang Pergi Kemanapun Bersama Anda”

Ketika penulis membaca kalimat tersebut di buku yang penulis pengang,


penulis langsung terbayang orang-orang yang tidak bisa hidup tanpa smartphone
dan yang merasa kehilangan setengah daripada hidupnya karena jauh dari sosial
media. Kembali kepala bergumam, apakah ini yang disebut dengan “kurungan”?.
Setelah beberapa saat me-rekonstruksi apa yang di pikiran dan melanjutkan
bacaan begini hasilnya.

Sosial media dapat dianalogikan seperti kotak atau bisa disebut


kerangkeng yang penuh dengan algoritma-algoritma yang berfungsi untuk
menjalankan sosial media sesuai fungsinya. Di tengah masa lockdown ini,
memang aktivitas harian bagi sebagian orang ada yang total itu tidak mengerjakan
apa-apa, tidak berinteraksi langsung dengan kawan tongkrongannya, dengan
teman penikmat seblaknya atau mungkin kawan mabar game nya. Berinteraksi
langsung berbeda dengan berinteraksi di sosial media, alhasil tekanan perasaan,
cara berpikir, dan mengutarakan sebuah kejanggalan itu tidak sepenuhnya
diluapkan. Cara lain untuk mengutarakan apa yang dirasa oleh seseorang salah
satunya adalah sosial media, pasti pembaca bingung menanggapi tulisan ini, lantas
dimana pengaruhnya? Mari kita telaah bersama.

Sebelum adanya komputer atau digitalisasi yang mempengaruhi perilaku


manusia ada salah satu tokoh psikologi yang bernama B F Skinner. Menjelaskan
tentang pemahaman perilaku manusia atau yang disebut dengan behaviorisme,
dalam teorinya ada cara yang unik dan metodis disebut dengan “Kotak Skinner”
tempat hewan-hewan di dalam kurungan akan mendapatkan suatu kudapan atau
makanan ketika melakukan sesuatu yang spesifik. Artinya ketika dalam situasi
“terkurung” maka perilaku yang tidak biasanya akan muncul atau akan
diekspresikan.
Jika penjelasan di atas sedikit rumit akan penulis coba dengan analogi
yang sederhana

Dalam seri film James Bond pada episode Skyfall, Bond bertemu dengan
mantan agen M16 dengan Call Sign Station H alias atau nama samarannya Mr.
Silva dan nama aslinya Thiago Rodriguez. Pada saat James Bond dibawa ke
sebuah pulau di daerah China, Mr Silva berbagi pengalaman hidupnya tentang
mengubah sistem dan mengubah perilaku alamiah pada hewan tikus lebih kurang
penjelasannya:

“Pada saat libur musim panas, kami sekeluarga selalu bekunjung ke pulau nenek.
Pulaunya tidak begitu besar dan pulau tersebut selalu dipenuhi oleh tikus yang
memakan kelapa. Nenekku memberitahu cara menangkapnya, dia mengikat
sebuah kelapa di bawahnya tong kosong, tikus itu berdatangan dan satu per satu
masuk ke dalam tong tersebut. Tidak butuh waktu yang lama tikus-tikus itu
terperangkap semuanya di dalam tong itu. Setelah itu apa yang dilakukannya?
Membuangnya ke laut? Membakarnya? Tidak! Dia biarkan tikus itu disana
sampai pada akhirnya memakan satu sama lain, dari sekian banyaknya tikus
yang terperangkap di sana, tersisalah dua tikus. Lalu apa neneku membakarnya?
Atau membunuhnya? Tidak! Dia lepaskan tikus itu, dan mereka tidak lagi
memakan kelapa tetapi memakan tikus lagi, dan dia telah mengajarkan
bagaimana mengubah sifat alami hewan.

Dari penjelasan tersebut bisa dimaknai masing-masing pembaca apa


artinya dan bagaimana memaknainya. Yang penulis maknai adalah, sosial media
memiliki kekuatan untuk mengubah perilaku seseorang, yang awalnya sedih
menjadi bahagia, yang asalnya marah menjadi terhibur mungkin juga yang
asalnya baik bisa menjadi jahat, mengapa demikian? Algoritma-algoritma dalam
sosial media mengelabui seakan-akan bilah beranda bisa mengerti apa yang
dirasakan oleh si pengguna dan secara tidak langsung sosial media menjadi mind
control bagi para penikmatnya. Misalkan apa yang sedang tren sekarang diikuti,
apa yang sedang ramai di bilah beranda di repost atau di sikapi (reaction). Maka
dari hal yang trending seperti yang dibahas sebelumnya adalah bukti orang-orang
yang ter-lockdown di kerangkeng sosial media. Mengapa penulis menggunakan
kata kerangkeng?

Dalam kamus besar bahasa Indonesia Kerangkeng adalah kurungan


berpagar besi (tempat harimau dan sebagainya). Benda itu bisa mengubah harimau
buas menjadi kucing penurut seperti di sirkus-sirkus bahkan bisa menjinakan
penjahat yang kejam. Ada kutipan menarik yang penulis ambil dari buku Ilusi
Media Sosial yaitu:

Ini adalah pengakuan dari para pendiri kerajaan media sosial yang lebih
suka penulis sebagai “kerajaan modifikasi perilaku”

Di bawah ini adalah Sean Parker, Presiden Pertama Facebook

“Kami perlu seperti meberikan suntukan dopamin (senyawa kimiawi di otak yag
berperan untuk menyampaikan rangsangan ke seluruh tubuh) sesekali, karena
seseorang menyukai atau mengomentari sebuah foto atau sebuah postingan atau
apapun… Hal tersebut merupakan sebuah lingkaran umpan balik validasi sosial-
persis seperti hal yang akan dihasilkan seorang peretas seperti saya. Karena
Anda mengeksploitasi kelemahan psikologi manusia… Para penemu, pencipta-
adalah saya, Mark [Zuckerberg], Kevin Systrom di Instagram, seluruh orang-
orang ini –memahami hal ini dengan sadar. Dan kami tetap melakukannya-hal
tersebut secara harfiah mengubah hubungan Anda dengan masyarakat, dengan
satu sama lain… Hal tersebut mungkin mengganggu produktivitas dengan cara-
cara aneh. Hanya Tuhan yang tahu apa yang dilakukan hal tersebut dalam otak
anak-anak kita.

Di bawah ini Chamath Palihapitiya, mantan wakil presiden pertumbuhan


pengguna di Facebook:

“Lingkaran umpan balik jangka pendek yang didorong oleh dopamin yang telah
kami ciptakan menghancurkan bagaimana masyarakat berfungsi… Tidak ada
percakapan sipil, tidak ada kerjasama; informasi salah, kebenaran salah. Dan
hal tersebut bukan hanya masalah Amerika ini bukan tentang iklan-iklan Rusia.
Hal ini merupakan masalah global… Saya merasa sangat bersalah. Saya pikir
kita semua tahu di lubuk pikiran kita- meskipun kita berpura-pura merasa seluruh
hal ini, seperti, mungkin tidak ada konsekuensi buruk apa pun yang tak
diinginkan. Saya pikir di balik, dalam, ceruk yang dalam, kita mengetahui bahwa
sesuatu yang buruk bisa saja terjadi… Jadi, menurut saya, kita sedang berada di
situasi yang benar-benar buruk saat ini… Hal tersebut mengikis fondasi inti dari
bagaimana orang-orang berperilaku dari dan di antara satu sama lain. Saya
tidak memiliki solusi yang baik. Solusi saya hanyalah saya berhenti menggunakan
alat-alat ini. Saya sudah tidak menggunakannya selama bertahun-tahun.

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa sosial media yang


mereka ciptakan dan yang kita nikmati sekarang seperti kotak Skinner dan tong
tikus yang Mr Silva ceritakan. Proses inti yang membuat sosial media mampu
menghasilkan uang dan yang juga menimbulkan kerusakan pada masyarakat
adalah modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku melibatkan teknik-teknik metodis
yang mengubah pola perilaku pada hewan atau orang-orang. Hal tersebut dapat
digunakan untuk mengobati atau menciptakan adiksi (candu).

Perlu diingat bahwa dalam sosial media itu ada reward and punishment,
ketika jari mengetik mengutarakan kebencian maka umpan balik yang akan
didapatkan bisa lebih buruk ataupun sebaliknya. Jangan sampai hal-hal yang
terjadi seperti diatas itu menimpa orang-orang disekitar kita, keluarga kita ataupun
teman kita, segala hal dalam sosial media selalu ada konsekuensinya.

Pesan penulis, awasi anak-anak kita dalam menggunakan smartphone,


jangan sampai jari-jari Anda merusak personal Anda ataupun merusak personal
lainnya. Karena di sosial media kita menyerang 1 orang Anda bisa diserang oleh
100 orang lainnya

Sumber: Ilusi Media Sosial; Jaron Lanier.

BNI SYARIAH
A.N ILHAM RAMADHAN
0401358960

Anda mungkin juga menyukai