Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh
Mahlina Nur Laili
1810029012
Pembimbing
dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Oleh :
Pembimbing
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Meningoensefalitis
dan Bronkopneumonia”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan
klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Pediatric Intensive
Care Unit.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.
Penyusun
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh
4,5
dunia berkisar 25% hingga 80%.
AKI telah menarik perhatian dengan adanya pengakuan bahwa
perubahan kecil dalam fungsi ginjal mungkin memiliki efek yang serius
dalam diagnosa akhir. Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan staging
AKI dengan emergensi biomarker menginformasikan tentang
mekanisme dan jalur dari AKI, tetapi mekanisme AKI berkontribusi
terhadap peningkatan mortalitas dan morbiditas
1
pada pasien rawat inap masih belum jelas. Perkembangan deteksi dini dan
manajemen AKI telah ditingkatkan melalui pengembangan definisi universal dan
spektrum staging. Cedera AKI berubah dari bentuk kurang parah menjadi staging
severe injury. 6,7
Diagnosis dini, modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang
mendasari sangatlah penting pada pasien dengan AKI. AKI merupakan penyakit
life threatening disease, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien
dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan
sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat
membantu memperbaiki kualitas hidup penderita. 3
2
2
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter
muda mengenai “acute kidney injury”, serta sebagai salah satu syarat mengikuti
ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.
BAB 2
RESUME KASUS
2.1. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : An. DJ
Usia : 13 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kabupaten Paser
Pendidikan : Kelas 1 SMP
Anak ke- : Anak ke 4 dari 5 bersaudara
Keluhan Utama
Nyeri hebat didaerah perut dan pinggang yang sudah dirasakan
sekitar ½ bulan disertai keluhan kencing yang tidak bisa ditahan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri didaerah perut dan pinggang. kadang-kadang timbul yang
sudah dirasakan ½ bulan dan pasien juga sulit menahan kencing sehingga
kencingnya keluar terus. Sebelumnyap asien merasakan keluhan pertama
kali yaitu nyeri pinggang dan perut hebat disertai mual dan muntah pada
bulan Juli 2018. Selain itu pasien juga mengeluhkan jarang buang air
kecil, pasien hanya buang air kecil 1x/hari dan urinnya sedikit padahal
pasien mengaku jika minumnya perhari cukup banyak. Saat itu pasien
sempat di rawat di RS bengalon Kalsel dan saat di sana diapatkan hasil
pemeriksaan terdapat pembengkakan pada kedua ginjal pasien. Saat itu
keluarga pasien minta untuk dirujuk ke Samarinda. Pasien baru menjalani
pengabatan disamarinda pada bulan Agustus 2018. Saat itu pasien
didiagnosa Hidronefrosis ec UVJ stenosis D et S. dilakukan tindakan
pemasangan DJ stent di kedua ginjalnya. Sekitar seminggu setelah
pemasangan, DJ stent sebelah kanan lepas dan pasien kontrol kembali ke
AWS dan dilakukan pemasangan kembali pada bulan Oktober. Ibu pasien
mengatakan bahwa sekitar 1 setengah bulan setelah pemasangan DJ stent
kanan kembali keadaan anaknya cukup baik. Sampai pada pertengahan
bulan Desember gejala pasien mulai timbul lagi nyeri pinggang dan perut
hebat disertai keluarnya air kencing secara terus menerus sehingga pada
tangga 31 Desember ibunya memutuskan untuk kembali berobat ke RS
AWS.
Riwayat Kelahiran
Lahir di : Praktek Bidan
Usia kehamilan : Aterm (9 bulan)
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Jenis partus : Spontan
Regio Kepala/Leher
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran KGB
(-), pernapasasan cuping hidung (-), faring hiperemis (-), mulut berselaput
putih (-)
Regio Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris
dekstra = sinistra, retraksi intercosta, suprasternal dan
supraklavikula (-)
Palpasi : Pergerakan nafas simetris dekstra = sinistra
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, redup jantung (+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+) rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara jantung S1
S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran
Palpasi : Soefl, nyeri tekan empat kuadran (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), pembesaran KGB inguinal (-), turgor kulit
< 2 detik
Regio Ekstremitas
Inspeksi : Edema (-), deformitas (-), ruam/petekie (-)
Palpasi : Akral hangat, sianosis perifer (-), edema (-), spastik (+),
CRT <2 detik.
Pemeriksaan Laboratorium
12.09
Hct 35 42 39 35.45
1
2.4 Diagnosis
Hideronefrosis berat ec UVJ stenosis D et S + AKI
2.5 Tatalaksana
Inf Nacl 0,9 % Produksi urin + 500 cc
Injeksi Furosemid 3 x 1 amp
Spirolacton 1x1 25 mg
Inj Santagesic 1 amp bila nyeri
Cek DL, AGD, elektrolit, Ur, Cr, Asam urat, dan fosfat
Monitoring balance cairan tiap 6 jam
Monitoring diuresis dan diuresis tiap 6 jam
2.6 Follow up
Pasien masuk rawat inap melalui poli, untuk perawatan awal pasien di rawat
di Ruang Edellweis untuk perencanaan pemeriksaan renografi 4/02/2019.
Awalnya keadaan pasien cukup stabil saat berada di Edellweis, setelah renografi
pasien di rencanakan untuk tindakan oprasi PNS. Namun sampai dengan tanggal 7
keadaan pasien mulai menurun sampai kesadaran pasien mencapai delirium. Saat
itu pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga sempat dilakukan
pembatalan op. Sehingga pada tanggal 7 Februari 2019 pasien dipindahkan ke
R.PICU untuk perawatan intensif agar dapat di observasi lebih lanjut. Namun
pada tanggal 8 Februari 2019 pasien masih gelisah, somnolen, dan keadaan pasien
terus menurun dengan kadar Ureum 348,2 dan kreatinin: 5,2 sehingga dilakukan
tindakan operasi PNS CITO pada pukul 13.25. Setelah operasi pasien kembali ke
ruang PICU. Setelah operasi keaadaan pasien mulai membaik.
2
BC: Santagesik 3x1 amp
A: AKI post renal ec UVJ stenosis D et S + Ranitidin 2x1 amp
hidronefrosis D et S (post tindakan PNS D OMZ 2x40
et S hr-3) Ceftriaxone 2x1 gr
Kalnex 3x500 mg
Cairan: D5 ½ NS 500
cc/24 jam
Kebutuhan cairan 1200
cc/hr
Cek kultur urin dan darah
12/02/19 S: Nyeri luka op (+), nyeri perut (+), lecet P:
R. PICU pada bokong dan nyeri pada ostium uretra Po: Nac/ambroxol 3x1 tab
eksterna, terkadang mual, muntah (-), nyeri PCT 3x1 mg
pinggang (-) Alupurinol 3x100 mg
O: Kes: Komposmentis, GCS E4V5M5, Spirolacton 1x25 mg
BB: 63 kg, N: 112 x/mnt, RR: 16 x/mnt, Cetrizine: 1x10 mg
Suhu: 35 0C, TD : 100/72 mmHg Inj: Furosemid 3x1 amp
Balance Cairan/24 jam: Santagesik 3x1 amp
I: 1166 Ranitidin 2x1 amp
O: 3510 OMZ 2x40
BC: -2344 Ceftriaxone 2x1 gr
Kalnex 3x500 mg
A: AKI post renal ec UVJ stenosis D et S + Cairan: D5 ½ NS 500
hidronefrosis D et S (post tindakan PNS cc/24 jam
D et S hr-4) Kebutuhan cairan 1000
cc/hr
13/02/19 S: Nyeri perut dan luka op (+), nyeri OUE P:
R. PICU (+) Po: Nac/ambroxol 3x1 tab
O: Kes: komposmentis GCS E4V5M6, BB: PCT 3x1 mg
63 kg, N: 119 x/mnt, RR: 18 x/mnt, Alupurinol 3x100 mg
Suhu: 36 0C, SpO2 95%, TD : 113/66 Spirolacton 1x25 mg
mmHg Cetrizine: 1x10 mg
Balance Cairan/24 jam: Inj: Furosemid 3x1 amp
3
I: 1426 Santagesik 3x1 amp
O: 1235+600= 1835 Ranitidin 2x1 amp
BC: -409 OMZ 2x40
Levofloxacin 1x500mg
A: AKI post renal ec UVJ stenosis D et S + Kalnex 3x500 mg
hidronefrosis D et S (post tindakan PNS D Cairan: D5 ½ NS 500
et S hr-5) cc/24 jam
- Kebutuhan cairan
1300 cc/hr
- Diet Ginjal
14/02/2019 S: Nyeri perut dan luka op berkurang, nyeri P:
OUE (-) Po: Nac/ambroxol 3x1 tab
O: Kes: komposmentis GCS E4V5M6, BB: PCT 3x1 mg
63 kg, N: 127 x/mnt, RR: 35 x/mnt, Alupurinol 3x100 mg
Suhu: 36 0C, SpO2 97%, TD : 111/60 Spirolacton 1x25 mg
mmHg Cetrizine: 1x10 mg
Balance Cairan/24 jam: Inj: Furosemid 3x1 amp
I: 1426 Santagesik 3x1 amp
O: 1235+600= 1835 Ranitidin 2x1 amp
BC: -409 OMZ 2x40
Levofloxacin 1x500mg
A: AKI post renal ec UVJ stenosis D et S + Kalnex 3x500 mg
hidronefrosis D et S (post tindakan PNS D Cairan: D5 ½ NS 500
et S hr-6) cc/24 jam
- Kebutuhan cairan
1500 cc/hr
- Diet Ginjal
- Cek DL, Ur, Cr,
SE
- Hasil kultur urin
keluar +
klebsiela, +
ESBL
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Anatomi ginjal
gram. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya
lobus hepatis dekstra yang besar. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput
tipis yang disebut kapsula fibrosa. Korteks renalis terdapat di bagian luar
pelvis renalis, yang akan terhubung dengan ureter sehingga urin yang
terbentuk dapat lewat menuju vesika urinaria. Terdapat kurang lebih satu
juta nefron yang merupakan unit fungsional ginjal dalam setiap ginjal.
pembuluh kapiler, yaitu arteriola yang membawa darah dari dan menuju
6
glomerulus, serta kapiler peritubulus yang mengalir pada jaringan
ginjal.1
2.2Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan
cairan tubuh dengan cara membuang sisa metabolisme dan menahan zat
– zat yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh
untuk menjaga hemeostatis. Homeostatis amat penting dijaga karena sel
– sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. Walaupun
begitu, ginjal tidak selalu bisa mengatur
7
keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada keadaan minimal,
ginjal mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk kebutuhan
pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh berada
dalam kondisi dehidrasi berat.2
8
akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan
ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut
merasakan keinginan micturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin
yang ditampung dikandung kemih akan dikeluarkan lewat uretra.2
9
korteks dan medulla. Nefron sendiri terdiri atas glomerulus dan tubulus.
Glomerulus tersusun atas pembuluh darah – pembuluh darah yang membentuk
suatu untaian di kapsula Bowman. Glomerulus berasal dari arteri ginjal, arteri
ini awalnya terbagi menjadi afferent arterioles yang masing – masing menuju
1 nefron dan menjadi glomerulus. Glomerulus akan berakhir di efferent
arterioles. Arteriol terakhir tersebut lalu menjadi kapiler yang berfungsi
memberi pasokan oksigen dan energi bagi ginjal. Kapiler ini sekaligus
berfungsi menerima zat – zat reabsorbsi dan membuang zat – zat sekresi
ginjal.2
10
2.3Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
11
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung
reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme
nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute
Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan
intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF
menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah
failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi
gangguan ginjal.3
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut (AKI)
harus mencakup: 1) sebuah assessment penyebab yang berkontribusi dalam
cedera ginjal, 2) penilaian terhadap perjalanan klinis termasuk komorbiditas,
3) penilaian yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-langkah terapi
yang tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah memburuknya
fungsional atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal pasien dengan AKI
klasik termasuk perbedaan antara prerenal, renal, dan penyebab pasca-renal. 6
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi
ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini
dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea
nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat
mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke
deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal. 3,7
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi :
Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu
48 jam atau
Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang
diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu atau
Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut
12
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau
penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan
fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal
seperti terlihat dalam tabel 1. 6,7
13
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE,
ADQI Revisi 2007
Peningkatan Penurunan
Kategori Kriteria UO
SCr LFG
Risk >1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL
>24 jam atau
dengan kenaikan
akut > 0,5 mg/dL
Anuria ≥12 jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
14
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN
>4 mg/dL dengan kenaikan akut > 0,5 Anuria ≥12 jam
mg/dL atau
15
Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini, sehingga
memberikan evaluasi yang lebih akurat. Kemudian untuk penentuan
derajat AKI juga harus akurat karena dengan peningkatan derajat, maka
risiko meninggal dan TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko
jangka panjang setelah terjadinya resolusi AKI timbulnya penyakit
kardiovaskuler atau CKD dan
16
kematian. Sehingga dalam penentuan derajat pasien harus
diklasifikasikan berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO
memberikan hasil derajat yang berbeda, pasien diklasifikasikan dalam
derajat yang lebih tinggi.3,7
2.4Epidemiologi
17
F.4,5
18
2.5Faktor Risiko AKI
Pemahaman terhadap faktor resiko yang dimilki individu dapat membantu
untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah sakit, dimana
bisa dilakukan penilaian faktor resiko terlebih dahulu sebelum adanya paparan
seperti operasi atau adiministrasi agen yang berpotensi nefrotoksik.8
Paparan Susceptibilitas
Trauma CKD
19
pemeriksaan biokimia. Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan
resiko tinggi hingga resiko pasien hilang. 1 Faktor resiko AKI data dilihat
pada tabel 3. 5,6
2.6Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang
disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi
ini adalah: 9
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
20
- Batu, trombus atau tumor di ureter
21
1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
22
tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada
gagal ginjal renal terjadi
23
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana
pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler
terjadi:
Sepsis-associated AKI
24
itu, diketahui tubular injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada
sepsis dengan manifestasi adanya debris tubular dan cast pada urin.
25
Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena
terjadi vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat peningkatan
regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi
terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau
vasokontriksi renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem
nervus simpatis, sistem renin-angiotensus-aldosteron, vasopressin dan
endothelin. Sepsis bisa memicu kerusakan endothelial yang
menghasilkan thrombosis microvascular, aktivasi reaktif oksigen spesies
serta adesi dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel tubular renal.11,12
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2,
setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap
meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase
kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan
tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah
ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu
26
tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran
mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan
fibrosis interstisial ginjal. 10,11
27
2.7 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi
ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit
yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%).
Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya
AKI.
28
GnGA pada anak yang disebabkan keadaan hipoksia-iskemia, sindrom
hemolitik uremik (SHU), serta glomerulonefritis akut lebih cenderung tipe
oligouria ataupun anuria (keluaran urin kurang dari 500mL/24 jam pada anak
yang lebih besar atau kurang dari 1 mL/kg pada bayi dan anak kecil). Pada anak
dengan GnGA yang disebabkan nefritis interstisial akut termasuk akibat
nefrotoksisitas aminoglikosida, dapat mengalami GnGA dengan keluaran urin
yang normal.4
29
2.8 Diagnosis
maupun di luar ginjal, maupun dari tindakan medis. Etiologi GnGA pada sebagian
besar pasien dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Bahkan
evaluasi untuk mendiagnosis dini GnGA harus dilakukan pada kelompok pasien
30
mengarahkan etiologi.Berat jenis urin dapat memberikan petunjuk kecukupan volume
intravaskular, sedangkan hematuria dan proteinuria yang bermakna mengarahkan pada
etiologi glomerulonefritis.14Jumlah sel epitelial tubulus renal dan silinder sel epitelial
tubulus renal dan atau silinder granularpada pemeriksaan sedimen urin dapat digunakan
untuk diagnosis nekrosis tubular renalis dan menjadi faktor prediktif kerusakan ginjal
yang berat (GnGA yang tidak membaik, butuh dialisis, dan kematian).15
Pemeriksaan fraksi ekskresi natrium (FE Na) bermanfaat untuk membedakan
GnGA prarenal dan intrinsik. Perhitungannya adalah sebagai berikut:FENa=
(PNa/UNa)/(PCr/UCr). PNa dan PCr adalah natrium dan kreatinin plasma, UNadan UCr adalah
natrium dan kreatinin urin. FENa<1% merupakan GnGA prarenal dan >2% merupakan
GnGA renal. Penting untuk diperhatikan bahwa interpretasi ini tidak dapat dinilai pada
pasien yang menggunakan obat yang mempengaruhi absorpsi natrium seperti
diuretik.13
Dalam literatur terdapat sekitar 30 definisi GnGA yang berbeda. Untuk mengatasi
perbedaan tersebut kriteria GnGA yang dipakai sekarang berasal dari 2 kriteria yang
dikembangkan dalam dekade terakhir dengan tujuan membuat standar definisi GnGA,
yaitu kriteria RIFLE (risk, injury, failure, loss dan end-stage)5 dan AKIN (acute kidney injury
network).7Kriteria RIFLE dikembangkan pada tahun 2004 oleh para ahli dalam forum
Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) sebagai sistem pengklasifikasian GnGA.
Dalam kriteria ini, GnGA dikategorikan dalam 3 stadium disfungsi renal dengan dasar kadar
serum kreatinin yang merefleksikan penurunan LFG disertai durasi dan beratnya penurunan
keluaran urin, yaitu risk, injury dan failure, ditambah 2 variabel luaran yaitu loss dan end-
stage. Dengan kriteria RIFLE, klinisi dapat menentukan stadium saat kerusakan ginjal masih
dapat dicegah, keadaan telah terjadi kerusakan ginjal ataupun telah terjadi gagal ginjal.5
Pada tahun 2007, Acute Kidney Injury Network (AKIN) membuat suatu kriteria
untuk menyempurnakan kriteria RIFLE dengan pertimbangan bahwa sedikit peningkatan
serum kreatinin (>0,3 mg/dL) ternyata sangat bermakna dampaknya terhadap mortalitas
pasien sehingga pasien tersebut digolongkan sebagai AKI. Perubahan lain adalah
pembatasan waktu 48 jam untuk mendiagnosis AKI dan semua pasien yang
mendapatkan renal replacement therapy (RRT) dimasukkan pada stadium 3 (RIFLE
stadium F).5Tahun yang sama dilakukan modifikasi kriteria RIFLE untuk dipakai pada
31
anak dan disebut pediatric RIFLE (pRIFLE).8Pada Tabel 1 dapat dilihat perbandingan
kriteria berdasarkan pRIFLE dan AKIN.
Dalam seluruh kriteria GnGA yang pernah ada, kreatinin serum selalu
dipakai sebagai salah satu penilaian untuk menentukan diagnosis. Sesungguhnya
berbagai bukti telah menunjukkan bahwa kreatinin merupakan parameter yang tidak
sensitif untuk GnGA,9karena itu beberapa tahun terakhir berbagai penelitian diarahkan
untuk mencari biomarker baru pengganti kreatinin yang diharapkan dapat
mendiagnosis GnGA lebih dini sehingga terapi dapat lebih cepat diberikan dan efektif
mencegah progresifitaspenurunan fungsi ginjal.Beberapa biomarker hasil penelitian, yang
menjanjikan untuk dapat menggantikan kreatinin adalah NGAL (neutrophil gelatinase-
associated lipocalin) dalam serum maupun urin, IL-18 (interleukin), KIM-1 (kidney injury
molecule), cystatin C dan NAG (N-acetyl--D-glucosaminidase).10,11 Sampai saat ini
belum ada biomarker baru yang diaplikasikan untuk praktik klinis.
32
2.9 Penatalaksanaan
a. Keseimbangan cairan
Pemberian cairan yang adekuat merupakan tata laksana penting pada GnGA,
jumlah tergantung pada etiologi GnGA dan ada atau tidaknya gejala dan tanda
ketidakseimbangan cairan, baik yang mengarah kepada kondisi hipovolemia
(misalnya riwayat muntah atau diare, perdarahan) ataupun hipervolemia (misalnya
edema).13 Bila dibutuhkan resusitasi, NaCl 0,9% dapat diberikan 10-20 mL/kg.
Pada anak dengan kondisi kelebihan cairan, maka dilakukan restriksi cairan
dan diusahakan mengeluarkan cairan dengan pemberian diuretik, bahkan bila
perlu dialisis.14Sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyaknya kelebihan
cairan yang dialami seorang anak ketika memulai continuous renal replacement
therapy (CRRT) berhubungan dengan prognosis yang buruk yaitu
kematian.17Pemberian diuretik dapat mengubah GnGA oliguria menjadi non-
oliguria, tetapi tidak ada bukti bahwa perubahan ini dapat memperbaiki
prognosis.16Manitol 0,5 – 1 g/kgatau furosemid 1-5 mg/kg/dosis dapat diberikan
sebagai diuretik. Pemberian furosemid dengan infus kontinyu lebih efektif dan
lebih kecil toksisitasnya dibandingkan dengan bolus.18Target pengeluaran cairan
adalah 0,5 – 1% berat badan perhari.
33
Hiponatremia sering didapatkan pada GnGA, dapat menyertai kondisi
dehidrasi maupun kelebihan cairan (efek dilusi). Bila natrium lebih dari 120
mEq/L, restriksi dan pengeluaran cairan dengan dialisis dapat memperbaiki kadar
natrium. Koreksi diberikan bila natrium kurang dari 120 mEq/L karena kondisi ini
meningkatkan risiko kejang. Kebutuhan natrium dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:(125 – PNa)(BB)(0,6) = mEq Na. PNa adalah natrium darah, BB
adalah berat badan dalam kilogram.14
34
d. Nutrisi
e. Pemberian obat
f. Perfusi ginjal
Salah satu proses yang mendasari GnGA adalah perfusi ginjal yang tidak
adekuat. Atas dasar hal tersebut obat vasodilator diteliti penggunaannya untuk
terapi GnGA, namun hasilnya kurang memuaskan. Pada penelitian di dewasa,
dopamin dosis rendah, atau disebut “dosis renal” ternyata tidak dapat mencegah
gagal ginjal (stadium failure dari RIFLE), atau menurunkan kebutuhan dialisis
dan mortalitas.19
Terapi ini bertujuan untuk mengeluarkan cairan dan toksin baik endogen
maupun eksogen, serta mempertahankan keseimbangan elektrolit dan asam- basa
sampai fungsi ginjal kembali normal. Indikasi untuk melakukan terapi ini adalah
pada AKI tahap III atau tahap II yang gagal pada pengobatan konservatif, yaitu
bila:
35
2. Hiperkalemia > 7,5 mEq/L
Dialisis peritonea mudah dilakukan pada anak terutama bayi kecil karena
tidak memerlukan akses vaskular, tidak memerlukan alat yang canggih dan dapat
dilakukan di daerah terpencil. Hemodialisis mempunyai keuntungan dapat lebih
cepat mengoreksi kelainan biokimia dalam darah. Pada pasien yang baru saja
mengalami operasi intra abdomen, HD dapat dipakai sedangkan PD tidak. Akhir-
akhir ini banyak dipakai CRRT untuk penanggulangan AKI dengan cara
continuous veno-venous hemofiltration (CVVH).21 Ada 3 metoda pilihan terapi
pada CVVH, yaitu CVVH, CVVH dengan dialysis (CVVHD) dan continuous
venovenous hemodiafiltration (CVVHDF). Kelebihan CRRT adalah dapat juga
digunakan untuk mengatasi sepsis atau keadaan kelebihan cairan.22,2
36
2.10 Prognosis
Prognosis GnGA tergantung pada etiologi dan umur pasien, namun angka
kematian memang masih tinggi yaitu 40-70%.23 Anak dengan GnGA sebagai
bagian dari kegagalan organ multipel memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan GnGA karena kelainan intrinsik ginjal.
Untuk prognosis jangka panjang dahulu dianggap bahwa pasien yang sembuh dari
GnGA dan memiliki fungsi ginjal normal kembali memiliki risiko morbiditas dan
mortalitas yang sama dengan populasi umum. Belakangan dilaporkan bahwa pada
sekitar 10% anak pada kondisi yang disebutkan di atas didapatkan hiperfiltrasi,
hipertensi, dan mikroalbuminuria pada 6-12 bulan pasca GnGA.24Hal ini tentu
menempatkan populasi ini pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
penurunan fungsi ginjal yang progresif. Atas dasar temuan ini, maka anak yang
sembuh dari GnGA perlu dipantau untuk dapat mendeteksi dini tanda kerusakan
ginjal sehingga dapat dilakukan intervensi dini pula. Pemberian obat penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor), penghambat reseptor angiotensin
atau terapi renoprotektor lain dapat diberikan dalam upaya mencagah penurunan
fungsi ginjal.
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Etiologi
Teori Fakta
1. Hipovolemia Sebelumnya pasien penah
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga menderita hidronefrosis
ekstravaskular
karena Ureterovesical Juction
- Kerusakan jaringan (pankreatitis_,
hypoalbuminemia, obstruksi usus Stenosis D et S, dan pasien
- Kehilangan darah pernah dilakukan tindakan
- Kehilangan cairan ke luar tubuh pemasangan DJ Stent 2x
- Melalui saluran cerna (muntah,
diare, drainase), melalui saluran
kemih (diuretic, hipoadrenal,
diuresis osmotic), melalui kulit (luka
bakar)
2. Penurunan Curah Jjantung
- Penyebab miokard: infark,
kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vascular pulmonal: emboli
pulmonal
- Aritma
- Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vascular
ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vascular perifer
- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat
dalam dosis berlebihan
1. OSbtruksi Renovaskular
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular
ginjal
3. Nekrosis tubular akut
4. Nefrisis interstitial
5. Obstruksi da deposisi intratubular
38
6. Rejeksi alograf ginjal
1. Obstruksi ureter
-Batu, gumpalan darah, papilla ginjal,
keganasan, kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih
3. - Kandung kemih neurogenic, hipertrofi
prostat, batu, keganasan, darah
4. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis
Diagnosis
Teori Fakta
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Oliguria merupakan satu-satunya tanda - Nyeri pinggang dan perut hebat
spesifik yang mengarahkan kita pada diagnosis - Disertai mual dan muntah
GnGA, namun harus diingat bahwa ada GnGA
- Pasien mengeluhkan jarang buang
air kecil, pasien hanya buang air
yang sifatnya non-oligurik.
kecil 1x/hari dan urinnya sedikit
padahal pasien mengaku jika
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
minumnya perhari cukup banyak
penurunan kesadaran akibat ureum yang tinggi dan
pernapasan yang cepat dan dalam akibat asidosis
Pemeriksaan Fisik
metabolik. Pasien juga umumnya menunjukkan
tanda ketidakseimbangan cairan, baik berupa
Keadaan umum : tampak
tanda hipovolemia maupun hipervolemi.13 sakit sedang
Kesadaran :
komposmentis
Berat badan : 63 kg
Tinggi badan : 157 cm
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/70
mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit,
regular, kuat angkat
Frekuensi nafas : 20 x/menit,
39
regular
o
Suhu : 36,6 C,
aksiler
Regio Kepala/Leher
Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran
KGB (-), pernapasasan cuping hidung
(-), faring hiperemis (-), mulut
berselaput putih (-)
Regio Thorax
Inspeksi : Bentuk dada
normal, pergerakan dinding dada
simetris dekstra = sinistra, retraksi
intercosta, suprasternal dan
supraklavikula (-)
Palpasi: Pergerakan nafas simetris
dekstra = sinistra
Perkusi: sonor seluruh lapangan paru,
redup jantung (+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+)
rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara
jantung S1 S2 tunggal, regular,
murmur (-), gallop (-).
Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus
(+) kesan normal
Perkusi : Distribusi
timpani di keempat kuadran
Palpasi: Soefl, nyeri tekan empat
kuadran (-), hepatomegali (-),
40
splenomegali (-), pembesaran KGB
inguinal (-), turgor kulit < 2 detik
Regio Ekstremitas
Inspeksi : Edema (-),
deformitas (-), ruam/petekie (-)
Palpasi : Akral hangat, sianosis
perifer (-), edema (-), spastik (+), CRT <2
detik.
Penunjang
41
Penatalaksanaan
Teori Fakta
Tujuan tata laksana pada GnGA Inf Nacl 0,9 % Produksi urin + 500
adalah untuk mempertahankan cc
homeostasis sampai fungsi ginjal Injeksi Furosemid 3 x 1 amp
mengalami perbaikan, baik secara Spirolacton 1x1 25 mg
spontan maupun karena keberhasilan Inj Santagesic 1 amp bila nyeri
tata laksana untuk mengatasi penyakit Cek DL, AGD, elektrolit, Ur, Cr,
dasarnya. Asam urat, dan fosfat
Monitoring balance cairan tiap 6 jam
Keseimbangan cairan Monitoring diuresis dan diuresis tiap 6
jam
Pemberian cairan yang adekuat
merupakan tata laksana penting pada
GnGA, jumlah tergantung pada
etiologi GnGA dan ada atau tidaknya
gejala dan tanda ketidakseimbangan
cairan, baik yang mengarah kepada
kondisi hipovolemia (misalnya
riwayat muntah atau diare,
perdarahan) ataupun hipervolemia
(misalnya edema).13 Bila dibutuhkan
resusitasi, NaCl 0,9% dapat diberikan
10-20 mL/kg.
42
Pada anak dengan kondisi kelebihan
cairan, maka dilakukan restriksi cairan
dan diusahakan mengeluarkan cairan
dengan pemberian diuretik, bahkan
bila perlu dialisis.
Pemberian diuretik dapat
mengubah GnGA oliguria menjadi
non-oliguria, tetapi tidak ada bukti
bahwa perubahan ini dapat
memperbaiki prognosis. Manitol 0,5 –
1 g/kgatau furosemid 1-5 mg/kg/dosis
dapat diberikan sebagai diuretik.
Pemberian furosemid dengan infus
kontinyu lebih efektif dan lebih kecil
toksisitasnya dibandingkan dengan
bolus.18Target pengeluaran cairan
adalah 0,5 – 1% berat badan perhari.
Keseimbangan elektrolit dan asam
basa
Bila natrium lebih dari 120 mEq/L,
restriksi dan pengeluaran cairan
dengan dialisis dapat memperbaiki
kadar natrium. Kebutuhan natrium
dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:(125 – PNa)(BB)(0,6) = mEq
Na. PNa adalah natrium darah, BB
adalah berat badan dalam kilogram.14
Terapi hiperkalemia diberikan bila
kalium lebih dari 6-7mEq/L. Natrium
bikarbonat 0,5 – 1 mEq/kg/dosis,
insulin intravena atau inhalasi dengan
beta-2 agonis yaitu
albuterol/salbutamol dapat diberikan
untuk membuat kalium masuk ke
dalam sel.Kalsium glukonas 10% 0,5
mL/kgbb intravena dalam 10-15 menit
dapat pula diberikan dengan tujuan
meningkatkan ambang eksitasi sel
miokard dan mencegah efek
depolarisasi akibat hiperkalemia.14
Asidosis metabolik dapat dikoreksi
dengan natium bikarbonat dengan
rumus berat badan x ekses basa x 0,3
(mEq) intravena maupun oral. Data
43
ekses basa didapatkan dari
pemeriksaan analisis gas darah, dan
bila pemeriksaan ini tidak dapat
dilakukan maka natrium bikarbonat
diberikan 2-3 mEq/kgbb.14
Hiperfosfatemia ditatalaksana
dengan restriksi fosfat dari diet dan
pemberian pengikat fosfat, yaitu
kalsium karbonat (CaCO3) 50
mg/kgbb/hari yang diberikan
bersamaan dengan saat makan.
Hipokalsemia harus segera dikoreksi
bila terdapat tetani, yaitu dengan
kalsium glukonas 10% 0,5 mL/kgbb
intravena dalam 5-10 menit,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 1-4
gram/hari.
Nutrisi
Nutrisi parenteral diberikan bila
pasien tidak dapat menerima nutrisi
enteral. Protein diberikan 0,8-2
g/kg/hari, jumlah yang besar
dipertimbangkan pemberiannya pada
pasien yang dalam terapi pengganti
ginjal (dialisis atau CRRT).5
Terapi pengganti ginjal (dialisis)
Indikasi untuk melakukan terapi
ini adalah pada AKI tahap III atau
tahap II yang gagal pada pengobatan
konservatif, yaitu bila:
1. Kadar ureum darah > 200
mg/dL
2. Hiperkalemia > 7,5 mEq/L
3. Bikarbonas serum < 12 mEq/L
4. Adanya gejala overhidrasi:
edema paru, dekompensasi jantung,
dan hipertensi yang tidak dapat diatasi
dengan obat-obatan
5. Perburukan keadaan umum
dengan gejala uremia berat:
perdarahan, kesadaran menurun
44
sampai koma.
BAB V
Kesimpulan
45