Anda di halaman 1dari 32

TRIKOTILOMANIA

Oleh : Imas Qurrata A’yuni (1810029023)


Pembimbing : dr. Denny J. Rotinsulu, Sp.KJ
LAB / SMF KESEHATAN JIWA
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2018
LAPORAN KASUS PSIKIATRI
A. Identitas Pasien
‐ Nama : Nn. VEP
‐ Jenis Kelamin : Perempuan
‐ Usia : 19 tahun
‐ Agama : Islam
‐ Suku : Jawa
‐ Pendidikan : SMA
‐ Pekerjaan : Mahasiswa
‐ Alamat : Air Putih

2
B. Penanggung Jawab Pasien
‐ Nama : Ny. AS
‐ Hubungan : Ibu
‐ Alamat : Air Putih

C. Resume Masuk (Poliklinik)


‐ Pasien datang ditemani oleh ibunya ke Poliklinik Jiwa RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 7 Juni 2018
‐ Keluhan Utama : Sering mencabut rambut sejak SMP

3
Autoanamnesis
‐ Pasien datang dengan kondisi tidak memiliki alis. Pasien merasa mood sering
berubah dan mudah marah. Pasien sering melamun, terkadang sulit tidur, dan pasif.
Pasien mencabuti rambut apabila melihat orangtuanya berkelahi atau pada saat
pasien disalahkan oleh ayahnya. Pasien berfikir bahwa ayahnya jahat karena sering
menemukan bukti bahwa ayahnya berselingkuh.
‐ Pasien sering merasa ingin lari karena setiap kali bertengkar, ibunya selalu
melampiaskan marah kepada anak-anaknya, termasuk pasien. Pasien juga merasa
terbebani dengan tanggung jawab yang diberikan orangtua kepada pasien sebagai
anak pertama yang harus memberikan contoh yang baik kepada adiknya. Tetapi,
pasien merasa sakit hati dengan sikap ayahnya yang kasar terhadap pasien dan
adiknya.

4
Heteroanamnesis (Ibu)
‐ Awalnya pasien sering ditemukan sedang mencabuti rambutnya di
kamar saat sedang memainkan handphone. Pasien menangis jika dicegah,
serta mengeluhkan pusing dan menjadi emosi apabila tidak mencabut
rambut

5
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga
Gangguan mental ‐ Tidak ada riwayat penyakit
‐ Pasien tidak memiliki riwayat keturunan di dalam keluarga pasien,
gangguan mental baik yang memiliki tanda-tanda atau
gejala seperti pasien maupun
Kondisi medis
kelainan medis yang lain.
‐ Tidak ada
Gangguan neurologi
‐ Tidak ada gangguan neurologi
Riwayat penyalahgunaan zat
‐ Tidak ada

6
Faktor Pencetus
‐ Pasien tidak dapat mengontrol emosi, mudah marah, menangis, dan suka
mencauti rambut ketika sedang dalamm mood yang tidak baik. Kondisi ini
dimulai ketika orangtua pasien sering bertengkar.

7
RIWAYAT PRIBADI
Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
‐ Pasien lahir dengan berat dan panjang normal
Kebiasaan makan dan minum
‐ Pasien mendapatkan ASI selama 2 tahun lebih. Dan tidak berbeda dengan anak-
anak yang lain.
Perkembangan awal
‐ Tumbuh kembang pasien normal. Tidak ada speak delay dan perlambatan dalam
tumbuh kembang

8
Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
‐ Pasien tinggal dengan keluarganya. Tidak ada masalah pada hubungan dengan
teman-temannya

Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)


Hubungan dengan teman sebaya
‐ Hubungan dengan teman sebaya baik.
Riwayat sekolah
‐ Pasien dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah dengan baik dan tidak
ada masalah.
Latar belakang agama
‐ Pasien dan keluarga beragama islam

9
STATUS PRAESENS
Status internus
‐ ‐ Toraks : simetris, retraksi
Keadaan umum :
Penampilan rapi dan kooperatif. ICS (-)
‐ ‐ Jantung : S1, S2 tunggal
Tekanan darah : 106/56 mmHg
reguler
‐ Nadi : 81 x/menit
‐ Paru-paru : vesikuler (+),
‐ RR : 20 x/menit wheezing (-), ronki (-)
‐ Suhu: 36.2˚C ‐ Abdomen : Soefl, bising usus
‐ Kepala : Ikterik (-), anemis (+), nyeri tekan (-)
(-) ‐ Ekstremitas : mmt inferior
‐ Leher : perbesaran KGB (-) superior 5|5

.
10
STATUS PSIKIATRIK
Identifikasi Pribadi : Pasien tampak rapi dan kooperatif.
Kontak :Verbal (+) dan visual (+)
Kesadaran : Komposmentis, Atensi (+), Orientasi tempat (+), waktu (+), orang (+)
Emosi : Mood stabil, Afek sesuai
Proses berpikir : Waham (-), realistik, koheren
Intelegensi : Baik
Persepsi : Halusinasi auditorik (-) dan atau visual (-), ilusi (-)
Kemauan/Voluticon : ADL Mandiri
Psikomotor : MMT 5
Tilikan : 6 (pasien menyadari sepenuhnya tentang apa yang terjadi pada dirinya dan mau berobat).

11
DIAGNOSIS
‐ Axis I : Trikotilomania (F42.0)
‐ Axis II : Ciri kepribadian dependen
‐ Axis III : Tidak ada diagnosis
‐ Axis IV : Masalah dengan keluarga
‐ Axis V : GAF scale 80-71

12
RENCANA TERAPI
Farmakoterapi:
‐ Abilify 1 x 2 mg
‐ Fridep 1 x 50 mg
 
Psikoterapi
‐ Terapi kognitif perilaku

13
DEFINISI
Trikotilomania adalah hilangnya rambut sebagai akibat
dari dorongan yang kuat untuk menarik-narik rambut.

14
EPIDEMIOLOGI
Onset terjadinya trikotilomania pada rentang usia 11-40
tahun, dengan puncaknya pada umur antara 11-17 tahun.
Semakin muda di usia saat ditemukan semakin baik
prognosisnya. Penyakit ini 7 kali lebih sering terjadi pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa dan anak
perempuan 2,5 kali lebih sering daripada anak laki-laki
(Grant dkk., 2017).

15
ETIOLOGI
‐ Depresi sering dinyatakan sebagai faktor predisposisi tetapi tidak
ada ciri atau gangguan kepribadian tertentu atau yang khas pada
pasien trikotilomania.
‐ Anggota keluarga pasien dengan trikotilomania sering memiliki
riwayat “tic, gangguan pengendalian impuls, dan gangguan obsesif
kompulsif, yang lebih menyokong lagi kemungkinan predisposisi
genetik.
‐ Meskipun dianggap ditentukan oleh banyak hal, onsetnya
dihubungkan pada situasi yang penuh stress

16
PATOFISIOLOGI
Penyebab trikotilomania itu sendiri masih belum jelas. Menurut teori
neuro-kognitif gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan pada
basal ganglia pasien sebagaimana diketahui bahwa basal ganglia
memiliki peran dalam membentuk kebiasaan. Kegagalan lobus frontal
dalam menghambat kebiasaan tertentu juga diperkirakan bagian dari
pathofisiologi gangguan ini.

17
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah:
1. Kerontokan rambut kepala yang tampak jelas (noticeable)
disebabkan oleh berulangkali gagal menahan diri terhadap impuls
untuk mencabut rambut.
2. Pencabutan rambut biasanya didahului oleh ketegangan yang
meningkat dan setelahnya diikuti dengan rasa lega atau puas (Maslim,
2003).

18
Gangguan trikotilomania
Pada bagian alis

19
diagnosis
Menurut The American Psychiatric Association’s Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5),
trikotilomania termasuk dalam kategori gangguan obsesif kompulsif
dan gangguan terkait.

20
Kriteria diagnosis menurut DSM V, antara lain:
‐ Mencabut rambut sendiri secara rekuren yang menyebabkan kebotakan
yang jelas.
‐ Peningkatan perasaan tegang segera sebelum mencabut rambut atau jika
berusaha untuk menahan perilaku tersebut.
‐ Rasa senang, puas atau reda jika mencabut rambut.
‐ Gangguan tidur tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
lain dan bukan karena kondisi medis umum (misalnya, kondisi
dermatologis).
‐ Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

21
 
‐ Gambar 2.3 Dermoskopi pada pasien dengan trikotilomania (kiri) dan
alopesia areata (kanan) (Grant dkk., 2017).

22
Diagnosis banding
Tidak seperti pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif, pasien dengan
trikotilomania tidak mengalami pikiran obsesif dan aktifitas kompulsif
terbatas pada satu tindakan, yaitu mencabut rambut (Grant dkk., 2017).
Alopesia areolaris merupakan alopesia yang terjadi pada sifilis stadium II
lanjut. Kerontokan terjadi setempat-setempat, tampak sebagai bercak-bercak
yang ditumbuhi oleh rambut-rambut yang tipis, seolah-olah seperti digigit
ngengat (moth eaten appearance). Untuk menyingkirkan diagnosis dapat
dilakukan tes VDRL

23
24
komorbiditas
Individu dengan trikotilomania mempunyai prevalensi gangguan mood yang
meningkat (gangguan depresi mayor, gangguan dysthymic) dan gejala anxietas
(gangguan obsesif kompulsif, gangguan anxietas menyeluruh dan fobia
sosial), gangguan penggunaan zat, gangguan makan, gangguan kepribadian
(gangguan ambang dan obsesif-kompulsif) serta retardasi mental (James dan
Alcott, 2010).

25
terapi
Penelitian tentang pengobatan untuk gangguan kebiasaan dan impuls sebagian
besar berfokus pada penggunaan terapi perilaku kognitif dan obat-obatan.
Terapi perilaku kognitif dapat membantu seseorang belajar untuk rileks,
mengatasi stres, memerangi pikiran negatif dan mencegah perilaku merusak.
Dalam penelitian kecil, jenis pengobatan ini telah terbukti efektif untuk
kleptomania, judi patologis, trikotilomania dan isu-isu seksualitas kompulsif
(James dan Alcott, 2010).

26
Berdasarkan saran Trichotillomania Impact Project, penggunaan
farmakoterapi dengan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
merupakan terapi yang paling sering digunakan.
SSRI berperan sebagai antidepresan yang akan meningkatkan neurotransmisi
serotonin dalam otak dengan cara menghambat reuptake serotonin pada
membran presinaptik (Huynh dkk., 2013).
Bila terdapat depresi, agen anti depresan dapat memberikan perbaikan
dermatologis. Obat antipsikotik juga telah menunjukkan efektivitas dalam
mengobati trikotilomania (Woods dan Houghton, 2014).

27
prognosis
Trikotilomania merupakan penyakit kronik. Terapi farmakologi maupun
pendekatan psikoterapi sampai saat ini belum menunjukkan bukti yang nyata,
meskipun beberapa diantaranya menunjukkan perbaikan.
Pada onset dini (kurang dari usia 6 tahun) cenderung lebih mudah sembuh,
dan lebih berespons pada saran, dukungan, dan strategi perilaku. Onset lanjut
(setelah usia 13 tahun) dikaitkan dengan meningkatnya kemungkinan
terjadinya kekronisan dan prognosis yang lebih buruk daripada onset dini.

28
pembahasan
Pasien datang dengan keadaan alis botak. Pasien mulai mencabut rambut
sejak SMP. Awalnya pasien melakukannya saat kedua orangtuanya bertengkar
dan saat ayahnya menyalahkan pasien. Lalu, pasien mulai merasa mudah
emosi dan pusing, serta menangis ketika dicegah untuk mencabut rambut.
Pasien menjadi sering melamun, pasif, dan terkadang sulit untuk tidur.
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami tersebut maka dapat didiagnosis
sebagai gangguan trikotilomania sesuai dengan kriteria diagnosis PPDGJ III
dan DSM-V.

29
Pasien diterapi dengan obat antipsikotik, yaitu aripiprazole (Abilify 1 x 2 mg) dan
SSRI, yaitu sertraline (Fridep 1 x 50 mg ).

Sertraline adalah obat golongan SSRI yang dapat meningkatkan kadar serotonin di
ekstraselular dengan cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel
presinaptik sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan
dengan reseptor sel post-sinaptik.

Mekanisme kerja aripiprazole berbeda dengan antipsikotik atipikal lain


(clozapine,olanzapine, quetiapine, ziprasidone, risperidone). Bukan sebagai antagonis
reseptor D2, aripiprazole berlaku sebagai agonis parsial D2.

30
Terapi psikoterapi seperti terapi kognitif perilaku penting untuk menenangkan
pasien. Terapi kognitif perilaku digunakan untuk membantu pasien dalam
mengenali permasalahan atau situasi menantang dalam hidupnya, yang
berisiko mengganggu kualitas hidup maupun kesehatan mental dan fisik.
Selain itu, terapi kognitif perilaku dilakukan untuk membantu pasien mencari
pendekatan dan solusi masalah yang sesuai dengan kondisi yang dialami.

31
THANKS!
Any questions?

32

Anda mungkin juga menyukai