Anda di halaman 1dari 12

Valensi Vol. 3 No.

1, Mei 2013 (22-33) ISSN : 1978 - 8193

Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) dan Biji Kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus L.) Sebagai Koagulan Alami
Dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah
Hendrawati1*), Delsy Syamsumarsih1, Nurhasni1

Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jalan Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat 15412 Indonesia. Telp. (62-21) 7493606
*)
Email : hendrawati.wibowo@yahoo.co.id

Abstrak

Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) dan Biji Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L.) Sebagai Koagulan Alami dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah telah
dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan serbuk biji asam jawa dan biji
kecipir sebagai biokoagulan untuk memperbaiki kualitas air dan pengaruhnya terhadap
parameter kualitas air, yang meliputi: temperatur, pH, konduktivitas, kekeruhan, oksigen
terlarut, kandungan logam berat, dan total koliform. Hasil jar test diperoleh dosis optimum
0,009% (penurunan turbiditas 99,72%) untuk biji asam jawa dan 0,03% (penurunan turbiditas
92,03%) untuk ekstrak biji kecipir. Nilai pH optimum diperoleh pada pH 3 untuk kedua jenis
biokoagulan. Penggunaan ekstrak biji asam jawa dan biji kecipir dan tidak memberikan
pengaruh yang berarti terhadap parameter temperatur, pH, konduktivitas,dan logam berat.
Penggunaan ekstrak biji kecipir dan biji asam jawa tidak menurunkan angka BOD. Ekstrak biji
asam jawa mampu menurunkan angka total koliform sedangkan ekstrak biji kecipir tidak
efektif dalam menurunkan angka total koliform.

Kata kunci : Koagulasi, Asam jawa (Tamarindus indica L.), Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L.), Jar test, Air tanah, MPN.

Abstract

The Use of Tamarind Seeds (Tamarindus indica L.) and Winged Bean Seeds (Psophocarpus
tetragonolobus L.) As Natural Coagulant in Groundwater Quality Improvementhas been done.
The aims of this study is to determine the ability of tamarind seeds and winged bean seeds as
biocoagulant to improve water quality and its effect on water quality parameters, which
include: temperature, pH, conductivity, turbidity, dissolved oxygen, heavy metal content, and
total coliform. Jar test results obtained optimum dose of 0.009% (99.72% reduction in
turbidity) to tamarind seeds and 0.03% (92.03% reduction in turbidity) to winged bean seeds.
The optimum pH obtained at pH 3 for both types of biocoagulant. The use of tamarind seeds
and winged bean seeds does not have much influence on the parameters of temperature, pH,
conductivity, and heavy metals. They also did not reduce the number of BOD. Tamarind seeds
reduce the number of total coliform while winged bean seeds are not effective in reducing the
number of total coliform.

Keywords : Coagulation, Tamarind (Tamarindus indica L.), Winged bean (Psophocarpus


tetragonolobus L.), Jar test, Groundwater, MPN.

1. PENDAHULUAN memadai, air yang sudah tercemar dapat


membebani bahkan melampaui kesanggupan
Air sebagai sumber daya alam yang alam untuk membersihkannya. Proses
sangat penting, dibutuhkan di berbagai bidang
pengolahan air yang memadai merupakan
kehidupan dan berbagai kegiatan masyarakat
salah satu kunci dalam memelihara kelestarian
untuk kelangsungan hidup sehingga
lingkungan.
keberadaan air sangat mutlak diperlukan.
Tanpa adanya proses pengolahan air yang

22
Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Hendrawati, et. al.

Pencemaran utama pada air jawa dan biji kecipir memiliki kandungan
diakibatkan oleh limbah rumah tangga, limbah protein yang cukup tinggi yang juga dimiliki
industri, dan limbah pertanian. Cemaran oleh biji kelor dan biji kacang babi. Protein
tersebut dapat mencemari mikroorganisme yang terkandung dalam biji asam jawa dan
dan lingkungannya baik dalam bentuk larutan, biji kecipir inilah yang diharapkan dapat
koloid, maupun bentuk partikel lainnya. Oleh berperan sebagai polielektrolit alami yang
karena itu, mengingat penting dan besarnya kegunaannya mirip dengan koagulan sintetik.
dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan Kecipir diharapkan dapat menjadi alternatif
maka dibutuhkan metode yang tepat untuk biokoagulan (koagulan alami) karena tanaman
mengolah air. ini mudah dibudidayakan, pertumbuhannya
Pengolahan air dapat dilakukan cepat, dan dapat diremajakan. Selain itu,
dengan berbagai metode seperti presipitasi, dalam proses penanamannya kecipir dapat
adsorpsi, dan koagulasi. Di antara metode ditanam secara tumpang sari dengan asam
yang ada, metode koagulasi merupakan salah jawa.
satu metode yang cukup banyak diaplikasikan Penelitian yang dilakukan bertujuan
pada pengolahan air. Pada metode ini untuk mengetahui kemampuan biji asam jawa
biasanya digunakan suatu koagulan sintetik. dan biji kecipir sebagai koagulan alami untuk
Koagulan yang umumnya dipakai adalah memperbaiki kualitas air dan mengetahui
garam-garam aluminium seperti aluminium pengaruh biji asam jawa dan biji kecipir
sulfat dan PAC (polyaluminium chloride). terhadap parameter kualitas air, yang meliputi:
Beberapa studi melaporkan bahwa aluminium, kekeruhan, temperatur, pH, konduktivitas,
senyawa alum, dapat memicu penyakit kandungan logam berat, total koliform, dan
Alzheimer (Campbell, 2002). Dilaporkan juga oksigen terlarut. Diharapkan dari penelitian
bahwa monomer beberapa polimer organik ini akan diperoleh biokoagulan dari biji asam
sintetik seperti PAC dan Alum memiliki sifat jawa dan biji kecipir sebagai alternatif bagi
neurotoksisitas. penggunanan koagulan sintetik.
Alternatif lain dari penggunaan
koagulan sintetik yaitu pemanfaatan 2. METODE PENELITIAN
biokoagulan yang berasal dari bahan-bahan
yang tersedia di alam. Dalam rangka Penelitian dilaksanakan pada bulan
menggiatkan pemanfaataan bahan-bahan April - September 2011. Penelitian dilakukan
alami sebagai biokoagulan dan lebih di Laboratoriun Kimia dan Laboratorium
merperkaya keragaman tanaman yang Biologi Pusat Lab Terpadu (PLT) UIN Syarif
berpotensi sebagai alternatif koagulan sintetik, Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Balai
telah dilakukan beberapa penelitian terhadap Teknologi Lingkungan (BTL)-BPPT Serpong.
tanaman yang memiliki potensi sebagai
biokoagulan diantaranya biji kelor (Moringa Alat dan Bahan
oleifera) (Foidl et al.,; Bina et al., 2010; Peralatan yang digunakan dalam
Yuliastri dan Hendrawati, 2010), biji asam penelitian ini adalah magnetic stirrer
jawa (Tamarindus indica L.) (Enrico, 2008), (Heidolph MR 3001 K), portable pH-meter
dan biji nirmali (Strychnos potatorum) (Babu and conductivitimeter (Myron LARH1),
dan Malay Chauduri, 2005). portable tubidimeter (HANNA Instrument),
Tanaman lain yang diduga memiliki atomic absorption spectrophotometer (AAS)
potensi sebagai biokoagulan di antaranya biji (Shimadzu AA-6800), DO-meter (SCHOTT),
asam jawa (Tamarindus indica L.) dan biji laminar air flow, autoclave (ALP), inkubator
kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) (Memmert), cuvet, tabung Durham, dan
yang keduanya berasal dari famili Fabaceae. peralatan gelas lainnya.
Salah satu penelitian sebelumnya Bahan yang digunakan dalam
menyebutkan bahwa penggunaan kacang babi penelitian ini terdiri dari bahan uji (sampel)
(Vicia faba), juga berasal dari famili dan bahan kimia. Bahan uji terdiri dari sampel
Fabaceae, efektif dalam memperbaiki sifat air tanah yang diambil dari sumur bor di
fisik dan kimiawi limbah cair industri pulp Kampus UIN Jakarta pada bulan Juni, Juli,
dan kertas (Saefudin et al., 2006). Biji asam Agustus, dan September 2011, biji kecipir

23
Valensi Vol. 3 No. 1, Mei 2013 (22-33) ISSN : 1978 - 8193

yang diambil pada bulan Maret 2011 dari konsentrasi yang diinginkan dilakukan dengan
daerah Cianjur, dan biji Asam jawa yang cara pengenceran. Perlakuan yang sama
diambil pada bulan April 2011 dari daerah dilakukan untuk pembuatan suspensi biji asam
Karawang. jawa tetapi tanpa dilakukan perendaman.
Bahan kimia yang digunakan terdiri
dari Lactose Broth (Conda), aquades, asam 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
sulfat (H2SO4) 25%, natrium hidroksida
(NaOH) 10%, larutan buffer pH 4 dan 7, Pengaruh Koagulan Terhadap Turbiditas
natrium klorida (NaCl) 0,1 M dan 0,01 M, Air Tanah
kadmium sulfat heptahidrat (CdSO4.8H2O)
100 ppm, tembaga sulfat anhidrat (CuSO4) Turbiditas di dalam air disebabkan
100 ppm, kromium klorida heksahidrat oleh adanya zat tersuspensi, seperti lempung,
(CrCl3.6H2O) 100 ppm, semua reagen adalah lumpur, zat organik, plankton, dan zat-zat
produksi Merck dengan kualitas p.a. (pro halus lainnya. Kemampuan biji kecipir dan
analisis) asam jawa sebagai biokoagulan dapat diamati
melalui pengaruhnya dalam menurunkan
Persiapan Sampel turbiditas melalui jartest.Jartest dilakukan
Biji asam Jawa dan biji Kecipir yang dengan mengatur pH sampel hingga mencapai
digunakan dalam pembuatan suspensi adalah pH 3 (Saefudin et al., 2006).
biji kecipir dan biji asam jawa yang sudah tua Kemampuan biji kecipir dan asam
dan kering. Biji kecipir direndam dalam air jawa sebagai biokoagulan diakibatkan
selama ± 12 jam kemudian dikupas kulitnya kandungan proteinnya yang cukup tinggi yang
dan dikeringkan. Biji kecipir yang telah dapat berperan sebagai polielektrolit. Menurut
kering kemudian dihaluskan dengan blender Dobrynin dan Michael (2005), polielektrolit
lalu diayak diperoleh serbuk halus. Serbuk adalah polimer yang membawa muatan positif
halus kecipir dibuat suspensi 2% (b/v) dengan atau negatif dari gugus yang terionisasi. Pada
melarutkan 2 gram serbuk halus dengan pelarut yang polar seperti air, gugus ini dapat
aquades hingga volumenya 100 mL. Suspensi terdisosiasi, meninggalkan muatan pada rantai
kemudian disaring dengan kertas saring. polimernya dan melepaskan ion yang
Pembuatan suspensi biji kecipir sesuai dengan berlawanan dalam larutan.

Sampel air +
biokoagulan

Jar test

Supernatan

Pengukuran Uji DO dan BOD Uji Total Koliform


Pengukuran Uji Kandungan
Temperatur, pH,
Turbiditas Logam
Konduktivitas

Konduktometer Turbimeter DO-meter AAS MPN

Gambar 1. Bagan alir penelitian

24
Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Hendrawati, et. al.

100
90 120

efektivitas penurunan

efektivitas penurunan (%)


80 100
70
turbiditas (%)
60 80
50 60
40 40
30
20 20
10 0
0
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
0.00 0.05 0.10 0.15
konsentrasi suspensi biji asam jawa
konsentrasi suspensi biji kecipir dalam
dalam sampel (%)
sampel (%)

Gambar 3. Grafik pengaruh dosis biji Asam


Gambar 2. Grafik pengaruh dosis biji Kecipir
Jawa terhadap turbididitas
terhadap turbididitas

Gambar 2 menunjukkan pengaruh 3 dihitung berdasarkan penurunan turbiditas


konsentrasi biokoagulan biji kecipir terhadap sebelum dan sesudah perlakuan.
turbiditas. Pada grafik terlihat bahwa Meningkatnya efektivitas penurunan
efektivitas penurunan turbiditas yang seiring dengan meningkatnya konsentrasi
dihasilkan semakin meningkat dengan biokoagulan yang diberikan menunjukkan
meningkatnya konsentrasi akan tetapi terjadi semakin tinggi konsentrasi polielektrolit yang
penurunan kembali pada konsentrasi tertentu. diberikan efektivitas penurunan turbiditas
Efektivitas penurunan turbiditas pada yang dihasilkan semakin baik karena
Gambar 2 dihitung berdasarkan penurunan penambahan konsentrasi polielektrolit akan
turbiditas sebelum dan sesudah perlakuan. mengakibatkan berkurangnya kestabilan
Efektivitas penurunan turbiditas tertinggi koloid dan akan mengurangi gaya tolak
diperoleh dengan penambahan konsentrasi menolak antara partikel sehingga menunjang
biokoagulan 0,03% yaitu sebesar 92,03%. proses pengendapan.
Pada konsentrasi di atas 0,03%, efektivitas Secara umum semua partikel koloid
penurunan turbiditas kembali menurun memiliki muatan sejenis. Diakibatkan muatan
disebabkan penambahan biokoagulan yang yang sejenis, maka terdapat gaya tolak-
berlebihan mengakibatkan bertambahnya menolak antar partikel koloid. Hal ini
kecenderungan flok untuk mengapung dan mengakibatkan partikel-partikel koloid tidak
tidak mengendap. Kelebihan koagulan yang dapat bergabung sehingga memberikan
tidak berinteraksi dengan partikel koloid juga kestabilan pada sistem koloid. Protein yang
akan menyebabkan kekeruhan sehingga terlarut dari biji kecipir dan asam jawa
turbiditas kembali meningkat di atas dosis mengandung gugus -NH3+ yang dapat
optimum. mengikat partikel-partikel yang bermuatan
Gambar 3 menunjukkan pengaruh negatif sehingga partikel-partikel tersebut
konsentrasi biokoagulan biji asam jawa terdestabilisasi membentuk ukuran partikel
terhadap turbiditas. Sama halnya dengan yang lebih besar yang akhirnya dapat
biokoagulan biji kecipir, pada grafik terlihat terendapkan. Proses pengadukan selama
bahwa efektivitas penurunan turbiditas yang jartest berlangsung juga harus diperhatikan
dihasilkan semakin meningkat dengan untuk menunjang keberhasilan proses
meningkatnya konsentrasi akan tetapi terjadi koagulasi. Pengadukan cepat (rapid mixing)
penurunan kembali pada konsentrasi tertentu. berperan penting dalam pencampuran
Punurunan turbiditas tertinggi diperoleh koagulan dan destabilisasi partikel. Tujuan
dengan penambahan konsentrasi biokoagulan pengadukan cepat adalah untuk menghasilkan
0,009% yaitu sebesar 99,72% dan kembali turbulensi air sehingga dapat mendispersikan
terjadi penurunan pada konsentrasi 0,018%. koagulan dalam air. Pengadukan cepat selama
Efektivitas penurunan turbiditas pada Gambar jar test berlangsung membantu partikel-
partikel halus di dalam air saling bertumbukan

25
Valensi Vol. 3 No. 1, Mei 2013 (22-33) ISSN : 1978 - 8193

sehingga membentuk mikroflok. Sedangkan Tabel 2. Pengaruh penambahan biokoagulan asam


pengadukan lambat (slow mixing) berperan jawa terhadap temperatur
dalam upaya penggabungan flok. Mikroflok
yang telah terbentuk ini melalui pengadukan Konsentrasi Asam Jawa Temperatur
dalam Sampel sesudah
lambat akan bergabung menjadi makroflok
(%) perlakuan(°C)
yang dapat dipisahkan melalui sedimentasi.
kontrol 28,17± 0,06
Pengaruh Koagulan Terhadap Temperatur 0,002 28,00± 0,00
0,004 27,90± 0,00
Air Tanah
0,005 27,83± 0,06
Salah satu faktor yang mempengaruhi 0,007 27,87± 0,06
proses koagulasi adalah temperatur sehingga 0,009 28,20± 0,00
pengaturan temperatur perlu diperhatikan 0,018 28,10± 0,00
untuk memperoleh hasil yang optimum. 0,027 28,10± 0,00
Menurut Pernitsky (2003), temperatur rendah 0,036 27,83± 0,06
mempengaruhi proses flokulasi dan koagulasi 0,045 28,63± 0,29
dengan mengubah solubilitas koagulan,
meningkatkan viskositas air, dan Pengaruh Koagulan Terhadap pH Air
memperlambat kinetika reaksi hidrolisis dan Tanah
flokulasi partikel. Proses koagulasi sangat dipengaruhi
Pada penelitian ini jar test dilakukan oleh pH. Koagulan memiliki rentang pH
pada temperatur ruang tanpa mengubah tertentu untuk mencapai koagulasi yang
temperatur sampel air. Pada Tabel 1 dan 2 optimum. Misalnya, rentang pH optimum
dapat dilihat bahwa penambahan suspensi untuk alum adalah 4,0 sampai dengan 8,0
biokoagulan ke dalam sampel air tidak karena aluminium hidroksida relatif tidak
memberikan pengaruh terhadap temperatur. larut pada rentang tersebut. Oleh karena itu,
Hasil pengukuran temperatur terhadap sampel air yang akan diberi perlakuan jar test harus
air sebelum dan sesudah dilakukan jar test memiliki pH yang memadai untuk dapat
menunjukkan tidak terdapat perubahan bereaksi dengan koagulan sehingga
temperatur yang berarti. Pada sampel air menghasilkan flok.
dengan biokoagulan biji kecipir diperoleh Tabel 3 dan 4 menunjukkan pengaruh
temperatur awal sampel 28,30°C sedangkan pH pada proses koagulasi. Kedua jenis
setelah perlakuan jar test diperoleh sampel air biokoagulan tersebut dapat bekerja lebih
dengan kisaran suhu 28,23 - 28,67°C. optimum pada pH asam. Pada pH alami
Pada sampel air dengan biokoagulan sampel (pH 6) tidak terjadi pembentukan flok
biji asam jawa diperoleh temperatur awal dengan penambahan biokoagulan ke dalam
sampel 28,47-28,7°C sedangkan setelah sampel sehingga tidak terjadi penurunan
perlakuan jartestdiperoleh sampel air dengan turbiditas, sebaliknya turbiditas sampel
kisaran suhu 27,80-28,20°C. menjadi meningkat. Hal ini menunjukkan
bahwa pada pH 6 penambahan kedua
Tabel 1. Pengaruh penambahan biokoagulan biji biokoagulan tidak terjadi destabilisasi
kecipir terhadap temperatur partikel-partikel koloid di dalam air sehingga
tidak terjadi pembentukan flok. Sedangkan
Konsentrasi Kecipir Temperatur pada pH asam diduga terjadi protonasi pada
dalam Sampel sesudah gugus amino (NH2) dari protein yang terlarut
(%) perlakuan(°C) dari biji kecipir dan biji sam jawa sehingga
kontrol 28,33± 0,29 gugus amino berinteraksi dengan H+ dari
0,02 28,57± 0,06 larutan menjadi -NH3+. Gugus -NH3+
0,03 28,60 ± 0,17
mendukung terjadinya ikatan antara protein
0,05 28,27 ± 0,06
0,07 28,23 ± 0,06 biji kecipir dan asam jawa dengan partikel-
0,08 28,60 ± 0,26 partikel koloid yang bermuatan negatif.
0,10 28,50 ± 0,17 Efektivitas penurunan turbiditas kembali
0,12 28,67 ± 0,06 menurun pada pH 2 diduga telah terjadi

26
Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Hendrawati, et. al.

denaturasi protein akibat pH yang terlalu mobility) yang bergantung pada ukuran dan
ekstrim. interaksi antar ion dalam larutan.
Berdasarkan Tabel 5 dan 6 dapat
Tabel 3. Pengaruh pH terhadap penurunan dilihat bahwa terjadi penurunan konduktivitas
turbiditas air tanah dengan pada sampel air sesudah penambahan
penambahan biokoagulan biji kecipir biokoagulan biji kecipir dan biji asam jawa.
Penurunan nilai konduktivitas
Ph Turbiditas (NTU) Efektivitas menunjukkan terjadinya penurunan
sebelum sesudah Penurunan
konsentrasi ion di dalam sampel air.
perlakuan perlakuan (%)
Penurunan konsentrasi ion ini akibat
2 27,87 5,38 80,70 terjadinya interaksi antara ion-ion dengan
3 38,12 3,04 92,03 senyawa polielektrolit dari biokoagulan. Ion-
4 59,33 8,77 85,22 ion yang sudah berikatan dengan senyawa
5 60,33 10,56 82,50
polielektrolit tidak dapat lagi menghantarkan
arus listrik sehingga konduktivitas larutan
6 63,67 70,00 -9,95
menjadi berkurang.
Tabel 4. Pengaruh pH terhadap penurunan Tabel 5. Pengaruh penambahan biokoagulan
turbiditas air tanah dengan biji kecipir terhadap konduktivitas
penambahan biokoagulan biji asam
jawa Konduktivitas
Konsentrasi Kecipir
dalam Sampel sesudah
pH Turbiditas (NTU) Efektivitas perlakuan(μS)
(%)
sebelum sesudah penurunan
(%) Kontrol 520,67 ± 2,31
perlakuan perlakuan
2 27,87 5,67 79,66 0,02 455,00 ± 4,36
3 119,33 0,33 99,72 0,03 436,00 ± 1,73
4 70,33 6,36 90,95 0,05 424,33 ± 2,89
5 72,33 15,27 78,89
0,07 410,00 ± 3,61
6 61,33 65,33 -6,52
0,08 398,67 ± 1,53
Berdasarkan Peraturan Pemerintah 0,10 389,00 ± 1,00
No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan 0,12 381,67 ± 1,53
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, kriteria pH air bersih (Kelas II) yang
Tabel 6. Pengaruh penambahan biokoagulan
dianjurkan yaitu memiliki pH 6-9 maka
biji asam jawa terhadap
sampel air tanah yang telah mengalami konduktivitas
perlakuan dengan biokoagulan biji kecipir dan
asam jawa ini masih perlu melalui proses Konduktivitas
Konsentrasi Asam Jawa
netralisasi agar pHnya sesuai dengan syarat- dalam Sampel sesudah
syarat air bersih yang dianjurkan. (%) perlakuan(μS)

Pengaruh Koagulan Terhadap Kontrol 452,00± 0,00


0,002 437,33± 1,15
Konduktivitas Air Tanah
0,004 436,67± 0,58
0,005 436,33± 1,15
Konduktivitas larutan dipengaruhi 0,007 436,33± 1,15
oleh ion-ion dalam larutan. Oleh karena itu, 0,009 435,33± 1,15
konduktivitas meningkat apabila konsentrasi 0,018 430,67± 2,31
ion meningkat. Untuk menghantarkan arus 0,027 430,67± 1,53
listrik, ion-ion bergerak dalam larutan 0,036 429,00± 1,73
memindahkan muatan listriknya (ionic 0,045 575,00± 1,73

27
Valensi Vol. 3 No. 1, Mei 2013 (22-33) ISSN : 1978 - 8193

Tabel 7. Pengaruh pH terhadap konduktivitas


pH Asam jawa Kecipir
Kond. sebelum Kond. sesudah Kond. sebelum Kond. sesudah
(μS) (μS) (μS) (μS)
2 4843± 11,55 4420± 59,52 4843± 11,55 4063± 55,08
3 479± 2,52 435± 1,15 542,00± 8,00 436,00± 1,73
4 349± 0,58 316± 0,00 443,67± 2,08 375,67± 1,15
5 262± 0,58 241± 1,15 390,33± 0,58 333,33± 1,15
6 191± 0,62 170± 0,17 193,77± 0,31 164,37± 0,35

Pada Tabel 7 dapat diamati pengaruh logam dilakukan dengan menggunakan AAS
pH terhadap konduktivitas yang menunjukkan terhadap logam Fe dan Mn pada sampel air
bahwa semakin mendekati pH 2 maka nilai tanah serta logam Cu, Cd, dan Cr pada larutan
konduktivitas semakin meningkat. simulasi.
Pengukuran pengaruh pH terhadap
konduktivitas ini dilakukan dengan dosis Hasil analisis terhadap kandungan ion
optimum masing-masing biokoagulan yang logam pada sampel air tanah dan larutan dapat
telah diperoleh pada jar test. Penambahan dilihat pada Gambar 4 dan 5. Pengujian
biokoagulan pada sampel air dengan rentang dilakukan dengan menggunakan dosis dan pH
pH yang berbeda memberikan penurunan optimum. Hasil pengujian terhadap
terhadap konduktivitas walaupun kandungan logam Fe ditunjukkan pada
pengaruhnya tidak berarti. Gambar 2 dan 3. Pengujian kandungan logam
Pengukuran pada rentang pH yang Fe dalam sampel air tanah menunjukkan
berbeda memberikan nilai konduktivitas yang adanya peningkatan konsentrasi Fe pada
juga berbeda. Semakin rendah pH maka nilai kontrol dan sampel dengan perlakuan
konduktivitas akan meningkat. Hal ini dibandingkan dengan sampel awal. Nilai pH
diakibatkan pada pH yang semakin rendah larutan yang asam juga mempengaruhi
konsentrasi ion H+ semakin meningkat kenaikan konsentrasi Fe. Pada pH asam
sehingga nilai konduktivitasnya pun semakin kelarutan ion Fe meningkat sehingga lebih
tinggi. Ion-ion H+ ikut berperan dalam banyak ion Fe yang terdeteksi.
menghantarkan listrik dalam larutan yang Air tanah sering mengandung zat besi
mengakibatkan konduktivitas meningkat pada (Fe) dan mangan (Mn) cukup besar. Adanya
pH yang rendah. Pada pH yang semakin asam kandungan Fe dan Mn dalam air
kelarutan ion-ion logam yang terkandung menyebabkan warna air tersebut berubah
dalam sampel air tanah juga akan meningkat menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat
sehingga akan mempengaruhi naiknya nilai
konduktivitas pada pH yang semakin rendah.
7
Pengaruh Koagulan Terhadap Kadar 6
konsentrasi (ppm)

Logam 5
Pengukuran parameter kimia untuk
4 awal
kualitas air dapat berupa analisis ion tertentu.
Ion-ion tersebut terlarut dalam air karena 3 kontrol
terjadinya kontak antara air dengan endapan- 2
perlakuan
endapan mineral yang ada di alam maupun 1
akibat kontaminasi oleh senyawa pencemar 0
(Said dan Ruliasih, 2010). Keberadaan ion-ion
logam yang berlebihan di perairan dapat Fe Mn Cd Cr Cu
menimbulkan efek toksik. Oleh karena itu,
melalui proses koagulasi diharapkan dapat
Gambar 4. Pengaruh penambahan biokoagulan
membantu mengurangi konsentrasi ion-ion biji asam jawa terhadap kandungan
logam yang berlebihan yang terdapat di logam
perairan. Pada penelitian ini, analisis ion-ion

28
Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Hendrawati, et. al.

6 memiliki gugus-gugus yang bermuatan negatif


yang mampu mengikat ion-ion logam yang
konsentrasi (ppm) 5
bermuatan positif. Adapun penurunan kadar
4 logam pada kontrol dan sampel yang diberi
awal perlakuan dibandingkan dengan kadar logam
3
kontrol pada sampel awal lebih disebabkan oleh
2 pengaruh pengenceran bukan karena
perlakuan penambahan suspensi biokoagulan.
1
0 Pengaruh Koagulan Terhadap Total
Fe Mn Cd Cr Cu Koliform Air Tanah
Parameter biologi air berhubungan
dengan keberadaan populasi mikroorganisme
Gambar 5. Pengaruh penambahan biokoagulan akuatik di dalam air yang berakibat pada
biji kecipir terhadap kandungan kualitas air. Akibat yang penting adalah
logam penyebab penyakit yang ditimbulkan oleh
adanya mikroorganisme patogen dalam air.
kontak dengan udara. Disamping dapat
Bakteri koliform merupakan indikator dalam
mengganggu kesehatan juga menimbulkan
substrat air, bahan makanan, dan sebagainya
bau yang kurang enak serta menyebabkan
untuk kehadiran mikroorganisme berbahaya
warna kuning pada dinding bak serta bercak-
(Suriawiria, 2008). Lebih tepatnya bakteri
bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu
koliform fekal adalah bakteri indikator adanya
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
pencemaran bakteri patogen. Penentuan
416 Tahun 1990 Tentang Syarat-syarat dan
koliform fekal menjadi indikator pencemaran
Pengawasan Kualitas Air, kadar (Fe) dalam
dikarenakan jumlah koloninya pasti
air bersih maksimum yang diijinkan adalah
berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
1,0 mg/L, dan kadar Mangan (Mn) dalam air
patogen.
bersih yang diijinkan adalah 0,5 mg/L.
Tabel 8 dan 9 menunjukkan pengaruh
Penurunan konsentrasi logam terjadi
biokogulan serbuk biji kecipir dan asam jawa
pada logam Mn. Konsentrasi awal pada
terhadap pertumbuhan bakteri koliform dalam
sampel air yaitu 0,2972 ppm sedangkan
sampel air yang dilakukan dengan uji MPN.
setelah perlakuan menjadi 0,2444 ppm di
Uji MPN yang dilakukan menggunakan 9
mana terjadi penurunan konsentrasi sebesar
tabung yang berisi media Lactose Broth
17,77 %. Mekanisme penyisihan ion logam ini
(masing-masing 3 seri) yang diinkubasikan
dapat terjadi saat mulai terbentuknya flok
pada proses koagulasi. Flok-flok yang pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
terbentuk dan mengendap akan ikut Pengujian dilakukan pada pH alami
mengendapkan logam Mn dalam sampel air sampel air (kisaran pH 6) dan pada pH
sehingga terjadi penurunan konsentrasi. optimum (kisaran pH 3). Hal ini dilakukan
Pengujian terhadap logam Cu, Cd, untuk melihat apakah pH sampel ikut
dan Cr bertujuan untuk mengetahui berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri
kemampuan kedua jenis biokoagulan untuk koliform, selain dari pengaruh biokoagulan.
menurunkan kadar logam berat yang biasa Tabel 8 menunjukkan pengaruh
terdapat dalam buangan limbah industri yang biokoagulan serbuk biji kecipir terhadap
nantinya diharapkan dapat diterapkan dalam pertumbuhan bakteri koliform dalam sampel
pengolahan air limbah industri. air. Pada pH 6 terlihat bahwa biokoagulan
Berdasarkan hasil analisis, dapat serbuk biji kecipir tidak memiliki kemampuan
diketahui bahwa kedua jenis biokoagulan baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri
biji kecipir maupun asam jawa tidak memiliki koliform. Berdasarkan pengamatan 48 jam
kemampuan untuk mengurangi kandungan pada tabung tanpa biokoagulan terlihat adanya
logam berat dalam larutan simulasi. Hal ini pertumbuhan bakteri koliform dengan indeks
diduga polielektrolit yang terkandung dalam MPN per 100 mL sebesar 23 sedangkan pada
kedua jenis biokoagulan tersebut tidak tabung dengan biokagulan pertumbuhan
bakteri koliform meningkat menjadi >1100.

29
Valensi Vol. 3 No. 1, Mei 2013 (22-33) ISSN : 1978 - 8193

Tabel 8. Hasil uji MPN air tanah pada pH 6 dan jam, tabung dengan biokogulan menunjukkan
pH 3 dengan biokoagulan biji kecipir indeks MPN per 100 mL sebesar 9 yang
Kode Pembacaan Tabung dengan Indeks harganya lebih rendah dibandingkan pada
Sampel Hasil Positif MPN tabung tanpa biokoagulan yaitu 23.
DSLB SSLB SSLB per Pada pH 3 juga terlihat penurunan
(10mL) (1mL) (0,1 mL) 100mL indeks MPN per 100 ml dengan adanya
48 KK6 3 0 0 23 penambahan biokogulan serbuk biji asam
48 SK6 3 3 3 >1100 jawa. Berdasarkan pengamatan pada 48 jam,
48 KK3 2 2 0 21 tabung tanpa biokoagulan menunjukkan
48 SK3 3 1 1 75
indeks MPN per 100 mL sebesar 23
sedangkan tabung dengan biokoagulan tidak
tampak pertumbuhan bakteri koliform yang
Hal yang sama juga terjadi pada pH 3
yang menunjukkan terjadinya peningkatan ditunjukkan dengan tidak adanya tabung
pertumbuhan bakteri koliform pada tabung dengan hasil positif sehingga indeks MPN per
dengan biokoagulan. Setelah pengamatan 48 100 mL menjadi nol.
jam pada tabung tanpa biokoagulan terlihat Terjadinya penurunan pertumbuhan
adanya pertumbuhan bakteri koliform dengan bakteri koliform ini menunjukkan bahwa pada
indeks MPN per 100 mL sebesar 21 biji asam jawa terdapat zat yang bersifat
sedangkan pada tabung dengan biokagulan antibakteri. Berdasarkan hasil penelitian
pertumbuhan bakteri koliform tetap 75. Imbabi et al. (1992), dilaporkan bahwa
Menurut Maier et al. (2009), jika ekstrak biji asam jawa memiliki kemampuan
dalam air mengandung bahan organik dengan bakterisida dan fungisida yang dihasilkan oleh
senyawa tamarindineal (5-hydroxy-2-oxo-
konsentrasi yang signifikan dan pada suhu
hexa-3,5-dineal).
tinggi, maka jumlah bakteri akan meningkat.
Biji kecipir kaya akan kandungan protein
H H
yaitu sekitar 33,83 % (Amoo et al., 2006).
Protein inilah yang justru menjadi nutrisi bagi
bakteri yang terdapat pada sampel air H2C CHO
sehingga pertumbuhannya meningkat. OH O
Terjadinya peningkatan pertumbuhan bakteri
koliform ini menunjukkan bahwa pada biji
kecipir tidak terdapat zat yang bersifat Gambar 6. Tamarindineal
antimikroba.
Tabel 9 menunjukkan pengaruh pH memiliki peranan yang penting
biokoagulan serbuk biji asam jawa terhadap pada pertumbuhan mikroba. Pada umumya
pertumbuhan bakteri koliform dalam sampel mikroba menyukai pH netral untuk
air. Pada pH 6 terlihat adanya pengaruh pertumbuhannya. Beberapa mikroba dapat
penambahan biokoagulan serbuk biji asam hidup pada pH tinggi (alkaliphils) tetapi
jawa terhadap penurunan aktivitas bakteri hanya sedikit mikroba yang dapat hidup pada
koliform. Berdasarkan pengamatan pada 48 pH asam (acidophils). Berdasarkan hasil uji
MPN yang dilakukan pada pH 6 dan 3 terlihat
Tabel 9. Hasil uji MPN air tanah pada pH 6 dan adanya pengaruh pH terhadap pertumbuhan
pH 3 dengan biokoagulan biji asam bakteri koliform selain pengaruh penambahan
jawa biokoagulan. Pada pH 3 pertumbuhan bakteri
koliform memiliki indeks MPN yang lebih
Kode Pembacaan Tabung dengan Indeks
Sampel Hasil Positif MPN rendah dibandingkan pada pH 6. Hal ini
DSLB SSLB SSLB per menunjukkan bahwa pada pH 3 terdapat lebih
(10mL) (1mL) (0,1 mL) 100mL sedikit mikroba yang masih dapat bertahan
48 KA6 3 0 0 23 hidup.
48 SA6 2 0 0 9
48 KA3 3 0 0 23 Pengaruh Koagulan Terhadap DO
48 SA3 0 0 0 0
(Dissolve Oxygen) dan BOD (Biological
Oxygen Demand) Air Tanah

30
Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Hendrawati, et. al.

Keberadaan oksigen sangat vital kedua jenis biokoagulan dalam sampel air
dalam perairan alami. Dalam air oksigen menambah muatan bahan organik yang berada
dikonsumsi secara cepat oleh bahan organik, di dalam sampel air sehingga dibutuhkan lebih
(CH2O), dalam reaksi: banyak oksigen untuk mengoksidasikan
(CH2O) + O2→ CO2+ H2O bahan-bahan organik tersebut yang
mengakibatkan oksigen terlarut di dalam
Parameter oksigen terlarut sampel air semakin berkurang.
memberikan indikasi tentang tingkat Nilai BOD5 yang lebih tinggi pada
kesegaran air akibat adanya proses sampel air tanah dengan perlakuan biji kecipir
biodegradasi dan asimilasi pada badan air. dibandingkan dengan perlakuan biji asam
Adanya muatan bahan organik yang berlebih jawa menunjukkan kebutuhan oksigen pada
akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air perlakuan dengan biji kecipir lebih tinggi
pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar yang mengindikasikan lebih banyak bahan
kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut organik yang didegradasi oleh
akan berpengaruh terhadap fungsi dari air mikroorganisme dalam sampel air dengan
(Salmin, 2008). perlakuan biji kecipir. Hal ini berhubungan
Tabel 10 menunjukkan pengaruh dengan kandungan biokoagulan biji asam
biokoagulan biji kecipir dan asam jawa jawa yang memiliki sifat antimikroba yang
terhadap nilai DO dan BOD. Hasil analisis dapat mengakibatkan kematian
menunjukkan penambahan kedua jenis mikroorganisme yang berperan untuk
biokoagulan ke dalam sampel air tidak mendegradasikan bahan organik dalam
menurunkan angka BOD. sampel. Akibatnya kadar oksigen terlarut pada
Penurunan nilai DO pada hari kelima perlakuan biji asam jawa masih lebih tinggi
menunjukkan adanya peningkatan dan nilai BOD5 lebih rendah dibandingkan
penggunaan oksigen untuk mengoksidasikan dengan perlakuan biji kecipir.
bahan organik pada sampel sehingga kadar
oksigen terlarut menjadi lebih rendah. Pada Perbandingan Efektivitas Biji Kecipir dan
sampel air tanah dengan perlakuan biji asam Biji Asam Jawa sebagai Biokoagulan
jawa memiliki nilai BOD5 1,59 mg/L di mana Penentuan dosis optimum
terjadi kenaikan nilai BOD5 dibandingkan biokoagulan biji kecipir dan biji asam jawa
dengan sampel air tanah tanpa perlakuan yang dengan menggunakan jar test diperoleh hasil
memiliki nilai BOD5 1,49 mg/L. yang berbeda. Dosis optimum yang
Kenaikan nilai BOD5 juga terjadi dibutuhkan oleh biokoagulan biji asam jawa
pada sampel air tanah dengan perlakuan biji untuk menghasilkan persentase efektivitas
kecipir dengan nilai BOD5 11,5 mg/L. Nilai penurunan turbiditas konsentrasinya lebih
BOD yang meningkat pada sampel dengan rendah dibandingkan dengan biji kecipir.
perlakuan menunjukkan bahwa penambahan Biokoagulan biji asam jawa dapat
menurunkan turbiditas sebesar 99,72 %
Tabel 10. Pengaruh biokoagulan biji kecipir dan
dengan dosis 0,009 % sedangkan biokoagulan
biji asam jawa terhadap nilai DO dan
BOD5 biji kecipir menurunkan turbiditas sebesar
Sampel DO0 DO5 BOD5 92,03 % dengan dosis 0,03 %.Hasil
(mg/L) (mg/L) (mg/L) pengukuran terhadap parameter turbiditas,
Air tanah tanpa 5,55 4,53 1,49 temperatur, pH, konduktivitas, kadar logam,
perlakuan total koliform, dan oksigen terlarut
Air tanah + Asam jawa dibandingkan Peraturan Pemerintah No. 82
Kontrol 5,34 5,03 0,02 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
Perlakuan 5,96 4,85 1,59 dan Pengendalian Pencemaran Air dengan
Air tanah + Kecipir menggunakan kriteria mutu air kelas II dan
Kontrol 5,45 4,41 1,47 Permenkes No.416 Tahun 1990 Tentang
Perlakuan 6,01 0,30 11,5 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

31
Valensi Vol. 3 No. 1, Mei 2013 (22-33) ISSN : 1978 - 8193

Tabel 11. Hasil pengujian beberapa parameter sampel dibandingkan dengan PP No. 82 Tahun 2001 dan
Permenkes No.416 Tahun 1990
No. Parameter Satuan Kadar Kontrol Kecipir Kontrol Asam jawa
Maks. (0,03%) (0,009%)
Fisika
1 Temperatur °C Suhu 28,30±0,17 28,60 ± 0,17 28,17 ± 0,06 28,20 ± 0,00
udara
± 3°C
2 Kekeruhan NTU 25 17,86 ± 0,11 3,04 ± 0,14 11,68 ± 0,17 0,33 ± 0,03
Kimia
3 pH - 6-9 3,01± 0,02 3,12 ± 0,03 3,13 ± 0,02 3,07 ± 0,02
4 Daya hantar - - 520,67±2,31 436,00 ± 1,73 452,00 ± 0,00 435,33 ± 1,15
5 Besi mg/l 1,0 5,08±0,07 4,66±0,08 6,30±0,04 5,53±0,08
6 Mangan mg/l 0,5 0,18±0,008 0,26±0,009 0,28±0,006 0,24±0,004
7 BOD mg/l 3,0 1,47 11,5 0,02 1,59
Mikrobiologi
8 Total MPN/ 10 21 75 23 0
Koliform 100ml

Pada tabel 11 dapat diamati bahwa % sedangkan pada logam Fe tidak terjadi
biokoagulan biji asam jawa menunjukkan penurunan konsentrasi.
hasil yang lebih baik dalam memperbaiki 4. Penggunaan ekstrak biji kecipir tidak
turbiditas, total koliform, serta logam besi dan menurunkan jumlah bakteri berdasarkan
mangan. Pada parameter BOD dengan nilai indeks MPN per 100 mL sedangkan
biokoagulan biji asam jawa, masih memenuhi ekstrak biji asam jawa mampu
baku mutu walaupun terjadi peningkatan nilai menurunkan jumlah bakteri berdasarkan
BOD. Sedangkan untuk parameter temperatur, nilai indeks MPN per 100 mL dari 23
pH, dan daya hantar, penambahan menjadi 9 (pH 6) dan pada pH 3 dari 23
biokoagulan tidak memberikan perubahan menjadi nol.
yang berarti. Akan tetapi untuk parameter pH 5. Setelah melalui proses koagulasi-flokulasi
serta logam besi hasilnya belum memenuhi dengan ekstrak biji asam jawa dan biji
baku mutu yang dipersyaratkan. kecipir, terdapat beberapa parameter uji
yang belum memenuhi baku mutu air
4. SIMPULAN bersih yang dianjurkan yaitu pH dan
Berdasarkan hasil penelitian yang kadar logam Fe.
telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai 6. Penggunaan ekstrak biji asam jawa dan
berikut: biji kecipir tidak menurunkan kadar
1. Penggunaan ekstrak biji Asam Jawa dan kandungan logam berat Cd, Cu, dan Cr
biji Kecipir tidak memberikan pengaruh dalam larutan logam simulasi.
yang
berarti terhadap parameter temperatur, UCAPAN TERIMA KASIH
pH, dan konduktivitas. Penulis mengucapkan terima kasih
2. Ekstrak biji asam jawa dapat menurunkan kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah
turbiditas sebesar 99,72% dengan dosis Jakarta, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
0,009% sedangkan ekstrak biji kecipir dan Kepala Prodi Kimia Fakultas Sains dan
menurunkan turbiditas sebesar 92,03 % Teknologi atas kesempatan yang diberikan
dengan dosis 0,03 % masing-masing kepada penulis untuk melaksanakan
optimal pada pH 3. penelitian. Penulis juga mengucapkan terima
3. Penggunaan ekstrak biji asam jawa dan kasih kepada Kepala PLT UIN Syarif
biji kecipir tidak menurunkan angka BOD Hidayatullah Jakarta, dan Kepala
juga kurang efektif untuk menurunkan Laboratorium Balai Teknologi Lingkungan
kadar logam berat. Kadar logam Mn (BTL)-BPPT Serpong atas fasilitas yang
berkurang konsentrasinya sebesar 17,77

32
Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Hendrawati, et. al.

diberikan selama penulis melaksanakan a_FoidlEn.pdf, diakses pada 13 Maret


penelitian. 2011.
Imbabi, E.S., Ibrahim, K.E., Ahmed, B.M.,
DAFTAR PUSTAKA Abulefuthu, I.M., Hulbert, P. 1992.
Chemical Characterisation of The Tamarind
Amoo, I.A., O.T. Adebayo, and A.O. Oyeleye. Bitter Principle, Tamarindineal. Fitoterapia
2006. Chemical Evaluation of Winged Bean 63.
(Psophocarpus tetragonolobus) Phitanga Maier, Raina M., Ian L. Pepper, and Charles P.
Cherries (Eugenia uniflora), and Orchid Gebra. 2009. Environmental Microbiology,
Fruit (Orchid Fruit myristica). African Second Edition. California: Academic
Journal of Food Agriculture Nutrition and Press.
Development Volume 6 No. 2 2006 ISSN Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun
1684-5374. Nairobi: Rural Outreach 1990 Tentang Syarat-syarat dan
Program. Pengawasan Kualitas Air.
Babu, Raveendra., and Malay Chauduri. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Home Water Treatment by Direct Filtration 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001
with Natural Coagulant. Journal of Water Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
and Health. India: IWA Publishing. Pengendalian Pencemaran Air.
Bina, B., M.H. Mehdinejad, Gunnel Dalhammer, Pernitsky, David J. 2003. Coagulation. Alberta:
Guna Rajarao, M. Nikaeen, and H. Assosiated Engeenering.
Movahedian Attar. 2010. Effectiveness of https://awwoa.ab.ca/pdfs/Coagulation%201
Moringa oleifera Coagulant Protein as 01.pdf
Natural Coagulant Aid in Removal of Saefudin, Miranti Aryani, dan Tina Safaria. 2006.
Turbidity and Bacteria from Turbid Efektivitas Biokoagulan Kacang Babi
Waters.World Academy of Science, (Vicia faba) Dalam Memperbaiki Sifat
Engineering and Technology 67 2010. Fisik dan Kimiawi Limbah Cair dan
Campbell, Arezoo. 2002. The Potential Role of Industri Pulp dan Kertas. Laporan
Aluminium in Alzheimer’s Disease. Penelitian. Bandung: UPI.
Neprhol Dial transplant (2002) 17 [Suppl Said, Nusa Idaman., dan Ruliasih. 2010.
2]: 17-20. Pengolahan Air Sungai Skala Rumah
Dobrynin, Andrey V. dan Michael Rubinstein. Tangga Secara Kontinyu. Jakarta: BPPT.
2005. Theory of polyelectrolytes in Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan
solutions and at surfaces. Prog. Polym. Sci. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai
30 (2005) 1049–1118. Salah Satu Indikator Untuk Menentukan
www.elsevier.com/locate/ppolysci. Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX,
Enrico, Bernard. 2008. Pemanfaatan Biji Asam Nomor 3, 2005 : 21 – 26. Jakarta: LIPI.
Jawa (Tamarindus indica) sebagai Suriawiria, Unus. 2008. Mikrobiologi Air dan
Koagulan Alternatif dalam Proses Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara
Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu. Biologis. Bandung: P.T. Alumni.
Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjan Yuliastri, Indra Rani., dan Hendrawati. 2010.
Universitas Sumatera Utara. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa
Foidl N., Makkar H.P.S., dan Becker K. The oleifera) Sebagai Koagulan dan Flokulan
Potential of Moringa Oleifera for dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan
Agricultural and Industrial Uses. Air Tanah. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
http://www.moringa.co.il/Portals/7/Moring Hidayatullah.

33

Anda mungkin juga menyukai