Anda di halaman 1dari 28

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Locus of Control Internal

Konstruk yang dideskripsikan sebagai “lokus kontrol (locus of control)”

pertama-tama muncul dengan terpublikasinya monograf oleh Rotter pada

tahun 1966. Dalam publikasinya ini, Rotter mengemukakan skala yang ia

kembangkan untuk menilai/menaksir harapan umum individu akan kontrol

penguatan internal versus eksternal atas penguatan (Skala I-E). Instrumen ini

disusun dalam konteks teori pembelajaran-sosial. Dalam menjelaskan

penggunaannya, Rotter menulis “Efek penguatan mengikuti perilaku tertentu,

bukan sekedar proses pencapaian melainkan tergantung pada apakah orang itu

memandang hubungan kausal antara perilaku dan ganjarannya” (Anastasi &

Urbina, 2006:449). Rotter (dalam Kutanis dkk, 2011) mendefinisikan locus of

control dalam teori pembelajaran-sosialnya, sebagai sebuah penguatan yang

merupakan penanda dasar sikap individu dalam jangka Panjang. Konsep locus

of control memiliki peranan penting dalam sastra dalam membantu siswa yang

mengalami kesulitan dalam belajar dan sikap. Locus of control juga

memberikan gambaran pada keyakinan seorang mengenai sumber penentu

perilakunya. Ditambahkan pula bahwa locus of control adalah suatu cara

dimana individu memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan yang terjadi di

dalam kontrol atau di luar kontrol dirinya.


9

Locus of control menurut Soemanto (2006:187) ialah bagaimana

individu merasa/melihat garis/hubungan antara tingkah lakunya dan akibatnya,

apakah ia dapat menerima tanggung jawab atau tidak atas tindakannya.

Locus of control menurut Suparno (2000:81) berarti cara bagaimana

seseorang mempersepsi dan meletakkan hubungan antara perilaku dirinya

dengan konsekuensi-konsekuensi dan apakah mereka menerima tanggung

jawab terhadap apa yang dilakukannya. Dengan kata lain, locus of control atau

letak kendali merupakan istilah umum di dalam psikologi sosial yang

digunakan untuk menunjukkan sumber tanggung jawab yang dipersepsikan

oleh seseorang. Sumber kendali tersebut dapat berada di dalam dirinya atau

berada di luar dirinya.

Zaidi & Mohsin (2013:16) mengemukakan bahwa locus of control

adalah suatu bakat yang menjadi kontrol yang relevan lebih dari hasil.

Maksudnya adalah locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang

memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukkannya (action) dengan

akibat/hasilnya (outcome).

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa locus of

control adalah cara dari seseorang untuk memandang kejadian-kejadian yang

terjadi terhadap dirinya, apakah ia dapat menerima dan bertanggung jawab atau

tidak.

Cara yang digunakan untuk mengkategorisasikan locus of control

menurut Persitarini (dalam Azwar, 2004:111) adalah dengan menggunakan

skala IPC Levenson yang dalam konsepnya mengatakan bahwa locus of


10

control terbagi atas tiga arah orientasi kendali, yaitu orientasi Internal (I),

orientasi Powerfull Others (P), dan orientasi Chance (C). Dalam skalanya,

ketiga orientasi pusat kendali (locus of control) tersebut diungkap oleh sub

skala yang berbeda masing-masing. Tujuan Pengukuran skala ini adalah

memisahkan individu menurut arah locus of control-nya, sebagai arah internal

atau eksternal. Arah kendali (locus of control) internal (I) tentu saja diungkap

subskala I sedangkan arah kendali (locus of control) eksternal (E) diungkap

secara bersama-sama oleh subskala P dan subkala C. Adapun untuk subskala I

didalamnya meliputi percaya pada kemampuan diri dan percaya kepada usaha

sendiri, sedangkan untuk subskala P meliputi seberapa kuat atau besarnya

keyakinan pada kekuatan orang lain, dan suskala C yang meliputi kepercayaan

atau keyakinan yang kuat terhadap berpengaruhnya nasib atau keberuntungan

yang terjadi dalam kehidupannya.

Locus of control menurut Rotter (dalam Soemanto, 2006:187)

mempunyai dua dimensi, yakni dimensi eksternal dan dimensi internal.

Dimensi eksternal akan menganggap bahwa tanggung jawab segala perbuatan

itu berada di luar diri si pelaku. Seperti yang diungkapkan pula oleh Suparno

(2000:82) bahwa locus of control yang bersifat eksternal menempatkan

tanggung jawab berada di luar dirinya karena ia tidak mempunyai kendali dan

kendali itu ada pada pihak luar apakar itu berupa orang seperti misalkan guru,

orang tua, atau teman sebaya. Sedangkan locus of control dengan dimensi

internal melihat bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu berada pada diri si

pelaku.
11

Locus of control internal menurut Suparno (2000:82) diartikan sebagai

tanggung jawab atas terjadinya sesuatu apakah dipersepsi sebagai akibat

kegiatan-kegiatannya sendiri atau perilakunya sendiri karena dia memiliki

kendali terhadap dirinya, bahkan terhadap “nasibnya”. Sedangkan menurut

Anastasi dan Urbina (2006:82) locus of control internal merujuk pada persepsi

atas peristiwa sebagai sesuatu yang bergantung pada perilaku seseorang atau

pada ciri-ciri seseorang yang relatif tetap.

Soemanto (2006:187) mengungkapkan bahwa dimensi internal melihat

bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu berada pada diri si pelaku. Anak-

anak yang mempunyai locus of control internal suka bekerja sendiri dan

efektif. Menurut Kuswana (2014:321) seseorang yang memiliki locus of

control internal percaya bahwa hasil/penguatan yang diterima merupakan

perilaku atau usaha sendiri. Pada individu yang memiliki locus of control

internal, faktor kemampuan dan usaha terlihat dominan. Oleh karena itu

apabila individu dengan locus of control internal mengalami kegagalan, maka

mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang

dilakukan.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan ciri-ciri locus of

control internal adalah sebagai berikut:

1. Bertanggung Jawab

Tanggung jawab menurut Yusuf S. dan Sugandhi N. M. (2011:35)

adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,


12

masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang

Maha Esa. Seorang anak atau individu yang mempunyai locus of control

dengan dimensi internal akan memiliki keyakinan bahwa setiap hasil yang

didapatkan adalah tanggung jawab atas apa yang telah dilakukkannya, dan

ia dapat menerimanya, karena dia menganggap bahwa semua yang terjadi

masih di dalam kontrolnya. Termasuk juga dalam hal belajar, mereka akan

merasa bahwa mereka mempunyai tanggung jawab sendiri terhadap belajar

dan hasil belajar yang ingin dicapainya, sehingga anak yang bertanggung

jawab akan belajar sebaik-baiknya dan bersungguh-sungguh guna

mendapatkan hasil terbaik seperti yang diinginkannya.

2. Percaya pada kemampuan diri

Percaya pada kemampuan diri menurut Kreitner dan Kinicki

(2001:203) adalah sikap yang dimiliki individu yang memiliki locus of

control internal yang menganggap bahwa keberhasilan dapat terjadi karena

aktivitas dirinya. Menurut Kahle (dalam Riyadiningsih, 2001:155) individu

dengan locus of control internal diidentifikasi lebih banyak menyandarkan

harapannya pada diri sendiri dan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian

disbanding hanya situasi yang menguntungkan. Anak dengan locus of

control internal akan selalu aktif dalam mencari informasi yang berguna

yang dapat dimanfaatkannya sebagai pengetahuan-pengetahuan yang akan

menunjang hasil belajarnya, ia juga akan selalu mengandalkan dirinya dan

tidak bergantung pada orang lain. Individu dengan locus of control internal

juga cenderung memiliki sifat yang lebih aktif dalam mencari, mengolah
13

dan memanfaatkan berbagai informasi dan memiliki keinginan mencapai

prestasi yang tinggi. Siswa yang memiliki locus of control juga memiliki

rasa percaya diri lebih tinggi, memiliki kemauan bekerja keras dan memiliki

kekhawatiran akan gagal.

3. Berpersepsi positif

Persepsi menurut Slameto (2013:102) adalah proses yang menyangkut

masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Seorang anak yang

memiliki locus of control iinternal akan selalu memiliki persepsi yang

positif yang menganggap bahwa keberhasilan bisa didapatkan selama ia

mau berusaha, hal ini akan menimbulkan sikap selalu berusaha untuk

menemukan pemecahan masalah, memiliki inisiati tinggi, selalu mencoba

berpikir seefektif mungkin dan suka bekerja keras agar ia memperoleh apa

yang menjadi tujuannya.

4. Tidak bergantung pada nasib atau keberuntungan

Individu dengan locus of control internal tidak bergantung pada nasib

atau keberuntungan, jika individu dengan locus of control eksternal melihat

keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib maka siswa dengan

locus of control internal lebih memandang bahwa kegagalan mereka disebabkan

karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan,

mereka akan bangga atas hasil usahanya.

Soemanto (2006:187) mengungkapkan bahwa Parenthal Behaviour

berhubungan dengan perkembangan kontrol anak. Orang tua yang hangat,

mendorong, membantu, mengharap anak segera dapat berdiri sendiri pada usia
14

yang masih muda, maka anaknya akan memiliki locus of control dengan

dimensi internal. Sebaliknya orang tua yang dominan selalu melarang,

mengecam, mengakibatkan anaknya mempunyai locus of control dengan

dimensi eksternal.

Demirkan seperti dikutip dalam Kutanis dkk (2011) dalam jurnalnya

“The Effect of Locus of Control on Learning Performance: A Case of an

Academic Organization” ciri-ciri individu dengan locus of control internal

yang membedakannya dari individu dengan locus of control eksternal jika

dilihat berdasarkan kualitas dari seorang individu tersebut diterangkan sebagai

berikut:

1. Percaya pada Kemampuan Sendiri

Individu dengan locus of control internal memiliki kecenderungan

untuk memilih kegiatan dimana mereka dapat menampilkan kemampuan

mereka

2. Bertanggung Jawab

Mereka merasa bahwa mereka bertanggung jawab atas keputusan

mereka sendiri, dan mereka merasa nasib mereka tidak terpengaruh oleh

faktor-faktor dari luar kendali mereka, tetapi dengan kemampuan sendiri.

3. Memiliki Kontrol atas Perubahan (Tidak bergantung pada nasib atau

keberuntungan)

Keyakinan mereka bahwa mereka memiliki kontrol atas nasib

mereka mencegah mereka dari mendapatkan curiga mengubah periode

karena mereka merasa bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.


15

Individu dengan locus of control internal akan cenderung menjadi pribadi

yang aktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan yang ada di

lingkungannya ataupun yang berkaitan dengan dirinya sendiri.

Adapun indikator-indikator yang dapat yang dapat dibuat untuk

mengukur locus of control internal berdasarkan pendapat-pendapat di atas

adalah sebagai berikut:

1. Bertanggung jawab

2. Percaya pada kemampuan diri

3. Berpersepsi positif

4. Tidak bergantung pada nasib atau keberuntungan

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

locus of control internal adalah cara pandang seseorang mempersepsikan

semua kejadian yang terjadi kepada dirinya, merupakan tanggung jawab

akibat perilakunya sendiri karena dia memiliki kendali terhadap dirinya, serta

indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur locus of control

internal seperti yang telah tersebut di atas.

B. Interaksi Teman Sebaya

Taneko (1993:49) mengemukakan manusia pada dasarnya dilahirkan

seorang diri, namun di dalam proses kehidupan selanjutnya, manusia

membutuhkan manusia lain di sekelilingnya. Ini merupakan salah satu

pertanda bahwa manusia itu adalah mahluk sosisal yaitu mahluk yang hidup

bersama. Manusia harus melakukan hubungan atau interaksi dengan manusia


16

lainya. Dengan adanya interaksi tersebut maka akan tercipta suatu pergaulan

hidup dan manusia itu hidup dalam suatu pergaulan.

Alvid dan Helen Gouldner dalam Taneko (1993:110) menjelaskan

interaksi sebagai aksi dan reaksi antara orang-orang. Dengan demikian

terjadinya interaksi apabila satu individu berbuat sedemikian rupa sehingga

menimbulkan reaksi dari individua atau individu-individu lainnya. Sedangkan

menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2011:87) mendefinisikan

interaksi sebagai hubungan timbal balik dua orang atau lebih, dan masing-

masing orang di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi

juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat

melainkan terjadi saling mempengaruhi.

Manusia selalu melakukan interaksi secara berkembang sesuai dimana

dia sedang berada. Pada tahap awal pembelajaran, seseorang mulai suka

bersama ibu atau bapaknya, mulai memilih di antara saudara-saudaranya, dan

kemudian memilih teman siapa yang paling cocok baginya (Suhartono,

2008:30).

Pierre dalam Ammar (2014:12) menjelaskan bahwa interaksi teman

sebaya adalah hubungan individu pada suatu kelompok kecil dengan rata-rata

usia yang hampir sama/sepadan. Masing-masing individu mempunyai

tingkatan kemampuan yang berbeda-beda. Mereka menggunakan beberapa

cara yang berbeda untuk memahami satu sama lainnya untuk bertukar

pendapat.
17

Partowisastro (1983) mengemukakan interaksi kelompok teman sebaya

adalah kedekatan hubungan pergaulan kelompok teman sebaya serta

hubungan atar individu atau anggota kelompok yang mencakup keterbukaan,

kerjasama, dan frekuensi hubungan.

1. Keterbukaan individu dalam kelompok

Yaitu keterbukaan individu terhadap kelompok dan penerimaaan

kehadiran individu dalam kelompoknya. Kelompok memenuhi kebutuhan

pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikkan

harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung

dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan

suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi

kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Arti penting

dari penerimaan atau penolakan teman sebaya dalam kelompok bagi

remaja adalah mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap,

perasaan, perbuatan-perbuatan dan penyesuaian diri remaja. Akibat

langsung dari penerimaan teman sebaya bagi seorang remaja adalah rasa

berharga dan berarti serta dibutuhkan bagi kelompoknya. Hal yang

demikian ini akan menimbulkan rasa senang, gembira, puas, bahkan rasa

bahagia. Hal yang sebaliknya dapat terjadi bagi remaja yang ditolak oleh

kelompoknya yakni adanya frustasi yang menimbulkan rasa kecewa

akibat penolakan atau pengabaian itu. Melalui hubungan teman sebaya

remaja berpikir mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan


18

menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari

pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya (Hurlock dalam

Mu’tadin, 2002:22).

2. Kerjasama individu dalam kelompok

Yaitu keterlibatan individu dalam kegiatan kelompoknya dan mau

memberikan ide bagi kemajuan kelompoknya serta saling berbicara dalam

hubungan yang erat. Menurut Basrowi (2005:145) kerja sama adalah

suatu bentuk proses sosial dimana di dalamnya terdapat aktivitas tertentu

yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dan saling membantu dan

saling memahami terhadap aktivitas masing-masing. Pada kelompok

teman sebaya untuk pertama kalinya remaja menerapkan prinsip hidup

bersama dan bekerja sama sehingga terbentuk nilai-nilai dan simbol-

simbol tersendiri.

3. Frekuensi hubungan individu dalam kelompok

Yaitu intensitas individu dalam bertemu anggota kelompoknya dan

saling bicara dalam hubungan yang erat. Remaja lebih banyak

menggunakan waktu dengan teman sebayanya. Dengan kelompok teman

sebaya remaja memiliki kesempatan yang banyak untuk berbicara dengan

bahasa dan persoalan sendiri.

Berkat diperolehnya perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan

dirinya dengan kelompok teman sebaya. Dalam proses belajar di sekolah,

kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai

dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga


19

fisik (seperti membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang

membutuhkan pikiran, seperti merencanakan kegiatan camping. Tugas-tugas

kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik atau

siswa untuk menunjukkan prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai

tujuan bersama (Syamsu dan Nani, 2011:66).

Pada usia remaja hubungan perkawanan merupakan hubungan yang

akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, dan saling

membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahkan masalah

bersama. Akan tetapi mereka juga saling memberi kesempatan untuk

mengembangkan kepribadiannya masing-masing. Lingkungan interaksi antar

teman memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa di sekolah

(Sarwono, 2002:132). Seringkali remaja memilih bidang studi bukan karena

minatnya, tetapi terpengaruh oleh teman-temannya atau memilih bidang yang

populer tanpa merencanakan terlebih dahulu atau memahami bidang tersebut

(Lucy, 2010:58).

Pada umumnya remaja muda suka mengeluh tentang sekolah dan

tentang larangan-larangan, pekerjaan rumah, kursus-kursus wajib, makanan di

kantin, dan cara pengelolaan sekolah. Mereka bersikap kritis terhadap guru-

guru dan cara guru mengajar. Ini sudah merupakan “mode”. Remaja muda

yang ingin menjadi populer di antara teman-teman sebaya harus menghindari

kesan bahwa ia “pandai”. Sehingga interaksi siswa dengan teman sebayanya

baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat merupakan salah satu


20

faktor yang mempengaruhi sikap siswa terhadap pelajaran di sekolah

(Hurlock, 1980:220-221).

Syamsu dan Nani (2011:83) mengemukakan perkembangan kognitif

remaja sangat sulit diatasi oleh individu secara sendirian, tetapi baru dapat

dicapai apabila mendapat bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau

teman sebaya yang lebih terampil. Sikap orang tua dan teman sebaya terhadap

kompetisi intelektual mempengaruhi motif remaja untuk memperoleh ilmu

pengetahuan.

Hamzah dan Masri Kuadrat (2009:144) mengemukakan berikut ini

merupakan strategi-strategi pembelajaran yang melibatkan interaksi antar

siswa atau interaksi siswa dengan teman sebayanya:

1. Berbagi rasa dengan teman sekelas

Guru dapat meminta siswa mengolah materi yang baru saja diajarkan

di kelas, atau guru ingin memulai pelajaran dengan cara berbagi rasa ini

untuk membuka apa yang sudah diketahui siswa tentang topik yang

sedang dipelajari.

2. Formasi patung dari orang

Jika siswa berkumpul dengan cara kolektif mempresentasikan

bentuk fisik suatu gagasan, konsep, atau tujuan pembelajaran lain,

munculah formasi patung yang dapat membuat representasi tengkorak dari

orang, yakni setiap orang mempresentasikan sebuah tulang atau

sekelompok tulang. Dalam pelajaran aljabar, mereka dapat menciptakan


21

formasi patung dari persamaan-persamaan, setiap orang mempresentasikan

angka atau fungsi dalam persamaan tersebut, mintalah seorang siswa untuk

membantu mengarahkan kegiatan ini misalnya dengan menjadi instruktur.

3. Kerja kelompok

Pembentukan kelompok kecil untuk mencapai tujuan pengajaran

umum adalah komponen utama model belajar kelompok. Kelompok ini

efektif apabila terdiri atas tiga sampai delapan orang. Kelompok dapat

mengerjakan tugas tertulis secara kolektif misalnya dengan setiap

menyumbangkan gagasan, mereka juga dapat membagi tanggung jawab

dengan berbagai cara. Cara lain mereka menugaskan peran yang berbeda

diantara anggota kelompok, misalnya satu orang menulis, satu orang

memeriksa kesalahan eja atau tanda baca, satu orang membacakan laporan

di depan kelas, dan yang terakhir memimpin diskusi.

4. Board games

Board games (game yang menggunakan papan permainan) adalah

cara belajar pada konteks lingkup sosial informal yang menyenangkan.

Dalam model belajar ini, selain siswa dapat mendiskusikan aturan

permainan, melempar dadu, dan tertawa, mereka juga terlibat dalam proses

mempelajari keterampilan atau topik yang menjadi focus permainan

tersebut. Topik permainan ini dapat berupa materi pelajaran, mulai dari

fakta matematika, keterampilan berbahasa, sampai data hujan tropis,

sampai pertanyaan-pertanyaan sejarah.

5. Simulasi
22

Strategi ini dimaksudkan kedalam strategi interpersonal karena

interaksi antar manusia yang terjadi dapat membantu siswa

mengembangkan tingkat pemahaman yang baru. Melalui percakapan dan

interaksi-interaksi lain, siswa mendapatkan pandangan dari sudut pandang

orang-orang yang langsung mengalami topik yang dipelajari.

Menjalin hubungan yang erat dan harmonis dengan teman sebaya

sangatlah penting pada masa remaja. Suatu hal yang sulit bagi remaja

menjauh dari dan dijauhi oleh temannya. Remaja mengungkapkan kepada

teman sebayanya secara bebas dan terbuka tentang rencana, cita-cita, dan

kesulitan-kesulitan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di

sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor yakni salah satunya interaksi teman

sebaya, karena pada masa remaja siswa cenderung memiliki minat yang sama

dengan teman kelompoknya. Siswa akan rajin belajar apabila ia berteman

dengan siswa-siswa yang rajin belajar pula, namun sebaliknya siswa akan

sering membuat keributan dan masalah apabila ia berteman dengan kelompok

siswa-siswa yang sering membuat keributan ataupun masalah.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi teman

sebaya merupakan hubungan timbal balik dari dua individu atau lebih yang

memiliki usia kurang lebih sama dimana setiap individu memiliki peran dan

aktif dalam hubungan tersebut.

Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur interaksi teman

sebaya pada penelitian ini adalah (1) Keterbukaan individu, (2) Kerjasama

individu, dan (3) Frekuensi hubungan individu.


23

C. Hasil Belajar Matematika

Slameto (2003: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu

proses usaha yang telah dicapai seseorang untuk mendapatkan suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai suatu

pengalaman seseorang tersebut dengan lingkungannya. Sudjana (2011: 22)

mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Dimyati & Mudjiono (2006: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari

sisi guru, tindak belajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari

siswa siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses

belajar. Muslich (2011: 38) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajar. Proses

belajar mengajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen guru

atau instruktur, siswa serta lingkungan belajar saling berinteraksi satu sama

lain dalam usaha mencapai tujuan sistem tersebut. Hasil dari proses belajar

disebut sebagai hasil belajar yang dapat dilihat dan diukur. Keberhasilan

seseorang di dalam mengikuti satuan program pengajaran pada satu jenjang

pendidikan tertentu dapat dilihat dari hasil belajarnya dalam program

tersebut.

Hamalik (2001) menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila

seseorang telah belajar dan terjadi perubahan tingkah laku pada orang

tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
24

menjadi mengerti. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek, dan

hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut.

Adapun aspek-aspek tersebut adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan,

keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis, dan sikap.

Ketika seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat

perubahan dari salah satu aspek.

Nana Sudjana (2011:22) mengemukakan bahwa hasil belajar

matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

memperoleh pengalaman belajarnya. Dalam belajar matematika terjadi

proses berpikir dan kegiatan mental dalam kegiatan menyusun hubungan-

hubungan antara bagian-bagian informasi yang diperoleh sebagai pengertian.

Karena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan-hubungan

tersebut. Dengan demikian ia dapat menampilkan pemahaman dan

penguasaan bahan yang dipelajari tersebut, inilah yang disebut hasil belajar.

Menurut Abdurrahman (dalam Haris, 2012: 14) hasil belajar

matematika adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan

belajar matematika. Dimyati & Mudjiono (2006: 200) Evaluasi hasil belajar

adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi),

pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang

tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan

belajar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika

adalah tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa
25

dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah

mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes. Hasil belajar

matematika siswa pada penelitian ini diperoleh dari nilai tes yang diberikan

kepada siswa kelas XI dengan materi Trigonometri. Adapun indikator hasil

belajar matematika yang diukur dalam penelitian ini meliputi:

1. Menentukan persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(0,0) dengan

panjang jari-jari r

2. Menentukan persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(0,0) dan

melalui suatu titik

3. Menentukan persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(a,b) dengan

panjang jari-jari r

4. Menentukan persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(a,b) dan

melalui suatu titik

5. Menentukan bentuk umum persamaan lingkaran yang diketahui pusat

dan jari-jarinya

6. Menentukan titik pusat dan jari-jari suatu lingkaran dari persamaan baku

lingkaran

7. Menentukan titik pusat dan jari-jari suatu lingkaran dari bentuk umum

persamaan lingkaran

8. Menentukan suatu nilai pada bentuk umum persamaan lingkaran yang

diketahui jari-jarinya

D. Materi

1. Konsep Lingkaran
26

Lingkaran adalah sebuah bangun datar yang sering digunakan

sebagai alat bantu dalam menjelaskan ilmu pengetahuan lain maupun

dalam berbagai penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari.

2. Definisi Lingkaran

Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik pada suatu bidang

yang berjarak sama terhadap sebuah titik tertentu.

3. Persamaan Lingkaran

a. Persamaan Lingkaran yang Berpusat di O(0,0) dan Berjari-jari r

Gambar 2.1

(Sumber: Modifikasi Lukito, 2014:78)

Pada gambar di atas, lingkaran berpusat di P(0, 0) dan jari-jarinya r.

Misalkan salah satu titik pada lingkaran adalah titik S(x, y) pada

lingkaran tersebut, tentukanlah persamaan lingkaran tersebut!

Alternatif penyelesaian:

Jarak titik S(x, y) ke titik P(0, 0) dapat ditentukan dengan rumus:

2 2
|PS|=√ ( x−0 ) + ( y−0 )

r =√ x 2 + y 2
27

r 2=x 2 + y 2

Jadi, persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(0,0) dan berjari-

jari r adalah x 2+ y 2=r 2

Contoh Soal:

Tentukan persamaan lingkaran yang berpusat di O(0,0) dan berjari-

jari sebagai berikut:

a. 4 b. 5

Jawaban:

a. x 2+ y 2=4 2 ⟺ x 2 + y 2=16

b. x 2+ y 2=52 ⟺ x 2 + y 2=25

b. Persamaan Lingkaran yang Berpusat di O(0,0) dan Melalui Sebuah

Titik

Contoh Soal:

Tentukan persamaan lingkaran yang berpusat di O(0,0) dan melalui

titik sebagai berikut:

a. P(3,4) b. Q(-1,2)

Jawaban:

a. Menentukan r 2

x 2+ y 2=r 2

32 + 42=r 2

9+16=r 2

25=r 2

Persamaan lingkaran yang dimaksud adalah x 2+ y 2=25.


28

b. Menentukan r 2

x 2+ y 2=r 2

(−1)2+ 22=r 2

1+4=r 2

5=r 2

Persamaan lingkaran yang dimaksud adalah x 2+ y 2=5.

1. Persamaan Lingkaran yang Berpusat di P(a,b) dan Berjari-jari r

Misalkan lingkaran pada gambar 2.1 dipindahkan sehingga berpusat di

P(a,b), tentukanlah persamaan lingkaran tersebut!

Gambar 2.2

(Sumber: Lukito, 2014:80)

Alternatif penyelesaian:

Jarak titik S(x, y) ke titik P(a,b) dapat ditentukan dengan rumus:


2 2
|PS|=√ ( x−a ) + ( y−b )
2 2
r =√( x−a ) + ( y−b )

r 2= ( x −a )2 + ( y−b )2
29

Jadi, persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(a,b) dan berjari-jari r

adalah ( x−a )2+ ( y −b )2=r 2

Contoh Soal:

Tentukan persamaan lingkaran yang berpusat di P(2,2) dan berjari-jari 2.

Jawaban:

( x−a )2+ ( y −b )2=r 2


2 2 2
⟺ ( x−2 ) + ( y−2 ) =2

⟺ x 2−4 x + 4+ y 2 −4 y + 4=4

⟺ x 2+ y 2−4 x−4 y +8−4=0

⟺ x 2+ y 2−4 x−4 y + 4=0

Jadi, persaman lingkaran yang di maksud adalah

x 2+ y 2−4 x −4 y + 4=0.

2. Persamaan Lingkaran yang Berpusat di P(a,b) dan Melalui Sebuah

Titik

Contoh Soal:

Tentukan persamaan lingkaran yang berpusat di P(1,1) dan melalui titik

M(0,3) !

Jawaban:

Menentukan r 2

( x−a )2+ ( y −b )2=r 2


2 2 2
⟺ ( 0−1 ) + ( 1−3 ) =r
2 2 2
⟺ (−1 ) + (−2 ) =r

⟺ 1+4=r 2
30

⟺ 5=r 2

Persamaan Umum Lingkaran: ( x−a )2+ ( y −b )2=r 2

( x−1 )2 + ( y−1 )2=5

⟺ x 2−2 x +1+ y 2−2 y +1=5

⟺ x 2+ y 2−2 x−2 y +2−5=0

⟺ x 2+ y 2−2 x−2 y −3=0

Jadi, persaman lingkaran yang di maksud adalah

x 2+ y 2−2 x −2 y −3=0.

3. Bentuk Umum Persamaan Lingkaran

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang konsep

persamaan lingkaran yaitu:

a. Persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(0,0) dan berjari-jari r

adalah x 2+ y 2=r 2

b. persamaan lingkaran yang berpusat di titik P(a,b) dan berjari-jari r

adalah ( x−a )2+ ( y −b )2=r 2

Jika diperhatikan kedua bentuk persamaan lingkaran tersebut,

maka dapat langsung diketahui titik pusat dan jari-jari lingkaran tersebut.

Persamaan tersebut dinamakan bentuk baku persamaan lingkaran.

Sedangkan untuk bentuk umum persamaan lingkaran didapat dari

hasil penjabaran bentuk ( x−a )2+ ( y −b )2=r 2 sehingga didapat:

( x−a )2+ ( y −b )2=r 2

⇔ x 2−2 ax +a 2+ y 2 −2by +b 2=r 2


31

⇔ x 2 + y 2−2 ax−2 by +a 2+b 2−r 2=0

Sehingga, didapat bentuk umum persamaan lingkaran yaitu

x 2+ y 2+2 Ax+2 By +C=0 dengan A=−a, B=−b, dan C=a 2+b 2−r 2.

Pusat dari lingkaran tersebut adalah P(− A ,−B) dengan jari-jarinya

adalah r =√ A 2+ B2−C

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan sesuai dengan masalah yang akan dibahas

oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Vivi Kurnia Lestari (2006) dalam penelitian dengan judul jurnalnya

“Pengaruh Locus of Control, Efikasi Diri, Kemampuan Mengingat dan

Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika” sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMU Al-falah. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa Locus of Control memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.

2. Sahat Saragih (2011) melakukan penelitian dengan jurnalnya yang

berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Locus of Control

terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa” pada tahun 2011.

Hasil dari penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan

penalaran matematika siswa yang memiliki Locus of Control internal

lebih baik dari siswa yang memiliki Locus of Control eksternal.

3. Kutanis, Mesci, dan Ovdur (2011) melakukan penelitian dengan

jurnalnya yang berjudul “The Effect of Locus of Control on Learning

Performance: A Case of Academic Organization” pada tahun 2011.


32

Hasil dari penelitian ini adalah peforma belajar dari siswa dengan locus

of control internal bernilai tinggi, serta mereka lebih proaktif dan efektif

selama proses pembelajaran. Di sisi lain, siswa dengan locus of control

eksternal lebih pasif pada proses pembelajaran.

4. Haider Imran Zaidi dan Naeem M. Mohsen (2013) dalam jurnalnya yang

berjudul ”Locus of Control in Graduation Student. International Journal

of Psychological Research” pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa

penelitian ini memperoleh hasil yang konsisten dengan penelitian

sebelumnya, hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa laki-laki

memiliki locus of control internal dan perempuan memperoleh skor

tinggi pada locus of control eksternal, dengan demikian perbedaan jenis

kelamin signifikan dalam locus of control.

5. Eko Suardi (2017) telah melakukan penelitian tentang pengaruh interaksi

teman sebaya dan motivasi terhadap hasil belajar matematika siswa kelas

VIII SMPN 34 Samarinda tahun ajaran 2016/2017. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa interaksi teman sebaya berpengaruh terhadap hasil

belajar matematika siswa.

6. Yulia Dewi Arief Fanti (2017) telah melakukan penelitian tentang

pengaruh kesiapan belajar dan interaksi teman sebaya terhadap prestasi

belajar matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Samarinda

Tahun Ajaran 2017/2018. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa

interaksi teman sebaya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

F. Kerangka Berpikir
33

Kemajuan belajar siswa dipengaruhi oleh locus of control internal

siswa. Siswa yang memiliki locus of control internal akan senantiasa

bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya termasuk dalam

kegiatan belajar matematika, sehingga ia akan belajar dengan sungguh-

sungguh untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Siswa yang memiliki

locus of control internal akan percaya diri dan selalu memiliki persepsi yang

positif, mereka akan yakin terhadap kemampuan diri sendiri dan tidak

menggantungkan hasil belajarnya kepada orang lain ataupun keberuntungan,

tentunya hal ini akan membuat siswa giat untuk belajar.

Beberapa penelitian yang relevan antara lain, Lestari (2006) dalam

penelitian dengan judul jurnalnya “Pengaruh Locus of Control, Efikasi Diri,

Kemampuan Mengingat dan Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Belajar

Matematika” sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa-siswi

SMU Al-falah, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa locus of control

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa, serta

Sahat Saragih (2011) melakukan penelitian dengan jurnalnya yang berjudul

“Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Locus of Control terhadap

Kemampuan Penalaran Matematika Siswa”, hasil dari penelitian ini terdapat

perbedaan yang signifikan kemampuan penalaran matematika siswa yang

memiliki locus of control internal lebih baik dari siswa yang memiliki locus

of control eksternal. Dengan demikian peneliti beranggapan bahwa locus of

control internal memiliki pengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Tenggarong.


34

Bagi siswa yang berteman dengan anak-anak yang rajin belajar maka

akan tumbuh keinginan di dalam diri siswa tersebut untuk mempelajari

matematika dengan sungguh-sungguh dan ingin menyelesaikan soal-soal

matematika. Sebaliknya, bagi siswa yang berteman dengan anak-anak yang

malas belajar, maka siswa tersebut akan terdorong untuk malas belajar dan

tidak ada keinginan untuk dapat menyelesaikan soal-soal matematika.

Interaksi teman sebaya akan mempengaruhi pola pikir siswa

sehingga dapat memberikan efek positif atau efek negatif kepada siswa.

Siswa akan rajin belajar jika teman-teman sekelompoknya rajin belajar,

sehingga hal ini akan membuat hasil belajar matematika siswa meningkat.

Sebaliknya siswa akan malas belajar jika teman-teman sekelompoknya

malas belajar, sehingga hal ini justru akan membuat hasil belajar

matematika siswa menurun. Pikiran positif ataupun negatif itu

mempengaruhi proses belajar siswa.

Beberapa penelitian yang relevan antara lain, Eko Suardi (2017)

telah melakukan penelitian tentang pengaruh interaksi teman sebaya dan

motivasi terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 34

Samarinda tahun ajaran 2016/2017, hasil penelitian ini menyatakan bahwa

interaksi teman sebaya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika

siswa, serta Fanti (2018) telah melakukan penelitian tentang pengaruh

kesiapan belajar dan interaksi teman sebaya terhadap prestasi belajar

matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Samarinda Tahun Ajaran

2017/2018, hasil penelitian ini menyatakan bahwa interaksi teman sebaya


35

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian peneliti

beranggapan bahwa interaksi teman sebaya memiliki pengaruh terhadap

hasil belajar matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tenggarong.

Berdasarkan uraian di atas, locus of control internal dan interaksi

teman sebaya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

belajar siswa. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menduga bahwa locus

of control internal, interaksi teman sebaya, dan kemampuan operasi hitung

dasar memiliki pengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir, maka

dirumuskan hipotesis penelitian yaitu:

1. Terdapat pengaruh locus of control internal dan interaksi teman sebaya

secara simultan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI pada

materi pokok rumus jumlah dan selisih sinus dan cosinus di SMA Negeri

1 Tenggarong tahun ajaran 2019/2020.

2. Terdapat pengaruh locus of control internal dan interaksi teman sebaya

secara parsial terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI pada

materi pokok rumus jumlah dan selisih sinus dan cosinus di SMA Negeri

1 Tenggarong tahun ajaran 2019/2020.

Anda mungkin juga menyukai