A. Latar Belakang
Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) hampir semua
(98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari
dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian
neonatal disebabkan infeksi seperti: infeksi, tetanus neonatorum, meningitis,
pneumonia, dan diare. (Imral chair, 2007).
Laporan WHO tahun 2005 angka kematian bayi baru lahir di Indonesia
adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di Indonesia
sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000 kelahiran hidup,
berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, setiap satu jam 10
bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu bayi Indonesia meninggal.
(Roesli Utami, 2008) Menurut DEPKES RI angka kematian infeksi neonatorum
cukup tinggi 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering
timbul sebagai komplikasi infeksi neonatorum adalah meningitis, kejang,
hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes, 2007).
Di negara berkembang termasuk Indonesia, tingginya angka morbiditas
dan mortalitas Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi masalah utama.
Penyebab utama mortalitas BBLR di negara berkembang adalah asfiksia, sindrom
gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermi. Di Indonesia sekitar 70%
persalinan terjadi di pedesaan dan di tolong oleh dukun bayi, mungkin pula
ditolong oleh mertua, anggota keluarga yang lain atau tetangga. Faktor utama
yang memberikan peluang terjadinya kematian neonatus di rumah adalah
kegagalan untuk mengenal faktor resiko tinggi pada kehamilan, persalinan,
periode neonatus dan tidak merujuk pada saat yang tepat. Upaya perawatan BBLR
dengan praktek “metode botol panas dan bedong” serta praktek tradisional lainnya
yang bersifat pendekatan supernatural, terbukti tidak dapat membantu bahkan
seringkali memberikan dampak buruk terhadap kondisi fisik bayi, seperti kasus
luka bakar akibat teknologi pemanasan dengan lampu petromaks. (Bangun lubis,
2008) Menurut dr. Imral Chair SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia dan ketua I Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinsia) dalam
seminar “Orientasi Metode Kanguru” yang diselenggarakan Forum Promosi
Kesehatan Indonesia, bayi premature maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan
berat badan rendah, terutama di bawah 2000 gram, terancam kematian akibat
hipotermi yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,50c disamping asfiksia dan
infeksi. (Imral Chair,2007).
Untuk mengetahui kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat,
karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia maka kematian janin dan
neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik laboratorium. Dengan dasar
pemeriksaan itu, sebab utama kematian perinatal di rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta adalah infeksi, asfiksia neonatorum, trauma, kelahiran,
cacat bawaan, penyakit yang berhubungan prematuritas, immaturitas, dan lain-
lain. (Sarwono, 2002).
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya
morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat
terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam
bulan pertama kehidupan. (Rachma, 2005). Angka kejadian infeksi neonatorum
masih cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal
ini dikarenakan neonatus rentan terhadap infeksi.Kerentanan neonatus terhadap
infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang
tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih
rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum
sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena infeksi neonatorum. Tindakan
invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya infeksi
nasokomial. (Surasmi, 2003).
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi
umum sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku
BBL tersebut di atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi,
frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana Asuhan perawatan Infeksi pada Bayi Baru Lahir
b. Tujuan Khusus :
Mengetahui pengkajian Infeksi pada Bayi Baru Lahir
Mengetahui pengertian Infeksi pada Bayi Baru Lahir
Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Infeksi
pada bayi baru lahir
Mengetahui evaluasi yang di harapkan
BAB II
KONSEP DASAR
C. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain
malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena
kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion
akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus
masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui
cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de
entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis.
Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis,
melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus.
E. Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolic
3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
4. Ikterus/kernikterus
F. Manifestasi Klinis
Hanya sebatas pada organ tunggal atau mungkin melibatkan banyak organ
(setempat atau sistemik).
Dapat ringan, sedang atau berat.
Akut, sub akut atau kronis.
Atau mungkin asimtomatik.
Ketidakmampuan mentoleransi makanan.
Iritabilitas.
Lesu
G. PENCEGAHAN
1. Pada masa Antenatal :
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi
yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
2. Pada masa Persalinan :
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air kemih,
jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara
menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur
urin.
3. Leukositosis (>34.000×109/L)
4. Leukopenia (< 4.000x 109/L)
5. Netrofil muda 10%
6. Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio
>0,2
7. Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
8. CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Factor-faktor pada masalah hematology:
Peningkatan kerentaan kapiler
Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)
Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
Peningkatan hemolisis
Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan
I. PENATALAKSANAAN
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam
i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari
dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang
lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam
pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine,
lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia,
pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah,
analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika
diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi,
CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis
atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan
dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika
diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14
hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik,
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi
darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS
NEONATORUM
1. Pengkajian
Aktivitas/istirahat (Gejala: malaise)
Sirkulasi (Tanda: tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal denyut
perifer kuat,cepat,takikardia (syok).
Eliminasi (Gejala: diare)
Makanan dan Minuman (Gejala: anoreksia, mual, muntah)
Neurosensori (Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda: gelisah, ketakutan)
Nyeri / Keamanan (Gejala: abdomiral)
Pernafasan (Gejala: tacipnea, infeksi paru, penyakit vital. Tanda: Suhu
naik( 39,95OC) kadang abnormal dibawah 39,95OC)
Seksualitas (Gejala: puripus perineal. Tanda: magerasi vulvaa – pengeringan
vaginal purulen)
Penyuluhan Pembelajaraan (Gejala: masalah kesehatan kronis riwaayat selenektomi
penggunaan antibiaotik)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan
prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
a. Intervensi :
Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukaan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril.
Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ batuk.
Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan
Pantau kecendrungan suhu
b. MRasional :
Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan
luka, sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan infeksi.
Mengurangi kontaminasi ulang.
Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah pnemoniaa
Mencegah penyebaran infeksi melalui proplet udaraa.
Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh efek dari endotoksinhipotalkus dan
endofrin yang melepaskan pirogen.
Hipertermia berdasarkan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit dehidrasi, efek
langsung dari sirkulasiedotoksia pada hipotalamus perubahan pada reguasi
temperataif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Neonatrum merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar
melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir
tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi
bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang
dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Untuk mencegah terjadinya infeksi neonatorum akibat adanya infeksi
nosokomial adalah :
1. Kebersihan tangan
Mencuci tangan adalah cara yang paling sederhana dan merupakan tindakan
utama dalam pengendalaian infeksi nosokomial.
2. Penggunaan air susu ibu (asi)
Bayi yang mendapat ASI mempunyai resiko lebih kecil untuk memperoleh infeksi
dari pada bayi yang mendapat susu formula. Efektivitas ASI tergantung dari
jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin sedikit
resiko untuk terkena infeksi.
https://popcash.net/register/172250
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta:
Infomedika.
Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV.
Sagung Seto