A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya proses
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Manifestasi Klinis
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
D. Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana
seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a) Wajah tegang, merah
b) Mondar-mandir
c) Mata melotot rahang mengatup
d) Tangan mengepal
e) Keluar keringat banyak
f) Mata merah
E. Penatalaksanaan
F. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
11. Pengetahuan
b. Analisa data
1. Klien mengatakan melihat atau mendengar 1. Tampak bicara dan ketawa sendiri.
sesuatu. Klien tidak mampu mengenal
2. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
tempat, waktu, orang.
3. Berhenti bicara seolah mendengar atau
2. Klien mengatakan merasa kesepian. melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat.
3. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan 4. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
sosial.
5. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah
4. Klien mengatakan tidak berguna. beralih saat bicara.
6. Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan 7. Ekspresi wajah murung, sedih.
didengar mengancam dan membuatnya
8. Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
takut.
sendiri.
9. Kurang aktivitas.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
d. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN
sensori: halusinasi keperawatan selama 3 x 24 PSIKOTERAPEUTIK
jam klien mampu mengontrol
Klien
halusinasi dengan kriteria
hasil: · Bina hubungan saling percaya
8. Anjurkan Klien
memasukkan cara
menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan
harian
SP II
3. Anjurkan Klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III
3. Anjurkan Klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
2. Berikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
3. Anjurkan Klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Keluarga
Daftar Pustaka
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.
A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih rendah
dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran
kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua
tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh,
perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis
keperawatan
C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3. Gangguan dalam berhubungan
4. Rasa diri penting yang berlebihan
5. Perasaan tidak mampu
6. Rasa bersalah
7. Pandangan hidup yang pesimis
8. Penolakan terhadap kemampuan personal
9. Menarik diri secara social
10. Khawatir dan menarik diri dari realitas
D. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
E. Penatalaksanaan
a. Farmakologi.
b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi
keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya
adalah memperbaiki perilaku klien dengan harga diri rendah.
c. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan perkembangan
klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan
bermasyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan gangguan konsep
diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang terdiri dari :
1. Persepsi
2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan
3. Menyadari masalah dan perubahan sikap
Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien meningkatkan dari
satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :
1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling
percaya.
2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk
menerima perasaan dan pikirannya.
3. Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat
merubah bukan rang lain.
4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan
yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.
F. Pohon Masalah
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
- Adanya ungkapan yang menegatifkan diri - Kontak mata kurang, sering menunduk
c. Diagnosa Keperawatan
d. Intervensi Keperawatan
5. Bantu pasien
menetapkan aktifitas
mana yang dapat pasien
lakukan secara mandiri
6. Nilai kemampuan
pertama yang telah
dipilih
SP SP 2
SP SP 3
2. Memilih kemampuan
ketiga yang dapat
dilakukan
Daftar Pustaka
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika
Press.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika
A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat,
2009, hlm. 93).
B. Penyebab
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh
kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi
skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita
skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun
eksternal meliputi.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
d. Stressor psikologis
C. Manifestasi Klinis
3) Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
10) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
D. Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori
halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah
persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-
suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119)
halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana
orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
b) Pemeriksaan psikologi
c) Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid
Isolasi Sosial
G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
6. Status mental
7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
11. Pengetahuan
b) Isolasi sosial
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
- Isolasi Sosial
d. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
SP 4
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri
sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria,
2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,
individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep,
2010).
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan
zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh
diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri
terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin,
adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau
membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan
bunuh diri (Fitria, 2009).
C. Manifestasi Klinis
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
D. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah
mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang
mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di
RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka
atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu
tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan
erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak
adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan
depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan
psikoterapi.
F. Pohon Masalah
Bunuh Diri
Isolasi Sosial
(Fitria, 2009)
G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
b) Bunuh diri.
c) Isolasi sosial.
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
d. Intervensi Keperawatan
SP 3
1. Identifikasi pola
koping yang biasa
diterapkan pasien.
3. Identifikasi pola
koping yang
konstruktif.
5. Anjurkan pasien
menerapkan pola
koping yang
konstruktuif dalam
kegiatan harian.
SP 4
2. Identifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis.
Daftar Pustaka
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) RISIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga
gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan
perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi
perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
2. Verbal
a) Bicara kasar
e) Suara keras
3. Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4. Emosi
a) Tidak adekuat
d) Tidak berdaya
e) Bermusuhan
5. Intelektual
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
8. Perhatian
D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
2. Terapi modalitas
a) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
1) BHSP
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami
b) Terapi kelompok
c) Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien.
F. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
10. Pengetahuan
a) Perilaku kekerasan
e) Isolasi social
f) Berduka disfungsional
b. Analisa Data
- Klien mengatakan ingin memukul orang - Sikap tampak kaku dan tegang
lain
- Agresif, agitasi
- Klien mengatakan ingin membunuh
- Mengamuk
- Klien mengatakan benci semua orang
- Peningkatan aktivitas motorik
- Mengepalkan tinju
c. Diagnosa Keperawatan
– Risiko Perilaku Kekerasan
d. Intervensi Keperawatan
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan. Jakarta : Widya
Medika.
Keliat, B.A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. EGC : Jakarta.
Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9. Surabaya: Airlangga University
Press.
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan. (Harold K, 2004)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor Presipitasi
C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang
tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran
yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia
tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak
sesuai kenyataan
D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham, yaitu:
3. Curiga
4. Bermusuhan
9. Mudah tersinggung
E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
F. Pohon Masalah
J. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
b) Konsep diri
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan proses pikir : waham
d. Intervensi Keperawatan
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.
Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri
yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a) Perkembangan
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a) Body Image
b) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya
C. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
2. Psikologis
3. Social
· Interaksi kurang
· Kegiatan kurang
· Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti pasien dikucilkan
di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan kehilangan
kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
E. Penatalaksanaan
F. Pohon Masalah
Isolasi social
G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa
lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya
meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentrasi, dan berhitung.
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan
dan merapikan pakaian.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,
menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain.
10. Pengetahuan
b. Isolasi Sosial
b. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
c. Diagnosa Keperawatan
d. Intervensi Keperawatan
· Mendiskusikan kesulitan
yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
dengan masalah deficit
perawatan diri
· Menjelaskan ciri-ciri
pasien yang mengalami
masalah deficit
perawatan diri dan jenis
deficit perawatan diri
yang sering dialami oleh
pasien dan proses
terjadinya
· Melatih keluarga
mempraktekan cara
merawat pasien dengan
deficit perawatan diri
· Membantu keluarga
membuat jadwal
aktifitas perawatan diri
bagi pasien dirumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.