PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) atau RME (Realistic
Mathematics Education) adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' atau pernah dialami siswa, menekankan keterampilan proses 'doing mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ('student inventing') sebagai kebalikan dari ('teacher telling') dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Supinah ( 2008 :15-16) menyatakan bahwa PMRI adalah suatu teori
pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari
Reaistic Mathematics Education (RME) dengan disesuaikan dengan situasi pendidikan matematika di Indonesia. PMRI memilik permasalahan yang sama dengan RME, dikarenakan keduanya berpedoman pada teori RME yang dicetuskan oleh salah satu matematikawan Belanda yaitu Hans Freudenthal.
Penilaian autentik dalam PMRI merupakan penilaian yang berusaha mengukur
atau menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dengan cara menerapkan pengetahuan dan ketrampilan itu pada kehidupan nyata. Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan. Kedua, penilaian atas tugas- tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada. Maksudnya adalah PMRI itu diterapkan agar siswa dapat berinteraksi secara aktif dalam proses pembelajaran dan tidak terpusat pada guru, sedangkan konvensioanl itu berpusat pada guru. maka dari itu untuk pembelajaran dengan PMRI dapat dikatakan lebih sulit karena siswa diharapkan untuk berpikir secara kritis, logis, agar siswa akan belajar konsep-konsep matematika berdasarkan realitas atau lingkungan di sekitar mereka.
Ada beberapa prinsip yang merupakan dasar teoretis PMRI, yaitu:
1. Guided Reinvention dan Progressive Mathematization Prinsip Guided Reinvention ialah penekanan pada “penemuan kembali” secara terbimbing. Jadi pembelajaran tidak diawali dengan pemberitahuan tentang “ketentuan” atau “pengertian”, atau “nama objek matematis” (definisi), atau “sifat”(teorema), atau “aturan”, yang diikuti dengan contoh-contoh serta penerapannya, tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual yang realistik (dapat dipahami atau dibayangkan oleh siswa, karena diambil dari dunia siswa atau dari pengalaman siswa). 2. Didactical Phenomenology Prinsip ini menekankan pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topiktopik matematika kepada siswa. 3. Self-Developed Model (Membangun sendiri model) Prinsip ini menunjukkan adanya “jembatan” yang berupa model karena berpangkal pada masalah kontekstual dan akan menuju ke matematika formal. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan model sendiri.
Dalam pembelajaran PMRI memiliki desain model pembelajaran berdasarkan
teori mulai dari tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Pembelajaran PMRI memiliki langkah atau prosedur dalam pembelajaranya yaitu : memahami, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah kontekstual, kemudian membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari penyelesaian sebelumnya dan terakhir menyimpulkan.