Anda di halaman 1dari 7

NOTULENSI

KAJIAN KIO
Hari & Tanggal : Minggu, 13 September 2020
Waktu : 13.00 – Selesai
Tempat : Via Zoom dan Instagram
Materi : Dexamethason Sebagai Obat Terapi COVID-19?
Narasumber : Apt. Andrey Wahyudi S.Farm.,M.Farm

Dexamethasone Sebagai Penatalaksanaan COVID-19


● Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena
infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa
menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru
yang berat, hingga kematian.
● Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih
dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang
menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja,
seperti lansia (golongan usia lanjut), orang dewasa, anak-anak, dan bayi,
termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.
● Gejala Awal: infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala
flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala.
● Gejala Umum: Demam (>38 derajat Celsius), Batuk kering, Sesak napas.
● Gejala Lain: Diare, Sakit kepala, Konjungtivitis, Hilangnya kemampuan
mengecap rasa atau mencium bau, Ruam di kulit.
● Tigkat kematian akibat virus Corona (Covid-19): Menurut data yang dirilis
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, jumlah
kasus terkonfirmasi positif hingga 24 Agustus 2020 adalah 153.535 orang
dengan jumlah kematian 6.418 orang. Tingkat kematian (case fatality rate)
akibat COVID-19 adalah sekitar 4,4%.. Usia: Kelompok usia 45-59 tahun
memiliki persentase tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan
golongan usia lainnya. Jenis kelamin: 58,5% penderita yang meninggal akibat
COVID-19 adalah laki-laki dan 41,5% sisanya adalah perempuan.
● Minimalkan risiko terinfeksi corona virus: Cuci tangan dengan air bersih yang
mengalir dan sabun, atau cairan pembersih tangan berbasis alkohol, Tutupi
hidung dan mulut dengan tisu atau lengan ketika batuk dan bersin, Hindari
kontak dengan orang yang menunjukkan gejala sakit flu, Masak daging dan
telur sampai matang, Hindari kontak dengan hewan liar atau ternak tanpa
menggunakan pelindung.
● Diagnosis COVID-19
 Swab test atau tes PCR (polymerase chain reaction) untuk mendeteksi
virus Corona didalam dahak.
 Rapid test: untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) yang diproduksi
oleh tubuh untuk melawan virus Corona.
 CT scan atau Rontgen dada untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di
paru-paru.
● Perbedaan rapid test dan RT-PCR:
 Rapid test: Menggunakan sampel darah, Mendeteksi imunoglobulin G
dan M dalam darah, Hasil diperoleh dalam beberapa menit, Hanya
skrining awal/deteksi dini, Pengujian bisa di fasilitas tingkat pertama,
Murah. Sedangkan
 RT-PCR: Menggunakan sampel lendir dalam hidung atau tenggorokan,
Mendeteksi materi genetik virus lewat RNA, Hasil diperoleh dalam
beberapa jam atau hari, Cukup akurat, Pengujian di laboratorium
biosafety level 2, Mahal.
● Farmakologi: Sebagai glukokortikoid, deksametason adalah agonis reseptor
glukokortikoid (GR). Ini memiliki aktivitas mineralokortikoid minimal.
● Konsumsi Dexamethasone:
 Dapat di beli dengan resep dokter (Merupakan obat keras)
 Tersedia di layanan kesehatan spt : Apotek, RS, puskesmas, klinik
 Bentuk sediaan : tablet, injeksi, tetes
● Deksametason merupakan obat kortikosteroid. Deksametason memiliki efek
antiinflamasi dan imunosupresan. Deksametason masuk dalam Daftar Obat
Esensial Organisasi Kesehatan Dunia. Di Bangladesh, obat ini banyak
ditemukan di jalan-jalan karena digunakan untuk para pekerja seks komersial
untuk meningkatkan bobot badan karena persaingan. Deksametason
digunakan untuk mengobati luka pendengaran pada anjing dan sering
dikombinasikan dengan marbofloxacin dan klotrimazol. Obat ini juga
dikombinasikan pada triklormetiazida untuk digunakan pada kuda.
Deksametason dan sebagian besar glukokortikoid dilarang oleh badan
olahraga termasuk Badan Anti-Doping Dunia

● Penggunaan Medis: Antiinflamasi, untuk mengobati banyak


kondisi inflamasi dan autoimun ,seperti rheumatoid
arthritis dan bronkospasme . Purpura trombositopenik idiopatik , penurunan
jumlah trombosit karena masalah kekebalan, merespons 40 mg setiap hari
selama empat hari; dapat diberikan dalam siklus 14 hari. Deksametason
umumnya diberikan sebagai pengobatan untuk croup pada anak-anak.
Disuntikkan ke tumit saat merawat plantar fasciitis , terkadang bersamaan
dengan triamcinolone acetonide . Syok anafilaksis alergi , jika diberikan
dalam dosis tinggi. Deksametason juga digunakan dengan antibiotik untuk
mengobati endophthalmitis akut. Dalam obat tetes mata tertentu terutama
setelah operasi mata, sebagai semprotan hidung, obat tetes telinga tertentu
(dapat dikombinasikan dengan antibiotik dan antijamur). Deksametason
digunakan dalam pacu jantung ulir transvena untuk meminimalkan respons
inflamasi miokardium . Deksametason dapat diberikan sebelum antibiotik
dalam kasus meningitis bakterial . Ini bertindak untuk mengurangi respons
inflamasi tubuh terhadap bakteri yang dibunuh oleh antibiotik (kematian
akibat bakteri melepaskan mediator proinflamasi yang dapat menyebabkan
respons yang berbahaya), sehingga mengurangi gangguan pendengaran dan
kerusakan neurologis.
● Terapi COVID-19: deksametason direkomendasikan oleh National Institutes
of Health (NIH) di AS, dan oleh Layanan Kesehatan Nasional di Inggris,
untuk pasien dengan COVID-19 yang memiliki ventilasi mekanis atau yang
membutuhkan oksigen tambahan tetapi tidak memiliki ventilasi mekanis.
Deksametason tidak direkomendasikan pada pasien dengan COVID-19 yang
tidak memerlukan oksigen tambahan atau rawat inap, dan NIH
merekomendasikan untuk tidak menggunakannya. Pedoman Infectious
Diseases Society of America (IDSA) menyarankan penggunaan glukokortikoid
untuk pasien dengan COVID-19 parah di mana parah didefinisikan sebagai
pasien dengan SpO2≤94% di udara ruangan, dan mereka yang membutuhkan
oksigen tambahan, ventilasi mekanis, atau ECMO . IDSA merekomendasikan
agar penggunaan glukokortikoid bagi mereka dengan COVID-19 tanpa
hipoksemia yang membutuhkan oksigen tambahan.
● Efek Dexamethasone sebagai terapi pasien infeksi Corona-Virus:
Kortikosteroid memiliki efek penghambatan yang baik pada faktor inflamasi
Efek anti-inflamasi utama dari glukokortikoid adalah untuk menghambat
sejumlah besar gen pro-inflamasi yang mengkode sitokin, kemokin, molekul
adhesi sel, enzim inflamasi, dan reseptor untuk mengatasi proses inflamasi dan
menyimpan kembali homeostasis. Namun, hasil studi klinis tentang peran
kortikosteroid tetap kontroversial. Sebuah studi retrospektif menunjukkan
bahwa sebagian besar pasien SARS menerima hasil yang memuaskan dari
penggunaan kortikosteroid. Tetapi dalam penelitian observasi retrospektif
pada pasien MERS, hasilnya menunjukkan bahwa pasien yang diberi
kortikosteroid lebih mungkin membutuhkan ventilasi mekanis, vasopresor,
dan terapi penggantian ginjal. Oleh karena itu, kami melakukan meta-analisis
ini untuk mengidentifikasi peran kortikosteroid pada pasien dengan virus
corona.
● Penelitian Dexamethason di RS untuk pasien Covid-19: Pada pasien rawat
inap Covid-19, penggunaan deksametason menghasilkan penurunan Kematian
28 hari di antara mereka yang menerima ventilasi mekanis invasif atau
oksigen saja secara acak tetapi tidak di antara mereka yang tidak menerima
pernapasan pendukung.
● Kontraindikasi:
 Kontraindikasi deksametason termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
 Infeksi yang tidak terkontrol
 Hipersensitivitas yang diketahui terhadap deksametason
 Malaria otak
 Infeksi jamur sistemik
 Pengobatan bersamaan dengan vaksin virus hidup (termasuk vaksin
cacar )
● Interaksi Dexamethasone dengan obat lain: Menurunkan efektivitas
dexamethason jika digunakan bersama phenytoin, rifampicin, barbiturat,
carbamazepine, atau ephedrine. Menurunkan kadar praziquantel di dalam
darah. Meningkatkan risiko terjadinya efek samping dexamethasone jika
digunakan bersama erythromycin, ketoconazole, atau ritonavir.
Meningkatkan risiko terjadinya penurunan kadar kalium (hipokalemia)
jika digunakan bersama obat golongan diuretik. Meningkatkan risiko
terjadinya perdarahan jika digunakan bersama warfarin. Meningkatkan
risiko terjadinya perdarahan saluran cerna jika digunakan bersama aspirin.
Meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan menurunkan efektifitas vaksin
hidup, seperti vaksin BCG.
● Penggunaan jangka panjang: Penggunaan dexamethasone untuk jangka
panjang membuat penggunanya mengalami muka yang membulat seperti
bulan (moon face), peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia),
dan lebih rentan mengalami infeksi, sariawan , keropos tulang, katarak ,
mudah memar, atau kelemahan otot.
● Pregnancy (Kehamilan):
Kategori kehamilan C di Amerika Serikat penggunaan harus didasarkan
pada manfaat yang diprediksi lebih besar daripada risiko.
Di Australia, penggunaan oral termasuk dalam kategori Adigunakan
selama kehamilan dan tidak ditemukan menyebabkan masalah pada bayi.
Tidak direkomendasikanLactation ( menyusui) .
● Conclusion: Pasien dengan kondisi parah lebih cenderung membutuhkan
kortikosteroid. Kortikosteroid dapat menyebabkan kematian yang lebih tinggi,
long of stay (LOS) yang lebih lama, tingkat infeksi bakteri dan hipokalemia
yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kortikosteroid harus digunakan dengan
hati-hati. Dalam pengobatan pasien COVID-19: kortikosteroid tidak
dianjurkan untuk pasien dengan kondisi ringan, dan kortikosteroid sedang
dapat digunakan pada pasien dengan kondisi parah untuk menekan respons
imun dan mengurangi gejala. Namun demikian, uji klinis multisenter
diperlukan untuk memverifikasi lebih lanjut kesimpulan ini.

PERTANYAAN
 Indah: Untuk penggunaan dexamethason yang gejala berat itu kondisinya
seperti apa? Apakah nantinya akan diberikan kepada pasien yang kondisinya
yang memang sudah sesak dan pernapasan atau bagaimana?
JAWABAN:
 Untuk pasien COVID-19 biasanya ditunjukan dengan tanda-tanda diantaranya
ada lima yang umum gejala berat dari COVID-19:
● Peningkatan suhu tubuh lebih dari38oC atau 37,8oC tapi demamnya naik
turun naik turun, kemudian adanya infeksi saluran nafas dengan tanda
peningkatan frekuensi nafas lebih dari 30 kali permenit sehingga sesak
nafas serta batuk bisa batuk berdahak atau batuk kering kemudian
penurunan kesadaran, jadi pada pasien COVID-19 dengan gejala berat
mungkin sama seperti pasien stroke bisa turunnya kesadaran atau penyakit
lainnya untuk pasien yang habis kecelakaan masih bisa sadar tetapi kalau
ditanya mungkin tidak nyambung masih bisa mendengar tetapi
pendengarannya tidak begitu jelas. Kemudian tanda gejala berikutnya
yaitu dalam pemeriksaan lanjut ditemukan fraksi oksigen kurang dari 10%,
peningkatan darah misalnya likoponia dan lainnya.
PERTANYAAN
 Ratri Nurhayati: Bolehkah saya minta penjelasan secara rinci bagaimana kerja
dexamethason menjadi terapi pada pasien COVID-19?
JAWABAN
 Pemberian dexamethason ini tidak boleh atau tidak direkomendasikan pada
COVID-19 dengan gejala sedang sampai ringan, dia cuma direkomendasikan
bagi pasien dengan gejala berat yang membutuhkan ventilasi mekanik tidak
perlu bantuan pernapasan pendukung.
PERTANYAAN
 Elsa Erlivanti: Jika dexamethason digunakan untuk gejala berat apakah pasien
yang mempunyai alergi terhadap obat dexamethason bisa diberikan dengan
obat golongan kartikosteroid lain dan apa efeknya juga sama seperti
pengobatan dengan dexamethason?
JAWABAN
 Untuk penelitian tentang kartikosteroid masih terbatas secara jurnal penelitian,
untuk mekanismenya ada di powerpoint.

KESIMPULAN
Deksametason merupakan obat kortikosteroid. Efek Dexamethason sebagai terapi
pasien infeksi virus Corona sebagai penghambatan yang baik pada faktor
inflamasi. Pemberian deksamethason ini tidak direkomendasikan pada COVID-19
dengan gejala sedang sampai ringan, tetapi hanya direkomendasikan bagi pasien
dengan gejala berat.

Anda mungkin juga menyukai