PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, ditujukan pada diri sendiri atau
orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan (Depkes RI, 2006 dalam
Dermawan, 2013). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki
tujuan khusus, tetapi lebih merujuk pada suatu dengan perasaan marah (Dermawan, 2013).
Salah satu dari aspek kesehatan adalah kesehatan mental (jiwa) yang sekarang banyak
dialami masyarakat. Menurut WHO (World Health Organization) 2007 gangguan mental
yan terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 44% dari
populasi gelobal menderita gangguan jiwa tentang depresi, dan 3,6 % dari kecemasan .
Jumlah penderita depresi kejiwaan meningkat lebih 18% d tahun 2005 & 2015.
Salah satu gejala gangguan jiwa adalah ketidakmampuan dalam mengontrol diri yang
selanjutnya akan menimbulkan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009, hlm. 139).
Teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku kekerasan diantaranya adalah
teknik relaksasi. Alasannya adalah jika melakukan kegiatan dalam kondisi dan situasi yang
relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Relaksasi merupakan upaya untuk
mengendurkan ketegangan jasmaniah, yang pada akhirnya mengendurkan ketegangan jiwa.
Salah satu cara terapi relaksasi adalah bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas
bernafas. Pelatihan relaksasi pernafasan dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan
baik tempo atau irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam
bernapas, menyebabkan sikap mental dan badan yang relaks sehingga menyebabkan otot
lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku
(Wiramihardja, 2007, hlm. 132).
Penelitian Kustanti dan Widodo (2008) tentang Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap
Perubahan Status Mental Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta telah
membuktikan bahwa relaksasi efektif untuk menurunkan keluhan fisik yang dialami oleh
klien perilaku kekerasan.
Hasil perhitungan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo yang
diperoleh, pasien yang mengalami gangguan perilaku kekerasan sebanyak 1.534 orang
(32,2%) dari jumlah keseluruhan pasien jiwa pada periode Januari- Desember tahun 2010
adalah 3.914 orang. Dengan jumlah pasien laki-laki sebanyak 2.357 dan wanita 1.557 orang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas maka rumusan
masalah dalam karya ilmiah akhir ners ini adalah “Penerapan Teknik Relaksasi Napas
Dalam Terhadap Tingkat Emosi Klien Perilaku Kekerasan.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi pasien Perilaku Kekerasan.
Sebagai tambahan informasi dan dapat menambah pengetahuan tentang Perilaku
Kekerasan, serta dapat menyikapi dengan teknik relaksasi Napas Dalam Terhadap
Tingkat Emosi.
2. Bagi profesi keperawatan
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Perilaku Kekerasan, sehingga dapat dilakukan tindakan
keperawatan yang segera untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien.
3. Bagi pembaca
Memberikan pengertian atau pengetahuan dan pengembalian keputusan yang tepat
kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi pasien dengan Perilaku Kekerasan.
4. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
lebih mendalam dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada Perilaku
Kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Stuart dan sundeen 1995, dalam Fitria 2010).
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita
melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan, dimana perilaku kekerasan ini dapat dilakukan
secara verbal maupun fisik, disertai dengan tingkah laku yang tidak terkontrol.
2. Tanda Dan Gejala
a. Fisik
b. Verbal
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri / orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
menuntut.
e. Intelektual
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
g. Sosial
h. Perhatian
3. Rentang Respon
Keterangan:
a. Asertif
memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak menemukan
alternatif.
c. Pasif
masih terkontrol.
e. Kekerasan
4. Faktor Presdiposisi
a. Biologis
perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi atau
b. Psikologis
Persepsi yang salah tehadap konflik yang terjadi dapat membuat individu
c. Sosiokultural
cenderung mudah marah; yang disebut “Acting Out” terhadap marah. Bila
mengarah pada amuk. Ahli teori sosial berpendapat bahwa komponen biologi
5. Fator Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury sacara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang (Yosep, 2010). Ketika
seorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang
menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya
sosial.
6. Proses Terjadinya Masalah
kekerasan adalah:
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan.
a) Mengalihkan
b) Mengingkari
dan primitif.
c) Disosiasi
atau identitasnya.
d) Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
dapat ditoleransi.
e) Rasionalisasi
g) Splitting
h) Represi
i) Supresi
j) Sublimasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Fitria (2010) klien dengan
lingkungan. Tanda dan gejala pada klien dengan perilaku kekerasan antara
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laria (2001) dalam Dalami (2010), pengkajian merupakan
tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada
meliputi :
a. Pengumpulan data
c. Faktor Predisposisi
kotor, terdapat bau badan, hal ini disebabkan kurangnya minat terhadap
tremor, kaku dan lambat. Hal ini akibat dari efek samping obat anti
psikotik.
4) Pemeriksaan tanda vital klien, meliputi tekanan darah , denyut nadi, dan
suhu klien.
1) Aspek Psikologis
generasi.
b) Konsep diri
(1) Gambaran diri; meliputi bagian tubuh yang disukai klien dan
bagian tubuh yang tidak disukai oleh klien. Apakah klien ada
(2) Identitas diri; meliputi status dan posisi klien di keluarga dan
(3) Peran diri; meliputi peran yang diemban oleh klien di keluarga
dan lingkungannya.
(5) Harga diri; penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan
2) Aspek sosial
lain.
3) Aspek spiritual
kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah individu dan keluarga di rumah dan
a) Penampilan
Biasanya pakaian klien kusut atau eksentrik dengan sikap tubuh lemah
b) Pembicaraan
Klien biasanya berbicara dengan cepat dan keras. Reaksi klien selama
c) Aktivitas motorik
d) Alam perasaan
khawatir?
e) Afek
mata kurang?
g) Persepsi
i) Proses pikir
j) Tingkat kesadaran
k) Memori
m) Kemampuan penilaian
tidak.
adanya orang-orang yang menjadi support system bagi klien dan tempat
6) Mekanisme koping
sekitarnya?
8) Pengetahuan klien
9) Aspek Medik
pengumpulan data.
utama.
2. Pohon Masalah
Penyebab
Ketidakefektifan Gangguan konsep diri:
koping keluarga: Harga diri rendah kronis
ketidakmampuan
keluarga merawat klien
di rumah
3. Masalah Keperawatan
a. Perilaku kekerasan.
di rumah.
g. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.
Klien mengancam
Klien meremehkan
Obyektif
Tangan mengepal.
Rahang mengatup.
Suara keras.
Obyektif
Penurunan produktivitas.
Obyektif
Wajah klien tampak tegang.
Rahang mengatup.
Tangan mengepal.
Mondar mandir.
Tabel 2.3
5. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku Kekerasan,
c. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, limgkungan, dan verbal).
Kesadaran diri perawat dan klien sangat penting karena akan mempengaruhi
intervensi dan interaksi antara klien dan perawat (Keliat, 2006). Bila secara emosi
klien untuk mengenalkan pada klien arti dan makna marah sehingga klien dapat
mengukur dirinya, pengendalian terhadap kekerasan dengan melibatkan
energi dan emosi kemarahan dengan cara yang biasa dilakukan klien setelah itu
Menurut Stuart dan laria (2001) perencanaan keperawatan terdiri dari tiga
aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan.
tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah
tercapai.
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis tertentu.
Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki
klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga
etiologi dapat selesai, dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki klien agar klien
percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah ( Stuart dan laria (2001), dalam
Dalami, 2010).
Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi adalah wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak
mata, bersedia menceritakan perasaan. Intervensi keperawatannya adalah Bina
nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan
panggil nama kesukaan klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji
setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien,
buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan
perasaan klien.
marahnya dengan motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau
perasaan klien.
perilaku kekerasan yaitu tanda fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi
tegang, dan lain-lain, tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar,
tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan. Intervensi
tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi, motivasi klien menceritakan kondisi
emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien
menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi
perilaku kekerasan.
teratasi.
yang dilakukannya, diri sendiri: luka, dijauhi teman, dll, orang lain/keluarga:
luka, tersinggung, ketakutan, dll, lingkungan: barang atau benda rusak dll. Untuk
cara yang dilakukan pada: diri sendiri, orang lain / keluarga, lingkungan.
cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah dengan cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur, olah raga, verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang lain, sosial: latihan asertif dengan orang lain, spiritual:
masing.
mengontrol perilaku kekerasan: fisik: tarik nafas dalam, memukul bantal / kasur,
verbal: mengungkapkan perasaan kesal / jengkel pada orang lain tanpa menyakiti,
diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang
dilakukan, memberi penguatan pada klien, memperbaiki cara yang masih belum
sempurna. Menganjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah /
jengkel.
yang dilatihkan.
kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat , dosis yang
diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang dirasakan dan
dan kerugian jika tidak menggunakan obat, menjelaskan kepada klien: jenis obat
(nama, warna dan bentuk obat), dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian,
cara pemakaian, efek yang akan dirasakan klien. Dan anjurkan klien untuk minta
dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek
yang tidak biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
b. Fokus Intervensi Harga Diri Rendah
salam setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukkan sikap
empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan
Tujuan Khusus ketiga: klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan,
dirumah.
bantuan minimal.
7. Implementasi Keperawatan
keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh berbeda dengan
rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana
adalah menggunakan rencana yang tidak ditulis, yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal
(Dalami, 2010)
dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,
tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan
membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa
yang akan dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan dari klien. Semua
tindakan yang telah dilaksanakan antara lain membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya,
8. Evaluasi keperawatan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu
evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons
klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir yaitu (Dalami, 2009):
menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
apakah masalah masih tetap, sudah teratasi, atau ada masalah baru dan ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien (PR), dan tindak lanjut oleh perawat.
1. Pengertian Relaksasi
relaksasi progresif (Carpenito, 2000). Relaksasi adalah status hilang dari tegangan
dari otot rangka dimana individu mencapai melalui tehnik yang disengaja
teknik relaksasi. Alasannya adalah jika melakukan kegiatan dalam kondisi dan
situasi yang relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Relaksasi merupakan
mengendurkan ketegangan jiwa. Salah satu cara terapi relaksasi adalah bersifat
dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau irama dan
menyebabkan sikap mental dan beban yang relaks sehingga menyebabkan otot
lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuat
kaku (Wiramihardja, 2007, hlm. 132 dalam jurnal Nanny dan Sujarwo 2010).
Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan abdominal
Teknik relaksasi nafas dalam adalah sebuah teknik yang telah lama
tekanan supaya klien merasa nyaman, dina dkk, 2009. Menurut Kustanti dan
Widodo (2008) dalam jurnal Sujarwo (2010) menunjukkan bahwa ada pengaruh
dalam jurnal Nanny (2010) teknik relaksasi tidak hanya menyeabkan efek yang
menenangkan fisik tetapi juga menenagkan pikiran. Oleh karena itu teknik
relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu mengatasi stress. Teknik nafas
dalam juga dapat memberikan individu kontrrol diri ketika terjadi rrasa ketidak
nyamanan atau cemas, stress fisik, dan emosi yang disebabkan oleh kecemasan,
pelaksanaan teknik relaksasi bisa berhasil jika paseien kooperatif (Abdul, 2007).
d. Tarik nafas dalam melalui hiding, jaga mulut tetap tertutup. Hitung sampai 3
selama inspirasi,
e. Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips breating) secara
perlahan.
D. STRESS / EMOSI
1. Pengertian Stress/emosi
Stres adalah suatu kondisi tegangan (tension) baik secara faal maupun psikologis
yang di sebabkan oleh tuntutan dari lingkungan yang dipersepsi kan oleh
Mengalami Stres adalah kondisi manusiawi. Pada satu sisi , stres membantu
kita agar tetap termotivasi (eustres). Tetapi pada sisi lain jika kita terlalu banyak
a. Gejala Emosional/Kognitif
3) Merasa gelisah
5) Sulit berkonsentrasi
6) M udah bingung
10) Mood naik turun (mood mudah berubah-ubah, misalnya merasa gembira
16) Emosi suka meluap-luap (baik gembira, sedih, marah, dan sebagai- nya)
b. Gejala Fisik :
1) Otot-otot tegang
4) Sakit dada
5) Sakit perut
6) Kram otot
13) Diare
3. Pengukuran Stress
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang
dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala. Antaranya
adalah dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau
lebih diringkaskan sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh
Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21
terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk
mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42
emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian,
dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh
DASS adalah kuesioner 42-item yang mencakup tiga laporan diri skala
dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari depresi, kecemasan dan
stres. Masing-masing tiga skala berisi 14 item, dibagi menjadi sub-skala dari 2 - 5
Skala Kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan situasional,
dan subjektif pengalaman mempengaruhi cemas. Skala Stres (item) yang sensitif
terhadap tingkat kronis non-spesifik gairah. Ini menilai kesulitan santai, gairah
saraf, dan yang mudah marah/gelisah, mudah tersinggung / over-reaktif dan tidak
frekuensi untuk menilai sejauh mana mereka memiliki mengalami setiap negara
Lovibond, 2003) :
1) Normal : 0-14
Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa digunakan seperti Perceived
Stres Scale (PSS) atau Profile Mood States (POMS). Alat-alat ini digunakan
sebagai instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres dan bukannya sebagai