Anda di halaman 1dari 142

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG

HIV/AIDS DENGAN STIGMA MASYARAKAT TENTANG ODHA


DI JORONG PASAR KOTO BARU WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KOTO BARU TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan

Oleh

Siska Damayanti
NIM.1501011010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
TAHUN 2019
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG
HIV/AIDS DENGAN STIGMA MASYARAKAT TENTANG ODHA
DI JORONG PASAR KOTO BARU WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KOTO BARU TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan

Oleh

Siska Damayanti
NIM.1501011010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
TAHUN 2019
KATA PENGANTA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,,,


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kepadanya, karena telah memberikan
kelancaran, kekuatan, rahmat dan hidayah serta kesehatan yang tak ternilai harganya
kepada peneliti, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma
masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas
Koto Baru Tahun 2019”.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan belum
dapat dikatakan sepenuhnya sempurna karena adanya keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki peneliti. Namun kekurangan tersebut akan dijadikan
perbaikan untuk sesuatu yang jauh lebih baik kedepannya. Peneliti juga menyadari
bahwa usaha yang peneliti lakukan tidak terlepas dari adanya keterlibatan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Baik materi maupun
non materi. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra.Hj. Elviana, M.Si, selaku Pembina Yayasan Amanah Ampang Kuranji
Universitas Dharmas Indonesia.
2. Bapak Dr. Dharmansyah, ST. M.Pd selaku Rektor Universitas Dharmas
Indonesia.
3. Bapak Amar Salahuddin, M.Pd selaku Wakil Rektor I Universitas Dharmas
Indonesia.
4. Bapak Dr. Gunawan Ali, M.Kom selaku Wakil Rektor II Universitas Dharmas
Indonesia.
5. Ibu Dr. Rahmatul Hayati, M.pd selaku Wakil Rektor III Universitas Dharmas
Indonesia.
6. Ibu Ita Dwi Aini, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Dharmas Indonesia.
7. Bapak Ns. Candra Syah Putra, M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan Universitas Dharmas Indonesia.
8. Ibu Ns. Sri Fawziyah, M.Kep selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas
bimbingan dan kebesaran hatinya dalam memberikan masukan dan pengarahan
kepada peneliti selama menyusun skripsi ini.
9. Ibu Ns. Risma Dewi, S.Kep. selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih karena
telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan serta
pengarahan dan pemahaman kepada peneliti selama menyusun skripsi ini.
10. Seluruh Dosen Program Studi S1 Keperawatan yang telah banyak memberikan
ilmu pengetahuan, bimbingan, pengalaman, dan nasehat selama pendidikan.
11. Pimpinan Puskesmas Koto Baru yang telah memberikan izin peneliti mengambil
data survei awal sehubungan masalah yang diangkat dalam skripsi ini.
12. Kepada seluruh pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah
ikut bekerja sama dalam menyelesaikan skripsi ini saya ucapkan terima kasih.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan yang telah
diberikan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti, pembaca, maupun pihak lain
yang memanfaatkannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,,,

Dharmasraya, 13 April 2019

Peneliti
Katakanlah “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia. (QS Al-Ikhlas 1-4)
Seikhlas hatiku Ucapkan syukur kepada ALLAH SWT Tuhan semesta alam, berkat
rahmat dan karuniaNya saya bisa bernafas, berfikir dan selalu sehat. Berkat rahmatNya
juga lah saya dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi saya ini, sholawat beriringan salam
saya kirimkan kepada baginda Rosulullah “Nabi Muhammad SAW” karena dengan
jasa beliau lah bumi ini terisi dengan pengetahuan.

“Ibu dan Ayah”


Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada terhingga
kupersembahkan karya kecil ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi
(Lukman & Erma) yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan cinta kasih
yang tiada terhingga yang tak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas
yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awalku
untuk membuat ibu dan ayah bahagia, karena kusadari selama ini belum bisa berbuat
lebih untuk membuat ibu dan ayah bahagia.

“Keluarga Besarku”
Untuk kakak-kakakku “Adi Hendri, Yusmaida,Amd.Kep, Miftahul Irwan”
Terimakasih atas semua dukungan, motivasi, inspirasi, dan do’a keluarga besarku, atas
do’a dan dukungan kalian saya bisa mencapai gelar sarjana dan hanya karya kecil ini
yang dapatku persembahkan untuk kalian semua.

“Dosen Pembimbing”
Ibu Ns.Sry Fawziyah,M.Kep dan ibu Ns.Risma Dewi,S.Kep selaku pembimbing saya
dalam menyelesaikan tugas akhir ini, terimakasih untuk ibu yang telah membantu,
membimbing, menasehati, dan mengajari saya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
akhir ini, jasa-jasa ibu tidak akan pernah saya lupakan selama hidup saya, dan semoga
Allah membalas semua jasa-jasa ibu.
“Dosen dan Staf Akademik UNDHARI”
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Candra, Ibuk Reni, Ibuk Ita, Ibuk Cici, Ibuk
Astuti, Ibuk Risma, Ibuk Erma, Ibuk Dewi, dan seluruh staf akademik UNDHARI
yang telah memberikan saya ilmu sehingga saya bisa menyandang gelar ini, semoga
ibuk dan bapak selalu diberi rahmat oleh Allah SWT dan selalu dalam lindungannya.

“Teman-teman, Sahabat dan Orang Spesial”


Selama empat tahun kita tinggal bersama disini, kalian adalah keluargaku disini, banyak
hal yang telah kita lakukan. Terimakasih atas motivasi, dukungan, bantuan, nasehat,
hiburan, do’a, traktiran, serta semangat yang telah kalian berikan kepada saya (Uni
Nadya, Neng Meri, Neng Masruroh) dan teman-teman satu kelas semoga kita menjadi
orang-orang yang sukses kelak. Dan untuk adik resi wahyuni yang satu kamar dengan
saya terimakasih atas segala bantuan, do’a serta dukungannya. Dan untuk Riski
Gusnadi Saputra terimakasih atas perhatian, motivasi serta dukunganmu, selama
hampir tiga tahun terakhir banyak hal yang telah kamu lakukan untuk saya.
Terimakasih untuk semuanya yang telah membantu saya selama kuliyah dan yang telah
terlibat dalam penyelesaian tugas akhir ini, semoga kita selalu diberi rahmat oleh Allah
SWT.

Salam Hormat,

Siska Damayanti
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Skripsi, April 2019

SISKA DAMAYANTI
1501011010

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang HIV / AIDS Dengan Stigma
Masyarakat Tentang ODHA Di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.
XVI + 89 halaman + 5 tabel + 1 gambar + 13 lampiran

ABSTRAK
Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis seseorang buruk
moral/perilakunya sehingga mendapatkan penyakit tersebut. Pengetahuan tentang
HIV/AIDS sangat mempengaruhi bagaimana individu tersebut akan bersikap terhadap
penderita HIV/AIDS. Berdasarkan data dari puskesmas Koto Baru pada tahun 2018
didapatkan 4 orang yang menderita HIV/AIDS. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma
masyarakat tentang ODHA.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain
penelitian cross sectional study, dan pengambilan sampel dengan teknik accidental
sampling yang pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari 2019, didapatkan
sampel 47 orang dari 462 populasi. Analisa data menggunakan uji statistik univariat dan
bivariat dengan menggunakan program komputerisasi yang menggunakan SPSS.
Berdasarkan analisis univariat ditemukan 42,6% responden yang memiliki
pengetahuan rendah, 48,9% responden yang memiliki sikap negatif, dan 48,9%
responden yang memiliki stigma negatif. Berdasarkan analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang HIV/AIDS dan stigma masyarakat tentang ODHA di mana p-value adalah 0,000
< (ɑ = 0,05), dan ada juga hubungan antara sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma
masyarakat tentang ODHA di mana p-value adalah 0,000 < (ɑ = 0,05).
Kesimpulannya adalah bahwa stigma masyarakat tentang ODHA dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS. Dengan demikian perlunya
peran petugas kesehatan untuk memberikan informasi tentang HIV/AIDS kepada
masyarakat sehingga masyarakat dapat memahami mekanisme penularan HIV,
pencegahan, dan tanda-tanda gejala penderita HIV. Sehingga stigma masyarakat tentang
ODHA dapat dihilangkan.

Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Stigma, dan ODHA


Daftar Bacaan : 23 (2010-2018)
FACULTY OF HEALTH SCIENCE UNIVERSITY DHARMAS INDONESIA
NURSING STUDY PROGRAM

Skripsi, April 2019

SISKA DAMAYANTI
1501011010

Relationship between Knowledge Levels and Attitudes About HIV / AIDS With
Community Stigma About PLWHA In Jorong Pasar Koto Baru Working Area of Koto
Baru Health Center in 2019.
XVI + 89 pages + 5 tables + 1 picture + 13 attachments

ABSTRACT

Stigma or bad stamp is the act of verifying someone bad moral / behavior so that
they get the disease. Knowledge about HIV / AIDS greatly influences how these
individuals will behave towards people with HIV / AIDS. Based on data from the Koto
Baru Community Health Center in 2018 there were 4 people suffering from HIV / AIDS.
The purpose of this study was to determine the relationship between the level of
knowledge and attitudes about HIV / AIDS with the community's stigma about PLWHA.
The research method used was descriptive analytic with a cross sectional study
design, and sampling with an accidental sampling technique in which sampling was
conducted in January 2019, obtained a sample of 47 people from 462 populations. Data
analysis using univariate and bivariate statistical tests using computerized programs
that use SPSS.
Based on univariate analysis found 42.6% of respondents who have low
knowledge, 48,9% of respondents who have a negative attitude, and 48,9% of
respondents who have a negative stigma. Based on bivariate analysis using the chi
square test showed there was a relationship between the level of knowledge about HIV /
AIDS and community stigma about PLWHA where the p-value was 0,000 <(ɑ = 0.05),
and there was also a relationship between attitudes about HIV / AIDS and community
stigma about PLWHA where the p-value is 0,000 <(ɑ = 0.05).
The conclusion is that the community's stigma about PLWHA is influenced by the
level of knowledge and attitudes about HIV / AIDS. Thus the need for the role of health
workers to provide information about HIV / AIDS to the community so that people can
understand the mechanism of HIV transmission, prevention, and signs of symptoms of
HIV sufferers. So that the community's stigma about PLWHA can be eliminated.

Keywords: Knowledge, Attitudes, Stigma, and PLWHA


Reading List: 23 (2010-2018)
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL LUAR.......................................................................... i
HALAMAN JUDUL DALAM……………………………………..……..... ii
LEMBAR PERSETUJUAN..........……………………………….………... iii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... iv
LEMBAR BEBAS PLAGIATISME…………………………….……….... v
KATA PENGANTAR…………………………………………………….... vi
KATA PERSEMBAHAN…………..…………………………….……….... viii
ABSTRAK…………………………..…………………………….……….... x
ABSTRACT……………………………………………………….………....xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………..……. xii
DAFTAR TABEL………………………...……………………………..….. xiv
DAFTAR GAMBAR………………………...………………………….….. xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..……. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah.…………………..……………………………. 9
1.3 Tujuan Penelitian…….………………………………………...…. 9
1.4 Manfaat Penelitian……….………………………….……………. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan…...................……….……...………………. 12
2.2 Konsep Sikap………….............……….……...…….……………. 18
2.3 Konsep HIV/AIDS…….............……….……...…….……………. 22
2.4 Konsep Stigma…………...............……….……...…….…………. 45
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep……….…….………………….…….…………. 61
3.2 Hipotesis Penelitian……….…..…………………….……….……. 61
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian…………………………………….……………. 63
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian….…………………………………. 63
4.3 Populasi dan Sampel …….…….…………………………………. 63
4.4 Variabel Penelitian……………………………..……....…………. 66
4.5 Defenisi Operasional…………………………….…......………….
xii 66
4.6 Alat atau Instrumen Penelitin.…..……..……………………….…. 68
4.7 Teknik Pengumpulan Data.…..……..…………………….………. 68
4.8 Teknik Pengolahan Data…….……………….……...……………. 68
4.9 Analisa Data.........……….………………………….…….………. 70
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisa Univariat….…...................……….……...………………. 72
5.2 Analisa Bivariat………….............…….……...…….……………. 73
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Analisa Univariat……….…………………...……….77
6.2 Pembahasan Analisa Bivariat……….…..……..…...……….……. 82
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan………………….…….……..…………….…………. 88
7.2 Saran……….…..……………………..…………….……….……. 89

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Definisi Operasional.............………………….…………. 66
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang
HIV/AIDS..............…………………………….….…….. 72
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi sikap tentang HIV/AIDS................... 72
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi stigma masyarakat tentang ODHA… 73
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi hubungan tingkat pengetahuan tentang
HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang
ODHA.............……………………….……….…………. 73
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi hubungan sikap tentang HIV/AIDS
dengan stigma masyarakat tentang ODHA...………….... 75
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep.............……………......…….…………. 61
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Ghan Chart


Lampiran 2: Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3: Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4: Kuesioner Penelitian
Lampiran 5: Master Tabel
Lampiran 6: Hasil Pengolahan Data
Lampiran 7: Tabel Distribusi X2 Kuadrat
Lampiran 8: Surat Izin Pengambilan Data Survei Dari Puskesmas Koto Baru
Lampiran 9: Surat Rekomendasi Survei Awal dari Kesbangpol
Lampiran 10: Surat Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol
Lampiran 11: Lembar Konsul Bimbingan Proposal dan Skripsi
Lampiran 12: Lembar Dokumentasi
Lampiran 13: Daftar Riwayat Hidup
BAB I

PENDHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan

penyakit ini lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun

sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi (Noviana, 2013).

Setelah masuknya virus HIV/AIDS kedalam tubuh, virus akan lansung

menargetkan sistem imun yang akan dihancurkan, merusak sel-sel kekebalan

tubuh dan melemahkan pertahanan tubuh terhadap infeksi mikroorganisme yang

masuk kedalam tubuh. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV

rentan terkena infeksi oportunistik. Ada beberapa dampak akibat dari infeksi

virus HIV yakni infeksi TBC (Tubercolosis), infeksi herpes, radang kulit,

meningitis (peradangan selaput otak), kanker, gagal ginjal dan diikuti penyakit

lainnya (Nursalam, 2013).

Penyebab tertularnya virus HIV/AIDS ada beberapa yakni hubungan

seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui lelaki seks lelaki

(LSL), penggunaan alat suntik secara bergantian, transfusi darah dan penularan

dari ibu ke anak. Hubungan heteroseksual masih merupakan cara penularan

dengan persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu 69.6%, diikuti penggunaan
alat suntik tidak steril sebesar 9.1% dan homosksual sebesar 5.7% (Kemenkes

RI, 2017). Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual

(Noviana,2013)

Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data (WHO,2015)

penemuan kasus HIV (Human Immunodeficiency vyrus) mencapai 2,3 juta kasus,

dimana sebanyak 1,6 juta penderita meninggal karena AIDS (Acquired

Immunodeficiency syndrome) dan 210.000 penderita berusia dibawah 15 tahun

(WHO,2015). Angka kejadian kasus HIV/AIDS terus meningkat. pada tahun

2015, Indonesia menduduki peringkat kedua yang diestimasikan sebagai

penyumbang ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) terbanyak di Asia Tenggara

setelah India (60%) yaitu sebesar 20% (WHO, 2017).

Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan oleh kementrian kesehatan Republik

Indonesia dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2017 sebanyak 14.640

orang. Persentase HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun

(69,2%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), dan kelompok umur ≥ 50

tahun (7,6%). Sedangkan penderita AIDS dari bulan Oktober sampai dengan

Desember 2017 sebanyak 4.725 orang. Persentase AIDS tertinggi pada

kelompok umur 30-39 tahun (35,2%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun

(29,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (17,7%) (Kemenkes.RI, 2017).


Jumlah kasus HIV sampai dengan tahun 2005 dilaporkan sebanyak 859,

tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009

(9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511), tahun

2013 (29.037), tahun 2014 (32.711), tahun 2015 (30.935), tahun 2016 (41.250)

dan tahun 2017 ( 14.640). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai

dengan Desember 2017 sebanyak 280.623. Sedangkan jumlah kasus AIDS

sampai dengan tahun 2005 dilaporkan sebanyak 5.239 tahun 2006 (3.680), tahun

2007 (4.828), tahun 2008 (5.298), tahun 2009 (6.744), tahun 2010 (7.470), tahun

2011 (8.279), tahun 2012 (10.862), tahun 2013 (11.741), tahun 2014 (7.963),

tahun 2015 (7.185), tahun 2016 (7.491) dan tahun 2017 ( 4.725). Jumlah

kumulatif AIDS yang dilaporkan sampai dengan Desember 2017 sebanyak

102.667 orang (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2017).

Pada akhir tahun 2017, khususnya Indonesia provinsi Sumatera Barat

dengan kasus HIV/AIDS berjumlah 696 ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).

Pada provinsi dengan peringkat tertinggi di Indonesia yaitu Jawa Timur dengan

jumlah 2.941 ODHA (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Dharmasraya didapatkan

jumlah kasus HIV tahun 2014 (1 orang), tahun 2015 (0), tahun 2016 (3 orang)

tahun 2017 (4 orang), dan Januari-Agustus 2018 (5 orang). Sedangkan penderita

AIDS tahun 2014 (0), tahun 2015 (0), tahun 2016 (1 orang) tahun 2017 (7

orang), dan Januari-Agustus 2018 (10 orang). Meninggal dunia tahun 2014 (0),

tahun 2015 (0), tahun 2016 (1 orang) tahun 2017 (3 orang), dan Januari-Agustus
2018 (1 orang), jumlah komulatif kejadian HIV/AIDS yang dilaporkan ke Dinas

Kesehatan dari Januari-Agustus 2018 berjumlah 15 orang. Berdasarkan jenis

kelamin laki-laki 5 orang, dan perempuan 10 orang. Dari 15 orang ODHA satu

orang bekerja sebagai ibu rumah tangga, PNS 2 orang, penjajah seks 3 orang,

pedagang 3 orang, usaha sendiri 3 orang, dan tidak memiliki pekerjaan

berjumlah 3 orang (Dinkes Kabupaten Dharmasraya, 2018).

Letak geografis sangat mempengaruhi meningkatnya angka penderita

HIV/AIDS di Kabupaten Dharmasraya. Karena, Dharmasraya terletak dijalur

lintas Sumatera dan berbatasan langsung dengan provinsi Riau dan provinsi

Jambi. Tutur Muhardison; “program Dinas Kesehatan untuk menangani kasus

HIV/AIDS yaitu (1) meningkatkan pengetahuan remaja dengan melakukan

penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS , karena dari hasil survei Dinas

Kesehatan tingkat pengetahuan remaja di Kabupaten Dharmasraya hanya 9%,

(2) screening usia resiko tinggi 2 kali pertahun namun, yang terlaksana baru satu

kali, (3) meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan terus

menerus , (4) meningkatkan sarana pengobatan seperti tersedianya konseling

bagi ODHA di puskesmas, (5) monitoring kejadian HIV/AIDS dan mengevaluasi

apakah semua program sudah terlaksana atau belum” (Dinkes Kabupaten

Dharmasraya, 2018).

Pengalaman mengalami suatu penyakit akan membangkitkan berbagai

perasaan dan reaksi stres, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa

malu, berduka, dan ketidakpastian dengan adaptasi terhadap penyakit (Nursalam,


2013). Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) masih mendapat stigma dan

perlakuan diskriminasi oleh masyarakat. Mengidap HIV dan AIDS di Indonesia

dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologi terutama pada

penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling penderita

(Nursalam, 2013).

Stigma yang salah akan berdampak terhadap perkembangan fisik dan psikis

bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebab muncul pengucilan-pengucilan

terhadap dirinya. Adanya diskriminasi yang tidak memanusiakan manusia

berdampak buruk pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Kesenjangan yang

terjadi di masyarakat sering dialami oleh para ODHA, sehingga menyebabkan

kegelisahan baik bagi masyarakat maupun para ODHA. Padahal, penularan

HIV/AIDS tidak bisa terjadi dan belum pernah ada kasus yang terjadi karena

melalui kontak sosial biasa. Edukasi dan pematangan pemahaman HIV/AIDS

(ODHA) bisa memiliki positif regard bagi dirinya dalam kehidupannya agar bisa

menerima keadaan ini dengan lebih baik melalui penghargaan yang didapatkan

dari masyarakat dan keluarganya (khususnya). Tidak hanya itu, harapan lain

adalah keluarga dan masyarakat juga bisa menerima kehadiran ODHA tanpa

stigma dan diskriminasi (Wardani, 2017).

Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa ODHA

dianggap sebagai musuh, penyakit, elemen masyarakat yang memalukan, atau

mereka yang tidak taat terhadap norma masyarakat dan agama yang berlaku.

Implikasi dari stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau
kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak yang terkait dengan

kehidupan mereka (Kemenkes RI, 2012).

Stigma masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu stigma positif dan negatif

tentang Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Sekarang yang menjadi titik

permasalahan adalah bagaimana kita dapat menggeser stigma agar hilang atau

setidaknya berkurang dengan pemahaman yang lebih matang mengenai

HIV/AIDS. Penggeseran ini diharapkan dapat mengurangi diskriminasi yang

diberikan masyarakat kepada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Diskriminasi

terkait HIV adalah suatu tindakan yang tidak adil pada seseorang yang secara

nyata atau diduga mengidap HIV. Ketika ODHA didiskriminasi ia akan merasa

dikucilkan (Shaluhiyah, 2015).

Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi bagaimana individu

tersebut akan bersikap terhadap penderita HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi

terhadap ODHA muncul berkaitan dengan ketidaktahuan tentang mekanisme

penularan HIV, perkiraan risiko tertular yang berlebihan melalui kontak biasa

dan sikap negatif terhadap kelompok sosial yang dipengaruhi oleh epidemi

HIV/AIDS (Khairiyah, 2018).

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2011).


Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Jadi

jelas dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Wawan, 2011). Dengan pengetahuan

masyarakat yang memadai dan persepsi terhadap HIV/AIDS positif diasumsikan

akan dapat menciptakan kondisi yang dapat mengurangi stigma dan diskriminasi

terhadap ODHA, karena pengetahuan sangat mempengaruhi bagaimana

masyarakat bersikap terhadap ODHA (Khairiyah, 2018).

Solusi yang dilakukan oleh pihak Dinas kesehatan Kabupaten Dharmasraya

dan puskesmas dalam mencegah penularan HIV/AIDS berupa penyuluhan

kesehatan tentang penularan HIV/AIDS, screening usia resiko tinggi 2 kali

setahun, meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan,

meningkatkan sarana pengobatan seperi menyediakan pasilitas konseling. Dari

program diatas hasil yang didapatkan masyarakat sudah ada yang datang ke

puskesmas untuk konseling meskipun secara diam-diam, dan dari hasil screening

di cafe dan tempat hiburan dapat membantu mengidentifikasi orang yang

terinfeksi HIV/AIDS (Dinkes Kabupaten Dharmasraya, 2018).

Hasil penelitian Sofia (2016) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma terhadap

ODHA karena semakin rendah pengetahuan tentang HIV/AIDS maka semakin

tinggi stigma terhadap ODHA. Hasil analisis bivariat menunjukkan responden


dengan tingkat pengetahuan yang rendah memiliki stigma yang tinggi sebesar 24

orang (66,6%).

Hasil penelitian Sosodorol e.t al (2009) Berbagai penelitian menunjukkan

bahwa tingkat pengetahuan terhadap ODHA berhubungan erat dengan

berkembangnya stigma ODHA. Adapun ketidaktahuan tentang mekanisme

penularan, over estimasi tentang resiko penularan, dan sikap negatif terhadap

ODHA yang tidak semestinya berhubungan dengan berkembangnya stigma

ODHA. Kata lainnya yaitu, semakin rendah tingkat pengetahuan tentang HIV

dan AIDS maka semakin besar kemungkinan berkembang stigma diantara

mereka.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 01 November

2018, di wilayah kerja puskesmas Koto Baru terdapat 4 orang yang positif

HIV/AIDS. Dari hasil wawancara kepada 10 masyarakat ditemukan hal-hal yang

menarik berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS, cara

penularan HIV/AIDS dan pandangan masyarakat terhadap orang yang menderita

HIV/AIDS, didapatkan informasi (70%) dari masyarakat tidak mengetahui

tentang apa itu HIV/AIDS, penularan penyakit HIV/AIDS dan memiliki

pandangan negatif terhadap ODHA karena mereka menganggap ODHA itu

memiliki perilaku yang buruk seperti (penjajah seks komersial dan pengguna

narkoba) dan ODHA itu melanggar ajaran agama dan melanggar norma

masyarakat, dan hanya (30%) masyarakat yang mengetahui tentang penyakit

HIV/AIDS dan penularan HIV/AIDS dan memiliki pandangan yang positif


terhadap ODHA mereka mengatakan ODHA tidak harus dimusuhi dan

dikucilkan sebagai masyarakat sekitar kita justru harus memberi support

terhadap ODHA. Itu semua dikarenakan tidak adanya pendidikan kesehatan yang

diberikan kepada masyarakat tentang apa itu HIV/AIDS dan penularan

HIV/AIDS, akibat minimnya pengetahuan masyarak tentang penularan

HIV/AIDS berdampak pada padangan negatif masyarakat terhadap ODHA. Oleh

karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan

tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat

tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru

Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, peneliti

merumuskan masalah adalah apakah ada “Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap

tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto

Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar

Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan masyarakat tentang

HIV/AIDS di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru

Tahun 2019.

1.3.2.2 Mengetahui distribusi frekuensi sikap masyarakat tentang HIV/AIDS

terhadap di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru

Tahun 2019.

1.3.2.3 Mengetahui distribusi frekuensi stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong

Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

1.3.2.4 Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

1.3.2.5 Mengetahui hubungan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat

terntang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto

Baru Tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi bagi petugas kesehatan yang

berkerja di Puskesmas Koto Baru, terhadap perilaku yang terjadi diwilayah kerja agar

petugas kesehatan dapat menyikapi hal tersebut.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dan mahasiswi

tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat, serta dapat dijadikan sebagai bahan ajar pada mata kuliah HIV/AIDS.
1.4.3 Bagi Responden

Sebagai suatu bahan informasi dan menambah wawasan dalam meningkatkan

pengetahuan tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS

dengan stigma masyarakat tentang ODHA. Supaya masyarakat dapat merubah cara

pandang mereka terhadap ODHA.

1.4.4 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang

kesehatan khususnya keperawatan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data

awal dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran dan indra penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2011)

Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan

ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan adalah sesuatu yang

diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi

berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana

informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya.

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap

suatu objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian


persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Wawan, 2011).

2.1.2 Proses Terjadinya Pengetahuan

Menurut Wawan (2011), pengetahuan mengungkapkan bahwa sebelum

orang menghadapi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses

sebagai berikut:

1. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (objek).

2. Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap

obyek mulai timbul.

3. Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi

tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Mencoba (Trial), dimana obyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki.

5. Adaption, dimana subyek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup

didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Wawan, 2011).


1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, pada tingkat ini reccal (mengingat kembali) terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh

sebab itu tingkatan ini adalah yang paling rendah Misalnya: Masyarakat Koto

Baru mengetahui penularan penyakit HIV/AIDS dengan benar.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar tentang onjek yang dilakukan dengan menjelaskan,

menyebutkan contoh dan lain-lain.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam kontak atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.


5. Sintesis (synthesis)

Sistesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun, dapat

merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang

telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

2.1.4 Jenis Pengetahuan

1. Pengetahuan implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam

bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,

seperti keyakinan pribadi, persfektif, dan prinsip. Biasanya pengalaman

seseorang sulit untuk di transfer ke orang lain baik secara tertulis maupun lisan.

Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak

disadari. Contoh seseorang mengetahui tentang penularan penyakit HIV/AIDS

yang berdampak fatal bagi kesehatan, tetapi ia masih saja melakukan hubungan

dengan menggonta ganti pasangan.

2. Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan

atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.

Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan

dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah mengetahui tentang penularan

HIV/AIDS yang berdampak fatal bagi kesehatan dan ia tidak melakukan

hubungan dengan menggonta ganti pasangan (Notoadmodjo, 2011)

2.1.5 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan:

1. Tinggi

Tingkat pengetahuan ini diartikan apabila seseorang maupun mengetahui,

memahami, menganalisa, menjabarkan dan menghubungkan suatu materi dengan

yang lain, serta mampu untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

Pengetahuan tinggi apabila nilai 76%-100%.

2. Sedang

Pengetahuan sedang apabila individu kurang mampu mengetahui,

menganalisa, dan menghubungkan suatu materi dengan yang lain serta mampu

melakukan penilaian terhadap suatu objek. Pengetahuan sedang apabila nilainya

55%-75%.

3. Rendah
Pengetahuan rendah apabila individu tidak mampu untuk mengetahui,

memahami, mengaplikasikan, menganalisa, serta tidak mampu untuk melakukan

penelitian terhadap suatu objek. Pengetahuan rendah apabila nilainya <55%

(Notoatmodjo, 2011).

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Pengetahuan menurut (Wawan, 2011).

1. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dia akan semakin

mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula untuk

menyelesaikan hal-hal baru tersebut.

2. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

memberikan pengetahuan yang jelas.

3. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena

informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai dengan tidaknya dengan

kebudayaan yang ada dan agama tersebut.

4. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu

maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedangkan, umur

semakin banyak (semakin tua).

5. Sosial Ekonomi
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan

dengan penghasilan yang ada sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki

harus dipergunakan semaksimal mungkin. Begitupun dalam mencari bantuan

sarana kesehatan yang ada dan harus disesuaikan dengan pendapatan yang ada.

2.2 Konsep Sikap

2.2.1 Pengertian

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Jadi

jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Wawan, 2011).

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap

adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoadmodjo, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Sikap

a. Sikap positif

Sikap positif adalah kecendrungan tindakan mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu.

b. Sikap negatif

Sikap negatif adalah terdapat kecendrungan untuk menjauhi, membenci,

tidak menyukai objek tertentu (Wawan, 2011).


2.2.3 Komponen Sikap

Menurut (Azwar, 2000) sikap itu terdiri dari 3 komponen yang saling

menunjang yakni :

a. Komponen kognitif merupakan respresentasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki

individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama

apabila menyangkut masalah isu.

b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspekemosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh.

c. Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berperilaku tertentu

sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendesi atau

kecendrungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu (Wawan, 2011).

Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, kepercayaan,

emosional, dan bertindak memegang peranan penting.

Seperti halnya pengetahuan, sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan

intensitasnya, sebagai berikut:


a. Menerima (receiping)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain. Bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain berespons.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil

sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil

resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain

(Wawan, 2011).

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut (Wawan, 2011) factor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga

terhadap objek sikap antara lain :

1. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi

haruslah meninggal kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan factor emosional.

2. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Pada umumnya individu cendrung untuk memiliki sikap yang

komformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecendrungan ini antara lain di motivasi keinginan untuk berafilisasi dan

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting

tersebut.

3. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap

kita di berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu

masyarakat asuhannya.

4. Media Massa

Dalam berita surat kabar maupun radio atau media komunikasi

lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cendrung

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumen.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama


Konsep moral dan ajaran lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional

Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego (Wawan, 2011).

2.2.5 Cara Mengukur Sikap

Hasil ukur untuk variable sikap adalah positif dan negatif. Digunakan

skala sikap yaitu skala liker yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat

dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian tertentu.

Nilai-nilai skala liker adalah :

1. Sikap Positif

Sangat Setuju (SS) =4

Setuju (S) =3

Tidak Setuju (TS) =2

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

2. Sikap Negatif

Sangat Setuju (SS) =1

Setuju (S) =2

Tidak Setuju (TS) =3

Sangat Tidak Setuju (STS) = 4


(Hidayat, 2013).

2.3 Konsep HIV/AIDS

2.3.1 Defenisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficieniy Virus) adalah virus yang menyerang

system kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS atau Aquired

Immunodefeciency Syndrome adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV.

Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata timbul 10 tahun

sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam

tubuh manusia terutama melalui perentara darah, semen dan secret vagina.

Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana

2013).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh virus

Human Imunodeficiency Virus (HIV), dimana virus ini menyerang sel-sel darah

putih atau sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga orang yang terserang

penyakit ini tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang

tubuhnya. AIDS dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala

penyakit dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan

manifestasi stadium akhir infeksi HIV (Katiandagho, 2017).

HIV/AIDS adalah singkatan dari (Human Immunodefeciency Virus) yaitu

Virus yang menyebabkan AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS

adalah tahap lanjut dari infeksi HIV yang menyebabkan beberapa infeksi
lainnya. Virus akan memperburuk sistem kekebalan tubuh, dan penderita

HIV/AIDS akan berakhir dengan kematian dalam waktu 5 – 10 tahun kemudian

jika tanpa pengobatan yang cukup. Kamus Epidemiologi dan Departemen

Kesehatan Indonesia dan WHO (Najmah 2016).

HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang masuk

dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan

RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama

periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh

dengan periode inkubasi yang panjang dan menyebabkan beberapa munculnya

tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sytem imun dan

menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dan CD4

dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu, virus tersebut

menghancurkan CD4 dan limfosit (Najmah, 2016).

2.3.2 Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV, virus ini ditemukan oleh

Montagnier, seorang ilmuwan prancis (institute Pasteur, paris 1983), yang

mengisolasi virus dari seorang penderita degan gejala limfadenopati, sehingga

pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LVA). Gallo

(National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T

Lymphotropic Virus), yang juga adalah penyebab dari AIDS. Pada penelitian

lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil
pertemuan International Committee on Taxonomy of viruses (1986) WHO

memberikan nama resmi HIV.

Penyebab tertularnya virus HIV/AIDS ada beberapa yakni hubungan

seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui lelaki seks lelaki

(LSL), penggunaan alat suntik secara bergantian, transfusi darah dan penularan

dari ibu ke anak. Hubungan heteroseksual masih merupakan cara penularan

dengan persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu 69.6%, diikuti penggunaan

alat suntik tidak steril sebesar 9.1% dan homosksual sebesar 5.7% (Kemenkes

RI, 2017). Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual

(Noviana,2013)

2.3.3 Fase Alamiah HIV/AIDS

Menurut Katiandagho (2017). Fase perjalanan alamiah HIV/AIDS adalah:

1. Fase I : Terinfeksi HIV

Infeksi dimulai dari masuknya HIV dan terjadinya perubahan serologi,

dimana antibodi terhadap virus ini berubah dari negatif menjadi positif.

Rentang waktu sejak virus HIV masuk kedalam tubuh sampai antibodi

terhadap HIV menjadi positif disebut window periode. Lama window

periode antara 15 hari sampai 3 bulan, bahkan ada yang mengatakan 1

sampai 6 bulan. Dalam fase ini umumnya seseorang yang telah terinfeksi

HIV masih tampak dan merasa sehat-sehat saja, tanpa menunjukan gejala

apapun bahwa ia sudah tertular HIV, akan tetapi orang tersebut sudah

menularkan HIV pada orang lain.


2. Fase II : Gejala-gejala mulai terlihat

Dalam fase ini umumnya gejala-gejala mulai nampak, seperti

hilangnya selera makan, gangguan pada rongga mulut dan tenggorokan,

diare, pembengkakan kelenjar, bercak-bercak dikulit, demam serta keringat

berlebihan dimalam hari. Gejala-gejala tersebut diatas belum dapat jadi

patokan bahwa itu adalah AIDS, karena itu masih gejala umum yang juga

terjadi pada penyakit lain. Apabila seseorang mengalami gejala-gejala umum

dan mencurigai dirinya terkena AIDS, ia harus segera memeriksakan dirinya

kedokter.

3. Fase III : Penyakit AIDS

Dalam fase ini HIV benar-benar menimbulkan AIDS. Sistem

kekebalan tubuh semakin menurun sehingga tidak ada lagi perlawanan tubuh

terhadap penyakit-penyakit yang menyerang, termasuk kanker dan infeksi.

Perwujudan penyakit yang menyerang tubuh seseorang tergantung pada

virus, bakteri, jamur atau protozoa yang menyebabkan infeksi, sehingga

orang tersebut akan menderita sakit yang semakin parah.

4. Fase IV : Penderita meninggal karena salah satu penyakit

Sebagaimana yang telah dipahami bahwa tanpa sistem kekebalan

tubuh yang baik, sulit bagi seseorang untuk mempertahankan hidupnya dari

serangan penyakit. Seseorang penderita mungkin dapat bertahan hidup

terhadap berbagai penyakit pada tahapan AIDS, tetapi umumnya hanya

vberlansung selama 1-2 tahun saja, selanjutnya penderita AIDS akan


meninggal dunia oleh karena penyakit atau komplikasi beberapa penyakit

yang dideritanya.

2.3.4 Patofisiologi

1. Mekanisme sistem imun yang normal

Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus

yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika sistem imun

melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah

terkena infeksi oportunistik. Sistem imun terdiri atas organ dan jaringan

limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa,

tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.

1) Sel B

Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral.

Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai

kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik. Antibody bekerja dengan

cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk

difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan

makrofag. Atau dengan membungkus antigen dan memicu system

komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi).

2) Limfosit T

Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :

a. Regulasi system imun


b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.

Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+,

CD8+, dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah

sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat

terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi

oleh virus atau bakteri seperti sel kanker, Fagosit dan Komplemen.

2. Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV

Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder

yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat

lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan

komponen fungsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan

env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah

kepanjangan dari envelope. Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode

enzim reverse transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode komponen

structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga

penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr (Nursalam,

2013).

3. Siklus Hidup HIV

Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat

pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu

beru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap

harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada

membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang
terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke

pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus

menjadi semakin cepat.

Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

1) Masuk dan mengikat

2) Reverse transkripstase

3) Replikasi

4) Budding

5) Maturasi (Nursalam, 2013).

4. Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.

Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1

bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype

dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan

kelompok spesifik resiko tinggi Individu dapat terinfeksi oleh subtype yang

berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:

1) Sub tipe A: Afrika tengah

2) Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand

3) Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan

4) Sub tipe D: Afrika tengah

5) Sub tipe E:Thailand,afrika tengah

6) Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire

7) Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand

8) Sub tipe H: Zaire,gabon


9) Sub tipe O: Kamerun,gabon

10) Sub tipe C: Sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi

HIV baru d seluruh dunia.

5. Efek dari virus HIV terhadap system imun

Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A) Infeksi

primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke

dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan

jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.

Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta.

Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral

akut. Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri

otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan

berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan

terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah

beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi

mononucleosis.

Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun

dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa

dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan

terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk

memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV dengan menggunakan enzyme

linked imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil positif

(Nursalam, 2013).
2.3.5 Tanda dan Gejala

Menurut Noviana (2013). Gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS

bisa dilihat dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor

(tidak umum terjadi) :

1) Gejala Mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

e. Demensia/HIV ensefalopati.

2) Gejala Minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.

b. Dermatitis generalisata.

c. Adanya herpes zostermulti segmental dan herpes zoster berulang.

d. Kandidias orofaringeal.

e. Herpes simpleks kronis progresif.

f. Limfadenopati generalisata.

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

h. Retinitis virus sitomegalo.

2.3.6 Komplikasi

1. Oral Lesi
Karena kandidiasis, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,

dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2. Neurologik

1) kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human

Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan

kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan

isolasi social.

2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit

kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan

maranik endokarditis.

4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human

Immunodeficienci Virus (HIV)

3. Gastrointestinal

1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,

sarcomakaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,

malabsorbsi, dan dehidrasi.

2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam

atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal

yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri

rectal, gatal-gatal dan diare.

4. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,

pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri,

hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena

xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa

terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran

dengan efek nyeri (Nursalam, 2013).

2.3.7 Transmisi Penularan HIV/AIDS

Menurut Noviana (2013). Cara penularan HIV/AIDS melalui tiga cara yaitu:

1. Transmisi HIV ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu:

1) Secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak

Anak-anak terinfeksi HIV dari ibunya yang terinfeksi HIV kepada

janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan dan setelah melahirkan


melalui pemberian air susu ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan

sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-

20%. Virus dapat ditemukan dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara

penularan HIV dari ibu ke bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian air

susu oleh ibu yang terinfeksi sebaiknya dihindari.

2) Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual)

Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV

diberbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen,

cairan vagina, cairan serviks. Virus akan terkontaminasi dalam cairan

semen, terutama bila terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan,

seperti pada keadaan peradangan genetalia misalnya uretritis, epididimis,

dan kelainan lain yang berhubungan dengan penyakit menular. Hubungan

seksual lewat anus merupakan Transmisi infeksi HIV yang lebih mudah

karena pada anus hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan

mudah robek, sehingga anus mudah terjadi lesi, bila terjadi lesi maka akan

memudahkan untuk terjadinya infeksi.

2) Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang

terinfeksi darah dan produk darah adalah media yang sangat baik untuk

transmisi HIV. Untuk bisa menular, cairan tubuh harus masuk secara

langsung ke dalam peredaran darah. Hal ini dapat terjadi pada individu

yang menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes

penapisan HIV. Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang


mendapat transfusi darah yang tercemar HIV akan mengalami infeksi.

Transmisi ini juga dapat terjadi pada individu pengguna narkotika

intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bergantian/bersama

dalam satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi.

Adapun penularan masuknya virus HIV/AIDS ke dalam tubuh yaitu

melalui:

a. Melaui darah, misalnya: tranfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit

yang terluka, dan jarum suntik.

b. Melalui cairan semen, air mani (sperma). Misalnya: seorang pria

berhubungan badan dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom

atau pengaman lainnya, dan oral sex. Melalui cairan vagina pada

wanita. Misalnya: wanita yang berhubungan badan tanpa pengaman,

dan oral sex.

c. Melalui air susu ibu (ASI). Misalnya: bayi minum ASI dari wanita

HIV+, pria meminum susu ASI pasangannya.

Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung virus HIV/AIDS yaitu:

a. Saliva (air liur atau air ludah).

b. Feses (kotoran atau tinja).

c. Air mata.

d. Air keringat.

e. Urine (air seni atau air kencing)

2.3.8 Infeksi HIV/AIDS


Menurut Noviana (2013). HIV/AIDS masuk kedalam tubuh manusia

melalui berbagai cara yaitu: secara vertical, horizontal, dan transeksual. Jadi HIV

dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dan diperantai benda tajam

yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung

melalui kulit dan mukosa yang tidak intake seperti yang terjadi kontak seksual.

Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik,4-11 hari sejak paparan

pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah.

1) HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti:

a. Bersentuhan tangan dengan pengidap HIV.

b. Berjabat tangan dengan ODHA

c. Berciuman, Bersin, dan Batuk

d. Melalui makanan dan minuman

e. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.

f. Berenang bersama ODHA di kolam renang

2) HIV mudah mati diluar tubuh karena terkena air panas, sabun dan bahan

pencuci hama.

3) Cara hubungan seksual yang paling rawan bagi penularan HIV dan AIDS

adalah sebagai berikut:

a. Anogenital pasif penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang

dubur pasangan.
b. Anogenital aktif penis masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap

HIV.

c. Genetia-genetia pasif penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke vagina

d. Genetia-genetia aktif penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV.

e. Senggama terputus dengan mitra pengidap HIVdan AIDS.

f. Hubungan antara mulut pelaku seksual dengan kelamin mitra seksual

pengidap HIV (orogenital) belum tentu aman.

5) Infeksi Opertunistik

Adapun infeksi oportunistik yang di identifikasi dalam menegakkan

diagnosis AIDS adalah sebagai berikut:

a. Kandidiasis saluran pernafasan, trakea, atau paru-paru

b. Kandidiasis esofagus

c. Kanker servik invasive.

d. Coccidioidomycosis tersebar atau di luar paru

e. Kriptokokosis, luar paru

f. Crytosporidiosis, usus kronis (lamanya lebih dari satu bulan).

g. Cytomegalovirus (selain hati, limpa, atau node).

h. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).

i. Ensefalopati, terkait HIV.


j. Herpes simpleks; ulkus kronis (waktunya lebih lama dari satu bulan), atau

bronchitis, pneumonitis, atau esophagitis.

k. Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.

l. Isosporiasis, usus kronis (lamanya lebih dari satu bulan).

m. Sarkoma Kaposi.

n. Limfoma, yang Burkit (atau istilah setara).

o. Limfoma, immunoblastic (atau istilah setara).

p. Limfoma, primer, otak.

q. Mycobacterium avium kansasilkompleks atau M, yang tersebar atau luar

paru.

r. Mycobacterium tuberculosis, setiap situs (paru atau luar paru).

s. Mycobacterium, spesies lain atau spesies tidak dikenal, tersebar atau luar

paru.

t. Pneumocystis carini pneumonia.

u. Pneumonia berulang.

v. Progressive multifocal leukoencephalopathy.

w. Salmonella septicemia, yang berulang.

x. Wasting syndrome akibat HIV.

6) Kasus Dewasa:
Bila seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukan

tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-

kurangnya 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan

disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. Pada

orang yang telah terinfeksi HIV tidak bisa lansung terlihat secara fisik.

Terdapat tahap-tahap seseorang terkena HIV.

a. Tahap Jendela (Window periode)

Yaitu masa dari masuknya virus, sampai ketika dilakukan tes, hasilnya

positif. Masa jendela pada beberapa orang berbeda-beda, bervariasi antara 2

minggu sampai 6 bulan, apabila seseorang terinfeksi HIV, maka ia dapat

menularkan HIV pada orang lain.

b. Masa tanpa Gejala

Masa tanpa gejala ini berkisar antara 5-12 tahun, di mana seseorang

telah benar-benar terinfeksi HIV tetapi tidak ada gejala apapun secara fisik

yang berkaitan dengan infeksi.

c. Masa pembesaran kelenjar limfe

Pada tahapan ini, seseorang ODHA akan mengalami pembengkakan

pada kelenjar limfa. Biasanya terjadi beberapa kali secara berulang.

d. Tahap AIDS

Tahap akhir atau yang sering disebut full blown AIDS, pada umumnya

muncul gejala yang khas, yaitu adanya gejala mayor dan minor. Gejala
mayor antara lain: Demam berkepanjangan, diare kronis yang berulang dan

terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam satu bulan.

Sedangkan gejala minor antara lain: Batuk kronis, infeksi jamur pada mulut

dan tenggorokan, pembengkakan

kelenjar getah bening yang menetap, kanker khususnya kanker kulit

yang disebut sebagai sarkoma kaposi, munculnya Herpes zoster.

7) Masa inkubasi HIV

Waktu antara HIV masuk ke dalam tubuh sampai gejala pertama AIDS

disebut juga masa inkubasi HIV adalah bervariasi antara setengah tahun

sampai lebih dari tujuh tahun. HIV (antigen) hanya dapat dideteksi dalam

waktu singkat kira-kira setengah bulan sampai dengan 2,5 bulan sesudah HIV

masuk tubuh. Untuk membantu menegakkan diagnosis pemeriksaan mencari

HIV tidak dianjurkan karena mahal, memakan waktu lama dan hanya dapat

ditemukan dalam waktu terbatas.

8) Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

Cara pencegahan pencegahan penularan HIV yang paling efektif adalah

dengan memutus rantai penularan. Pencegahan dikaitkan dengan cara-cara

penularan HIV. nfeksi HIV/AIDS merupakan suatu penyakit dengan

perjalanan yang panjang dan hingga saat ini belum ditemukan obat yang

efektif. Maka pencegahan dan penularan menjadi sangat penting terutama

melalui pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar

mengenai patofisiologi HIV dan cara penularannya (Noviana, 2013).


2.3.9 Triad Epidemiologi HIV/AIDS

Menurut Katiandagho (2017). Ada tiga factor epidemiologi HIV/AIDS yaitu:

1) Faktor Agent

Virus HIV masuk Netrovirus yang sangat mudah mengalami mutasi

sehingga sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut.

Daya penularan pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada di

dalam darahnya, semakin tinggi semakin banyak virus dalam darahnya

semakin tinggi daya penularannya sehingga penyakitnya juga semakin parah.

Virus HIV atau AIDS, sebagaimana virus lainnya sebenarnya sangat lemah

dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati bila dipanaskan sampai

temperatur 60° selama 30 menit, dan lebih cepat dengan mendidihkan air.

Seperti kebanyakan virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan dengan

detergen yang dikonsentrasikan dan dapt dinonaktifkan dengan radiasi yang

digunakan untuk mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain.

2) Faktor Host

Host pada HIV adalah manusia. Virus berkembangbiak di tubuh

manusia dengan cepat dan hidup di aliran darah, cairan semen dan cairan

vagina. Air susu ibu yang terinfeksi HIV juga rentan mengandung virus ini.
Daya tahan tubuh ODHA (orang dengan HIV-AIDS) harus selalu dijaga

dengan makanan yang sehat dan mengonsumsi obat Anti retroviral untuk

memperlambat perkembangan virus HIV dalam tubuh Host. Mereka bisa

sehat layaknya host yang tidak mengidap HIV dengan pengobatan teratur.

Psikologis host juga harus tetap terjaga, mereka butuh diperhatikan dan

disayangi. Hidup tanpa stigma dan diskriminasi masih merupakan pekerjaan

rumah besar bagi masyarakat indonesia.

3) Faktor Environment

Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat

menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwayat ulkus

genetalis, Herpes Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positif

akan meningkatkan prevalensi HIV karena luka-luka ini menjadi tempat

masuknya HIV. Faktor biologis lainnya HIV. Faktor biologis lainnya adalah

penggunaan obat KB. Pada para WTS di Naiobi terbukti bahwa kelompok

yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih tinggi. Faktor

sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersa-sama atau sendiri-sendiri

sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual masyarakat. Bila semua faktor

ini menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif, maka

mereka sudah ke dalam keadaan promiskuitas.

2.3.10 Tes Diagnostik

Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA.

Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi
tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil positif.

Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan false positif, antara lain adalah

penyakit auto imun, infeksivirus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga

bisa menyebabkan false positif. Tes yang lain biasanya digunakan untuk

mengonfirmasi hasil ELSA, antara lain Western Blot (WB), indirect

immunofluoresence assay (IFA) ataupun radio-immuno-precipitation assay

(RIPA).

Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang

digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika

tidak ada rantai protein yang ditemukan, berarti hasil tes negatif. Sedangkan

hampir atau semua rantai protein ditemukan, berarti Western blot positif. Tes

ini mungkin juga harus diulangi lagi setelah dua minggu dengan sampel yang

sama. Jika tes Western blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes harus

diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV

negatif (Nursalam, 2013).

2.3.11 Pengobatan

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi dengan

kombinasi Antiretroviral (ART) yang terdiri dari 3 atau lebih obat ART. Namun,

ART ini bukan merupakan obat yang dapat menyembuhkan HIV, tetapi hanya

mengontrol replikasi virus pada tubuh penderita serta memperkuat system

kekebalan tubuh sehingga infeksi HIV tidak menjadi lebih parah. Pada akhir

tahun 2013, sekitar 11,7 juta orang HIV-positif di Negara-negara berpenghasilan


rendah dan menegah telah menerima ART, 740.000 diantaranya adalah anak-

anak. Cakupan pemakaian ART pada anak-anak masih rendah yaitu hanya 1 dari

4 anak yang menerima ART dibandingkan dengan 1 dari 3 orang dewasa. Dari

semua orang dewasa HIV-positif 37% yang menerima pengobatan ART, namun

dari semua anak yang hidup dengan HIV hanya 23% yang menerima pengobatan

ART pada tahun 2013.

Tujuan pemberian ARV adalah:

1. Menghentikan replikasi HIV

2. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik

3. Memperbaiki kualitas hidup

4. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV

Jenis-jenis obat ARV:

a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)

Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses

perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus HIV

agar bisa bereplekasi). Contoh obat: Zidovudine, Didanosine, Zalzitabine,

Abacavir,dsb.

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI). Yang termasuk golongan

ini adalah Tenofovir (TDF).

c. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Yang termasuk

golongan ini adalah: Nevirapine, Delavirdine, Efavirenz.


d. Protease inhibitor (PI, menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi

memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk

memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (IDV),

nelvinavir (NFV), squinavir (SQV), ritonavir (RTV), ampenavir (APV), dan

laponavir/ritonavir (LPV/r).

e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah Enfuvirtide (T-20)

(Nursalam, 2013).

2.3.12 Mitos Tentang HIV/AIDS

1. Apakah Gigitan nyamuk dapat menularkan penyakit HIV/AIDS ?

HIV/AIDS tidak menular melalui gigitan nyamuk atau gigitan serangga

lainnya. Bahkan bila virus masuk kedalam tubuh nyamuk atau serangga yang

menggigit atau menghisap darah, virus tersebut tidak dapat mereproduksi

dirinya dalam tubuh serangga. Karena serangga tidak dapat terinfeksi

HIV/AIDS, serangga tidak dapat menularkannya ke dalam tubuh.

2. Apakah melalui bersentuhan secara biasa dapat menularkan penyakit

HIV/AIDS ?

Dalam kegiatan sosial seperti, di sekolah, ataupun di tempat kerja kita

tidak dapat terinfeksi dengan aktivitas seperti: Berjabat tangan, berpelukan,

menggunakan toilet yang sama atau minum dari gelas yang sama dengan

seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS, atau terpapar batuk atau bersin.


3. Apakah HIV/AIDS hanya menjangkiti kaum homoseksual dan pengguna

narkoba saja ?

HIV/AIDS akan menular kepada setiap orang yang melakukan

hubungan seks yang tidak terlindungi, berbagi penggunaan alat suntikan atau

diberi transfusi dengan darah yang terkontaminasi dapat terinfeksi

HIV/AIDS. Bayi dapat terinfeksi HIV/AIDS dari ibunya selama masa

kehamilan, selama proses persalinan, atau setelah kelahiran melalui

pemberian air susu ibu.

4. Melalui penampilan apakah kita dapat mengetahui bahwa seseorang terkena

HIV/AIDS ?

Dengan melihat penampilan seseorang kita tidak dapat menilai bahwa

seseorang menyandang HIV/AIDS. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS

bisa saja tampak sehat dan merasa baik-baik saja, namun merekan tetap dapat

menularkan virus tersebut ke siapapun.

5. Ketika seseorang sedang menjalani terapi antiretroviral, apakah dapat

menularkan ke orang lain ?

Meski seseorang sedang menjalani terapi antiretroviral namun masih

bisa menularkan virus ke orang lain. Terapi dapat membantu memperlambat

perkembangan virus, namun tetap virus tersebut tetap ada didalam tubuh

tersebut (Noviana, 2013).

2.4 Konsep Stigma

2.4.1 Defenisi Stigma


Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis seseorang buruk

moral/perilakunya sehingga mendapatkan penyakit tersebut. Orang-orang

yang distigma biasanya dianggap memalukan untuk alasan tertentu dan

sebagai akibatnya mereka dipermalukan, dihindari, didiskreditkan, ditolak,

dan ditahan (Nursalam, 2013).

Stigma adalah suatu ancaman, sifat atau karakteristik bahwa masyarakat

menerima ketidaknyamanan yang sangat tinggi. Mendapat ancaman membuat

seseorang menerima stigmatisasi. Sangat memprihatinkan ketika ODHA

diasingkan dari keluarga, teman, atau bahkan warga dilingkungan tempat

tinggalnya. Ia seakan menjadi momok yang menakutkan, seakan membawa

sebuah penyakit kutukan. Musibah bagi ODHA dibutuhkan dukungan moril

dari keluarga, sahabat dan orang-orang yang terdekatnya dalam menghadapi

masa-masa sulit saat terkena musibah tersebut (Katiandagho, 2017).

ODHA membutuhkan lingkungan yang penuh empati dan kepedulian

terhadap penderitaan yang dialaminya. Manusia dilingkungan harus mampu

memotivasinya untuk bangkit dari segala keterpurukan, bukan untuk dihakimi

dengan vonis dan stigma buruk baginya. Hukuman sosial itu bagi penderita

HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita

penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga

turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat

dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) (Katiandagho,

2017).
Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa ODHA

dianggap sebagai musuh, penyakit, elemen masyarakat yang memalukan, atau

mereka yang tidak taat terhadap norma masyarakat dan agama yang berlaku.

Implikasi dari stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau

kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak yang terkait

dengan kehidupan mereka (Kemenkes RI, 2012).

2.4.2 Stigma Bagi Penderita AIDS

1. Stigma simbolis AIDS, yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk

mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu

yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.

2. Stigma kesopanan AIDS, yaitu hukuman sosial atas orang yang

berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

3. Stigma instrumental AIDS, yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas

hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma,

terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran,

dan penggunaan narkoba melalui suntikan. Secara global ada kemajuan dalam

melawan penyebaran HIV/AIDS, jumlah infeksi, khususnya pada anak

menurun, angka kematian juga menurun. Namun demikian masalah

HIV/AIDS masih merupakan masalah yang besar. Indonesia sendiri masih

menghadapi masalah ini dan harus bekerja keras (Katiandagho, 2017).


Belum maksimalnya capaian untuk mengatasi problem kesehatan ini

justru karena aspek non medis, yaitu soal stigma dan diskriminasi yang masih

terus terjadi terhadap mereka yang hidup dengan virus tersebut. Masih ada

stigma bahwa HIV/AIDS adalah penyakit pada mereka yang “kurang

bermoral” karena tertular melalui hubungan seks, dan para pecandu narkotika.

Akibatnya mereka dijauhi, dan penyebarannya makin tidak terkontrol. Namun

sekarang kita melihat kenyataan tentang ibu rumah tangga dan anak yang

tertular dari ibu sejak di kandungan. Apakah kita bisa menyebutkan sebagai

masalah moral? (Katiandagho, 2017).

Masalah stigma,diskriminasi dan berbagai pandangan merupakan hal

yang serius dalam melawan HIV/AIDS. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB)

bahkan menekan agar masyarakat internasional bekerja lebih keras

mengakhiri stigma, dan diskriminasi untuk menghentikan infeksi HIV baru

dikalangan anak-anak, dan untuk menjamin akses keperawatan dan

pengobatan bagi semua orang yang membutuhkan. Diyakini bahwa jika

masalah stigma dan diskriminasi ini tidak dihentikan justru penyebaran

penyakit ini akan meluas secara diam-diam. Kita harus ingat bahwa isu

menghentikan stigma dan diskriminasi ini dimulai dengan pengalaman pahit

(Katiandagho, 2017).

Anggapan bahwa HIV tinggal menunggu waktu “mati” sangatlah

disayangkan. HIV bukanlah vonis mati bagi pengidapnya, HIV adalah virus

yang dapat menyebabkan hilangnya kekebalan tubuh manusia. Sebenarnya

HIV bukanlah suatu hal yang harus ditakuti hingga menjadi momok yang
seakan-akan mengancam kehidupan manusia, selama pengidap tersebut

menjaga kondisi tubuhnya maka ia akan hidup dengan sehat dan wajar, dan

selama pengidap juga menjaga dan dapat merubah perilakunya maka

penularan tak akan terjadi (Katiandagho, 2017).

Stigma dilingkungan sosial dapat menghambat proses pencegahan dan

pengobatan. Penderita akan cemas terhadap diskriminasi dan sehingga tidak

mau melakukan tes. ODHA dapat juga menerima perlakuan yang tidak

semestinya, sehingga menolak untuk membuka status mereka terhadap

pasangan atau mengubah perilaku mereka untuk menghindari reaksi negatif.

Mereka jadi tidak mencari pengobatan dan dukungan, juga tidak berpartisipasi

untuk mengurangi penyebaran. Reaksi ini dapat menghambat usaha untuk

mengintervensi HIV/AIDS (Katiandagho, 2017).

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stigma HIV/AIDS

1. HIV/AIDS adalah penyakit yang mengancam jiwa

2. Orang-orang takut untuk kontak dengan ODHA karena terinfeksi HIV

3. Hubungan HIV/AIDS dengan perilaku seperi homosexsual, IDU, PSK dan

sebagainya

4. ODHA dinilai sebagai penyakit yang dibuat sendiri

5. Status sosial ekonomi, usia dan gender

6. Nilai-nilai moral atau agama membuat orang yakin bahwa HIV/AIDS

sebagai hasil dari pelanggaran moral (seperti kekacauan atau

penyimpangan seksual) yang layak untuk dikucilkan

7. Kurang pengetahuan yang benar mengenai HIV/AIDS


(Katiandagho, 2017).

2.4.4 Bentuk Diskriminasi dan Stigmatisasi Terhadap ODHA

1. Dukungan bagi ODHA dan keluarga

ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya sebuah

proses yang seharusnya mendorong pada penerimaan terhadap kondisi

mereka. Namun, masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini

negatif serta memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga

masyarakat kelas dua. Hal ini menyebabkan melemahnya kualitas hidup

ODHA.

2. Tempat layanan kesehatan

Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan

dan dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang

mengalami stigma dan diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu

perawatan medis yang kurang baik, menolak memberikan pengobatan

seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang salah kaprah. Contoh

dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah: alasan dan

penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa didaftar

berarti secara lansung telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau

metode lain yang mengidentifikasikan seseorang sebagai HIV positif,

pelanggaran kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf, penggunaan

kata-kata dan bahasa tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga

akses yang terbatas untuk fasilitas-fasilitas rumah sakit.

3. Akses untuk perawatan


ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama seperi

masyarakat umum dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai

akses untuk pengobatan ARV mengingat tingginya harga obat-obatan dan

kurangnya infrastruktur medis di banyak Negara berkembang untuk

memberikan perawatan medis yang berkualitas.

Bahkan ketika pengobatan ARV tersedia, beberapa kelompok

mungkin tidak bisa mengaksesnya, misalnya karena persyaratan tentang

kemampuan mereka untuk mengkonsumsi sebuah zat obat, yang mungkin

terjadi pada kelompok penggunaan narkoba suntikan (Katiandagho,

2017).

2.4.5 Faktor-Faktor Terbentuknya Stigma

Faktor-faktor terbentuknya stigma sebagai berikut:

a. Pengetahuan.

Stigma terbentuk karena ketidaktahuan, kurangnya pengetahuan

tentang HIV/AIDS, dan kesalahpahaman tentang penularan HIV

(Liamputtong, 2013). Hal-hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat

pengetahuan seseorang. Pengetahuan adalah hasil tahu dari informasi yang

ditangkap oleh panca indera. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan,

pekerjaan, umur, lingkungan, sosial dan budaya (Wawan, 2011).


b. Persepsi.

Persepsi terhadap seseorang yang berbeda dari orang lain dapat

mempengaruhi perilaku dan sikap terhadap orang tersebut. Cocok dan kawan-

kawan menyatakan bahwa stigma bisa berhubungan dengan persepsi seperti

rasa malu dan menyalahkan orang yang memiliki penyakit seperti HIV

(Paryati et al, 2012).

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi munculnya stigma. Jika

tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan juga akan tinggi. Hal ini

sesuai dengan penelitian Walusimbi dan Okonsky dalam Erkki dan Hedlund

(2013) dimana menyatakan bahwa perawat yang memiliki pengetahuan tinggi

akan memiliki rasa ketakutan penularan HIV yang rendah dan sikap positif

yang lebih baik

d. Lama Bekerja

Seseorang yang masa bekerja yang paling lama maka memiliki

pengalaman yang banyak sehingga dapat membuat keputusan yang tepat

untuk melaksanakan tugasnya (Suganda dalam Paryati et al, 2012). Maka dari

itu, seseorang yang sudah berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri.

e. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stigma

seseorang. Semakin bertambah umur seseorang maka semakin berubah sikap


dan perilaku seseorang sehingga pemikiran seseorang bisa berubah (Suganda

dalam Paryati et al, 2012). WHO (2013) membagi umur seseorang terbagi

atas 4, yaitu balita (di bawah 1 tahun), anak-anak (2-9 tahun), remaja (10-19

tahun), dan dewasa (lebih dari 19 tahun). Elizabeth dalam Jahja (2011)

menyebutkan masa dewasa terbagi menjadi 3, yaitu masa dewasa awal (20-40

tahun), masa dewasa madya (40-60 tahun), dan masa dewasa lanjut (60 tahun

sampai meninggal). Masa dewasa awal adalah masa seseorang berusaha

menyesuaikan dirinya terhadap pola hidupnya yang baru. Seseorang dengan

masa ini memiliki emosi yang tidak stabil serta belajar menjaga sebuah

komitmen dan tanggung jawab. Masa dewasa madya adalah masa seseorang

lebih mendekatkan dirinya terhadap agama. Masa dewasa lanjut adalah masa

seseorang secara fisik dan psikologi telah menurun.

f. Pelatihan

Pemberian pelatihan yang sesuai dengan bidang, salah satunya

pelatihan HIV, dapat memotivasi tenaga kesehatan untuk meningkatkan

kinerja dirinya dalam pekerjaan. Selain itu, pelatihan juga meningkatkan

pengetahuan, pengalaman, dan sikap bagi seseorang sehingga dapat berpikir

kritis (Wu Z et al dalam Paryati et al, 2012).

g. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kerja

seseorang (Gibson dalam Paryati, 2012). Perempuan juga cenderung memiliki


stigma yang tinggi dimana bersikap menyalahkan dibanding dengan laki-laki

(Andrewin dalam Salmon et al, 2012).

h. Dukungan Institusi

Pada institusi kesehatan, seperti rumah sakit dan puskesmas, memiliki

SOP (Standard Operating Procedure) sesuai kebijakan masing-masing

institusi, sarana dan fasilitas, serta penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

dalam melakukan tindakan khusus kepada pasien dengan penyakit tertentu,

seperti HIV (Paryati et al, 2012).

i. Kepatuhan Agama

Kepatuhan agama bisa mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.

Seseorang yang patuh pada nilai-nilai agama bisa mempengaruhi peran dalam

kinerja bekerja dalam pelayanan kesehatan khususnya terkait HIV (Paryati et

al, 2012).

2.4.6 Manifestasi Stigma

Biasanya orang yang terkena stigma dihubungkan dengan seks bebas,

penggunaan narkoba, dan homoseksual. Hal ini menjadi bumerang bagi

mereka dimana dianggap masyarakat sebagai orang yang berperilaku buruk.

Wanita pun juga menjadi korban terkena stigma karena berhubungan seksual

dengan lawan jenis yang diduga memiliki HIV. Maka dari itu, stigma bisa
muncul dari kata-kata kasar, gosip, dan menjauhi atau mendiskriminasi orang

HIV (Liamputtong, 2013).

2.4.7 Tipe-Tipe Stigma

Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan ada 5

tipe stigma sebagai berikut :

a. Public stigma, dimana sebuah reaksi masyarakat umum yang memiliki

keluarga atau teman yang sakit fisik ataupun mental. Salah satu contoh

kata-katanya adalah “saya tidak mau tinggal bersama dengan orang HIV”.

b. Structural stigma, dimana sebuah institusi, hukum, atau perusahaan yang

menolak orang berpenyakitan. Misalnya, perusahaan X menolak memiliki

pekerja HIV.

c. Self-stigma, dimana menurunnya harga dan kepercayaan diri seseorang

yang memiliki penyakit. Contohnya seperti pasien HIV yang merasa

bahwa dirinya sudah tidak berharga di dunia karena orang-orang

disekitarnya menjauhi dirinya.

d. Felt or perceived stigma, dimana orang dapat merasakan bahwa ada

stigma terhadap dirinya dan takut berada di lingkungan komunitas.

Misalnya seorang wanita tidak ingin mencari pekerjaan dikarenakan takut

status HIV dirinya diketahui dan dijauhi oleh rekan kerjanya.

e. Experienced stigma, dimana seseorang pernah mengalami diskriminasi

dari orang lain. Contohnya seperti pasien HIV diperlakukan tidak ramah

dibandingkan dengan pasien yang tidak HIV diperlakukan ramah oleh

tenaga kesehatan.
f. Label avoidance, dimana seseorang tidak berpartisipasi dalam pelayanan

kesehatan untuk menghindari status dirinya sebagai orang yang memiliki

penyakit. Salah satu contoh adalah pasien menyembunyikan obatnya.

2.4.8 Alat Pengukuran Stigma

Adanya stigma HIV bagaikan memiliki dinding pemisah antara orang

HIV dengan upaya pencegahan dan pengobatan HIV dari pelayanan

kesehatan. Maka dari itu, stigma HIV memiliki alat pengukuran untuk

mengetahui seberapa banyak stigma HIV yang terjadi di lingkungan

masyarakat maupun di pelayanan kesehatan. Pengukuran stigma HIV ada

berbagai macam, yaitu HIV and AIDS Stigma Instrument-PLWA (HASI-P)

dari Holzemer et al, internalized stigma scale dari Sayles et al, dan measuring

HIV stigma and discrimination among health facility staff dari Nyblade et al

yang dikembangkan Health Policy Project. Alat ukur stigma dari Nyblade et

al memiliki beberapa indikator sebagai berikut (Damalita, 2014):

a. Masyarakat dan bahkan Tenaga kesehatan takut terinfeksi HIV (termasuk

di dalamnya pengetahuan tentang cara penularan).

b. Sikap terhadap ODHA (stereotip dan prasangka).

c. Enacted Stigma (Stigma yang berlaku dan dapat diamati).

d. Diskriminasi yang diantisipasi (meliputi stigma sekunder yang dialami

oleh staf fasilitas kesehatan).

e. Kebijakan di tingkat kelembagaan dan lingkungan.

Hasil ukur untuk variable stigma adalah positif dan negatif. Skala yang

digunakan yaitu skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian tertentu atau

fenomena sosial.

Nilai-nilai skala liker adalah :

1. Pertanyaan Positif

Sangat Setuju (SS) =4

Setuju (S) =3

Tidak Setuju (TS) =2

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

2. Pertanyaan Negatif

Sangat Setuju (SS) =1

Setuju (S) =2

Tidak Setuju (TS) =3

Sangat Tidak Setuju (STS) = 4

(Hidayat, 2013).

2.4.9 Cara Menghentikan Stigma

Stigma seringkali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada

giliranya akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA dan

keluarganya. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemic HIV/AIDS.

Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara

kebisuan dan penyangkalan tentang HIV/AIDS seperti juga mendorong

keterpinggiran ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.

Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba

dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut
terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat (Katiandagho,

2017).

Stigma dan diskriminasi dapat diatasi dengan cara intervensi berbasis

masyarakat, termasuk keluarga, tempat kerja, layanan kesehatan, agama, dan

media. Intervensi diarahkan untuk membatasi sikap negatif sebagai efek

samping dari tujuan lain melalui pendekatan yang inovati (Katiandagho,

2017).

Untuk mengatasi stigma dan diskriminasi, cara yang dapat dilakukan

adalah melalui proses hukum. Dibeberapa Negara, ODHA kurang memiliki

pengetahuan tentang hak-hak yang seharusnya mereka miliki. Mereka perlu

dididik, sehingga mampu mengatasi diskriminasi, stigma dan penyangkalan

yang ditemui dalam masyarakat. Pemantauan dapat memperkuat hak-hak

ODHA dan memberikan alat yang kuat mengurangi pengaruh buruk stigma

dan diskriminasi. Namun, stigma dan diskriminasi tidak bisa diatasi hanya

dengan hukum, tetapi diperlukan juga partisipasi masyarakat untuk

menganggap ODHA sebagai orang yang normal dalam masyarakat

(Katiandagho, 2017).

Sebagai respon, beberapa Negara menetapkan Undang-Undang untuk

melindungi hak dan kebebasan ODHA dan untuk melindungi mereka dari

diskriminasi. Sesungguhnya hak ODHA sama seperti manusia lain, tetapi

karena ketakutan dan kekurangapahaman masyarakat, hak ODHA sering

dilanggar. Menurut hasil penelitian dokumentasi pelanggaran HAM Yayasan


Spiritia, 30% responden pernah mengalami berbagai diskriminasi dalam

pelayanan kesehatan dan dalam keluarga (Katiandagho, 2017).

Satu upaya dalam menanggulangi adanya diskriminasi terhadap

ODHA adalah meningkatkan pemahaman tentang HIV/AIDS di masyarakat,

khususnya dikalangan petugas kesehatan, dan terutama pelatihan tentang

perawatan. Ini pada pokok menekankan pentingnya kewaspadaan universal,

agar tidak ada kebingungan. Tambahannya, lebih banyak konselor harus

dilatih agar pelaksanaan tes dan konseling HIV dapat berjalan sesuai

prosedur. Pemahaman tentang HIV/AIDS pada gilirannya akan disusul

dengan perubahan sikap dan cara pandang masyarakat terhadap HIV/AIDS

dan ODHA, sehingga akhirnya dapat mengurangi tindakan diskriminasi

terhadap ODHA (Katiandagho, 2017).

Corrigan dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) menyebutkan

bahwa ada 3 strategi yang dapat dilakukan untuk menghentikan stigma di

masyarakat, yaitu protes, pendidikan, dan kontak. Protes untuk

menghilangkan penyataan negatif masyarakat, media, dan iklan. Pendidikan

dapat memberikan informasi yang lengkap dan jelas mengenai penyakit

sehingga orang yang berpengetahuan lebih bisa bijak dalam berhubungan

dengan orang yang memiliki penyakit dan tidak akan mendiskriminasinya.

Kontak, maksudnya adalah orang yang memiliki penyakit dapat berkumpul

dengan orang yang memiliki penyakit yang sama sehingga dapat

meningkatkan harga dirinya dan semakin percaya diri. Adanya perkumpulan


khusus juga dapat mengurangi kecemasan seseorang dan bisa saling

mengungkapkan perasaannya selama didiagnosa penyakit.

2.5 Hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma


masyarakat tentang ODHA

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2011).

Dengan pengetahuan masyarakat yang memadai dan persepsi terhadap

HIV/AIDS positif diasumsikan akan dapat menciptakan kondisi yang dapat

mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, karena pengetahuan sangat

mempengaruhi bagaimana masyarakat bersikap terhadap ODHA (Khairiyah,

2018).

2.6 Hubungan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang


ODHA
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Jadi

jelas dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Wawan, 2011).


Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi bagaimana individu

tersebut akan bersikap terhadap penderita HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi

terhadap ODHA muncul berkaitan dengan ketidaktahuan tentang mekanisme

penularan HIV, perkiraan risiko tertular yang berlebihan melalui kontak biasa

dan sikap negatif terhadap kelompok sosial yang dipengaruhi oleh epidemi

HIV/AIDS (Khairiyah, 2018).


BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Adapun yang menjadi kerangka konsep pada penelitian ini adalah

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang HIV/AIDS Dengan Stigma

Masyarakat Tentang ODHA Di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Baru Tahun 2019. Dibawah ini peneliti tuangkan dalam bagan

sebagai berikut:

Independen Dependen

Pengetahuan
Stigma Masyarakat
Tentang ODHA

Sikap

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma


masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru

Tahun 2019.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha :
1. Ada Hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

2. Ada Hubungan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat

tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto

Baru Tahun 2019.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain

penelitian cross sectional study. Artinya variable independen dan variable

dependen diukur dalam waktu yang bersamaan, yang tujuannya untuk

mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan

stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Baru Tahun 2019 (Hidayat, 2013).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas

Koto Baru Kabupaten Dharmasraya.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan selama tujuh hari dimulai pada tanggal 15-21 Januari

2019.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek dan subjek yang dipelajari saja

tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut

(Hidayat, 2013).
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam

wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi

atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus (Arikunto,

2013).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat

yang berada di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru

Yang berjumlah 462 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel juga dianggap sebagai

perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang di

amati (Arikunto, 2013).

Berdasarkan sampel yang akan diambil dari jumlah populasi jika <1000

menurut Nursalam (2011) adalah:

N.Z2.p.q
n =
d (N-1)+Z.p.q

Keterangan:

n : Perkiraan jumlah sampel


N : Perkiraan jumlah populasi
Z : Nilai standar normal untuk = 0,5 (1,96)
p : Perkiraan populasi jika tidak diketahui dianggap 50%
q : 1-p (100%-p)
d : Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)

n= N.Z2.p.q

d (N-1)+Z.p.q

462.(1,96)2.0,5.0,5
n=
0,05 (462-1)+1,96.0,5.0,5

462.3,84.0,25
n=
0,05 (461)+1,96.0,25

443,52
n=
5,8

n = 76,46

n = 76 orang (dibulatkan)

Jumlah sampel yang diambil berdasarkan rumus diatas adalah 76 orang

masyarakat yang berada di Jorong Pasar Koto Baru.

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian adalah

Acidental Sampling yaitu cara ini dilakukan dengan mengambil kasus atau

responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat paa saat penelitian

yang sesuai dengan konteks penelitian (Notoadmodjo, 2010).

Dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan yaitu :


a. Kriteria Inklusi (kriteria yang layak diteliti)

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi terget dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2011).

1. Bersedia menjadi responden


2. Responden yang berada saat dilakukan penelitian

3. Berumur 20-40 tahun

b. Kriteria Ekslusi (kriteria yang tidak layak diteliti)

Kriteria ekslusi adalah mengambil atau mengeluarkan sabjek yang

memenuhi kriteria inklusi, dengan kriteria, responden yang tidak berada saat

dilakukan penelitian (Nursalam, 2011).

1. Sampel yang tidak bersedia dilakukan penelitian

2. Responden yang tidak berada saat dilakukan penelitian

4.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (Nursalam, 2011). Dalam Penelitian ini terdapat 3 variabel

yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat pada penelitian ini

adalah stigma masyarakat tentang ODHA dan variabel bebasnya adalah tingkat

pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS.

4.5 Defenisi Operasional

Table 4.1 Defenisi Operasional


Definisi Hasil Skala
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Ukur
Operasional Ukur
1. Variabel
independ
en
Ordinal
1. Pengetah Segala Kuesioner Dari 20 Tinggi 76-
uan sesuatu yang pertanyaan 100 %
diketahui jawaban Sedang
masyarakat benar diberi 55-75 %
tentang nilai 1 dan Rendah
HIV/AIDS. jawaban <55%
Mulai dari salah diberi
pengertian, nilai 0
penyebab,
gejala
penderita
HIV/AIDS,
sampai
dengan cara
pencegahan
penularan. Nominal
2. Sikap Merupakan Kuesioner Dari 10 Positif :
reaksi atau pertanyaan ≥Median
respon dari Pengisian Negatif:
masyarakat kuesioner <Median
yang telah oleh
mengetahui masyarakat
tentang dengan cara
HIV/AIDS. cheklis
Pertanyaan
positif
(SS) = 4
(S) = 3
(TS) = 2
(STS) = 1
Pertanyaan
negatif
(SS) = 1
(S) = 2
(TS) = 3
(STS) = 4
2 Variabel Bagaimana Kuesioner Dari 20 Positif : Nominal
dependen pandangan pertanyaan ≥Median
Stigma masyarakat Pengisian Negatif:
tentang terhadap kuesioner <Median
ODHA ODHA, oleh
apakah masyarakat
masyarakat dengan cara
bisa cheklis
menerima Pertanyaan
kehadiran positif
ODHA (SS) = 4
dilingkungan (S) = 3
tempat (TS) = 2
tinggal nya (STS) = 1
maupun Pertanyaan
dilingkungan negatif
pekerjaan. (SS) = 1
(S) = 2
(TS) = 3
(STS) = 4

4.6 Alat Atau Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan untuk mendapatkan informasi

dalam penelitian ini adalah kuesioner atau lembar pertanyaan yang diberikan

kepada responden saat penelitian berlangsung.

4.7 Teknik Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

adalah alat ukur berupa kuesioner dengan beberapa pertanyaan (Hidayat, 2012)

4.7.1 Data Primer

Data Primer merupakan data yang di peroleh dari masyarakat yang

menjadi responden.

4.7.2 Data Sekunder


Data Sekunder merupakan data yang di peroleh dari Puskesmas Koto

Baru Tahun 2018.

4.7.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara kerumah-rumah masyarakat

atau door too door dan dalam mengumpulkan data saya dibantu oleh asisten.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat

penelitian kepada responden, serta kerahasian data yang diberikan, lalu peneliti

menanyakan umur responden jika umur responden sesuai dengan kriteria

inklusi maka peneliti menanyakan apakah bersedia menjadi responden atau

tidak. Responden berhak untuk menerima dan menolak untuk menjadi

responden dalam penelitian ini. Bila responden menyetujui menjadi responden,

maka peneliti meminta responden untuk menanda tangani informed concent

yang telah di sediakan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya

sepanjang tidak mempengaruhi subtansi jawaban. Pengisian kuesioner ditunggu

oleh peneliti dan jika responden telah selesai mengisi kuesioner diperbolehkan

untuk mengembalikannya pada peneliti. Dan responden dipersilahkan

melanjutkan tugasnya. Penelitian ini dilakukan mulai pada hari selasa sampai

hari senin.

4.8 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul, dilakukan dengan

menggunakan komputerisasi dengan cara :

4.8.1 Memeriksa Data (Editing)


Kuesioner yang telah dikembalikan oleh responden diperiksa apakah

item-item untuk pengetahuan, sikap dan stigma sudah diisi dan dijawab sesuai

dengan petunjuk yang ada pada kuesioner.

4.8.2 Mengkode Data (coding).

Memberikan kode pada setiap data yang dikumpulkan atau diperoleh

setelah diisi oleh responden.

4.8.3 Memasukan Data (Entry Data)

Dimana peneliti dalam melakukan pengolahan data menggunakan

bantuan computer yang dimasukan kedalam master tabel sesuai dengan nomor

responden. Peneliti diharapkan teliti dalam mengerjakannya agar tidak terjadi

kesalahan dalam pengolaan.

4.8.2 Pembersihan Data (Cleaning)

Peneliti melakukan cleaning untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan kemudian dilakukan

pembetulan dan koreksi untuk memastikan apakah data tersebut sudah bersih

dari kesalan.

4.8.3 Tabulasi (Tabulating)

Peneliti melakukan tabulating untuk mengelompokkan dan dihitung serta

dijumlahkan setelah dilakukan pengumpulan serta observasi. Pada yang bersifat

kuantitatif dapat di interprestasikan

1. 100 % = Seluruhnya

2. 76-99% = Hampir seluruhnya

3. 51-75% = Sebagian besar


4. 50% = Setengahnya

5. 26-49% = Hampir setengahnya

6. 1-25% = Sebagian kecil

7. 0% = Tidak satupun (Notoadmodjo, 2011)

4.9 Analisa Data

Data yang telah telah diolah akan dianalisa secara univariat dan bivariat

dengan menggunakan program komputerisasi yang menggunakan SPSS.

4.9.1 Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk memperjelas atau mendiskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Hasil dari analisi univariat ditampilkan

secara distribusi dan persentase (Notoadmodjo, 2011).

Rumus :

f
P= x 100 %
N

P = Nilai persentase responden

F = Frekuensi

N = Jumlah responden

100% = Nilai tetap / Konstanta (Notoadmodjo, 2011)

4.9.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan anatara 2 variabel yaitu

variabel independen dan variabel dependen. Penelitian ini menggunakan uji

statistik chi square.


Rumus : X2 = ∑(𝑶 − 𝑬)2

Keterangan :

X2 = chi square Quadrat

∑ = Jumlah total

O = frekuensi hasil observasi (Nilai yang diamati)

E = excpected (Nilai yang diharapkan)

Apabila diperoleh P Value ≤ (0,05) h0 ditolak, ha diterima berarti ada hubungan.

Tetapi jika P Value > (0,05) maka h0 diterima, ha ditolak artinya tidak ada hubungan

antara variabel dependen dan variabel independen.

Hasil analisa yang dilakukan secara hubungan bermakna apabila:

X2 hitung > X2 tabel = Ha diterima H0 ditolak

X2 hitung ≤ X2 tabel = Ha ditolak H0 diterima


BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Analisi Univariat

5.1.1 Tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS di Jorong Pasar Koto Baru


Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Tabel 5.1
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS di Jorong Pasar
Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

No Pengetahuan frekuensi %
1 Rendah 20 42,6
2 Sedang 18 38,3
3 Tinggi 9 19,1
Total 47 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 47 responden terdapat

hampir setengahnya 20 responden (42,6%) yang memiliki pengetahuan rendah.

5.1.2 Sikap tentang HIV/AIDS di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Tabel 5.2
Distribusi frekuensi sikap tentang HIV/AIDS di Jorong Pasar Koto Baru
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

No Sikap frekuensi %
1 Negatif 23 48,9
2 Positif 24 51,1
Total 47 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 47 responden terdapat

hampir setengahnya 23 responden (48,9%) yang memiliki sikap negatif.


5.1.3 Stigma masyarakat tentang 72
ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Tabel 5.3
Distribusi frekuensi stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto
Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

No Stigma frekuensi %
1 Negatif 23 48,9
2 Positif 24 51,1
Total 47 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 47 responden terdapat

hampir setengahnya 23 responden (48,9%) yang memiliki stigma negatif.

5.2 Analisa Bivariat

5.2.1 Hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma


masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Tabel 5.4
Distribusi frekuensi hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan
stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Stigma Total
N
Pengetahuan Negatif Positif P-Value
o f %
f % f %
1 Rendah 17 85 3 15 20 100
2 Sedang 6 33,3 12 66,7 18 100
0,000
3 Tinggi 0 0 9 100 9 100
Total 26 48,9 21 51,1 47 100
X2 hitung = 20,788 X2 tabel = 5,991
Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 20 responden yang

berpengetahuan rendah, didapatkan hampir seluruhnya yaitu 17 (85%) responden

memiliki stigma negatif, dan sebagian kecil 3 (15%) responden memiliki stigma

positif.

Dari hasil uji statistik analisa Chi-Square, hubungan tingkat pengetahuan

tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto

Baru didapatkan p-value = 0,000 berarti p-value ≤ (0,05) yang artinya ada hubugan

yang bermakna antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Barau Wilayah Kerja Puskesmas

Koto Baru Tahun 2019.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square nilai X2 hitung = 20,788 dengan

ketentuan degree of freedom (df) = 2 pada taraf signifikansi (0,05) diperoleh X2 =

tabel = 5,991 dengan demikian nilai X2 hitung > X2 tabel maka Ha diterima H0

ditolak, ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan

tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto

Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.


5.2.2 Hubungan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang
ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru
Tahun 2019.
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi hubungan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma
masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Stigma Total
N
Sikap Negatif Positif P-Value
o f %
f % f %
1 Negatif 19 82,6 4 17,4 23 100
2 Positif 4 16,7 20 83,3 24 100 0,000
Total 26 48,9 21 51,1 47 100
2
X hitung = 20,437 X2 tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa dari 23 responden yang

bersikap negatif, didapatkan hampir seluruhnya yaitu 19 (82,6%) responden memiliki

stigma negatif, dan sebagian kecil 4 (17,4%) responden memiliki stigma positif.

Dari hasil uji statistik analisa Chi-Square, hubungan sikap tentang HIV/AIDS

dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru didapatkan p-

value = 0,000 berarti p-value ≤ (0,05) yang artinya ada hubugan yang bermakna

antara sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong

Pasar Koto Barau Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square nilai X2 hitung = 20,437 dengan

ketentuan degree of freedom (df) = 1 pada taraf signifikansi (0,05) diperoleh X2 =

tabel = 3,8411 dengan demikian nilai X2 hitung > X2 tabel maka Ha diterima H0

ditolak, ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap tentang

HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.


BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Analisa Univariat

6.1.1 Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Jorong Pasar Koto

Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019. Dapat dilihat dari tabel

5.1 didapatkan bahwa hampir setengahnya 20 responden (42,6%) yang memiliki

pengetahuan rendah tentang HIV/AIDS.

Menurut Notoatmodjo (2011) Pengetahuan adalah hasil pengindraan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu

pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan yaitu mata

(Notoatmodjo, 2011).

HIV (Human Immunodeficieniy Virus) adalah virus yang menyerang

system kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS atau Aquired

Immunodefeciency Syndrome adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV.

Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata timbul 10 tahun

sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam

tubuh manusia terutama melalui perentara darah, semen dan secret vagina.
Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana

2013).

Penyebab tertularnya virus HIV/AIDS ada beberapa yakni hubungan

seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui lelaki seks lelaki

(LSL), penggunaan alat suntik secara bergantian, transfusi darah dan penularan

dari ibu ke anak. Hubungan heteroseksual masih merupakan cara penularan

dengan persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu 69.6%, diikuti penggunaan

alat suntik tidak steril sebesar 9.1% dan homosksual sebesar 5.7% (Kemenkes

RI, 2017). Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual

(Noviana, 2013)

Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Dwi Melina Sari dengan

judul hubungan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat terhadap ODHA di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tahun 2018

yang memperoleh hasil sebagian besar responden (60,7%) yang memiliki

pengetahuan rendah tentang HIV/AIDS.

Menurut asumsi peneliti responden yang pengetahuan rendah dikarenakan

kurangnya terpapar informasi tentang HIV/AIDS baik dari internet, televisi,

maupun penyuluhan dari tenaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

responden yang rata-rata belum pernah mendapatkan penyuluhan ataupun

informasi mengenai penyakit HIV/AIDS sehingga masyarakat berharap ada

tindak lanjut yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan
informasi mengenai HIV/AIDS informasi tersebut diperlukan agar masyarakat

mengetahui cara penularan HIV. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner

pengetahuan rendah tersebut dilihat dari jawaban responden tentang penularan

seperti pada pertanyaan yang paling sukar dikerjakan yaitu soal nomor 16 dengan

pernyataan (Nyamuk menjadi perantara penularan) dengan total jawaban benar

sebanyak 7 dari 57 responden. Responden masih menganggap bahwa penyakit

HIV/AIDS hanya disebabkan oleh penyalahgunaan narkoba maupun seks bebas

sehingga mereka berasumsi agar menjaga pergaulan anak-anaknya agar tidak

salah dalam pergaulan bebas. Responden banyak yang tidak tahu tanda dan

gejala dari orang yang menderita HIV hal ini dibuktikan dari hasil kuesioner

nomor 10 dengan total jawaban benar sebanyak 21 dari 57 responden. Dilihat

dari hasil kuesioner dengan jumlah soal sebanyak 20 soal dan yang paling mudah

dikerjakan yaitu soal no 1 dengan pernyataan (HIV/Human Immunodeficiency

Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh) dengan total

jawaban benar sebanyak 45 dari 47 responden.

6.1.2 Sikap Tentang HIV/AIDS

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Jorong Pasar Koto

Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019. Dapat dilihat dari tabel

5.2 didapatkan bahwa hampir setengahnya 23 responden (48,9%) yang memiliki

sikap negatif.

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Jadi

jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Wawan, 2011).

Dengan pengetahuan masyarakat yang memadai dan persepsi terhadap

HIV/AIDS positif diasumsikan akan dapat menciptakan kondisi yang dapat

mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, karena pengetahuan

sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat bersikap terhadap ODHA

(Khairiyah, 2018).

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Dwi Melina Sari

dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan

stigma masyarakat terhadap ODHA di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta

tahun 2018 yang memperoleh hasil sebagian besar responden (56,7%) yang

memiliki sikap negatif tentang HIV/AIDS.

Menurut asumsi peneliti, banyaknya responden yang bersikap negatif

dikarenakan kurangnya pengetahuan responden tentang HIV/AIDS itu sendiri

sehingga mendorong mereka untuk bersikap negatif karena takut tertular

penyakit tersebut, selain pengetahuan, adat istiadat, budaya dan kebiasaan

masyarakat yang cuek dan tidak peduli sama apa yang terjadi disekitarnya juga

sangat mempengaruhi sikap masyarakat di Jorong Pasar Koto Baru. Hal ini dapat

dilihat dari hasil kuesioner nomor 6 dengan persentase jawaban paling rendah

yang menolak untuk bekerja dengan orang yang menderita HIV/AIDS, sikap

negatif responden sebagian besar terlihat pada sikap tidak setuju untuk menerima
kehadiran ODHA dilingkungan tempat tinggal, mereka beranggapan jika tinggal

bersma penderita HIV dilingkungannya maka akan ikut tertular penyakit

tersebut. Tanggapan responden ketika mendengar kata HIV mereka berasumsi

jika penyakit HIV merupakan penyakit yang sangat mengerikandan mereka

bahkan tidak mengetahui jika dilingkungan tempat tinggal mereka ada yang

menderita HIV/AIDS.

6.1.3 Stigma Masyarakat Tentang ODHA

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Jorong Pasar Koto

Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2018. Dapat dilihat dari tabel

5.3 didapatkan bahwa hampir setengahnya 23 responden (48,9%) yang memiliki

stigma negatif tentang ODHA.

Stigma adalah suatu ancaman, sifat atau karakteristik bahwa masyarakat

menerima ketidaknyamanan yang sangat tinggi. Mendapat ancaman membuat

seseorang menerima stigmatisasi. Sangat memprihatinkan ketika ODHA

diasingkan dari keluarga, teman, atau bahkan warga dilingkungan tempat

tinggalnya. Ia seakan menjadi momok yang menakutkan, seakan membawa

sebuah penyakit kutukan. Musibah bagi ODHA dibutuhkan dukungan moril dari

keluarga, sahabat dan orang-orang yang terdekatnya dalam menghadapi masa-

masa sulit saat terkena musibah tersebut (Katiandagho, 2017).

Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Dwi Melina Sari dengan

judul hubungan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat terhadap ODHA di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tahun 2018


yang memperoleh hasil sebagian besar responden (62%) yang memiliki stigma

negatif tentang ODHA.

Menurut asumsi peneliti responden yang berstigma negatif disebabkan

karena pola pikir masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat

dilingkungan yang banyak mengikuti pendapat tetangga dan warga sekitar

sehingga mendorong mereka untuk berstigma negatif, selain itu juga disebabkan

karena ketidak tahuan masyarakat tentang HIV/AIDS itu sendiri,, sehingga

mereka menilai buruk orang yang menderita HIV/AIDS mereka beranggapan

bahwa ODHA itu memiliki perilaku yang tidak baik. Hal ini dapat dilihat dari

hasil kuesioner dengan persentase tertinggi yaitu soal no 19 dengan pernyataan

ODHA harus dikarantina karena akan membawa pengaruh buruk bagi

masyarakat, banyaknya responden yang menghakimi ODHA tanpa tahu yang

sebenarnya dan beranggapan bahwa penyakit yang diderita ODHA adalah

penyakit mengerikan dan merupakan penyakit kutukan dari tuhan. Berdasarkan

pernyataan responden yang berstigma positif mereka mengatakan bahwa kita

tidak boleh memusuhi Orang Dengan HIV/AIDS karena tidak semua orang

dengan HIV/AIDS tertular AIDS karena tingkah lakunya yang buruk, dan

ODHA juga berhak hidup seperti masyarakat pada umumnya

6.2 Analisa Bivariat

6.2.1 Hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma


masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Jorong Pasar Koto

Baru. Dapat dilihat dari tabel 5.4 di dapatkan bahwa dari 20 responden yang

berpengetahuan rendah, didapatkan hampir seluruhnya yaitu 17 (85%) responden

memiliki stigma negatif tentang ODHA, dan sebagian kecil 3 (15%) responden

memiliki stigma positif tentang ODHA.

Dari hasil uji statistik analisa Chi-Square, hubungan tingkat pengetahuan

tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar

Koto Baru didapatkan p-value = 0,000 berarti p-value ≤ (0,05) yang artinya ada

hubugan yang bermakna antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan

stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Barau Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square nilai X2 hitung = 20,788 dengan

ketentuan degree of freedom (df) = 2 pada taraf signifikansi (0,05) diperoleh X2

= tabel = 5,991 dengan demikian nilai X2 hitung > X2 tabel maka Ha diterima

H0 ditolak, ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di

Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian


dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2011).

Dengan pengetahuan masyarakat yang memadai dan persepsi terhadap

HIV/AIDS positif diasumsikan akan dapat menciptakan kondisi yang dapat

mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, karena pengetahuan sangat

mempengaruhi bagaimana masyarakat bersikap terhadap ODHA (Khairiyah,

2018).

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Dwi Melina Sari

dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat terhadap ODHA di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tahun 2018

yang memperoleh hasil berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Chi-Square

dengan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti bahwa pengetahuan memiliki

hubungan dengan stigma masyarakat di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta

tahun 2018. Responden yang memiliki stigma terhadap ODHA tinggi

berpengetahuan kurang lebih besar dari responden yang memiliki stigma tinggi

berpengetahuan baik. Ditunjukkan dengan persentase sebesar 65,9%

dibandingkan 45,8%.

Menurut asumsi peneliti penyebab terjadinya stigma adalah kurangnya

pengetahuan masyarakat Jorong Pasar Koto Baru tentang HIV/AIDS.

Pengetahuan rendah disebabkan karena sebagian besar dari mereka kurang

terpapar informasi mengenai bagaimana HIV ditularkan dan juga belum pernah

mendapat penyuluhan maupun informasi dari petugas kesehatan, karena

pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi bagaimana individu


tersebut akan bertindak dan bersikap terhadap penderita HIV/AIDS . Hal ini

dapat dilihat dari jawaban responden tentang penularan seperti pada pertanyaan

HIV/AIDS dapat ditularkan melalui ciuman bibir, melalui air liur, melalui gigitan

nyamuk, dan penggunaan pakaian yang sama didapatkan nilai skor jawaban

responden masih rendah, sehingga pengetahuan kurang pada responden

mengakibatkan tingginya stigma terhadap ODHA. Berdasarkan pernyataan

responden, penyakit HIV/AIDS dan ODHA masih jarang didengar, masyarakat

mengatakan belum pernah mendapatkan pemberian informasi tentang HIV dari

tenaga kesehatan.

6.2.2 Hubungan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang


ODHA di Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru
Tahun 2019.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Jorong Pasar Koto

Baru. Dapat dilihat dari tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa dari 23 responden

yang bersikap negatif, didapatkan hampir seluruhnya yaitu 19 (82,6%) responden

memiliki stigma negatif, dan sebagian kecil 4 (17,4%) responden memiliki

stigma positif.

Dari hasil uji statistik analisa Chi-Square, hubungan sikap tentang

HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru

didapatkan p-value = 0,000 berarti p-value ≤ (0,05) yang artinya ada hubugan

yang bermakna antara sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat


tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Barau Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru

Tahun 2019.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square nilai X2 hitung = 20,437 dengan

ketentuan degree of freedom (df) = 1 pada taraf signifikansi (0,05) diperoleh X2

= tabel = 3,8411 dengan demikian nilai X2 hitung > X2 tabel maka Ha diterima

H0 ditolak, ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap tentang

HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto

Barau Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Jadi

jelas dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Wawan, 2011).

Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi bagaimana individu

tersebut akan bersikap terhadap penderita HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi

terhadap ODHA muncul berkaitan dengan ketidaktahuan tentang mekanisme

penularan HIV, perkiraan risiko tertular yang berlebihan melalui kontak biasa

dan sikap negatif terhadap kelompok sosial yang dipengaruhi oleh epidemi

HIV/AIDS (Khairiyah, 2018).


Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Dwi Melina Sari

dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma

masyarakat terhadap ODHA di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tahun 2018

yang memperoleh hasil Hasil uji statistik variabel sikap tentang HIV/AIDS

dengan stigma masyarakat terhadap ODHA di Kecamatan Banjarari Kota

Surakarta tahun 2018 didapatkan hasil nilai p-value sebesar 0,029 yang berarti

sikap memiliki hubungan dengan stigma masyarakat. Responden yang memiliki

stigma rendah terhadap ODHA bersikap positif lebih besar dari responden yang

memiliki stigma rendah bersikap negatif. Ditunjukkan dengan persentase sebesar

61,5% dibandingkan 40%.

Menurut asumsi peneliti, banyaknya responden yang bersikap negatif

dikarenakan kurangnya pengetahuan responden, pengetahuan tentang HIV/AIDS

sangat mempengaruhi sikap seseorang terhadap ODHA. Adanya sikap negatif

berpengaruh terhadap tingginya stigma masyarakat terhadap ODHA. Stigma

terhadap ODHA muncul berkaitan dengan tidak tahunya tentang penyakit

HIV/AIDS terkait mekanisme penularan, pencegahan maupun gejalanya. Selain

karena ketidaktahuan masyarakat tentang HIV, adat istiadat/kebiasaan juga

sangat mempengaruhi stigma masyarakat terhadap ODHA. Hal ini terlihat dari

hasil jawaban kuesioner sikap negatif masyarakat terhadap ODHA yaitu menolak

untuk bersalaman, berbicara, bahkan beriteraksi dengan penderita HIV/AIDS.

Padahal HIV/AIDS tidak bias ditularkan melalui kontak sosial biasa. Dan juga

banyaknya responden yang menolak kehadiran ODHA dilingkungan tempat


tinggal maupun lingkungan kerja, mereka beranggapan jika tinggal bersma

penderita HIV dilingkungannya maka akan ikut tertular penyakit tersebut.

Tanggapan masyarakat ketika mendengar kata HIV, masyarakat berasumsi jika

penyakit HIV merupakan penyakit yang mengerikan dan tidak bias

disembuhkan.
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang

ODHA di jorong pasar koto baru wilayah kerja puskesmas koto baru tahun

2019” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

7.1.1 Hasil penelitian dari 47 responden terdapat hampir setengahnya 20

responden (42,6%) yang memiliki pengetahuan rendah.

7.1.2 Hasil penelitian dari 47 responden terdapat hampir setengahnya 23

responden (48,9%) yang memiliki sikap negatif.

7.1.3 Hasil penelitian dari 47 responden terdapat hampir setengahnya 23

responden (48,9%) yang memiliki stigma negatif.

7.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan tentang

HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA, karena

didapatkan nilai p value = 0,000 berarti p value ≤ (0,05)

7.1.5 Ada hubungan yang bermakna antara sikap tentang HIV/AIDS dengan

stigma masyarakat tentang ODHA, karena didapatkan nilai p value =

0,000 berarti p value ≤ (0,05).


7.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa saran yaitu

sebagai berikut :

7.2.1 Bagi Puskesmas

Diharapkan pihak puskesmas maupun petugas kesehatan

mengadakan penyuluhan tentang HIV/AIDS dan mendorong

masyarakat agar lebih memahami tentang HIV/AIDS.

7.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi

bagi mahasiswa dan mahasiswi tentang hubungan tingkat pengetahuan

dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat, serta dapat

dijadikan sebagai bahan ajar pada mata kuliah HIV/AIDS.

7.2.3 Bagi Responden

Diharapkan skripsi ini responden dapat meningkatkan

pengetahuan tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang

HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA. Supaya

masyarakat dapat merubah cara pandang mereka terhadap ODHA.

7.2.4 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan skripsi ini Dapat memberikan masukan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan khususnya

keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:


Rineka Cipta
Damalita. 2014. Konsep Stigma Sosial.
http://digilib.uinsby.ac.id/22795/1/Damalita%20Damalita_B93214091.pdf.
Diakses pada tanggal 29-10-2018
Depkes RI, WHO. 2015. Tentang Kesehatan Pada Remaja.
http://www.depkes.go.id/dowload/pusdatin/infodatin%20reproduksi%remaja
-ed.pdf. Diakses pada tanggal 25-10-2018
Dinkes Kabupaten Dharmasraya. 2018. Data Penderita HIV/AIDS. Dharmasraya :
Dinkes Kabupaten Dharmasraya
Ditjen PP & PL Kementrian RI. 2017. Statistik Kasus HIV/AIDS dan Pusat Data
Informasi Kementrian Kesehatan RI di Indonesia dilapor s/d Desember
2017.
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Laporan_HIV_AIDS_TW_4_Ta
hun_2017__1_.pdf?opwvc=1. Diakses pada tanggal 26-10-2018
Katiandagho, Desmon. 2017. Epidemiologi HIV/AIDS. Bogor: In Media.
Kemenkes RI. 2017. Pusat Data dan Informasi Kementrian RI.
http://www.depkes.go.id/resources/dowload/pusdatin/infodatin/infodatin%20
AIDS.pdf. Diakses pada 26-10-2018
Khairiyah, Rizkiyatul. 2018. Artikel Penelitian Tentang HIV/AIDS.
http://digilib.uinsby.ac.id/22795/1/Rizkiyatul%20Khairiyah_B93214091.pdf.
Diakses pada tanggal 29-10-2018
Hidayat, Aziz Alimul. 2013. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Jakarta: Salemba Medika.
Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2011. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Noviana, Nana. 2013. Kesehatan Reproduksi dan HIV/AIDS. Jakarta: Trans Info
Media.
Nursalam, Ninuk. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2013. asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Konsep dan pengetahuan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Paryati, et, al . 2012. Konsep Stigma.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15568/f.BAB%20II.
pdf?sequence=6&isAllowed=y. Diakses pada tanggal 2-11-2018
Sari, Dwi Melina. 2018. Artikel Penelitian Tentang Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Tentang HIV/AIDS Dengan Stigma Masyarakat Terhadap ODHA.
Diakses pada tanggal 29-01-2019
Shaluhiyah Z, Musthofa S, Widjanarko S. 2015. Stigma Masyarakat Terhadap Orang
Dengan HIV/AIDS. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.9,
No.4, Mei 2015
Undhari. 2015. Panduan Penulisan Skripsi Program Studi S1 Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan. Dharmasraya : Undhari
Uyanto, Stanislaus S. 2010. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wardani, Linda. 2017. Artikel Penelitian tentang Gambaran pengetahuan tentang
HIV/AIDS.
http://repository.unjaya.ac.id/2437/7/LINDA%20CITRA%20WARDANI%2
0%281114074%29nonfull%20%28NXPowerLite%20Copy%29-ilovepdf-
compressed.pdf Diakses pada tanggal 29-10-2018
Wawan. 2011. Teori dan pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika.
LAMPIRAN
Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :

Saudara/i Responden

Di tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Dharmas Indonesia.

Nama : Siska Damayanti

Nim : 1501011010

Alamat : Asrama UNDHARI

Akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan


dan sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma masyarakat tentang ODHA di
Jorong Pasar Koto Baru Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat buruk bagi saudara/i sebagai
responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan digunakan
untuk tujuan penelitian.

Apabila saudara/i menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediaan


saudara/i untuk menanda tangani lembaran persetujuan atas perhatiannya saya
ucapkan terimakasih.

Dharmasraya,........... 2019
Peneliti

Siska Damayanti
Nim : 1501011010
Lampiran 3

PERNYATAAN PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bersedia ikut


berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh :

Nama : Siska Damayanti

Nim : 1501011010

Alamat : Asrama UNDHARI

Judul : “Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS


dengan stigma masyarakat tentang ODHA di Jorong Pasar Koto Baru
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Baru Tahun 2019.

Saya menyadari penelitian ini tidak berakibat negatif/buruk bagi saya,


sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan akan dirahasiakan.

Demikianlah pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana


mestinya.

Dharmasraya, ........2019
Yang membuat pernyataan

Responden
Lampiran 4

KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP
TENTANG HIV/AIDS DENGAN STIGMA MASYARAKAT TENTANG
ODHA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTO BARU
TAHUN 2019.

I. Biodata Responden
1. Nama :
2. Umur :
Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
4. Pendidikan : SD SMP SMA D3-
S1
5. Pernah mendapat informasi tentang penularan penyakit HIV/AIDS?
a. Ya b. Tidak
6. Sebelumya dari mana anda mendapat informasi tentang HIV/AIDS
a. Televisi
b. Radio
c. Koran atau Majalah
d. Internet
e. Petugas Kesehatan
f. Lainnya…………………..
II. PENGETAHUAN TENTANG
HIV/AIDS

Jawablah pernyataan berikut ini dengan cara menjawab BENAR atau SALAH
dengan memberi tanda checklist (√) pada kolom yang menutut anda benar
NO. PERNYATAAN BENAR SALAH

1 HIV (Human Immunodeficiency Virus)


adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh.
2. Penggunaan jarum suntik secara bersama-
sama dapat menularkan HIV.
3. Penderita HIV dapat terlihat seperti orang
yang sehat
4. Penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak
dapat dicegah dengan melakukan
prosedur operasi caesar
5. Bertukar pakaian dengan penderita
HIV/AIDS dapat menyebabkan seseorang
tertular HIV.
6. Orang dengan HIV/AIDS dapat
menularkan HIV melalui air liurnya.
7. Penyakit HIV/AIDS dapat menyebabkan
kematian.
8. HIV dapat tertular apabila kita berciuman
di bibir
9. Tinggal satu rumah dengan penderita
HIV/AIDS dan menggunakan pinggan
dan gelas yang sama Tidak dapat tertular
HIV/AIDS
10. Penderita AIDS akan mengalami diare
berkepanjangan lebih dari satu bulan
11. Seorang penderita AIDS akan mengalami
gejala seperti lemah, demam, diare,
kelenjar limfe membengkak, dan
penurunan berat badan >10% dalam satu
bulan.
12. HIV/AIDS dapat ditularkan melalui
transfuse darah dari orang yang terinfeksi
HIV/AIDS
13. Orang yang baru terinfeksi HIV/AIDS
tidak menunjukan gejala sakit
14. Hubungan seksual dapat menjadi cara
penularan HIV/AIDS
15. Penggunaan kondom saat berhubungan
seksual dapat menurunkan resiko
penularan HIV
16. Nyamuk menjadi perantara penularan
penularan
17. Cara untuk mendeteksi virus HIV didalam
tubuh dilakukan tes Elisa dan Western
Bold
18. Penderita AIDS akan sangat mudah
terinfeksi penyakit menular lainnya

19. Penderita HIV/AIDS dapat menularkan


HIV melalui batuk atau bersin
20. HIV dapat ditularkan dari ibu yang
terinfeksi HIV ke anak yang
dikandungnya

III. SIKAP TERHADAP


HIV/AIDS
1. Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang tersedia dan pilih sesuai
keadaan yang sebenarnya
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju
(STS)
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
1. Menurut saya, Penyakit HIV/AIDS tidak
terlalu bahaya sehingga saya bersikap tidak
peduli saja.
2. Jika keluarga saya menderita HIV/AIDS
saya akan selalu memberi support tanpa
mengucilkannya dari keluarga
3. Saya akan menjauhi orang yang terinfeksi
HIV/AIDS
4. Saya tidak akan menerima penderita
HIV/AIDS dilingkungan tempat tinggal
saya
5. Saya tidak akan berteman dengan penderita
HIV/AIDS walaupun itu teman dekat saya
6. Saya tidak mau bekerja dengan penderita
HIV/AIDS
7. Jika keluarga saya menderita HIV/AIDS
saya akan merasa malu, kecewa, dan putus
asa
8. Saya berharap semua orang bersedia untuk
melakukan pemeriksaan HIV/AIDS
9. Jika ada teman saya yang menderita
HIV/AIDS maka, saya akan berusaha untuk
membantu dan simpati
10. Saya tidak mau bersalaman, berbicara,
bahkan beriteraksi dengan penderita
HIV/AIDS
IV. STIGMA TERHADAP ODHA
Petunjuk pengisian :

1. Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang tersedia dan pilih sesuai
keadaan yang sebenarnya
Variabel Stigma Instrumental ODHA
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
Setuju (STS)
PILIHAN JAWABAN
NO. PERNYATAAN
SS S TS STS

1. Orang yang menderita HIV/AIDS adalah orang


yang dapat menyebabkan kematian pada
penderitanya.
2. Orang yang menderita HIV /AIDS adalah orang
yang menakutkan dan menjijikkan sehingga
harus dijauhi
3. Penyakit yang diderita oleh orang dengan
HIV/AIDS adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus
4. Orang dengan HIV/AIDS berhak dihukum oleh
manusia atas perbuatannya sebelum mendapat
azab dari Tuhan
5. Kita tidak boleh tinggal serumah dengan
penderita HIV/AIDS karena menderita penyakit
menular
6. Orang dengan HIV/AIDS tidak layak tinggal
berdekatan atau serumah dengan orang lain
karena menderita penyakit yang menjijikan
7. Orang dengan HIV/AIDS memerlukan dukungan
orang lain untuk menjaga kondisi kesehatannya,
baik kesehatan fisik ataupun mentalnya
8. Kita tidak boleh memusuhi Orang Dengan
HIV/AIDS karena tidak semua orang dengan
HIV/AIDS tertular AIDS karena tingkah lakunya
yang tidak baik.
9. Menjauhi Orang Dengan HIV/AIDS karena
memakai narkoba .
10. Melarang keluarga bergaul dengan Orang
Dengan HIV/AIDS karena melanggar ajaran
agama dan tidak bermoral.
11. Percaya bahwa Orang Dengan HIV/AIDS
memperoleh penyakitnya karena mendapat
kutukan atas perbuatannya selama ini.
12. Orang Dengan HIV/AIDS boleh hidup ditengah2
masyarakat karena mereka berhak hidup seperti
masyarakat pada umumnya.
13. Orang dengan HIV/AIDS harus dikeluarkan dari
kegiatan di masyarakat.
14. Orang dengan HIV/AIDS boleh bekerja seperti
biasanya
15. Orang dengan HIV/AIDS boleh bersekolah
dengan masyarakat lainnya.
16. Orang dengan HIV/AIDS tidak akan menularkan
penyakitnya melalui kontak sosial biasa seperti
bersalaman, dan berbicara.
17. Orang dengan HIV/AIDS boleh bergaul dengan
masyarakat.
18. Orang Dengan HIV/AIDS seharusnya dapat
berkumpul dengan komunitasnya sehingga dapat
meningkatkan harga dirinya dan semakin
percaya diri.
19. Mengkarantina Orang dengan HIV /AIDS
karena membawa pengaruh buruk pada
masyarakat .
20. Orang dengan HIV/AIDS dan keluarga boleh
menjadi tokoh masyarakat.
LEMBAR DOKUMENTASI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Pas photo

Nama : Siska Damayanti

Nim : 1501011010

Tempat/Tanggal Lahir : Ds. Pulau Batu, 30 Juni 1997

Alamat : Ds. Pulau Batu Kec. Jujuhan Ilir Kab. Bungo

No. Hp : 082269151689

Program Studi : S1 Keperawatan

Agama : Islam

Orang Tua

Ayah : Lukman, Yn

Ibu : Erma Wati

Riwat Pendidikan :

1. SDN 23/II Pulau Batu, Jujuhan Ilir, 2003-2009

2. MTsN Pulau Batu, Jujuhan Ilir, 2009-2012

3. SMAN 2 Muara Bungo, Muara Bungo, 2012-2015

4. S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Dharmas Indonesia,

Dharmasraya, 2015-20

Anda mungkin juga menyukai