masyarakat Indonesia
Agama Islam
1.
4. Agama Hindu
Nama Kitab Suci : Weda
Nama Pembawa : –
Permulaan : Sekitar 3000 tahun yang lalu
Tempat Ibadah : Pura
Hari Besar Keagamaan : Hari Nyepi, Hari Saraswati, Hari Pagerwesi
Jumlah Penganut : 4.012.116 jiwa (1,69%)
5. Agama Buddha
Nama Kitab Suci : Tri Pitaka
Nama Pembawa : Siddharta Gautama
Permulaan : Sekitar 2500 tahun yang lalu
Tempat Ibadah : Vihara
Hari Besar Keagamaan : Hari Waisak, Hari Asadha, Hari Kathina
Jumlah Penganut : 1.703.254 jiwa (0,72%)
Komentar :
Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk meyakini dan melaksanakan
ajaran agama yang kita anut. Dalam kehidupan berbangsa, kita mengetahui
keberagaman dalam agama. Agama tersebut tidak mengajarkan untuk
memaksakan kepercayaan kita kepada orang lain. Kita harus menghormati
dan menghargai agama dan keyakinan orang lain, dengan begitu tidak akan
ada pertengkaran. Seperti semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya
berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
PERAN DAN FUNGSI AGAMA
ISLAM DALAM KEHIDUPAN
MANUSIA
Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dibenarkan serta diakui oleh Allah
SWT, dalam firmannya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang
rugi.” (QS. Ali Imran; 85)
Tidak sah keislaman seseorang kecuali sempurna dua hekekat yang penting:
Artinya: Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya
kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi
Maha Terpuji.
Firman Allah SWT dalam surat al-‘Alaq: 4-5
Artinya: “Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru
Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan
merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripada-Nya, tiba-tiba sebagian
dari mereka mempersekutukan Tuhannya,”
3. Menjamin kebahagiaan manusia dunia dan akhirat
Firman Allah SWT dalam surat al-Isra’: 9
d. Pengendali Moral
Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap ajaran
agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan dan di
junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam
Islam diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak
diperintah untuk meminta dihormati.
Tentang
Oleh
بِ ُکلِّ َش ۡی ٍء َعلِ ۡی ًما ُ َکانَ ہّٰللا النَّبِیّٖنَ ؕ َو م َو ٰل ِک ۡن َّرس ُۡو َل ہّٰللا ِ َو خَاتَ َمjِّۡجالِ ُک
َ اَ َح ٍد ِّم ۡن ر َما َکانَ ُم َح َّم ٌد اَبَ ۤا
﴾۴۱٪﴿
Muhammad sekali-kali bukan bapak salah seorang laki-laki di antara laki-laki kamu,
tetapi ia adalah Rasul Allah dan Khaataman-nabiyyiin, dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (Al-Ahzab [33]:41).
Arti yang utama untuk kata ‘ibadah adalah menundukkan diri sendiri kepada
disiplin keruhanian yang ketat, lalu bekerja dengan segala kemampuan dan
kekuatan yang ada sampai sepenuh jangkauannya, sepenuhnya serasi dengan dan
taat kepada perintah-perintah Ilahi agar menerima meterai pengesahan Allah dan
mampu mencampurkan dan menjelmakan dalam dirinya sendiri sifat-sifat Allah
Swt..
Sebagaimana tersebut dalam ayat ini itulah maksud dan tujuan agung lagi mulia
bagi penciptaan manusia dan memang itulah makna ibadah kepada Allah Swt...
Karunia-karunia lahir dan batin yang terdapat pada sifat manusia memberikan
dengan jelas pengertian kepada kita, bahwa ada di antara kemampuan manusia
yang membangunkan pada dirinya dorongan untuk mencari Allah Swt. dan yang
meresapkan kepadanya keinginan mulia untuk menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah Swt.. (QS.7:173-175; QS.6:162-163).
Seandainya sejak awal manusia diciptakan mereka itu memiliki kemampuan
untuk mengamalkan agama (syariat) terakhir dan tersempurna – yakni agama Islam
(Al-Quran) – maka pasti di dunia ini hanya ada satu macam agama dan KItab suci
saja, yakni agama Islam dan Al-Quran.
Tetapi kenyataannya tidak demikian, sebab sebagaimana halnya tubuh jasmani
manusia – sesuai dengan sifat Rabbubiyyah Allah Swt. (QS.1:2) -- berkembang
secara bertahap, demikian pula halnya keadaan ruhani (jiwa) manusia pun
mengalami perkembangan secara bertahap, sampai akhirnya tiba saatnya manusia
secara keseluruhan mampu untuk menerima dan mengamalkan agama terakhir
dan tersempurna yaitu agama Islam (Al-Quran) yang diturunkan Allah Swt. bersama
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw..
Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran bahwa Dia tidak pernah membebani
manusia dengan suatu perintah yang melebihi batas kesanggupannya, firman-Nya:
ؕ َلا یُ َکلِّفُ ہّٰللا ُ ن َۡفسًا اِ َّلا ُو ۡس َعہَا ؕ لَہَا َما َک َسبَ ۡت َو َعلَیۡ َہا َما ۡاکتَ َسبَ ۡت
Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemam-puannya. Baginya
ganjaran untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa
yang diusahakannya. (Al-Baqarah [2]:287).
َ ِ ٌر ؕ ٰذلjخَی َ jِ ٰوی ۙ ٰذلjار ۡی َس ۡو ٰاتِ ُکمۡ َو ِر ۡی ًشا ؕ َو لِبَاسُ التَّ ۡق ۡ ٰ
ک ِم ۡنj ۡ کj ِ لِبَاسًا یُّ َو ۡ اَ ۡن َزلنَا َعلَ ۡی ُکم قَ ۡد ا َد َم ٰیبَنِ ۡۤی
﴾۲۶﴿ َۡنj یَ َّذ َّک ُرو ۡ لَ َعلَّہُم ِ ت ہّٰللا ِ ٰا ٰی
Wahai Bani Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian
penutup auratmu dan sebagai perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang
terbaik, yang demikian itu adalah sebagian dari Tanda-tanda Allah, supaya
mereka mendapat nasihat. (Al-‘Araaf [7]:27).
Ajaran Pokok Semua Agama di Masa Awal Sama
Dikarenakan keadaan manusia di dunia ini terdiri dari berbagai bangsa serta
suku-suku bangsa dan memiliki keadaan perkembangan jiwa, bahasa dan adat
istiadat yang berbeda-beda (QS.49:14; QS.30:23), dan mereka itu tersebar di
berbagai wilayah dunia yang berlain-lainan keadaannya, maka Allah Swt. pun
dalam menurunkan agama (syariat) kepada bangsa-bangsa atau kaum-kaum
tersebut tidak seragam, melainkan disesuaikan dengan keadaan perkembangan
jiwa serta intelektual mereka, walau pun ajaran pokok dari agama-agama tersebut
sama, yaitu mengajarkan dasar-dasar haququllah (Tauhid Ilahi) dan haququl ‘ibaad,
firman-Nya:
دَی ہّٰللا ُ َو ِم ۡنہُمۡ َّم ۡنjَوا الطَّا ُغ ۡوتَ ۚ فَ ِم ۡنہُمۡ َّم ۡن ہjjُاجتَنِب
ۡ َو َ دُوا ہّٰللاjُاعب
ۡ َّرس ُۡواًل اَ ِن َو لَقَ ۡد بَ َع ۡثنَا فِ ۡی ُک ِّل اُ َّم ٍۃ
﴾۳۷﴿ َ ۡال ُم َک ِّذبِ ۡین ُ َک ۡیفَ َکانَ عَاقِبَۃjض فَ ۡانظُر ُۡوا اۡل ٰ
ِ الضَّللَۃُ ؕ فَ ِس ۡیر ُۡوا فِی ا َ ۡر َحقَّ ۡت َعلَ ۡی ِہ
Dan sungguh Kami benar-benar telah membangkitkan dalam setiap umat
seorang rasul dengan seruan: “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” Maka
sebagian dari mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan sebagian dari
mereka ada yang telah pasti kesesatan atasnya. Maka berjalanlah kamu di muka
bumi, lalu lihatlah betapa buruk akibat orang-orang yang mendustakan rasul-
rasul. (Al-Nahl [16]:37).
Akibat dari adanya berbagai macam perbedaan keadaan manusia tersebut
maka agama yang diturunkan Allah Swt. dengan perantaraan para Rasul Allah
yang dibangkitkan di kalangan kaum-kaum tersebut pun tidak sepenuhnya
seragam segala sesuatunya, namun yang pasti bahwa ajaran pokok dari agama-
agama tersebut tetap dipertahankan yakni haququlLah dan haququl ‘ibaad.
Hal lainnya yang ditekankan Allah Swt. dalam agama-agama yang diturunkan
Allah Swt. kepada berbagai kaum (bangsa) tersebut adalah mengenai kedatangan
rasul-rasul yang dijanjikan Allah Swt. kepada mereka, firman-Nya:
ؤ ِمنُ َّنjۡ ُا َم َع ُکمۡ لَتjق لِّ َم َ ب َّو ِح ۡک َم ٍۃ ثُ َّم َجٓا َء ُکمۡ َرس ُۡو ٌل ُّم
jٌ ِّدjص ٍ ق النَّبِیّٖنَ لَ َم ۤا ٰات َۡیتُ ُکمۡ ِّم ۡن ِک ٰتjَ َو اِ ۡذ اَ َخ َذ ہّٰللا ُ ِم ۡیثَا
ۡا َم َع ُکمjjَ َو اَنjہَد ُۡواjاشۡ َال فj ۡ ِم َو اَخ َۡذتُمۡ ع َٰلی ٰذلِ ُکمۡ اjُۡال َءاَ ۡق َر ۡرت
َ jَ ؕ قjاjَالُ ۡۤوا اَ ۡق َر ۡرنjjَی ؕ قjۡ ِرjص َ َٗ ؕ قjص ُرنَّہ ُ بِہٖ َو لَت َۡن
ٗۤونَ َو لَہjۡ j َر ِد ۡی ِن ہّٰللا ِ یَ ۡب ُغjاَفَغ َۡی ﴾۸۳﴿ َک ہُ ُم ۡال ٰف ِسقُ ۡون ٓ ٰ ُ فَم ۡن تَو ٰلّی ب ۡع َد ٰذلک فَا ﴾۸۲﴿ َ ال ٰ ّشہد ۡین َمن
َ ِولئ َ ِ َ َ َ ِِ ِّ
﴾۸۴﴿ َض طَ ۡوعًا َّو َک ۡرہًا َّو اِلَ ۡی ِہ ی ُۡر َجع ُۡون َم ۡن فِی السَّمٰ ٰو ِ اۡل اَ ۡسلَ َم
ِ ت َو ا َ ۡر
Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari manusia melalui nabi-nabi:
“Apa saja yang Aku berikan kepada kamu berupa Kitab dan Hikmah, kemudian
datang ke-padamu seorang rasul yang menggenapi apa yang ada padamu,
kamu benar-benar harus beriman kepadanya dan kamu benar-benar harus
membantunya.” Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima
tanggung-jawab yang Aku be-bankan kepadamu mengenai itu?” Mereka berkata:
“Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah dan Aku pun besertamu
termasuk orang-orang yang menjadi saksi.” Maka barangsiapa berpaling
sesudah itu, maka merekalah orang-orang fasiq. Apakah mereka itu mencari
yang bukan agama Allah, padahal kepada Dia-lah berserah diri siapa pun yang
ada di seluruh langit dan bumi, dengan rela atau terpaksa, dan kepada-Nya
mereka akan dikembalikan? (Ali-‘Imraan [3]:82-84).
Ungkapan miitsaq an-nabiyyiin dapat berarti “perjanjian nabi-nabi dengan Tuhan”
atau “perjanjian yang diambil Tuhan dari orang-orang dengan perantaraan nabi-nabi
mereka”. Ungkapan ini telah dipakai di sini dalam artian yang kedua, sebab qira'ah
(pembacaan) lain seperti yang didukung oleh Ubayy bin Ka’b dan ‘Abdullah bin
Mas’ud ialah miitsaq alladziina uutul Kitaab, yang artinya “perjanjian mereka yang
diberi Kitab” (Bahrul Muhith). Penafsiran ini didukung pula oleh kata-kata berikut,
yaitu “kemudian datang kepadamu seorang rasul yang menggenapi apa yang
ada padamu”, sebab kepada orang-oranglah rasul-rasul Allah datang dan bukan
kepada nabi-nabi mereka.
Kata mushaddiq telah dipakai di sini untuk menyatakan tolok ukur yang dengan
tolok ukur itu pendakwa yang benar dapat dibedakan dari seorang pendakwa yang
palsu. Secara tepat kata itu telah diterjemahkan di sini sebagai “menggenapi”, sebab
hanya dengan “menggenapi” dalam dirinya maka nubuatan-nubuatan yang
terkandung dalam Kitab-kitab wahyu terdahulu, seorang pendakwa dapat dibuktikan
kebenarannya.
Ayat ini dianggap pula berlaku kepada para nabi pada umumnya dan kepada Nabi
Besar Muhammad saw. pada khususnya. Kedua pemakaian itu tepat. Ayat tersebut
menetapkan suatu peraturan umum. Kedatangan setiap nabi terjadi sebagai
penggenapan nubuatan-nubuatan tertentu yang dibuat oleh seorang nabi yang
mendahuluinya, ketika nabi itu menyuruh pengikutnya supaya menerima nabi yang
berikutnya kapan pun nabi itu datang (QS.7:35-37).
Nabi Besar Muhammad Saw. dan Agama Islam Dinubuatkan Semua Nabi dan
Agama
Jika nabi itu datang memenuhi nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab dari satu kaum
saja, seperti halnya dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan para nabi Bani Israil
lainnya, maka hanya kaum itu saja yang wajib menerima dan membantu beliau,
tetapi bila Kitab-kitab semua agama menubuatkan kedatangan seorang nabi,
seperti halnya mengenai Nabi Besar Muhammad saw. maka semua bangsa harus
menerima beliau saw., sebab beliau saw. . datang sebagai penyempurnaan
nubuatan-nubuatan, bukan hanya dari para nabi Bani Israil saja (Yesaya 21:13-15;
Ulangan 18:18; 33:2; Yahya 14:25, 26; 16:7-13), tetapi juga dari ahli-ahli kasyaf
bangsa Aria dan ruhaniawan-ruhaniawan agama Budha dan Zoroaster (Syafrang
Dasatir hlm. 188, Siraji Press, Delhi Yamaspi, diterbitkan oleh Nizham Al-Masyaich,
Delhi, 1330 Hijrah).
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa yang kemudian membuat agama Allah
menjadi bermacam-macam di dunia ini -- dengan berbagai persepsi yang
berbeda-beda mengenai Tuhan yang Hakiki, yakni Allah Swt. – adalah para
pemuka agama dari kaum-kaum tersebut yang mengingkari perjanjian mereka
dengan Allah Swt. melalui para nabi mereka (QS.3:82), padahal dengan tegas Allah
Swt. telah menyatakan bahwa sejak awal pun agama-agama yang diturunkan Allah
Swt. melalui para Rasul Allah itu adalah ISLAM, namun nama ISLAM belum
diberikan kepada agama-agama tersebut karena masih dalam proses
penyempurnaan, atau ibarat perkembangan tubuh manusia agama-agama tersebut
masih dalam proses menuju kepada kedewasaannya, firman-Nya:
ا بَ ۡینَہُمۡ ؕ َوjً ٓا َءہُ ُم ۡال ِع ۡل ُم بَ ۡغ ۢیjا َجjjب اِاَّل ِم ۡۢن بَ ۡع ِد َم ۡ اِ َّن الد ِّۡینَ ِع ۡن َد ہّٰللا ِ ااۡل ِ ۡساَل ُم ۟ َو َما
َ ۡال ِک ٰتjاختَلَفَ الَّ ِذ ۡینَ اُ ۡوتُوا
ہّٰللا م ۡن ی َّۡکفُ ۡر ب ٰا ٰی ہّٰللا
﴾۲۰﴿ ب ِ ۡال ِح َسا ت ِ فَاِ َّن َ َس ِر ۡی ُع ِ ِ َ
Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam, dan sekali-kali
tidaklah berselisih orang-orang yang diberi Kitab melainkan setelah ilmu
datang kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Dan barangsiapa
kafir kepada Tanda-tanda Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat dalam
menghisab. (Aali ‘Imraan [3]:20).
Jadi dari semua tatanan keagamaan hanya Islam yang berhak disebut agama
Tuhan pribadi (agama Allah) dalam arti yang sebenarnya meminta
pengejawantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt., dan hanya pada Islam sajalah
pengejawantahan demikian telah terjadi. Jadi dari semua tatanan keagamaan
hanya Islam yang berhak disebut agama Allāh, dalam arti kata yang sebenarnya.
Semua agama yang benar -- lebih atau kurang -- dalam bentuknya yang asli adalah
agama Islam, sedang para pengikut agama-agama itu adalah Muslim dalam arti
kata secara harfiah, tetapi nama Al-Islam tidak diberikan sebelum tiba saat bila
agama menjadi lengkap dalam segala ragam seginya, karena nama itu dicadangkan
untuk syariat yang terakhir dan mencapai kesempurnaan dalam Al-Quran.
Atas dasar pengertian makna ISLAM dan MUSLIM seperti itulah setelah Allah Swt.
menurunkan agama terakhir dan tersempurna yakni AGAMA ISLAM (Al-Quran)
melalui Nabi pembawa syariat terakhir dan tersempurna yakni Nabi Besar
Muhammad saw., namun manusia (umat beragama) tetap bertahan dalam agama
mereka masing-masing maka agama dan keagamaan mereka tidak akan diterima
oleh Allah Swt., sebab agama-agama serta sikap keagamaan mereka itu tidak lagi
ISLAM dan MUSLIM seperti pada awal diwahyukan Allah Swt. melainkan telah
menjadi agama-agama yang bertentangan dengan ajaran asli agama-agama
tersebut dan di dalamnya telah muncul berbagai bentuk kemusyrikan (syirik).
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman Allah Swt. berikut ini:
﴾۸۶﴿ ََو َم ۡن ی َّۡبت َِغ غ َۡی َر ااۡل ِ ۡساَل ِم ِد ۡینًا فَلَ ۡن ی ُّۡقبَ َل ِم ۡنہُ ۚ َو ہُ َو فِی ااۡل ٰ ِخ َر ِۃ ِمنَ ۡال ٰخ ِس ِر ۡین
Dan barangsiapa mencari agama yang bukan agama Islam, maka agama itu
tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang
yang rugi. (Ali ‘Imraan [3]:86).