Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya usia, kulit akan mengalami proses penuaan.


Penuaan disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar
tubuh. Faktor dari luar tubuh seperti paparan sinar matahari dapat
menyebabkan kulit menjadi rusak. Proses perusakan kulit ditandai oleh
munculnya keriput, sisik, kering, dan pecah-pecah. Selain tampak kusam dan
berkerut kulit menjadi lebih cepat tua dan muncul flek-flek hitam (Maysuhara,
2009). Untuk membantu memulihkan penampilan kulit, terdapat beberapa cara
penanganan, antara lain dengan penggunaan antioksidan. Antioksidan
digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan oksidasi sehingga dapat
mencegah penuaan dini (Masaki, 2010). Buah-buahan dan sayuran kaya akan
sumber senyawa antioksi dan seperti karotenoid, flavonoid, dan kandungan
fenolik lainnya.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa buah bit (Beta Vulgaris L)


mengandung senyawa betalain. Betalain merupakan golongan antioksidan
yang memiliki aktivitas farmakologi dan antioksidan. Senyawa tersebut
diantaranya kandungan vitamin dan mineral yang ada dalam bit merah seperti
vitamin A, vitamin B, kalsium, fosfor, dan zat besi yang berguna untuk
kesehatan tubuh (Wirakusuma, 2007).

Saat ini antioksidan telah banyak beredar antara lain dalam bentuk sediaan
gel, krim, serum, dan tablet. Pemanfaatan efek antioksidan pada sediaan yang
ditujukan pada kulit wajah, lebih baik bila diformulasikan dalam bentuk
sediaan kosmetika topical dibandingkan oral (Draelos and Thaman, 2006).
Salah satu bentuk sediaan kosmetika topical adalah masker dalam bentuk gel,
seperti masker peel-off. Masker berbentuk gel mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya penggunaan yang mudah, serta mudah untuk dibilas
dan dibersihkan. Selain itu, dapat juga diangkat atau dilepaskan seperti
membran elastic (Harry, 1973).

Salah satu polimer yang digunakan sebagai basis dalam sediaan masker
peel-off adalah polivinil alkohol (PV A). PV A dapat menghasilkan gel yang
cepat mongering dan membentuk lapisan film yang transparan, kuat, plastis
dan melekat baik pada kulit (Rekso dan Sunarni, 2017). Kualitas fisik masker
peel-off dipengaruhi oleh komposisi bahan-bahan yang ditambahkan kedalam
formulasi. Pada penelitian ini digunakan HPMC sebagai agen peningkat
viskositas. HPMC bersifat hidrofil semi sintetik, tahan terhadap fenol dan
stabil pada pH 3 hingga 11. HPMC dapat membentuk gel yang jernih dan
bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka
panjang (Rowe et al., 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian


mengenai pengaruh penambahan HPCM terhadap sifat fisik sediaan gel
masker peel-off ekstrak buah bit (Beta Vulgaris L). Pada penelitian ini
digunakan beberapa variasi konsentrasi HPMC untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap formulasi masker peel-off dan menguji aktivitas
antioksidan sediaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengaruh konsentrasi HPMC terhadap sifat fisik sediaan gel masker
peel-off.

2. Berapa aktivitas antioksidan sediaan gel masker peel-off ekstrak buah bit
(Beta Vulgaris L)
1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui bagaimana formulasi sediaan masker peel-off ekstrak buah


bit (Beta Vulgaris L).

b. Mengetahui aktivitas antioksidan sediaan gel masker peel-off ekstrak


buah bit (Beta Vulgaris L).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai


pemanfaatan bahan alam, terutama mengenai pemanfaatan bahan alam yang
berasal dari ekstrak buah bit (Beta Vulgaris L) dalam formulasi masker peel-
off yang stabil dan memenuhi syarat mutu fisik gel. Serta mengetahui aktivitas
antioksidan sediaan gel masker peel-off ekstrak buah bit (Beta Vulgaris L).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bit (Beta vulgaris L)


Spesies liar bit (Beta Vulgaris L) diyakini berasal dari sebagian wilayah
Mediterania dan Afrika Utara dengan penyebaran kearah timur hingga
wilayah barat India dan ke arah barat sampai Kepulauan Kanari dan pantai
barat Eropa yang meliputi Kepulauan Inggris dan Denmark. Teori yang ada
sekarang menunjukkan bahwa bit segar mungkin berasal dari persilangan B
vurgaris var. maritime (bit laut) dengan B. patula. Spesies liar sekerabatnya
adalah B. atriplicifolia dan B.macrocarpa. Awalnya, bit merah mungkin
adalah jenis yang terutama digunakan sebagai sayuran daunan, dan
ketertarikan menggunakan umbinya terjadi kemudian, mugkin setelah tahun
1500. (Rubatzky,1998).

2.1.1 Klasifikasi

(Gambar 2.1 Buah Bit)

Tamanan bit (Beta Vulgaris L) merupakan tanaman semusim yang


benbentuk rumput dan batangnya sangat pendek, sehingga hampir terlihat
bahwa buah ini memiliki batang. Buah bit (Beta Vulgaris L) bertesktur agak
renyah dan lebih terkenal karena buahnya berwarna ungu atau merah.
Daunnya bisa digunakan sebagai sayur dan bias dijadikan pembuatan gula.
Klasifikasi bit (Beta Vulgaris L) secara taksonomi adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super devisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnolipsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Chenopodiaceae
Genus : Beta
Spesies : Beta Vulgaris L

2.1.2 Morfologi
Bit merupakan tanaman semusim yang bebentuk tanaman, batang bit
sangat pendek sama halnya seperti tanaman bawang yang tidak terlihat
bagian batangnya. Akar tanaman ini adalah akar tunggang yang nantinya
akan tumbuh menjadi buah atau umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada
leher akaar tunggal atau pangkal umbi. Karena hal tersebut batang buah ini
tidak terlalu terlihat. Selain itu

2.2 Radikal Bebas


Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa-senyawa yang
mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan yang bersifat
sangat reaktif dan tidak stabil (Surai, 2003). Agar menjadi stabil, radikal
bebas memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di
sekitarnya, sehingga terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke
molekul radikal untuk menjadikan radikal tersebut stabil (Simanjuntak, et
al., 2012). Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi
dalam jumlah yang normal penting untuk fungsi biologis seperti H2O2
untuk membunuh bebrapa jenis bakteri dan jamur serta pertumbuhan sel,
namun ia tidak menyerang sasaran spesifik, sehingga ia juga akan
menyerang asam lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, organel sel,
atau DNA, sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi sel
(Winarsi, 2007).

Senyawa radikal yang terdapat dalam tubuh (prooksidan) dapat berasal


dari luar tubuh (eksogen) atau terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil
metabolisme zat gizi secara normal (Muchtadi, 2000). Secara
eksogen,senyawa radikal antara lain berasal dari polutan, makanan atau
minuman,radiasi, ozon dan pestisida (Supari, 1996). Sedangkan secara
endogen, radikal bebas dapat terbentuk akibat proses kimia komplek dalam
tubuh, berupa hasil samping dari metabolisme sel, proses oksidasi dan
makanan yang tidak sehat sebagai sumber radikal bebas (Young et al. 1999).

2.3 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan,


membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek spesies
oksigen reaktif (Lautan,1997). Dalam melindungi tubuh dari serangan
radikal bebas, substansi antioksidan berfungsi untuk menstabilkan radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektron dari radikal bebas sehingga
menghambat terjadinya reaksi berantai (Windono et al., 2001).

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan cara


mengurangikonsentrasi oksigen, mencegah pembentukan singlet oksigen
yang reaktif, mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal
primer seperti radikal hidroksil, mengikat katalis ion logam,
mendekomposisi produk-produk primer radikal menjadi senyawa non-
radikal, dan memutus rantai hidroperoksida(Shahidi, 1997).

2.4 DPPH

Metode yang dapat dilakukan untuk uji aktivitas antioksidan adalah


metode DPPH (1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil). Metode DPPH memberikan
informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. Uji
aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dipilih karena ujinya
sederhana, mudah, cepat dan peka sera hanya memerlukan sedikit sampel
(Hanani et al., 2005).

Radikal stabil memiliki warna violet intens yang berkurang dengan


kehadiran antioksidan (yang mampu menangkap elektron bebas) atau radikal
lain, yang memungkinkan mengukur efek bleaching yang disebabkan oleh
senyawa tertentu. Ketika larutan DPPH dicampur dengan zat yang dapat
menyumbangkan atom hidrogen, maka ini menimbulkan bentuk tereduksi
dengan hilangnya warna ungu. Mewakili radikal DPPH dengan Z• dan
pendonor molekul dengan AH, reaksi utama yang terjadi adalah:

Z• +AH = ZH+A•

dimana ZH adalah bentuk tereduksi dan A• adalah radikal bebas yang


diproduksi di langkah pertama ini. Radikal bebas ini kemudian akan
mengalami reaksi lebih lanjut yang mengontrol stoikiometri keseluruhan,
yaitu, jumlah molekul DPPH tereduksi (decolorised) oleh satu molekul
reduktan (Molyneux, P. 2004).
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50
“Inhibition Concentration” (dinyatakan lain sebagai EC50 “Efficient
Concentration”). IC50 adalah konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan
untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Zat antioksidan yang
mempunyai aktivitas antioksidan tinggi akan mempunyai nilai IC50 yang
rendah.

2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya (Ditjen POM,
1995). Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi
zat aktif dari sel tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, hexan,
aseton,benzen dan etil asetat (Dtrjen POM, 1995). Selama proses ekstraksi,
pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhandan akan
melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya
(Tiwari, et al., 2011). Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan
pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Dirjen
POM, 2000).

2.5.1 Ekstraksi Cara Dingin


a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar) (Dirjen POM, 2000). Dalam maserasi
(untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang
kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode
tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat
terlarut. Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa yang
termolabil (Tiwari, et al., 2011).

b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada
temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan (Ditjen POM, 2000).

2.5.2 Ekstraksi Cara Panas


a) Soxhlet
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Ditjen POM, 2000).
b) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna(Ditjen POM, 2000).

c) Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperature
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen
POM, 2000).

d) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 ºC) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

e) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50ºC (Ditjen POM, 2000).

2.5.3 Macam-macam Teknik Ekstraksi Lain


a) Ekstraksi Berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan
beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah
pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi ke
dalam beberapa bejana ekstraksi (Ditjen POM, 2000).

b) Superkritikal Karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisisa,
dan umumnya digunakan gas karbondioksida. Penghilangan cairan
pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan
mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000).
C) Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses
ekstrak dengan prinsip meningkatkan permiabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta
menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi
getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi (Ditjen POM, 2000).

d) Ekstraksi Energi Listrik


Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan
magnet serta “electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan
meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan
menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonic (Ditjen POM,
2000).

2.6 Spektrofotometer UV Vis


Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi
elekrtromagnetik (REM) dengan molekul.Prinsip kerja spektrofotometer UV-
Vis ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel.
Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih
tinggi (Harborne, 1987). Secara garis besar daerah spektrum dibagi dalam
daerah ultraviolet (190 nm – 380 nm), daerah cahaya tampak (380 nm – 780
nm), daerah inframerah dekat (780 nm – 3000 nm) dan daerah inframerah (2,5
nm – 40 nm). Spektrum ultraviolet dan cahaya tampak suatu zat umumnya
tidak mempunyai derajat spesifikasi tinggi, walaupun demikian spektrum
tersebut sesuai untuk pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat spectrum
tersebut bermanfaat sebagai tambahan untuk identifikasi (Harmita, 2006).

2.7 Kosmetik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/1998, definisi
kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada
bagian luar badan, gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah
daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit. Tujuan utama penggunaan kosmetik pada
masyarakat modernadalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik
melalui make-up,meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang,
melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar ultra violet, polusi dan
faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan,dan secara umum membantu
seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (RetnoIswari, 2007:7).
Produk kosmetik diperlukan tidak hanya oleh kaum wanita tetapi juga oleh
kaumpria sejak lahir sampai akhir hayat. Produk kosmetik dapat digunakan
setiap harimaupun secara insidental atau berkala dan dipakai di seluruh tubuh
dari ujung rambutsampai ujung kaki. Tidak semua bahan kosmetika cocok
untuk setiap kondisi kulit, jikaterjadi ketidakcocokan, akan timbul iritasi pada
kulit. Oleh karena itu, perhatikankandungan bahan kimia yang tercantum di
kemasan tiap-tiap produk.

2.8 Masker Peel-off


Kosmetika wajah yang umumnya digunakan tersedia dalam berbagai
bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah peel-off. Masker
peel-off biasanya dalam bentuk gel atau pasta, yang dioleskan ke kulit muka.
Setelah alkohol yang terkandung dalam masker menguap, terbentuklah lapisan
film yang tipis dan transparan pada kulit muka. Setelah berkontak selama 15-
30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan kulit dengan cara
dikelupas (Slavtcheff, 2000). Masker peel-off memiliki beberapa
manfaatdiantaranya mampu merilekskan otot-otot wajah, membersihkan,
menyegarkan, melembabkan, dan melembutkan kulit wajah (Vieira, 2009).
Masker berbentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
penggunaan yang mudah, serta mudah untuk dibilas dan dibersihkan. Selain
itu, dapat juga diangkat atau dilepaskan seperti membran elastic (Harry,1973).

2.8.1 Formulasi Masker Peel-Off


a. Polivinil Alkohol (PVA)
(Gambar 2.2 Polivinil Alkohol)

Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air


dengan rumus (C2H4O)n. Nilai n untuk bahan yang tersedia secara
komersial terletak di antara 500 dan 5000, setara dengan rentang berat
molekul sekitar 20.000-200.000. Polivinil alkohol berupa bubuk
granular berwarna putih hingga krem, dan tidak berbau (Rowe et al,
2009). Polivinil alkohol larut dalam air, sedikit larut dalam etanol
(95%), dan tidak larut dalam pelarut organik. Polivinil alkohol
umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Bahan ini
bersifat noniritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan
10%, serta digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi hingga 7%
(Rowe et al, 2009).

b. Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC)

Gambar 2.2 Hidroksipropil metilselulosa

Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) atau hipermelosa secara luas


digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi sediaan farmasi
oral, mata, hidung, dan topikal. Selain itu HPMC digunakan juga secara
luas dalam kosmetik dan produk makanan. Kegunaan HPMC
diantaranya sebagai zat peningkat viskositas, zat pendispersi, zat
pengemulsi, penstabil emulsi, zat penstabil, zat pensuspensi, sustained-
release agent, pengikat pada sediaan tablet, dan zat pengental. HPMC
berbentuk serbuk granul atau serat berwarna putih atau putih-krem.
HPMC larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid kental, praktis
tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%), dan eter, tetapi
larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan
diklorometana, dan campuran air dan alkohol (Roweet al, 2009).

c. Propilenglikol

Gambar 2.3 Propilen glikol

Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak


berwarna, kental, praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang
sedikit tajam menyerupai gliserin.Propilen glikol larut dalam aseton,
kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; larut pada 1 pada 6 bagian
eter, tidak larut dengan minyak mineral ringan atau fixed oil, tetapi
akan melarutkan beberapa minyak esensial (Roweet al, 2009). Propilen
glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan
nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan
melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat
sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi lokal.
Propilenglikol biasa digunakan sebagai pengawet antimikroba,
desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, dan zat penstabil. Sebagai
humektan, konsentrasi propilenglikol yang biasa digunakan adalah 15%
(Roweet al, 2009).
d. Metil paraben

(Gambar 2.3 Metil paraben)

Metilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba


dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi 17 sediaan farmasi.
Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
paraben lainatau dengan zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik,
metilparaben merupakan pengawet yang paling sering digunakan
(Rowe et al, 2009). Metilparaben (C8H8O3) berbentuk kristal tak
berwarna atau bubuk kristal putih. Zat ini tidak berbau atau hampir
tidak berbau. Metilparaben merupakan paraben yang paling aktif.
Aktivitas antimikroba meningkat dengan meningkatnya panjang rantai
alkil. Aktivitas zat dapat diperbaiki dengan menggunakan kombinasi
paraben yang memiliki efek sinergis terjadi. Kombinasi yang sering
digunakan adalah dengan metil-, etil-, propil-, dan butil paraben.
Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan
eksipien lain seperti: propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan
asam edetic (Roweet al, 2009).

e. Propil paraben
(Gambar 2.5 Propil Paraben)
Propilparaben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak
berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai
pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi
sediaan farmasi. Propilparaben menunjukkan aktivitas antimikroba
antara pH 4-8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH
karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi
dan jamur daripada terhadap bakteri. Mereka juga lebih aktif terhadap
gram-positif dibandingkan terhadap bakteri gram-negatif (Roweet al,
2009).

f. Etanol
Etanol memiliki sinonim alkohol, etil alkohol; etil hydroxide;
grainalkohol; methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit
mudah menguap, memiliki bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol
memiliki rumus molekul C2H6O dan bobot molekul 46.07. Etanol
dapat larut dalam kloroform, eter, gliserin, dan air. Etanol biasa
digunakan sebagai antimikrobial, pelarut, dan desinfektan (Rowe et al,
2009)

(Gambar 2.6 Etanol)


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Program Studi
Farmasi, Institut Sains dan Teknologo Al-Kamal Jakarta. Waktu penelitian
dimulai pada bulan Februari 2017 hingga bulan Agustus 2017.

3.2Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan analitik,
kertas label, penggaris, pensil, aluminium foil, plastik, gelas ukur, batang
pengaduk, gelas kimia, corong, labu erlenmeyer, spatula, lumpang, alu, kaca
arloji, botol maserasi, cawan penguap, spektrofotometri UV-Vis, seperangkat
alat rotary evaporator, corong Buchner, refrigerator, viskotester 6R Haake, hot
plate, pH meter, alat pemotong dumble, mikrometer thickness gage, tensile
strength tester.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Ekstrak buah bit
(Beta Vulgaris), metanol, DPPH, PVA, HPMC, propilen glikol, metil paraben,
propil paraben, dan aquades.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pembuatan Ekstrak Buah Bit (Beta Vulgaris L )
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau,
blender, timbangan analitik, beaker glass, gelas ukur, kertas saring, kertas
label, buah bit, dan etanol. Pembuatan ekstrak buah bit dengan cara
menimbang buah bit sebanyak 400gr, kemudian memaserasi bahan dengan
pelarut etanol 80%, 50%, 20%, dan 0% sebagai control selama 48 jam, lalu
mengambil ekstrak dengan cara menyaring dengan kain saring, dan
menuangnya pada labu alas bulat, setelah itu diuapkan pada alat destilasi
tekanan besar 175 mbar.

3.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstak Buah Bit (Beta Vulgaris L) dengan
Metode DPPH
Ekstrak pekat buah bit ditimbang sebanyak 0,01 g kemudian dilarutkan
dengan methanol p.a dalam labu ukur 100 ml untuk membuat larutan induk
100 ppm. Larutan induk 100 ppm tersebut kemudian diencerkan menjadi
beberapa seri konsentrasi (2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 dan 15 ppm). Selanjutnya
sebanyak 2,0 ml masing-masing konsentrasi larutan ekstak ditambahkan 2,0
ml larutan DPPH 0,1 mM kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30
menit. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum (Kuntoro, 2010).
Hasil serapan larutan uji dibandingkan dengan hasil serapan vitamin C sebagai
control positif (Septiani, 2011).

3.3.3 Formulasi Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Buah Bit (Beta Vulgaris L)

Tabel 3.1 Formula Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Buah Bit

Bahan Konsentrasi % Fungsi

F1 F2 F3 F4
Ekstrak 1 1 1 - Zat aktif
PVA 10 10 10 10 Gelling
agent
HPMC 1 2 3 3 Peningkat
Viskositas
Propilenglikol 15 15 15 15 Humektan
Metilparaben 0,2 0,2 0,2 0,2 Pengawet
Propilparaben 0,1 0,1 0,1 0,1 Pengawet
Etanol 96% 15 15 15 15 Pelarut
Aquades Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100 Pelarut
3.3.4 Pembuatan Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Buah Bit
Pembuatan sediaan masker wajah peel off dimulai dengan melarutkan
ekstrak dalam etanol 96% sedikit demi sedikit hingga ekstrak larut sempurna.
Kemudian di dalam tempat terpisah, PVA dikembangkan dengan aquades
hangat (80ºC) hingga mengembang sempurna, lalu dihomogenkan (wadah A).
Selanjutnya HPMC dikembangkan dalam aquades dingin dengan pengadukan
yang konstan hingga mengembang (wadah B). Pada wadah terpisah lainnya
(wadah C), larutkan nipagin dan nipasol ke dalam propilenglikol. Kemudian
campurkan wadah B, dan wadah C secara berturut-turut ke dalam wadah A
lalu diaduk hingga homogen. Tambahkan ekstrak yang telah dilarutkan dalam
etanol 96% sedikit demi sedikit, lalu aduk hingga homogen, kemudian
tambahkan aquades hingga 200 gram dan aduk kembali hingga homogen.

3.3.5 Evaluasi Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Buah Bit (Beta Vulgaris L)
a. Pengamatan Organoleptis
Pengujian organoleptic dilakukan dengan mengamati perubahan-
perubahan bentuk, warna, dan bau dari sediaan masker gel (Septiani,
2011).

b. Pengujian Viskositas
Sebanyak 100 ml gel dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml
kemudian viskositasnya diukur dengan Viscometer Haake, kemudian
diatur spindle dan kecepatan yang akan digunakan (Septiani, 2011).

c. Pengujian pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH-meter.
pH sediaan gel harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5
(Tranggono, 2007).

d. Cycling Test
Sampel gel disimpan pada suhu 4ºC selama 48 jam dan suhu 40ºC
selama 48 jam dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati terjadinya
perubahanfisik dari gel (Butler, 2000).

e. Pengujian Waktu Sediaan Mengering


221 gram gel masker peel-off dioleskan pada kulit lengan dengan
panjang 7 cm dan lebar 7 cm. kemudian dihitung kecepatan mengering
gel hinggamembentuk lapisan film dari gel masker peel-off dengan
menggunakan stop watch (Pertiwi, 2012)

f. Pengujian Daya Sebar


Sebanyak 1 gram gel masker peel-off diletakkan di atas kertas
grafik yang sudah dilapisi plastik transparan kemudian ditutup dengan
plastik transparan lain dan diukur diameternya dari lima titik sudut.
Beban 19 gram diletakkan di ataslapisan gel, didiamkan selama 1 menit
dan dicatat diameter gel yang menyebar. Kemudian beban 20 gram
ditambahkan kembali di atas gel, didiamkan selama 1 menit dan dicatat
diameter gel yang menyebar. Beban 20 gram selanjutnya ditambahkan
diatas gel hingga beban maksimum diatasgel seberat 99 gram, dan
setiap kali beban ditambahkan diatas gel didiamkan selama 1 menit dan
dicatat diameter gel yang menyebar. Dibuat grafik hubungan
antarabeban dan luas gel yang menyebar (Voight, 1994).

g. Pengujian Sifat Mekanik


Masing-masing sediaan gel ditimbang sebanyak 4 gram, kemudian
dioleskan secara merata diatas kaca berukuran 11x11 cm, selanjutnya
didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan hingga sediaan gel
membentuk lapisan film. Lapisan film kemudian diuji menggunakan
alat tensile tester. Alat tensile tester (strograph R.I) dinyalakan selama
15 menit sebelum digunakan. Film gel masker peel off sebelum diuji
kekuatan tarik dan elongasi dipotong dengan pisau khusus sehingga
berbentuk dumbel dengan standar dumbel yang digunakan ASTM D
1822 L. Tebal area pengukuran pada film masker peel off diukur
dengan menggunakan alat mikrometer pada tiga daerah berbeda, lalu
dihitung rata-rata tebal film. Selanjutnya film gel masker peel off dijepit
dikedua ujungnya ditarik oleh beban 100 kg dengan kecepatan
crossheadspeed 50 mm/menit hingga film terputus.
3.3.6 Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Buah Bit
Sebanyak 2,5 g sediaan dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu ukur 25
ml kemudian diaduk hingga homogen untuk membuat larutan induk 1000
ppm. Setelah itu dibuat beberapa seri konsentrasi larutan sediaan dari larutan
induk 1000 ppm. Campurkan 2 ml masing-masing larutan sediaan dengan 2
ml DPPH 0,1 mM dalam metanol,dihomogenkan, lalu disimpan di ruangan
gelap selama 30 menit. Selanjutnya absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer sinar UV-Vis.

3.3.7 Analisis Data


Data hasil uji evaluasi sediaan dianalisa menggunakan program
pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji
homogenitas, uji parametrik (ANOVA) atau non parametrik (Kruskal Wallis)
dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference).

Anda mungkin juga menyukai