Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH BIK

“VAKSINASI”

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

Yustika Qasthari Primayanti, S.Ked J510181118


Dyah Ayu Purwita Sari, S.Ked J510181124
Rosy Syajarotudduroh, S.Ked J510181125
Sekentya Mauridha Sasturi, S.Ked J510181127
Tetana Ary Subhan, S.Ked J510181128
Lya Ermina, S.Ked J510181129
Tamara Meriyansyah, S. Ked J510181130
Fachrie Eko Saputra, S. Ked J510181025
Fida’ Mushalim Afwan, S. Ked J510181028

BAITUL INSAN KAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS MAKALAH BIK

“ VAKSINASI”

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

Yustika Qasthari Primayanti, S.Ked J510181118


Dyah Ayu Purwita Sari, S.Ked J510181124
Rosy Syajarotudduroh, S.Ked J510181125
Sekentya Mauridha Sasturi, S.Ked J510181127
Tetana Ary Subhan, S.Ked J510181128
Lya Ermina, S.Ked J510181129
Tamara Meriyansyah, S. Ked J510181130
Fachrie Eko Saputra, S. Ked J510181025
Fida’ Mushalim Afwan, S. Ked J510181028

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim pembimbing stase Baitul Insan Kamil Bagian Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dipresentasikan dihadapan

Dr. Dodik Nursanto, M.Biomed (...............................)

Yayuli, MPI (...............................)

pada tanggal 2020


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pentingnya nilai
kesehatan. Bahkan di dalam Al-qur’an Allah berfirman “Hai manusia, sungguh telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-
penyakit yang berada di dalam dada dan petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang

2
beriman (Q.S. Yunus : 57) bahkan pentingnya kesehatan di dalam Islam ini tidak hanya
dari aspek jasmani, tetapi juga rohani. Oleh sebab itu setiap muslim wajib secara agama
menjaga kesehatannya dan menyeimbangkannya dengan kebutuhan rohaninya.
Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, badanmu memiliki hak atas dirimu." (HR.
Muslim). Di antara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi
minuman pada saat haus, memberikan istirahat pada saat lelah, membersihkan pada saat
kotor dan mengobati pada saat sakit.
Sedemikian besar perhatian Islam terhadap kesehatan badan pemeluknya, di dalam
beberapa ayat Alquran, As-sunnah dan kitab-kitab fikih terdapat bahasan khusus mengenai
kesehatan, penyakit dan petunjuk Rasul SAW dalam hal pengobatan. Bahkan, penjagaan
dan pemeliharaan kesehatan menjadi bagian pemeliharaan kedua dari prinsip-prinsip
pemeliharaan pokok dalam syariat Islam yang terdiri dari; pemeliharaan agama, kesehatan,
keturunan, harta dan jiwa.
Realitas tersebut menunjukkan bahwa seorang muslim wajib memelihara kesehatan
badannya, sebagaimana kewajiban negara menjaga kesehatan masyarakatnya dan
menanggulangi wabah penyakit yang menyerang rakyatnya. Bahkan, dalam kaitannya
dengan penghindaran diri dari penyakit yang mewabah pada suatu kawasan, seorang
Muslim diperkenankan untuk menghindarkan diri dari kawasan tersebut menuju kawasan
lain yang lebih aman dengan istilah "pindah dari qadar (ketentuan) Allah menuju pada
qadar yang lain.
Salah satu cara yang ditempuh agar seseorang dan masyarakat bisa memperoleh
tingkat kesehatan yang tinggi adalah dengan cara imunisasi dan vaksinasi. Imunisasi
adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak
akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Vaksin adalah produk biologi yang berisi
antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan,
masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi
toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu [ CITATION Per17 \l 1057 ].
Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling cost-
effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan,
dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya.
Kekebalan yang didapatkan seseorang melalui imunisasi merupakan kekebalan aktif,
sehingga apabila terpapar suatu penyakit tertentu maka hanya akan mengalami sakit ringan
dan tidak sampai sakit. Penyakit menular seperti TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B,
Pertusis, Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru merupakan beberapa
penyakit yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Imunisasi akan memberikan perlindungan terhadap penyakit berbahaya tersebut dan dapat
mencegah kecacatan serta tidak akan menimbulkan kematian [ CITATION Kem16 \l 1057 ].
Saat ini ditemukan banyak kasus terjadinya penyakit Campak dan Rubella di
Indonesia. Kedua penyakit ini digolongkan penyakit yang mudah menular dan berbahaya,
karena bisa menyebabkan cacat permanen dan kematian. Anak-anak merupakan kelompok
yang sangat rentan terkena penyakit tersebut. Untuk mencegah mewabahnya dua penyakit

3
tersebut, dibutuhkan ikhitar dan upaya yang efektif, salah satunya melalui imunisasi.
Terkait dengan itu, Menteri Kesehatan RI mengajukan permohonan fatwa kepada MUI
tentang status hukum pelaksanaan imunisasi MR tersebut untuk dijadikan sebagai panduan
pelaksanaannya dari aspek keagamaan yang tertulis pada fatwa MUI No 33 Tahun 2018
tentang [ CITATION MUI18 \l 1057 ].
Meningitis merupakan penyakit berbahaya dan menular yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus atau bakteri, yang menyebar dalam darah dan menyebabkan
radang selaput otak sehingga membawa kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan
kematian. Pemerintah Arab Saudi mewajibkan kepada semua orang yang akan berkunjung
ke negara tersebut, termasuk untuk kepentingan haji dan/atau umrah, untuk melakukan
vaksinasi meningitis guna mencegah terjadinya penularan penyakit meningitis yang di
dalam pembuatan vaksin tersebut terdapat komponen babi sehingga menjadi pro kontra
penggunaanya dan terbitlah fatwa MUI Nomor 05 Tahun 2009 dan fatwa Nomor 6 Tahun
2010 tentang penggunaan vaksin meningitis bagi jemaah haji atau umrah [ CITATION
MUI09 \l 1057 ].
Berdasarkan fatwa MUI Nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi dan vaksinasi
secara umum baik itu imunisasi bayi, Imunisasi tertanus dan imunisasi lainnya , maka
secara umum fatwa MUI memutuskan antara lain:
1. Imunisasi pada dasarnya adalah diperbolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiyar
untuk mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu penyakit
tertentu.
2. Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci.
3. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan atau najis maka hukumnya
adalah haram.
4. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan atau najis tidak diperbolehkan, kecuali:
a. Digunakan pada kondisi darurah.
b. Belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci.
c. Adanya keterangan tenaga medis yang berkompeten dan dipercaya bahwa
tidak ada vaksin yang halal.
5. Dalam hal jika seseorang yang tidakj diimunisasi akan menyebabkan kematian,
penyakit berat ataupun kecacatan permanen yang akan mengancam jiwanya dengan
pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya , maka imunisasi hukumnya
wajib.
6. Imunisasi tidak diperbolehkan dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang
kompeten dan dipercaya menimbulkan dampak yang membahayakan.
Dari Hadits Nabi SAW, antara lain: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW:
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan (pula)
obatnya”. (HR. Bukhari). Dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat bagi setiap penyakit, maka
berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”(HR. Abu Dawud) . “Berobatlah,
karena Allah tidak menjadikan penyakit kecuali menjadikan pula obatnya, kecuali satu
penyakit yaitu pikun (tua)” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
Masalah imunisasi dan vaksinasi merupakan masalah hukum di dalam Islam yang
menyangkut masalah Ijtihadiyah. Yang dimaksud dengan ijtihadiya adalah konsep

4
menentukan hukum dengan bersungguh sungguh berfikir untuk mencari sandaran al-
qur’an dan al-hadits karena peristiwa itu belum terjadi di jaman Rasulullah SAW. Oleh
karena itulah masalah halal dan haramnya imunisasi dan vaksinasi masih menjadi
perdebatan. Dari beberapa firman Allah swt dan hadist- hadist diatas maka perlu diperjelas
bagaimana pandangan islam dan kesehatan terhadap imunisasi dan vaksinasi.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pandangan islam terhadap hukum vaksin yang masih dianggap awam oleh
beberapa masyarakat ?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan pengertian dari vaksin
2. Mengetahui manfaat dari vaksin dari segi kesehatan
3. Mengetahui hukum melakukan vaksin dalam sudut pandang Islam

D. MANFAAT
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pandangan vaksin dari segi
kesehatan maupun agama islam.

BAB II
ILUSTRASI KASUS

5
Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dibawa ke IGD RS Pendidikan Rishikesh,
Uttarakhand, pada Agustus 2018 dengan keluhan utama timbulnya demam akut, batuk
produktif, dan dispnea dengan odynophagia selama 5. Orang tuanya mengungkapkan bahwa
pola demam telah berubah dari tingkat rendah dan berselang ke tingkat tinggi dan terus
menerus dalam 5 hari sebelumnya. Dia merasa sangat sulit untuk menelan baik makanan
padat maupun cair akhir-akhir ini dan kesulitan bernapas. Suaranya juga berubah dengan
suara serak sedikit selama 2 hari. Anak itu berulang kali batuk dan mengeluarkan dahak
berwarna kuning, tidak berbau, tidak bernoda darah. Sesuai informasi yang diberikan oleh
ibunya, status imunisasi anak ini tidak sesuai untuk usia dan tidak lengkap.

Pemeriksaan fisik umum mengungkapkan bahwa anak tersebut memiliki TB yang


sesuai dengan usia dan BB cukup. Dia demam dengan suhu 102 °F, denyut jantung
120/menit, dan laju pernapasan 24/ menit. Pemeriksaan Oropharyngeal mengungkapkan
bahwa langit-langit lunak dipenuhi dengan kebersihan gigi yang buruk. Ada bercak
membran putih keabu-abuan pada aspek medial dari kedua tonsil. Tonsil mengalami
hipertrofi (grade III) dan uvula, langit-langit lunak, pilar anterior, dan dinding faring posterior
yang padat dan edematous. Pilar posterior tidak terlihat.

Sementara itu, dengan mempertimbangkan kemungkinan difteri, pasien mulai dengan


suntikan asam amoksisilin-klavulanat, amikasin, dan metronidazol. Namun, kondisinya
memburuk dengan cepat dengan semakin sulitnya bernafas. Dia mengalami trakeostomi
darurat dan dirawat dengan ventilasi mekanik pada hari kedua setelah masuk.

Pada saat laporan kultur aerobik dirilis, kondisi pasien semakin memburuk. Karena
tidak tersedianya antitoksin difteri, orang tua dari anak ini dinasihati tentang prognosis serius
penyakit ini. Pada hari keempat rawat inap, saturasi oksigen pasien ini menurun hingga 18%.
Resusitasi jantung paru dimulai oleh tim perawatan kritis tetapi sayangnya, pasien tidak dapat
dihidupkan kembali.

Rumah sakit dan otoritas kesehatan negara diberitahu tentang kasus ini sesuai
pedoman Program Surveilans Penyakit Terintegrasi (IDSP). Langkah-langkah yang tepat juga
digunakan oleh tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit untuk mencegah wabah difteri
nosokomial sesuai dengan Centers for Disease Control, Atlanta.

BAB III

PEMBAHASAN PERSPEKTIF MEDIS

A. Definisi

6
Imunisasi adalah upaya untuk memicu/meningkatkan kekebalan tubuh
secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga jika terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan.
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme
yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, yang utuh atau bagiannya,
atau toksin mikroorganismenya telah diolah menjadi toksoid atau protein
rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai
target RPJMN.
b. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (minimal 80% bayi
yang mendapat IDL di desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan.
c. Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua
tahun (baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia
Subur (WUS).
d. Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat
dicegah dengan Imunisasi.
e. Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan
berpergian ke daerah endemis penyakit tertentu.

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 tahun 2016.


Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia)

C. Manfaat Vaksin
Manfaat vaksin antara lain adalah untuk pertahanan tubuh yang oleh
beberapa vaksin akan dibawa seumur hidup, mengurangi angkat kesakitan yang
akan mengurangi biaya perawatan di rumah sakit, biaya murah dan efektif, efek
samping jarang terjadi. Vaksin juga akan mencegah anak dari penyakit berbahaya
yang berarti akan meningkatkan kualitas hidup dan daya produktifitas di
kemudian hari.
D. Dampak
Hal terpenting dalam menghadapi reaksi vaksinasi yang tidak diinginkan
ialah : Apakah kejadia tersebut berhubungan dengan vaksin yang diberikan ?
ataukah bersamaan dengan penyakit lain yang telah diderita sebelum pemberian
vaksinasi ? Seringkali hal ini tidak dapat ditentukan dengan tepat sehingga oleh

7
WHO digolongkan dalam kelompok adverse events following immunisation
(AEFI) atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima
imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi.
Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi gejala lokal dan sistemik serta
reaksi lainnya, dapat timbul secara cepat maupun lambat. Pada umumnya, makin
cepat
KIPI terjadi makin berat gejalanya. Gejala klinis KIPI tertera pada Tabel 1
dan Tabel 2. Standar keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat-
obatan. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi
diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi.
Akibatnya, toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada
obat-obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang
aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi
perlu diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI
(reaksi cepat). Berapa lama observasi perlu dilakukan sebenarnya sulit
ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus
dilakukan observasi paling sedikit selama 15 menit. 6 Pada anak, KIPI yang
paling serius adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid
diperkirakan 1 dalam 50.000 dosis DPT (whole cell pertussis), tetapi yang benar-
benar anafilaksis hanya 1-3 kasus di antara 1 juta dosis. Anak besar dan dewasa
lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episod hipotonik
hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam
setelah imunisasi.

E. Jenis Imunisasi

Skema Jenis Imunisasi

Bayi umur 0-1


Dasar
tahun

Rutin Balita

Lanjutan Anak usia SD


Wajib
Crash Program,
Imunisasi Tambahan WUS
PIN, Sub-PIN
Pilihan
Calon Haji/Umrah,
Khusus
KLB

1. Imunisasi Wajib

8
Merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat
sekitarnya dari penyakit menular.
a. Imunisasi Rutin
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilakukan secara terus menerus seuai
jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
1) Imunisasi Dasar
a) Vaksin BCG
Vaksin BCG adalah vaksin beku kering yang mengandung
Mycobacterium bovis yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain
paris. Vaksin BCG ini diindikasikan untuk pemberian kekebalan aktif
terhadap penyakit Tuberkulosis. Dosis pemberiannya adalah 0,05ml
sebanyak 1x yang disuntikkan secara intracutan didaerah lengan kanan
atas. Efek samping dari vaksin BCG adalah daerah bekas suntikan timbul
bisul kecil (papula) terjadi dalam 2-6 minggu yang semakin membesar
dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh
perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
b) Vaksin DPT-HB-HIB
Vaksin DPT-HB-HIB adalah vaksin untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus, pertussis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan. Dosisnya 0,05ml disuntikkan secara
intramuscular pada anterolateral paha atas. Vaksin ini tidak boleh
diberikan pada kondisi kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru
lahir atau kelainan saraf serius. Biasanya efek samping dari vaksin ini
adalah seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan,
disertai demam, rewel dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi
dalam 24 jam.
c) Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombain yang telah
diinaktivasikan yang berasal dari HBsAg. Dosisnya 0,5ml secara
intramuscular paha atas, diberikan sebanyak 3 dosis (usia 0-7hari), dosis
berikutnya interval minimum 4minggu (1bulan)
d) Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine[OPV])
Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine[OPV]) adalah vaksin Polio
Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3
(strain Sabin) yang sudah dilemahkan yang diberikan untuk kekebalan
aktif terhadap poliomyelitis. Pemberiannya secara oral (melalui mulut), 1
dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap
dosis minimal 4 minggu.
e) Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV) adalah vaksin bentuk suspense
injeksi yang diberikan untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan
anak immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada
individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi. Dosisnya

9
0,5ml disuntikkan secara intramuscular dari usia 2 bulan, 3 suntikan
berturut-turutv0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua bulan.
IPV dapatdiberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan
rekomendasi dari WHO.
f) Vaksin Campak
Vaksin campak adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan yang
diberikan untuk kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Dosisnya
0,5ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas pada usisa 9-11
bulan.
2) Imunisasi Lanjutan
Merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
atau untuk memperpanjang masa perlindungan.
a) Vaksin DT
Merupakan vaksin suspensi kolodial homogen berwarna putih susu
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke
dalam alumunium fosfat yang diberikan untuk kekebalan simultan
terhadap difteri dan tetanus pada anak-anak. Dosisnya 0,5ml disuntikkan
secara intramuscular pada usia di bawah 8 tahun.
b) Vaksin Td
Merupakan vaksin suspensi kolodial homogen berwarna putih susu
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke
dalam alumunium fosfat. Biasanya di berikan pada imunisasi ulangan
terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun. Dosisnya
0,5ml disuntikkan secara intramuscular.
c) Vaksin TT
Merupakan vaksin suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam
vial gelas, mengandung toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke dalam
aluminium fosfat yang diberikan untuk perlindungan terhadap tetanus
neonatorun pada wanita usia subur. Dosisnya 0,5ml disuntikkan secara
intramuscular.

b. Imunisasi Tambahan
Merupakan imunisasi yang diberikan kepada kelompok umur tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah Backlog
fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up
Campaign campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI).
c. Imunisasi Khusus
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu antara
lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan perjalanan
menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis

10
imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis Meningokokus,
Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies.
2. Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang
sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari
penyakit menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A,
Influenza, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis, dan HPV.
3. Jadwal pemberian imunisasi

No. Jenis imunisasi Imunisasi yang diberikan


1. Imunisasi dasar - Hep B O (HBO): usia 0-7 hari
- BCG dan Polio 1: usia 1 bulan
- DPT-HB-Hib 1 dan polio 2: usia 2 bualn
- DPT-HB-Hib2 dan Polio 3: usia 3 bulan
- DPT-HB-Hib 3, polio 4 dan IPV: usia 4 bulan
- Campak: usia 9 bulan
2. Imunisasi lanjutan pada usia - DPT/HB/Hib: usia 18 bulan
balita - Campak: usia 24 bulan
3. Imunisasi lanjutan paa usia - DT dan Campak (kelas 1 SD)
sekolah - Td (kelas 2 SD)
BIAS (Bulan Imunisasi - Td (kelas 3 SD)
Anak Sekolah)
4. Imunisasi lanjutan Tetanus - TT1: DPT-HB-HIB 1
Toksoid (TT) - TT2: DPT-HB-HIB 2 (3 tahun)
- TT3: DT (5 tahun/kelas 1 SD)
Catatan: - TT4: Td (10 tahun/ kelas 2 SD)
Status TT1-TT5 dihitung - TT5: Td (25 tahun/kelas 3 SD)
sejak imunisasi dasar pada
bayi

Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia

Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit


penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil.
Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib
dan imunisasi pilihan.

A. Imunisasi Wajib

Imunisasi wajib adalah imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang
sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat
sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri dari imunisasi rutin,
tambahan dan khusus (Kemenkes RI, 2013).
1. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus
harus dilaksanakan pada periode tertentu yang telah ditetapkan. Berdasarkan tempat
pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi :

11
a. Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di
puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin,.
b. Pelayanan imunisasi di luar gedung dilaksanakan di posyandu, di sekolah,
atau melalui kunjungan rumah,
c. Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta (seperti
rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek) (Lisnawati, 2011).
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
- Imunisasi Dasar
Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Jenis
imunisasi dasar terdiri dari Hepatitis B pada bayi baru lahir, BCG, Difhteria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis Tetanus-
Hepatitis B-Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Polio dan Campak
(Kemenkes RI, 2013).
- Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan adalah kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi
imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun
(batita), anak usia sekolah, dan Wanita Usia Subur (WUS) termasuk ibu hamil
sehingga dapat mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan pada WUS salah
satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Jenis
imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (batita)
terdiri dari Difhteria Pertusis Tetanus Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib)
pada usia 18 bulan dan campak pada usia 24 bulan. Imunisasi lanjutan pada
anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) dengan jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia
sekolah dasar terdiri atas campak, Difhteria Tetanus (DT), dan Tetanus
Difhteria (Td). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur
berupa Tetanus Toxoid (Kemenkes RI, 2013).
2. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar
ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya
tidak rutin dan membutuhkan biaya khusus, kegiatan dilaksanakan dalam suatu
periode tertentu (Lisnawati, 2011). Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi
tambahan adalah :
a. Backlog fighting
Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi
Imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah tiga tahun. Kegiatan ini
diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang selama dua tahun berturut-
turut tidak mencapai UCI.
b. Crash program
Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang ditujukan untuk
wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya
KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash program adalah:

12
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi
2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang
3) Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis Imunisasi,
misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
c. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Merupakan kegiatan Imunisasi massal yang dilaksanakan secara
serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk
memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit dan meningkatkan herd
immunity (misalnya polio, campak, atau Imunisasi lainnya). Imunisasi yang
diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status Imunisasi sebelumnya.
d. Catch up Campaign (Kampanye)
Merupakan kegiatan Imunisasi Tambahan massal yang dilaksanakan
serentak pada sasaran kelompok umur dan wilayah tertentu dalam upaya
memutuskan transmisi penularan agent (virus atau bakteri) penyebab PD3I.
Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada awal pelaksanaan kebijakan pemberian
Imunisasi, seperti pelaksanaan jadwal pemberian Imunisasi baru.
e. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada
wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
f. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan Imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan
dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.
3. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus adalah kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu yang
dimaksud tersebut antara lain persiapan keberangkatan calon Jemaah haji/umroh,
persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar
biasa (KLB). Jenis imunisasi khusus antara lain terdiri dari imunisasi Meningitis
Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning), dan imunisasi Anti Rabies,
(VAR), Imunisasi Polio.

B. Imunisasi Pilihan

Imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular
tertentu. Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib,
namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit
dari masing-masing penyakit. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi Measles Mump
Rubella (MMR), Demam Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus,
Japanese Encephalitis, Human Papiloma Virus (HPV), Vaksin Herpes Zoster ,Vaksin
Hepatitis B, dan Vaksin Dengue.

13
BAB IV

PANDANGAN ISLAM DAN MUHAMMADIYAH

A. Fatwa-Fatwa Ulama Dunia


1. Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor
Universitas Islam Madinah
Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal ini,
‫ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟‬
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah?”
Beliau menjawab,

‫أس‬ll‫ببها فال ب‬ll‫داء بس‬ll‫وع ال‬ll‫ى من وق‬ll‫ال بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخش‬
‫ «من تصبح‬:‫بتعاطي الدواء لدفع لبالء الذي يخشى منه لقول النبي صلى هللا عليه وسلم في الحديث الصحيح‬
‫ذا إذا‬l‫ه فهك‬l‫ل وقوع‬l‫ع البالء قب‬l‫اب دف‬l‫ذا من ب‬l‫) » وه‬1( ‫م‬l‫بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر وال س‬
‫الج‬ll‫ا يع‬ll‫ كم‬،‫دفاع‬ll‫اب ال‬ll‫ذلك من ب‬ll‫أس ب‬ll‫خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي كان ال ب‬
‫ يعالج بالدواء المرض الذي يخشى منه‬،‫المرض النازل‬.

“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan
tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak
masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang
dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma
Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika
dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk
melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu
tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana
penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan
kemunculannya.

2. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah


Imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA
dan dosen ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com

Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan valsin beliau menjawab. Rincian
bagian ketiga yang sesuai dengan pembahasan imunisasi dengan bahan yang
haram tetapi memberi manfaat yang lebih besar. syaikh berkata,

‫رى غيَّرت‬l‫واد أخ‬ll‫ا م‬ll‫يفت إليه‬ll‫ا ً أو أض‬lّ‫ ولكنها عولجت كيميائي‬، ‫ ما كان منها مواد محرَّمة أو نجسة في أصلها‬: ‫لقسم الثالث‬
‫ ويكون لها آثار نافعة‬، ” ‫ وهو ما يس َّمى ” االستحالة‬، ‫ من اسمها ووصفها إلى مواد مباحة‬.

14
‫وهذه اللقاحات يجوز تناولها ألن االستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة االستعمال‬
.

“rincian ketiga: vaksin yang terdapat didalamnya bahan yang haram atau najis
pada asalnya. Akan tetapi dalam proses kimia atau ketika ditambahkan bahan
yang lain yang mengubah nama dan sifatnya menjadi bahan yang mubah. Proses
ini dinamakan “istihalah”. Dan bahan [mubah ini] mempunyai efek yang
bermanfaat.

Vaksin jenis ini bisa digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan
sifatnya. Dan mengubah hukumnya menjadi mubah/boleh digunakan.”

3. Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian [‫المجلس األوربي‬
‫]للبحوث واإلفتاء‬

Memutuskan dua hal:

،‫الى‬ll‫ إن استعمال هذا الدواء السائل قد ثبتت فائدته طبيا وأنه يؤدي إلى تحصين األطفال ووقايتهم من الشلل بإذن هللا تع‬:‫أوال‬
‫تعماله‬ll‫ع اس‬ll‫ترتب على من‬ll‫ا ي‬l‫ائز لم‬l‫ وبناء على ذلك فاستعماله في المداواة والوقاية ج‬،‫كما أنه ال يوجد له بديل آخر إلى اآلن‬
‫ة‬ll‫ فأبواب الفقه واسعة في العفو عن النجاسات – على القول بنجاسة هذا السائل – وخاصة أن هذه النجاس‬،‫من أضرار كبيرة‬
،‫رورة‬ll‫ة الض‬ll‫زل‬-‫زل من‬-‫تي تن‬ll‫ كما أن هذه الحالة تدخل في باب الضرورات أو الحاجيات ال‬،‫مستهلكة في المكاثرة والغسل‬
‫وأن من المعلوم أن من أهم مقاصد الشريعة هو تحقيق المصالح والمنافع ودرء المفاسد والمضار‬.

‫الح‬ll‫ق مص‬ll‫تي تحق‬ll‫ة ال‬ll‫ يوصي المجلس أئمة المسلمين ومسئولي مراكزهم أن ال يتشددوا في مثل هذه األمور االجتهادي‬:‫ثانيا‬
‫معتبرة ألبناء المسلمين ما دامت ال تتعارض مع النصوص القطعية‬

Pertama:

Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat
semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan
dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada
gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat
semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini
dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak
mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu
tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai
najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak
(melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu
pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan

15
untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai
maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.

Kedua:

Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang


berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara
ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin
selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qath’i).

B. Fatwa Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia


1. Fatwa MUI [Majelis Ulama Indonesia]
Fatwa MUI 4 Sya’ban 1431 H/16 Juli 2010 M [Fatwa Terbaru MUI]
Fatwa no. 06 tahun 2010 tentang: Penggunaan vaksin meningitis bagi jemaah haji
atau umrah
Menetapkan ketentuan hukum:

Vaksin MencevaxTM ACW135Y hukumnya haram

Vaksin Menveo meningococal dan vaksin meningococcal hukumnya halal

Vaksin yang boleh digunakan hanya vaksin yang halal

Ketentuan dalam fatwa MUI nomor 5 tahun 2009 yang menyatakan bahwa bagi
orang yang melaksanakan wajib haji atau umrah wajib, boleh menggunakan
vaksin meningitis haram karena Al-hajah [kebutuhan mendesak] dinyatakan tidak
berlaku lagi.

2. Fatwa dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pertanyaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Kesehatan dan Lingkungan
Hidup, tentang status hukum vaksin, khususnya untuk imunisasi polio yang
dicurigai memanfaatkan enzim dari babi.

Jawaban:
Sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi polio yang
memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah mubah atau boleh,
sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim itu. Sehubungan
dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang dan
berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan
enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga
suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari barang-
barang yang hukum asalnya adalah haram.

16
3. Fatwa LBM-NU [Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama] Indonesia
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan menindak lanjuti hasil sidang Lembaga
Bahtsul Matsail NU (LBM-NU). Kesimpulan sidang menyatakan secara umum
hukum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan.
Menurut Katib Aam Suriah PBNU, Malik Madani, keputusan tersebut merupakan
kesimpulan di internal LBM-NU. Secara pasti, hasilnya akan segera dibahas di
kalangan suriah. ‘Tunggu hasilnya bisa disetujui dan bisa tidak,’ ujar dia kepada
Republika di Jakarta, Rabu (1/9)
Apapun hasilnya kelak, ungkap Malik, PBNU merekomendasikan ke pemerintah
agar melakukan vaksinasi kepada para jamaah haji dengan memakai vaksin yang
halal berdasarkan syari’i. Hal ini penting, agar jamaah haji mendapat rasa nyaman
dan kekhidmatan beribadah. Selain itu, masyarakat dihimbau tidak terlalu resah
dengan informasi apapun terkait vaksin meningitis yang belum jelas.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan berdasarkan informasi dan
pemaparan sejumlah pakar dalam sidang LBM-NU diketahui bahwa semua
produk vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan enzim babi. Termasuk
produk yang dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan
Meningococcal Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior Pharmaceutical Co.
Ltd. Akan tetapi, secara kesuluruhan hasil akhir produk-produk tersebut dinilai
telah bersih dan suci.
Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU tidak terpaku pada produk
tertentu. Tetapi, pembahasan lebih menitik beratkan pada proses pembuatan
vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan.
”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi Glaxo Smith
Kline (GSK), Beecham Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan halal,” tandas
dia.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

17
Kesimpulan

Setelah penjelasan artikel di atas, kami menyimpulan tentang hukum imunisasi dengan
alasan-alasan sebagai berikut :

1. Imunisasi untuk kepentingan kesehatan sangat dianjurkan, bahkan dapat dikatakan


wajib jika berpegang kepada sadudzdzari’ah
2. Imunisasi dengan dugaan adanya campuran bahan haram, dan vaksin tersebut sudah
dicuci dg bahan kimiawi, maka hukumnya menjadi halal (suci)., hal ini dengan dasar
istihlak
3. Jika ada indikasi keharaman, maka hukumnya tetap boleh dg alasan:
a. Darurat
b. Mengambil madharat yang lebih ringan
Saran

1. Melakukan penyuluhan yang rutin dan berkelanjutan kepada masyarakat untuk


meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan khususnya informasi tentang
pentingnya pemberian imunisasi terhadap anak.
2. memberikan tindakan promotif agar petugas dapat memberikan penjelasan secara
rinci, pemantauan yang lebih intensif terhadap pemberian imunisasi melalui
pencatatan dan pelaporan yang lengkap dan berkelanjutan.

18

Anda mungkin juga menyukai