Anda di halaman 1dari 15

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN UPAYA PENINGKATAN

PENCAPAIAN PEMERIKSAAN HIV/AIDS BAGI MASYARAKAT YANG BERISIKO


TERINFEKSI HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELAYO

Mini Project

Pembimbing
dr. Hj. Septina Sari

Disusun oleh :
dr. Naufal Zakly

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT SELAYO


KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK
SUMATERA BARAT
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency

Syndrome) telah menjadi masalah darurat global. Di seluruh dunia, 35 juta orang hidup dengan

HIV dan 19 juta orang tidak mengetahui status HIV positif mereka. Di kawasan Asia, sebagian

besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum masih rendah yaitu <1% kecuali di Thailand

dan India Utara. Pada tahun 2012, di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 350.000 orang yang baru

terinfeksi HIV dan sekitar 64% dari orang yang terinfeksi HIV adalah laki-laki. 1 Hubungan

heteroseksual (heteroseksual intercourse), khususnya pada pria yang berhubungan seksual

dengan pekerja seks wanita, telah ditemukan menjadi bentuk transmisi utama penyakit tersebut.2

Situasi HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan data yang dilaporkan oleh Direktorat

Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (Ditjen P2P) yang bersumber dari Sistem

Informasi HIV/AIDS dan IMS (Infeksi Menular Seksual) menyebutkan, dari 35 provinsi di

Indonesia terdapat lima provinsi dengan jumlah infeksi HIV terbesar yaitu Jawa Timur, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Papua dengan persentase penderita terbanyak yaitu laki-

laki (62%). Sedangkan berdasarkan kelompok umur, usia 25-49 tahun merupakan usia dengan

jumlah infeksi HIV paling banyak setiap tahunnya dibanding kelompok umur lainnya.1

CDC (Center for Disease Control) melaporkan sebuah informasi bagaimana HIV

ditularkan, yaitu melalui hubungan seksual 69% dan meningkat bersama dengan kejadian IMS,

jarum suntik untuk obat lewat intravena 24%, transfusi darah yang terkontaminasi atau darah

pengobatan dalam pengobatan kasus tertentu 3%, penularan sebelum kelahiran (dari ibu yang
terinfeksi ke janin selama kehamilan) 1%, dan model penularan yang belum diketahui 3%.3

Melihat cukup besar peluang HIV ditularkan melalui hubungan seksual, maka hubungan

berganti-ganti pasangan merupakan faktor khusus yang perlu diwaspadai.2

Kerusakan sistem kekebalan tubuh yang ditimbulkan oleh infeksi HIV menyebabkan

timbulnya infeksi oportunistik seperti tuberkulosis (TB). Orang yang menderita HIV memiliki

risiko 26-31 kali untuk terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.3 Antara TB dan infeksi HIV

mempunyai hubungan yang kuat, dan dengan adanya infeksi oleh HIV maka angka penyakit TB

mengalami peningkatan yang signifikan.4 TB merupakan infeksi oporunistik terbanyak dan

penyebab kematian utama pada ODHA.5

Peningkatan HIV yang sangat cepat di banyak tempat di dunia menimbulkan masalah

besar pada diagnosis dan pengobatan tuberkulosis. Hal ini juga menimbulkan masalah besar pada

penanggulangan penyakit tuberkulosis. Pada tahun 1995 di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta

kasus infeksi HIV, dan kira-kira ada 6 juta kasus AIDS pada orang dewasa dan anak sejak

timbulnya pandemic HIV. Kira – kira sepertiga dari semua orang yang terinfeksi HIV juga

terinfeksi TB. Dari jumlah ini 70% berada di Afrika, 20% di Asia dan 8% di Amerika Latin.

Pada tahun 2000 WHO memperkirakan bahwa dari semua penderita TB di Afrika juga terinfeksi

HIV, di Asia Tenggara 18% dan Amerika Latin 15%.4

Di Indonesia, menurut data Kementrian Kesehatan RI hingga akhir Desember 2010

secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan berjumlah 24.131 kasus dengan infeksi

penyerta terbanyak adalah TB yaitu sebesar 11.835 kasus (49%). Sedangkan di Sumatera Barat

khususnya di RSUP Dr. M. Djamil Padang disimpulkan bahwa infeksi oportunistik yang

menyebabkan kematian pada penyandang AIDS pada tahun 2010-2012 adalah gangguan sistem

respirasi seperti bronkopneumonia dan tuberkulosis.5


Tes darah merupakan satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi

HIV atau tidak. Tes HIV merupakan prasyarat penegakan diagnosis, menghubungkan ODHA

dengan layanan pencegahan dan perawatan lebih dini. Dengan diagnosis yang telah ditegakkan

maka akses terapi dapat dimulai. Tes HIV sampai saat ini di Indonesia masih bersifat

“voluntary”. Namun, walaupun telah dilakukan berbagai macam penyuluhan tentang HIV/AIDS,

jumlah penduduk yang telah melakukan tes HIV sampai saat ini masih tergolong rendah. SIHA

melaporkan bahwa pada tahun 2017, sebanyak 882.721 orang melakukan tes HIV dan 27.975

diantaranya merupakan HIV positif. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan tahun 2016 dimana sebanyak 1.515.725 orang melakukan tes HIV dan 41.250

diantaranya merupakan HIV positif.1

Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas Selayo dari bulan Januari hingga Desember

2019, terdapat 1130 orang yang berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah kerja Puskesmas Selayo,

namun hanya sebanyak 517 orang yang mendapat pemeriksaan HIV sesuai standar (45,75%),

sementara target untuk dilakukan pemeriksaan pada orang beresiko adalah sebanyak 942 orang

(83,3%.).

Dari data diatas diperlukan langkah-langkah penting untuk mewujudkan tercapainya

program, perlu kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat baik itu dokter, perawat, bidan, kader,

ataupun terutama anggota masyarakat.

1.2 PERNYATAAN MASALAH

1. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Pusekesmas Selayo

terhadap penyakit HIV/AIDS?

2. Apa saja upaya untuk mengurangi angka penyebaran HIV/AIDS di wilayah kerja

Puskesmas Selayo?
1.3 TUJUAN

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS pada masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Selayo.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya HIV/AIDS pada masyarakat

yang berIsiko tinggi tertular HIV/AIDS di wilayah kerja Puskesmas Selayo.

1.4 MANFAAT

1. Dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Selayo dan instansi kesehatan lain dalam

menentukan solusi pembinaan dan pemeriksaan HIV/AIDS terhadap masyarakat

di wilayah kerja Puskesmas Selayo.

2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau tambahan referensi

dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat.

3. Bagi penulis merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan menambah wawasan pengetahuan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit

AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV akan

mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap

asimtomatik (tanpa tanda dan gejala) untuk jangka waktu lama. Meski demikian,

sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain.

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan suatu kumpulan

sindrom yang tidak dapat diturunkan, tetapi didapat; “Immune” adalah sistem daya tahan

atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang;

dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut

dari infeksi HIV yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga

penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan

orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS

muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi optimal yang diberikan.

Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus

mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan
makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan

antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat

dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa

jendela (window period). Selama window period pasien sangat infeksius, mudah

menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif.

Sebanyak 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini,

dimana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah

bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk. Orang yang terinfeksi HIV

dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup lama bahkan

sampai 10 tahun atau lebih. Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya kepada

orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari

pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah jangka waktu tertentu, yang

bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara cepat dan diikuti dengan

perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya sehingga terjadilah gejala

berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivitas tergantung pada beberapa

faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun, infeksi lainnya, dan faktor

genetik.

Penyakit infeksi dan keganasan dapat terjadi pada individu yang terinfeksi HIV.

Penyakit yang berkaitan dengan menurunnya daya tahan tubuh pada orang yang

terinfeksi HIV, misalnya infeksi tuberkulosis (TB), herpes zoster (HSV), oral hairy cell

leukoplakia (OHL), oral candidiasis (OC), papular pruritic eruption (PPE),

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), cryptococcal meningitis (CM), retinitis

Cytomegalovirus (CMV), dan Mycobacterium avium (MAC).


2.2 Kelompok yang Berisiko Tertular HIV AIDS

Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara,

yaitu melalui (1) hubungan seksual yang tidak menggunakan pengaman, (2) penggunaan

jarum yang tidak steril atau terkontaminasi dengan HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu

yang terinfeksi HIV ke janin dalam kandungannya. Adapun kelompok yang sangat

berisiko untuk tertular HIV adalah :

1. Individu dengan Pasangan Seksual yang Berbeda, Homoseksual, dan Cara

Berhubungan yang Tidak Aman.

Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari

semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama

sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama

berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua

individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung

dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis

atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV.

Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam

tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan

atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital. Kontak seksual tanpa pengaman

terhadap pasangan yang memiliki HIV positif juga menjadi factor risiko terbesar

untuk tertular HIV.

2. Ibu hamil dengan HIV Positif

Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat

ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat
persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari

anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.

Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke

anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.

2.1 Faktor Ibu

 Jumlah virus (viral load)

Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan

dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat

mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV

menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml)

dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.

 Jumlah sel CD4

Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke

bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin

besar.

 Status gizi selama hamil

Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil

meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat

meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.

 Penyakit infeksi selama hamil

Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran

reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan

jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.


 Gangguan pada payudara

Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses,

dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV

melalui ASI.

2.2 Faktor Bayi

 Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir

Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan

tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya

belumberkembang dengan baik.

 Periode pemberian ASI

Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin

besar.

 Adanya luka dimulut bayi

Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan

ASI.

2.3 Faktor Obstetrik

Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.

Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak

selama persalinan adalah:

 Jenis persalinan

Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan

melalui bedah sesar (seksio sesaria).

 Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari

ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak

antara bayi dengan darah dan lendir ibu.

 Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko

penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah

kurang dari 4 jam.

 Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko

penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi

3. Penggunaan NAPZA suntik

HIV dapat menyebar dengan cepat setelah memasuki komunitas pengguna

napza suntik. Meningkat tajamnya prevalensi HIV pada pengguna NAPZA suntik

disebabkan oleh penggunaan jarum dan alat suntik yang tidak steril ditambah

dengan praktek penyuntikan berkelompok. Penelitian di beberapa negara

mendapatkan perilaku kelompok ini sangat rentan tertular HIV dan penyakit lain

melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian tanpa melakukan sterilisasi

yang memadai. Survei pengguna NAPZA suntik di DKI Jakarta tahun 2000

memperlihatkan bahwa lebih dari 50% penyuntikan dilakukan secara

berkelompok sebanyak 2 – 10 pengguna. Sebagian besar menggunakan jarum

suntik dan semprit secara bergantian. Sterilisasi alat dan jarum suntik tidak

dilakukan dengan baik, sebagian besar melaporkan hanya menggunakan air dingin

untuk membersihkan alat dan jarum suntik bekas pakai.

4. Penderita TBC
Dari 40 juta orang yang diperkirakan sedang hidup dengan HIV atau

AIDS, kurang lebih 13 juta juga menderita TBC. Deteksi dini penting jika Anda

menderita HIV serta TBC supaya Anda dapat mulai perawatan untuk HIV

maupun TBC. Jika kedua infeksi ini tidak dirawat, keduanya dapat bersama

mengakibatkan penyakit yang sangat serius.

4.1 Tuberkulosis

TBC disebabkan oleh suatu bakteri (kuman). Ini merupakan

penyakit yang biasanya menyerang paru- paru tetapi juga dapat

menyerang bagian lain tubuh, seperti otak, ginjal atau tulang punggung.

TBC bisa aktif dalam tubuh atau laten (diam). Jika tidak dirawat, TBC

aktif dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, bahkan

kematian.

Bakteri (kuman) TBC ditularkan dari orang ke orang melalui udara

dan biasanya ditularkan apabila seorang penderita TBC aktik batuk,

ketawa, bersin atau menyanyi. Siapapun yang berada dekat dapat

menyedot bakteri TBC ini dan terkena TBC. TBC tidak ditularkan dengan

bersama menggunakan perkakas rumah tangga, cangkir atau piring, atau

melalui air liur ketika mencium seseorang.

4.2 Gejala TBC

Penderita TBC laten sakit karena banyaknya kuman TBC yang aktif dalam

tubuhnya. Penderita TBC laten juga mempunyai bakteri yang


menyebabkan TBC aktif, tetapi tidak sakit karena bakteri tersebut laten

(diam) dalam tubuhnya. Biasanya mereka telah terekspos kepada bakteri

TBC sebelumnya. Namun, penderita TBC laten dapat terkena TBC aktif

kelak, terutama jika juga menderita HIV.

4.3 Pentingnya tes HIV pada penderita TBC

Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 orang penderita HIV terinfeksi

kuman TB, dan TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan

penyebab kematian utama pada orang dengan HIV AIDS (ODHA).

Setidaknya 40% kematian ODHA terkait dengan infeksi TB. Terdapat

setidaknya 3,2 juta penderita koinfeksi TB-HIV di Asia Selatan dan

Tenggara. Diperkirakan dalam 3 – 5 tahun mendatang, 25% kasus TB

pada beberapa negara di Asia Selatan dan Tenggara berhubungan

langsung dengan HIV.

Pasien dengan koinfeksi TB-HIV mempunyai viral load sekitar 1

log lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa infeksi TB. Angka

mortalitas 4x lebih besar pada pasien dengan koinfeksi TB-HIV. Penting


dilakukan pemeriksaan tes HIV pada penderita TBC, oleh karena

adakalanya penderita TBC menderita HIV disaat bersamaan.

BAB 3

METODE

3.1 Jenis

Kegiatan ini menggunakan sebuah kuesioner yang telah disesuaikan untuk menilai

tingkat pengetahuan mengenai HIV/AIDS pada masyarakat yang berisiko tertular ataupun

menularkan HIV/AIDS di wilayah kerja Puskesmas Selayo yaitu para ibu hamil dan

penderita TB paru yang datang berobat ke Puskesmas Selayo. Hal tersebut dikarenakan

adanya pandemi COVID-19 yang membatasi sasaran penyebaran kuesioner sehingga

penyebaran kuesioner hanya dilakukan di Puskesmas saja.

3.2 Sasaran

Sasaran pada kegiatan ini adalah ibu hamil dan penderita TB paru yang datang

berobat ke Puskesmas Selayo.

3.3 Media

Media yang digunakan dalam kegiatan ini adalah kuesioner tingkat pengetahuan

tentang HIV/AIDS.
Perubahan Dafpus: 21  3, 22  4, 23  5

1  kemkes

6  laporan selayo

Anda mungkin juga menyukai