Anda di halaman 1dari 9

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
“AFIKSIA”
Dosen Pengampu : Elmie Muftiana. S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok
No. Nama NIM
1. Eka Permata Sari 18631707
2. Nofita Lailatul Mukaromah 18671687

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
1. Definisi Penyakit Afiksia
a. Sarwono, 2007, hal 709
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
b. JNPK-KR, 2008, hal 144
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
c. Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir.
d. Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan. 

2. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang
yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarf & Kusuma, 2013).

a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
3. Manifestasi klinis
a. Asfiksia ringan
1). Takipnea dengan napas >60x/menit
2). Bayi tampak sianosis
3). Adanya retraksi sela iga
4). Bayi merintih
5). Adanya pernapasan cuping hidung
6). Bayi kurang aktif
7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif
b. Asfiksia sedang
1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi sela iga
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak
lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan
c. Asfiksia berat
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

4. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada
janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Apabila janin kekurangan
O2 dan kadar CO2 bertambah, akan menimbulkan rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O 2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu
primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O 2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz,
2010).
5. Phatways

Resiko ketidak Persalinan lama, lilitan Faktor lain obat-obatan


seimbangan suhu tubuh tali pusat, presentasi narkotik
janin abnormal

Suplai O2 dalam darah AFIKSIA Paralisis pusat pernafas

Janin kekurangan O2 dan Bersihan jalan nafas


Paru-paru terisi cairan
kadar CO2 tidak efektif

Gangguan metabolisme
Nafas cepat Suplai O2 ke paru dan perubahan asam basa

Asidosis respiratorik
C Apneu Kerusakan Otak

Gangguan perfusi
Resiko cidera Kematian bayi ventilasi

Nafas cuping hidung,


DJJ dan TD Proses keluarga terhenti
sianosis, hipoksia

V Ketidak efektifan pola Janin tidak bereaksi terhadap Gngguan pertukaran gas
nafas rangsangan

Resiko syndrome kematian


bayi mendadak
6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang bisa diberikan untuk diagnose afiksia menurut Prawirohardjo (2005),
yaitu :

1. Denyut nadi janin


Frekuensi normal adalah antara 120 sampai 160 denyutan dalam semenit. Selama
his frekuensi ini belum bisa trurun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyut nadi umunya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-
lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya,
2. Mekodium dalam air ketuban
Pada prentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigen harus menimbulkan
kewaspadaan. Adanya mekodium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan darah janin
Alat yang digunakan yaitu amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dubuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin, darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunya Ph. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7.2 hail ini di anggap sebagai tanda bahaya. Selain itu
kelahiran bayi yang telah menunjukan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai
dengan afiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan unruk menghadapi
keadaan tersebut jika terdapat afiksia, tingkatnya perlu dikenali untuk melakukan
resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut
APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi haemoglobin hemaktrokit (HB/ Ht) kadar hb 15-
20 gr dan ht 43%-61%, analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen
pada membaran sel darah merah, menunjukan kondisi hemolitik.
7. Penatalaksanaan
1. Tindakan Umum

a. Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah

mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir

dari saluran nafas ayang lebih dalam.

b. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak

memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan

tanda achiles.

c. Mempertahankan suhu tubuh.

2. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat

dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2

yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan

message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100

x/menit.

b. Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila

gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi

ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup

mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit

c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi


8. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko ketidak seimbangan tubuh

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif

c. Ketidak efektifan pola nafas

d. Resiko syndrome kematian bayi mendadak


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.

Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta

Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba
Medika.

Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

Setiawan S.Kp Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran. Cetakan I. 1998. EGC.

Anda mungkin juga menyukai