Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar
merupakan pasar potensial untuk produk perikanan. Pada tahun 2011, hasil
perikanan nasional mencapai 12,39 juta ton (tangkap 5,41 juta ton dan
budidaya 6,98 juta ton). Jumlah budidaya ikan air tawar menyumbang hingga
1,1 juta ton dan sisanya budidaya tambak air payau dan laut. Hasil tersebut
masih bisa ditingkatkan karena potensinya masih terbuka (Kusmini et al.,
2016).
Ikan gabus dikenal dengan sebutan snakehead karena memang bentuk
kepalanya mirip ular. Ikan gabus sangat kaya akan albumin yang merupakan
salah satu jenis protein penting bagi tubuh dan masyarakat Indonesia
mengkonsumsi ikan gabus sebagai obat luka-luka pasca operasi (Susanto,
2015).
Kandungan albumin dalam ikan gabus sebesar 62,24 g/kg (6,22%)
yang tidak dimiliki oleh ikan lainnya seperti ikan lele, ikan gurami, ikan nila,
ikan mas dan sebagainya (Suprayitno, 2017). Albumin merupakan protein
dengan penyusun asam amino yang lengkap memilki berbagai macam fungsi
dalam tubuh yaitu membantu pembentukan jaringan sel baru,
mempertahankan intravaskular onkotik (koloid osmotik), memudahkan
pergerakan cairan tubuh dan memfasilitasi transportasi zat (Suprayitno,
2017).

Albumin pada ikan gabus diperlukan dalam jumlah yang banyak dan
kebutuhan akan filtrat albumin dirumah sakit juga semangkin meningkat.
Beberapa ahli gizi melakukan banyak penelitian pada ikan gabus yang
mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus dipilih karena relatif mudah
didapat dan harganya murah. Dalam percobaan pertama, puji memberi
masakan ikan gabus kepada pasien di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo,
Makasar, Sulawesi Selatan. Ikan gabus dalam bentuk makanan ini berhasil
meningkatkan kadar albumin. Dalam percobaan lainnya, hasil studi pernah

1
2

diujicobakan di instalasi gizi serta bagian bedah RSU dr. Saiful Anwar
Malang. Uji coba tersebut dilakukan pada pasien pasca operasi dengan kadar
albumin rendah (1,8 g/dl). Dengan perlakuan 2 kg ikan gabus masak perhari,
telah meningkatkan kadar albumin darah pasien menjadi normal (3,5-5,5 g/dl)
(Suprayitno, 2017).
Pengelolaan ikan gabus di masyarakat Indonesia sebagai obat
tradisional sampai saat ini masih ada hasil olahan sendiri. Cara yang biasa
digunakan oleh masyarakat yaitu Teknik mengukus (steaming) adalah
memasak dengan bahan makanan dengan menggunakan kukusan atau
risopan. (Indiarti, 2018). Teknik merebus (poaching) adalah proses
pengolahan bahan makanan dengan merendam bahan atau masakan kedalam
air yang panas (Pramitha, 2018). Teknik Panggang (Broiling) adalah
makanan yang diolah atau dimasak dengan panas radiasi yang tinggi dan
langsung atau cara memasak dengan suhu tinggi (Takarina, 2014). Dan teknik
menggoreng (Frying) adalah mengolah makanan dengan cara memasukkan
bahan makanan ke dalam minyak panas (Pramitha, 2018).
Dari beberapa teknik pemanasan diatas masing-masing dapat
memberikan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dalam pemanasan
yaitu mendapatkan bahan pangan yang aman dikonsumsi sedangkan
pengaruh negatif dari proses pemanasan dapat mengurangi kandungan gizi
dalam pangan. Menggunakan pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan perubahan kimia pada Albumin bersifat negatif (Fitri,
2015).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Chasanah dkk
menyatakan bahwa adanya perbedaan kadar albumin pada 100 gram fillet
ikan gabus yang di perlakukan dengan metode kukus dan rebus, pada metode
kukus didapatkan kadar albumin ikan gabus 1,42 gram sedangkan dengan
metode rebus didapatkan kadar albumin ikan gabus sebanyak 3,53 gram.
Penelitian Bella Nindita dkk menyatakan nugget ikan patin yang
ditambahkan ikan gabus sebanyak 20% memilki kadar albumin 2,87% setelah
dilakukannya proses penggorengan dengan suhu 170°C didapatkannya kadar
3

albumin 2,55%, pada suhu 175°C didapatkannya kadar albumin 1,80% dan
pada suhu 180°C didapatkannya kadar albumin 1,45%
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan adanya
perbedaan kadar albumin pada ikan gabus yang diperlakukan dengan metode
dikukus,direbus dan digoreng. Sehingga peneliti tertarik untuk mengambil
judul Perbedaan teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan
gabus (Channa striata) metode spektrofotometri.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Apakah ada perbedaan teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan
gabus (Channa striata) metode spektrofotometri”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi dan penjelasan secara objektif
tentang perbedaan teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan
gabus(Channa striata).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus tanpa pemanasan.
b. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan dikukus.
c. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan digoreng.
d. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan direbus.
e. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan dipanggang.
f. Mengetahui perbedaan kadar albumin dengan teknik pemanasan pada
ikan gabus.
4

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan bagi peneliti di bidang kimia makanan
khususnya tentang beberapa pengaruh teknik pemanasan terhadap kadar
albumin pada ikan gabus. Serta dapat mengetahui cara pengujian kadar
albumin untuk menambah pengalaman dalam melakukan penelitian
ilmiah.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan pengaruh teknik
pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan gabus yang dikukus,
goreng, bakar dan rebus sehingga dapat digunakan sebagai referensi dan
bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Serta
diharapkan dapat berguna untuk proses belajar mengajar terutama di
bidang kimia makanan.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh
teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan gabus dan
diharapkan dapat memperhatikan teknik pemanasan agar kadar albumin
tidak rusak khususnya pada ikan gabus.
5

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Perbedaan Teknik Pemanasan Terhadap
Kadar Albumin Pada Ikan Gabus (Channa striata) Metode
Spektrofotometri
Penulis/ Jenis
Judul Kesimpulan
Tahun Penelitian
Uswatun Pengaruh Eksperimental Pada metode perebusan diperoleh
Chasanah, Metode kadar albumin yang terekstraksi
Raditya Weka Ekstraksi sebanyak 3,53g setiap 100 g fillet
Nugraheni Terhadap Kadar ikan gabus dan dari metode
Albumin Ekstrak pengukusan didapat kadar albumin
Ikan Gabus terekstraksi 1,42±0,4g setiap 100
fillet ikan gabus. Berdasarkan hasil
tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa cara perebusan lebih efektif
untuk mengekstraksi albumin ikan
gabus.

Bella Nindita Pengaruh Suhu Eksperimental Penyajian naget dengan penggunaan


Maharani Pengorengan panas minyak
Suseno, Terhadap Kadar atau penggorengan terjadi
Widodo Farid Albumin Naget mempengaruhi kandungan albumin.
Maruf, Ikan Patin Secara empiris ternyata perubahan
Romadhon Dengan suhu diatas temperature denaturasi,
Subtitusi Ikan mampu membedakan kadar
Gabus albumin.

Penelitian yang dilakukan disini berbeda dengan penelitian yang telah


dilakukan sebelumnya di atas yaitu dalam hal: lokasi penelitian, teknik
pemanasan, waktu penelitian dan terutama yaitu pendekatan penelitian.
Peneliti disini melakukan penelitian dengan menitikberatkan pada pengaruh
beberapa teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan gabus (Channa
Striata).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Gabus (Channa Striata)


Ikan Gabus (Channa Striata) memiliki berbagai macam nama daerah
antara lain: haruan (melayu dan banjar), kocolan (betawi), serta boyongan,
lincingan, kutuk (Jawa) (Kusmini, Gustiano, Prakoso, & Ath-thar, 2016). Ikan
gabus dapat tumbuh hingga mencapai panjang 1 meter. Berkepala besar agak
gepeng mirip kepala ular sehingga dinamai (snakehead), dengan sisik besar
diatas kepala. Tubuh bulat memanjang, seperti peluru kendali. Sirip punggung
memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya. Sisi atas tubuh dari kepala
hingga ekor berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah
tubuh putih, mulai dagu ke belakang. Sisi samping bercoret tebal yang agak
kabur. Warna ini sering kali menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut besar
dengan gigi besar dan tajam.Ikan gabus biasanya didapati di danau, rawa,
sungai, dan saluran air hingga ke sawah. Ikan ini memangsa ikan-ikan kecil,
serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk berudu dan katak (Suprayitno,
2017).
Ikan gabus (Channa Striata) adalah ikan air tawar yang bersifat
karnivora. Makanannya adalah cacing, katak, anak-anak ikan, udang,
insektadan ketam.Ikan gabus akhir-akhir ini mendapatkan perhatian dari
masyarakat.Khususnya untuk bidang kesehatan.Sebab, ikan gabus merupakan
salah satu bahan pangan alternatif sumber albumin bagi penderita hipoalbumin
(rendah albumin) dan luka.Baik luka pasca operasi maupun luka
bakar.Bahkan, di daerah perdesaan, anak laki-laki pasca khitan selalu
dianjurkan mengonsumsi ikan jenis ini agar penyembuhan lebih cepat.
Caranya, daging ikan gabus dikukus, digoreng, direbus, disteam dan
dipanggang. sehingga memperoleh filtrat, yang kemudian dijadikan menu
ekstra bagi penderita hipoalbumin dan luka. Pemberian menu ekstra filtrat
ikan gabus tersebut berkorelasi positif dengan meningkatkan kadar albumin
plasma dan penyembuhan luka pasca operasi. Belakang ini, albumin dari ikan
gabus banyak diminati oleh masyarakat sebagai sumber alternatif pengganti

6
7

Human Serum Albumin(HSA) yang harganya sangat mahal. Kemampuan


ekstrak albumin dari ikan gabus telah terbukti dapat menggantikan serum
albumin impor tersebut. Namun albumin merupakan jenis protein yang mudah
rusak oleh panas. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan mutu dari albumin adalah dengan teknik pemanasannya
(Suprayitno, 2017)

Gambar 2.1 Ikan gabus( Channa Striata)


1. Klasifikasi Ikan Gabus (Channa Striata)
Klasifikasi pada ikan gabus (Channa Striata) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Perciformis
Family : Channidae
Genus : Channa
Species : Channa Striata
2. Strain ikan gabus
Terdapat 3 spesies ikan genus Channa selainC. Striata, yaitu : C.
Pleuropthalmus, C. Lucius danC. Micropeltes Keragaman jenis ikan famili
Channidae yang ada ditunjukkan oleh perbedaan morfologi dari setiap
spesies yang ada. Morfologi ini merupakan hasil penampakan fenotipe
yang merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan
habitatnya. Dalam membedakan fenotipe beberapa spesies ikan dari famili
Channidae secara jelas dapat dilakukan dengan melihat morfologi secara
langsung (Resfiza, Muslim, & Sasanti, 2015).
8

a. Channa Striata
Nama lokal : Ikan gabus
Pakan/isi lambung : Ikan kecil, serangga, kodok kecil dan udang
Lingkungan hidup : Sungai, rawa, danau, tepi/pinggiran perairan,
kedalaman air 0,5-1 meter ph 4,5-6 unit, oksigen
terlarut 3,5-4,5 mg/l, suhu air 25-290C.
Ciri morfologi : Sisi atas tubuh dari kepala hingga ke
ekorberwarna gelap, hitam kecoklatan atau
kehijauan. Sisi bawah tubuh putih, mulai dagu ke
belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal
(striata, bercoret-coret) yang agak kabur. Warna
ini seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya.
Mulut besar, dengan gigi-gigi besar dan
tajam(Muslim & Sriwijaya, 2018).

Gambar 2.2 Channa Striata

b. Channa pleurophtalamus
Nama lokal : Serandang
Pakan/isi lambung : Ikan kecil
Lingkungan hidup : Sungai dan rawa, kedalaman air lebih dari 1-
4meter, pH 4-6 unit, oksigen terlarut 4.2–
5.3.mg/l, suhu air 25-29oC.
Ciri morfologi : Ada totol hitam ditubuh (bagian tutup insang dan
badan serta pangkal ekor), sisik berwarna
kekuning-kuningan, perak dan hitam (Muslim &
Sriwijaya, 2018).
9

Gambar 2.3Channapleurophtalamus
c. Channa Lucius
Nama Lokal : Bujuk
Pakan/isi lambung : Ikan kecil, udang kecil, insekta air
Lingkungan Hidup : Rawa-rawa kedalaman air 1-2 meter pH 4-5
unit,oksigen terlarut 4.0 4.5 mg/l, suhu air 25-
29oC.
Ciri Morfologi : Warna tubuh lebih gelap, sepanjang tubuh berupa
loreng hitam tengah badan berselang seling motif
hitam dikelilingi warna kecoklatan, bentuk kepala
lebih lancip (Muslim & Sriwijaya, 2018).

Gambar 2.4 Channa Lucius


d. Channa micropel
Nama lokal : Toman
Pakan/isi lambung : Ikan sedang jenis kepras, kebarau
Lingkungan hidup : Sungai, kedalaman air lebih dari 2meter, pH 5-6
unit, oksigen terlarut 4.3–5.2 mg/l, suhu air 25-
29oC.
10

Ciri morfologi : Garis linear lateralis berwarna hitam disepanjang


tubuh, ada totol ditubuh warna hitam, bagian
perut berwarna putih (Muslim & Sriwijaya,
2018).

Gambar 2.5 Channa micropel

3. Bobot Ikan Gabus Masa Panen


Ikan gabus merupakan ikan air tawar Secara umum ikan gabus
(Channa striata) memiliki pola pertumbuhan allometrik atau pertambahan
bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang badan, hal ini berkaitan
dengan sifat agresifnya dalam mencari makan. Ikan ini memangsa
berbagai ikan kecil, serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk
berudu dan kodok.
Sehingga ikan gabus mempunyai bobot awal 100 g/ekor selama
pembesaran, Setelah masa pemeliharaan selama 3-5 bulan bobot tubuh
mencapai 500 g/ekor dan ikan gabus siap dipanen.

4. Kandungan Gizi Ikan Gabus


Ikan gabus selain lezat rasanya juga memiliki kandungan gizi yang
cukup lengkap. Komposisi kimia daging ikan gabus per 100 gram bahan
dapat dilihat pada tabel 2.1 (Suprayitno, 2017)
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ikan Gabus Per 100 gr

No Unsur Gizi Jumlah Satuan

1 Energi 116 Kal

2 Air 69,6 G
11

3 Protein 25,2 G

4 Lemak 1,7 G

5 Kalsium 62 Mg

6 Fosfor 176 Mg

7 Besi 0,9 Mg

8 Karbohidrat 0 G

9 Vitamin A 45 Mcg

10 Vitamin B 0,04 Mg

11 Vitamin C 0 Mg
Sumber : (Lawang, 2013)

Tabel 2.2 Komponen protein ikan gabus


Ikan gabus
No Jenis Protein
sungai (%)
1 Tidak teridentifikasi 5,7
2 Ceruplasmin 1,9
3 B-Galaktosidase -
4 Tidak teridentifikasi 1,5
5 Tidak teridentifikasi 1,1
Sumber : (Suprayitno, 2017).
6 Plasminogen 6,4
5. Manfaat lain 7 Transferin 1,4 ikan
gabus bagi 8 Albumin 6,6
kesehatan 9 Glutamat Dehidrogenasi -
10 Ig G Heavy Chain 3,4
Ikan gabus
11 Enolase 28,8
memiliki 12 Carboxipeptidase 6,1
berbagai
macam 13 Tidak teridentifikasi 3,3 khasiat
karena 14 Carbonic anhidrase -
15 Chymotripsinogen 4,2
kandungan
16 Tripsin -
albuminnya yang
17 Laktoglobulin 4,2
tinggi dan 18 Avidin - telah
banyak 19 Laktabumin -
20 Tripsin Inhibitor -
dibuktikan oleh
21 Laktoperoksidase -
22 Plasminogen -
23 Piruvat Kinase -
24 Futnarase -
12

masyarakat. Berikut adalah contoh beberapa buktu manfaat dan khasiat


ikan gabus :
a. Untuk mengobati luka
Ikan gabus sebagai obat luka dikembangkan oleh jurusan
farmasi MIPA Unlam. Dalam bahasa latin disebut Channastriatus
menjadi obat penyembuh luka, utamanya luka bakar.

b. Untuk membesarkan kelamin


Sebagian besar masyarakat dahulu, ikan gabus digunakan untuk
memperbesar alat kelamin pria dengan lender kulit ikan gabus.
c. Untuk menyembuhkan penyakit kanker hati
Ikan gabus mengandung albumin yang dapat menyembuhkan
penyakit kanker hati. Albumin ialah salah satu jenis protein plasma
darah yang disintesis di dalam hati. Fungsinya sangat penting yaitu
menjaga tekanan osmotik plasma, membawa molekul-molekul kecil
melalui plasma maupun cairan ekstrasel, serta mengikat obat-obatan
(Suprayitno, 2017).

B. Albumin
Protein yang paling banyak terdapat diplasma darah adalah albumin.
Albumin menyumbang 50-60% dari total protein plasma. Antara lain albumin
pada telur laktalbumia, albumin serum dalam protein susu, leukosin serealia
dan legumen dalam biji polong. Protein globuler yang larut dalam air dan
garam adalah albumin. Pada suhu 250C. Ph >6 protein globuler terkoagulasi
oleh panas dan mengendap pada ammonium sulfat jenuh serta memiliki berat
molekul ±66.000 daltons, dan terdiri dari 585 asam amino (Suprayitno, 2017).
Albumin tersusun dari asam amino dan termasuk protein lengkap yang
dibangun oleh sejumlah asam amino efensial dan non efensial. Kandungan
protein pada ikan gabus cukup tinggi dibandingkan dengan ikan lain yaitu
sebesar 25,2 g/100g daging segar dan ikan gabus mengnadung albumin
62,24g/kg (Suprayitno, 2017).
13

Albumin merupakan jenis protein terbanyak didalam plasma yang


mencapai kadar 60%. Protein yang larut dalam air dan mengendap pada
pemanasan itu merupakan salah satu konstituen utama. Ia dibuat oleh hati.
Karena itu albumin juga dipakai sebagai tes pembantu dalam penilaian fungsi
ginjal dan saluran cerna. Kalau anda sulit membayangkan rupa albumin,
bayangkanlah putih telur. Berat molekulnya bervariasi tergantung spesies
yang terdiri dari 584 asam amino. Golongan protein ini paling banyak
dijumpai pada telur (albumin telur), darah (albumin serum), dalam susu
(laktalbumin). Berat molekul albumin plasma manusia 69.000, albumin telur
44.000, dalam daging mamalia 63.000.
Albumin memiliki sejumlah fungsi :
1. Mengangkat molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel.
Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolisme asam lemak bebas
dan bilirubin dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi
harus di angkat melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat
dimetabolisme atau di ekskresi.
2. Memberi tekanan osmotik didalam kapiler. Albumin bermanfaat dalam
pembentukan jaringan sel baru. Karena itu dalam ilmu kedokteran,
albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh
yang terbelah, misalnya karna operasi, pembedahan, atau luka bakar.
Faedah lainnya albumin bias menghindari timbulnya sebab paru-paru dan
gagal ginjal serta sebagai cairier factor pembekuan darah (Suprayitno,
2017).
Pendeknya, albumin memiliki aplikasi dan kegunaan yang luas dalam
makanan atau pangan serta produk farmasi. Dalam produk industri pangan
albumin anatara lain berguna dalam pembuatan es Krim, bubur manula,
permen, roti dan podeng bubuk. Sedangkan dalam produk farmasi, antara lain
dimanfaatkan untuk pengocokkan (whipping). Tegangan atau penenang dan
sebagai emulsifier. Kadar albumin yang rendah dapat dijumpai pada orang
yang menderita penyakit hati kronik, ginjal, saluran cerna kronik, infeksi
tertentu.
14

Albumin merupakan protein globular yang mempunyai 5 sifat sebagai


berikut :
1. Albumin larut dalam 2,03 mol/L ammonium sulfat paha suhu 25 0C dan
pH > 6.
2. kecepatan gerak dalam elektroforesa adalah 6,0 didalam buffer
berkekuatan ion 0,1 dan pH 8,6.
3. Berat monekul albumin kira-kira 66.000 da dan dapat terendapkan pada
kecepatan 4,5.
4. Merupakan protein bebas karbohidrat.
5. Merupakan komponen utama dalam pembentukan serum normal manusia
(Suprayitno, 2017).
Dalam tubuh, albumin mempunyai 2 fungsi penting, yaitu mengatur
tekanan osmotik dalam kapiler dan menganggkut molekul-molekul kecil
melewati plasma dan cairan ektra sel. Albumin juga berperan dalam regulasi
pergerakan air antara jaringan dan aliran darah dan osmosis. Dalam
menjalankan fungsi pertama, albumin bertanggung jawab terhadap 70%
tekanan osmotik koloid yang mencegah cairan keluar dari kapiler dan
kemudian masuk ke ruang interstisial. Tekanan asmotik koloid plasma
disebabkan oleh protein.karena protein merupakan satu-satunya zat terlarut
dalam plasma yang tidak mudah terdifusi kedalam ruang terstesial.Molekul-
molekul kecil yang kurang larut air seperti asam lemak bebas diangkat oleh
albumin, Bilirubin. Mengikat asam alimino dan katian kecil (Suprayitno,
2017).
Secara normal 150-250 mg Albumin/kg berat badan disintesis tiap
harinya dalam tubuh oleh manusia dewasa sebagai besar albumin dikat oleh
reticulum endoplasma. Sekitar separuh ditemukan dalam nitokondrio.
Sebagian kecil terdapat pada nuclei dan lisosoma. Dalam tubuh albumin
didistribusikan secara vascular dalam plasma dan secara ektravoskuler dalam
kulit,otot, dan beberapa jaringan lain. sintesis albumin mengalami penurunan
pada sejumlah penyakit khususnya pada penyakit-penyakit hati.orang yang
menderita ginjal berat kehilangan sebanyak 20 mg protein plasma setiap hari
selama beberapa bulan dalam urine,sedangkan edemo jadi saat mula-mula
15

dianggap sebagai akibat turunnya kadar serum albumin. hal ini selalu terjadi
pada penderita kuashiorkor atau penderita kekurangan protein dalam darah
(Suprayitno, 2017).
Albumin adalah protein yang paling umum didalam darah. Hal ini
penting untuk pengalihan cairan tubuh secara benar. Albumin membantu
memindahkan molekul kecil diseluruh tubuh. Karena albumin dibuat oleh hati
(Nugroho, 2013). Albumin merupakan salah satu jenis protein darah yang
diproduksi oleh hati (hepar). Hati yang normal mampu memproduksi 11-15g
albumin/hari (Nuraeni, 2013).

Peran utama albumin didalam tubuh sangat penting, yaitu membantu


pembentukan jaringan sel baru. Tanpa albumin, sel-sel didalam tubuh akan
sulit beregenerasi sehingga cepat mati dan tidak berkembang. Albumin juga
berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Didalam ilmu kedokteran,
albumin biasanya dimafaatkan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel
tubuh, misalnya karena operasi atau pembedahan, itulah sebabnya pasien pasca
operasi sangat dianjurkan mengonsumsi ikan gabus (Kusmini et al., 2016).
1. Manfaat Lain dari Albumin Diantaranya Adalah :
a. Mencegah kelelahan/meningkatkan stamina.
b. Meningkatkan/mengembalikan metaboli dan kekuatan tubuh.
c. Memperbaiki/meningkatkan metabolisme lipo(protein) dan dasar.
d. Meningkatkan energi dan kehidupan dalam tubuh.
e. Mengatur dan mengurangi jumlah asupan lemak ke tubuh.
f. Menghindari gangguan pada pembuluh darah.
g. Memperkuat gerakan tubuh
h. Menormalkan gula darah.
i. Menjaga ketahanan stamina olahragawan,pekerja berat secara fisik.
j. Meningkatkan daya kemampuan seksual (Suprayitno, 2017).
2. Adapun Fungsi Albumin sebagai berikut :
Albumin merupakan protein plasma yang berfungsi sebagai
berikut:
a. Mempertahankan tekanan osmotik plasma agar tidak terjadi edema.
Dalam fungsinya sebagai pemelihara tekanan osmotik, albumin
16

menahan air plasma terutama pada kapiler arteri dengan


mempertahankan tekanan filtrasi. Sebaliknya pada kapiler vena
tekanan hidrostatiknya lebih rendah dari arteri. Bila karena suatu hal
albumin menurun maka tekanan osmotik akan menurun, dan
menyebabnya aliran akan lebih berat ke arah ekstravaskular dan
albuminnya sendiri akan lebih banyak berdifusi ke luar sirkulasi,
sehingga menambah berat keadaan.
b. Membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan
senyawa endogen dalam tubuh terutama substansi lipofilik
(fungsi metabolit, pengikatan zat dan transport carrier).
c. Anti-inflamasi
d. Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda
bermuatan listrik,
e. Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas
eksogenoleh leukosit polimorfonuklear,
f. Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah
masuknya kuman-kuman usus ke dalam pembuluh darah, agar tidak
terjadi peritonitis bakterialis spontan
g. Memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil melalui banyak
gugus bermuatan negatif yang dapat mengikat gugus bermuatan
positif pada antitrombin III (heparinlikeeffect)
h. Inhibisi agregrasi trombosit (Bennett, 2014).
3. Faktor yang Mempengaruhi Kadar dan Kerja Albumin
Kadar albumin dalam darah maupun fungsi albumin yang optimal
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a. Makanan atau gizi zat-zat gizi atau komponen gizi yang terdapat dalam
makanan yang dimakan digunakan untuk menyusun terbentuknya
albumin yaitu Fe (zat besi) dan protein.
b. Fungsi hati dan ginjal
c. Penyakit yang menyertai penyakit yang diderita membutuhkan lebih
banyak zat gizi dan oksigen untuk pembentukan energi guna
penyembuhan penyakit yang diderita (Bennett, 2014).
17

4. Hipoalbumin
a. Kwashiorkor
Penyakit kwashiorkor ini merupakan penyakit yang terjadi akibat
kekurangan albumin. Penyakit ini paling banyak ditemukan pada anak-
anak usia 1 hingga 3 tahun.
Ciri-ciri :
1) Mengalami kelelahan yang tinggi
2) Terjadi pembengkakan pada perut, juga pada punggung kaki dan
tangan
3) Sering mengalami diare
4) Berwajah bulat
5) Pandangan mata sayu
6) Rambut menjadi kusam, tipis hingga kemerahan dan gampang
dicabut
7) Kehilangan nafsu makan dan gambang rewel
8) Hati berlemak dan membesar
9) Kekeringan pada kulit sehingga bersisik dan pecah-pecah
10) Luka sulit untuk sembuh
11) Sering disertai dengan infeksi yang akut
12) Anemia dan xeroftalmia (kekurangan vitamin A pada mata)
b. Cachexia
Penyakit cachexia merupakan penyakit yang menyerang
seseorang akibat kekurangan albumin.
Ciri-ciri :
1) Kerap merasa lelah walaupun hanya beraktivias ringan
2) Menipisnya otot rangka.
3) Terjadinya degradasi albumin.
4) Berat badan menurun secara extream.
c. Rambut rontok
Rambut yang rontok secara tidak normal bisa terjadi akibat tubuh
kekurangan albumin.
Ciri-ciri :
18

1) Rambut mudah lepas saat menyisir ataupun keramas.


2) Banyak rambut berguguran saat bangun tidur.
3) Banyak rambut yang menempel pada baju yang digunakan.
d. Kelelahan
Tubuh yang sering mengalami kelelahan merupakan salah satu
tanda bahwa sesorang kekurangan albumin jika albumin ini tidak cukup
untuk tubuh, maka jaringan otot yang mengalami kelelahan bisa rusak
sehingga tidak dapat melakukan regenerasi.
Ciri-ciri :
1) Gampang merasa resah.
2) Sering jatuh tertidur saat duduk atau saat melaukan aktivitas.
3) Merasa kurang keseimbangan pada tubuh.
4) Mudah marah.
5) Sulit berkonsentrasi.
5. Hiperalbumin
a. Gagal ginjal.
Konsumsi albumin yang berlebih, maka akan membuat ginjal
terpaksa bekerja lebih ekstra untuk membuang semua kelebihan
nitrogen pada tubuh dan akhirnya membuat seseorang mengalami gagal
ginjal .
Ciri-ciri :
1) Kepala merasa pusing hingga sulit berkonsetrasi
2) Rasa gatal sehingga meninggalkan ruam pada tubuh
3) Rasa kedinginan pada tubuh
4) Mengalami sesak nafas
5) Merasa sakit pada daerah sekitar pinggang
b. Osteoporosis
Konsumsi albumin secara berlebihan ternyata dapat menyebabkan
kalsium berkurang. Jika ini terajdi, maka tubuh bisa mengambil kalsium
dari gigi dan tulang agar keseimbangan tubuh tetap terjaga. Namun
walaupun tubuh banyak memiliki kalsium dalam tubuh, akan tetapi
tubuh sulit untuk menyerap senyawa yang dapat membentuk kalsium
19

fosfat. Sehingga, kurangnya kalsium yang diserap oleh tubuh


mengakibatkan seseorang rentan terhadap osteoporosis.
Ciri-ciri :
1) Tinggi badan menjadi berkurang sering mengalami nyeri pada
sekitar punggung secara tiba-tiba.
2) Tulang jadi rapuh atau patah
3) Mengalami perubahan struktur bentuk tubuh

C. Pemanasan
Pengolahan bahan pangan merupakan pengubahan bentuk asli kedalam
bentuk yang mendekati bentuk untuk dapat segera dimakan. Salah satu proses
pengolahan bahan pangan adalah menggunakan pemanasan. Proses
pemanasan makanan bertujan membunuh mikroorganisme yang merugikan
seperti bakteri, protozoa, kapang, khamir dan suatu proses untuk
memperlambat pertumbuhan mikroba pada makanan namun dapat pula
merusak zat gizi yang terkandung didalam makanan salah satunya kadar
albumin.biasanya proses pemanasan dilakukan dengan cara mengukus,
merebus, menggoreng dan memanggang. proses pemanasan dengan suhu
tinggi dapat merusak kadar albumin. Keadaan tersebut dapat terjadi karena
dengan semangkin tingginya suhu pemanasan maka energy kinetic akan
semangkin meningkat yang menyebabkan getaran molekul menjadi
semangkin cepat dan keras, sehingga menyebabkan putusnya hidrogen dan
interaksi hidrofobik (Devi, 2010).
Pengolahan pangan dengan menggunakan pemanasan dikenal dengan
proses pemasakan yaitu proses pemanasan bahan pangan dengan suhu 100⁰ C
atau lebih dengan tujuan utama adalah memperoleh rasa yang lebih enak,
aroma yang lebih baik, tekstur yang lebih lunak, untuk membunuh mikrobia
dan menginaktifkan semua enzim. Dalam banyak hal, proses pemasakan
diperlukan sebelum kita mengonsumsi suatu makanan. Pemasakan dapat
dilakukan dengan perebusan dan pengukusan (boiling dan steaming pada suhu
100⁰ C), broiling(pemanggangan daging), baking (pemanggangan roti),
roasting (pengsangraian) dan frying(penggorengan dengan minyak) dengan
20

suhu antara 150⁰- 300⁰ C. Penggunaan panas dalam proses pemasakan sangat
berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan tersebut (Dian Sundari, et.al.).
oleh karena itu, masyarakat harus memperhatikan teknik pengolahan
dalam memasak ikan gabus agar dapat mempertahankan kadar albuminnya.

1. Macam-Macam Pemanasan
a. Mengukus adalah memasak dengan cara pemaparan uap langsung pada
makanan. Bahan makanan yang sering dikukus adalah sayuran,baik
segar atau pun beku dan bahan lainnya. Mengukus dapat mengurangi
kehilangan vitamin yang larut seperti yang terjadi bila sayuran direbus.
Mengukus dengan tekanan tinggi biasanya dilakukan terhadap daging
ayam dan ikan (Rusilanti, 2014).
Pengukusan bertujuan untuk melunakkan tulang dan duri-duri ikan,
menghilangkan bau anyir dan amis, serta mematangkan dan
meningkatkan kelezatan daging ikan. Mengukus ikan agak berbeda
dengan bahan lain. Pengukusan ikan sebaiknya menggunakan dandang
bima. Bila menggunakan dandang biasa, sarangan perlu dialasi dengan
kain saring yang berukuran cukup besar sehingga ikan dapat
dikeluarkan dengan sekali angkat. Ikan diatur dalam sarangan, setiap
lapisan diberi pembatas kain saring agar tidak lengket. Pengukusan
dilakukan selama 20 menit, terhitung sejak air sudah mendidih
(Suprapti, 2015).
Prinsip dari mengukus :
1) Memasak dengan tekanan rendah hanya cocok untuk sayuran dan
pudding yang membutuhkan waktu masak lama.
2) Memasak dengan tekanan tinggi akan mempercepat waktu
memasak, misalnya sayuran 30-35% lebih cepat sedangkan untuk
daging dan kacang-kacang kering 70-75 %.
3) Sayuran dan pudding harus dikukus pada baki yang berlubang-
lubang yaitu modul gastronorm alat yang dibuat khusus untuk
mengukus.
21

4) Sayuran beku hendaknya di kukus dengan kukusan tekanan tinggi.


b. Merebus adalah cara memasak dengan mencelupkan makanan dalam
cairan pada suhu antara 71-82oC.Pada suhu tersebut tidak keliahatan
pergerakan cairannya. Ini merupakan cara memasak yang halus/lembut
dan cocok untuk makanan seperti ikan, telur dan buah yang
lunak.Merebus dapat dilakukan diatas kompor atau dalam oven.
Prinsip merebus :
1) Makanan yang akan di rebus dapat disusun dalam beki cekung atau
dangkal,biasanya hanya 1 lapis.
2) Air, kaldu, sirup atau susu dapat digunakan sebagai cairan untuk
merebus.
Proses perebusan dapat menurunkan nilai gizi karena bahan pangan
yang langsung terkena air rebusan akan menurunkan zat gizi terutama
vitamin-vitamin larut air (seperti vitamin B kompleks dan vitamin C)
dan juga protein. Pada bahan pangan hewani seperti ikan yang lebih
banyak mengandung protein, perebusan dapat mengurangi kadar air
dalam daging. Perebusan pada suhu 100⁰ C mengakibatkan protein
akan terkoagulasi sehingga air dari dalam daging yang dikeluarkan
lebih besar dibandingkan dengan bahan pangan nabati dengan kadar
protein lebih rendah. Perebusan dapat menurunkan kadar protein
dalam bahan pangan, ini karena pengolahan dengan menggunakan
suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi
koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya.
(Dian Sundari, et.al.).
c. Menggoreng adalah mengolah makanan dengan cara memasukkan
bahan makan kedalam minyak panas menggoreng biasanya dilakukan
terhadap makan sumber protein seperti daging sapi, daging ayam, ikan
dan telur. Yang perlu diperhatikan dalam proses penggorengan ini
adalah
1) Suhu menggoreng biasanya mencapai 160oC dan sebagai zat gizi
diperkirakan akan rusak diantaranya vitamin dan protein.
22

2) Suhu penggorengan yang cukup tinggi menyebabkan makanan


menjadi sangant mateng dan memicu terjadinya reaksi browing
(pencoklatan) dan akhirnya muncul senyawa anima-anima
heterosiklis penyebab kanker.
3) Selain penurunan kadar zat-zat gizi karena rusak, kesalah teknik
menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya.
4) Apabila minyak belum siap untuk menggoreng, kadang-kadang
bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak.
5) Pada saat menggoreng usahakan agar suhu tidak melebihi titik
asap(suhu pada saat minyak goreng mengeluarkan asap) dan
jangan terlalu kering atau gosong agar protein tidak rusak.
6) Produk-produk hewani, seperti daging atau telur, sebaiknya
dimasak sampai matang. Itu karena kondisi setengah matang atau
kurang matang akan menimbulkan ancaman keadaan pangan
(Pramitha, 2018).

Di tingkat rumah tangga proses pemasakan dengan menggoreng


termasuk paling sering dilakukan oleh masyarakat. Proses
penggorengan bahan pangan menurunkan kadar protein lebih tinggi
Suhu menggoreng biasanya mencapai 160⁰ C dibanding perebusan
dengan suhu biasanya mencapai 1000C karena suhu yang digunakan
sangat tinggi maka protein akan rusak. Selain pengaruh dari suhu
panas minyak goreng juga dapat menurunkan kadar protein karena
pada proses penggorengan sebagian minyak goreng akan menempati
rongga-rongga bahan pangan menggantikan posisi air yang menguap
sehingga konsentrasi protein persatuan berat bahan menjadi lebih kecil
(Dian Sundari, et.al.).
d. Memanggang
Memanggang adalah proses memasak dengan pancaran atau
radiasi panas dari bawah. Memangga merupakan suatu proses
pengolahan yang cepat dengan panas tinggi, biasanya digunakan untuk
daging, ayam, ikan dan beberapa masakan sayuran. Memanggang
23

memerlukan pengalaman agar secara cepat dapat menetapkan suhu,


dan waktu pengolahan.
Prosedur memanggang :
1) Panaskan peralatan dengan panas maksimum. Pengaturan
temperatur pengolahan dengan cara menggerakkan rak menjauhi
atau mendekati sumber panas. Jika menggunkan alat grille maka
aturlah suhu yang sesuai.
2) Untuk masak-masakan yang besar, tebal dan masakan-masakan
yang dimasak welldone gunakan panas yang rendah, sedangkan
untuk masak-masakan yang memiliki potongan-potongan tipis dan
masakan yang setengah masak gunakan panas tinggi. Hal ini
penting diperhatikan supaya bagian luar dan bagian dalam dapat
masak pada saat yang sama. Namun jangan pernah memanggang
filet ikan karena tidak akan berhasil.
3) Panaskan dahulu alat pemanggang ini akan membantu
mempercepat hasil yang di panggang, juga panaskan alat
pemanggang saat membantu untuk mendapatkan makanan sesuai
yang diinginkan.
4) mencelupkan makanaan ke minyak akan mencegah lengket dan
memperkecil kekeringan bahan menjadi kering. Pada bahan
makanan yang berlemak hal ini tidak perlu dilakukan tetapi satu
hal harus diperhatikan bahwa terlalu banyak minyak
menyebabakan mudah terbakar.
5) Baliklah makanan satu kali saja agar dua sisinya masak. Dan
hindari penanganan yang tidak perlu (Hamidah, 2018).

Pada saat memanggang daging ikan usahakan jangan terlalu lama agar tidak
timbul zat yang bersifat karsinogen (pencetus kanker) kalau bisa sebelum
dipanggang makanan diempukan dulu dengan memasukkan kedalam microwave
selama 2 menit untuk mengurangi waktu lama pemanggangan (Devi, 2010).
24

D. Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau di diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang (Khopkar, 2014).
Kelebihan spektrofotometri dibandingkan dengan fotometer adalah
panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada
fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh
dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak
mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis,
melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40nm. Sedangkan pada
spektrofotometrii, panjang gelombang yang banar-benar terseleksi dapat
diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu
spektrofotometri tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator,
sel pengabsorpsi untuk larutan samper atau blangko dan suatu alat untuk
mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding
(Khopkar, 2014).
1. Spektrofotometri uv-vis
Penggunaan spektrofotometri uv-vis dalam analisis farmasi adalah
untuk analisis kualitatif, walaupun terbatas penggunaannya, serta analisis
kuantitatif. Kebanyakan spektrofotometri uv-vis ditunjukan untuk analisis
kuantitatif. Kedua analisis ini memanfaatkan proses penyerapan sinar uv-
25

vis oleh bagian molekul tertentu, seperti kromofor dan auksokrom. Untuk
analisis kualitatif paramenter spektrum uv-vis yang digunakan adalah
panjang gelombang maksimal dan nilai absorptivitasnya. Sementara untuk
analisis kuantitatif, paramenter yang bermanfaat adalah nilai serapan dan
absorbansinya (Gandjar, 2018).

Gambar 2.6 Spektrofotometri Uv-vis

2. Metode Lowry-Follin
metode lowry-follin merupakan pengembangan dari metode biuret.
metode lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
(follin-ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan
typtophan. reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca
diantara 500-750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan albumin
dengan konsetrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm
yang dapat digunakan untuk menentukan kadar albumin dengan
konsentrasi rendah. metode ini lebih sensitif untuk albumin
dbandingkan metode biuret. Pada metode lowry-Follin ini sering
digunakan larutan protein standar yaitu Bovine Serum Albumin (BSA).
Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang larut dalam
air dan terkoagulasi oleh panas (Purwanto, 2014).
Keuntungan metode lowry ini adalah lebih sensitif(100 kali) dari
pada metode biuret sehingga memerlukan sampel yang lebih sedikit
26

batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0,01 mg/ml. Namun metode


lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Silaban,
2016).

E. Kerangka Teori

Ikan Gabus

Strain Ikan Gabus

Channa Channa Channa Channa


Pleurophtalamu Striata Lucius Mikropel
s
27

Kandungan Kadar Albumin


pada Ikan Gabus

Tanpa Pemanasan Pemanasan Pemanasan Pemanasan


Pemanasan dengan dengan dengan dengan
mengukus merebus mengoreng memanggang

Pengukuran
Kadar Albumin

Menggunakan
Spektrofotometri
UV-Vis

Gambar 2.7 Kerangka TeoriPerbedaan Teknik Pemanasan Terhadap Kadar


Albumin Pada Ikan Gabus (Channa striata) Metode
Spektrofotometri
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN, DEFINISI
OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


1. Ikan Gabus Yang Dikukus Kadar Albumin Ikan
Selama 15 Menit Gabus
2. Ikan Gabus Yang DiRebus
Selama 15 Menit
3. Ikan Gabus Yang
Dipanggang Selama 15
Menit
4. Ikan Gabus Yang
Digoreng Selama 15 Menit

Variabel Pengganggu

1. Suhu*
2. Umur Ikan
3. Bobot ikan

Keterangan : : Dilakukan penelitian


: Tidak dilakukan penelitian
* : Dikendalikan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Perbedaan Teknik Pemanasan Terhadap
Kadar Albumin Pada Ikan Gabus (Channa striata) Metode
Spektrofotometri

B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2017b).

1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau


yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

24
25

(Sugiyono, 2017b).Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Ikan gabus


(Channa Striata)
2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya varibel bebas (Sugiyono, 2017b).Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah Kadar Albumin
3. Variabel interverning (pengganggu) adalah variabel yang secara teoritis
mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dipenden
menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak diamati dan diukur
(Sugiyono, 2017b).Variabel pengganggu di dalam penelitian ini adalah
suhu, umur ikan dan bobot ikan.

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Perbedaan Teknik Pemanasan Terhadap
Kadar Albumin Pada Ikan Gabus (Channa striata) Metode
Spektrofotometri
Hasil Skala
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Ukur ukur
Variabel Bebas
1. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang Dikukus melalui pemanasan Ceklis Tidak
menggunakan uap air dalam
wadah tertutup
2. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang Rebus dengan cara direndam dalam Ceklis Tidak
air mendidih
3. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang dengan cara dipanaskan di Ceklis Tidak
Dipanggang atas bara api
4. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang dengan cara dimasak Ceklis Tidak
Digoreng menggunakan minyak sebagai
medium penghantar panas
Variabel Terikat
1. Albumin protein plasma yang Pengukuran Spektrofoto g/dl Rasio
terkandung didalam ikan metri
gabus
Variabel
Pengganggu
o
1. Suhu Derajat panas yang terjadi saat Observasi Termometer C Interval
pengolahan
26

D. Hipotesis
Hipotesis yang merupakan jawaban sementara rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
seabagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
yang empiris (Sugiyono, 2017b). Dalam penelitian ini menggunakan Hipotesis
Alternatif (Ha)
Ha : Ada perbedaan kadar albumin pada ikan gabus dengan
menggunakan teknik pemanasan yang diukur secara
spektrofotometri.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan berbentuk penelitian eksperimen semu
(Quasi Eksperimen) adalah eksperimen yang mempunyai kelompok kontrol,
tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel
luar yang mempengaruhi eksperimen (Siswanto, 2017). Desain dalam
penelitian ini adalah eksperimental semu.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
subyek/objek yang mempunyai kualitas dan karakterisasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Populasi pada penelitian ini adalah
Ikan Gabus (Channa Striata) yang terdapat di daerah Kabupaten Sanggau
Kecamatan Tayan Desa Embangai, Kalimantan Barat.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi itu (Sugiyono, 2017). Sampel
pada penelitian ini adalah Ikan gabus yang di kukus, ikan gabus yang
direbus, ikan gabus yang di panggang dan ikan yang di goreng.
a. Kriteria sampel
1) Kriteria Ikan Gabus
Ikan gabus yang direbus, ikan gabus yang di rebus, ikan
gabus yang dipanggang dan ikan gabus yang digoreng berasal
dari ikan gabus yang beratnya sekitar 500 gram, ikan gabus segar,
tidak busuk, dan tidak cacat kemudian dibuang sisik dan isi
perutnya lalu dicuci dengan air yang mengalir sampai sisa kotoran
dan darah hilang.

27
28

b. Penentuan Jumlah Sampel


Penentuan jumlah replikasi pada sampel dapat dihitung
berdasarkan rumus Frederer (Syahdrajat, 2015), yaitu:
Rumus: ( r – 1 ) ( t – 1 ) ≥ 15
Keterangan: r = jumlah replikasi
t = jumlah kelompok perlakuan
Jika jumlah perlakuan ada 2 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
perlakuan dapat dihitung:
(r – 1) (t – 1) ≥ 15
(r – 1) (4– 1) ≥ 15
(r – 1) (3) ≥ 15
3r – 3 ≥ 15
3r ≥ 15 + 3
r≥6
Maka didapatkan nilai r = 6 Untuk itu dilakukan 6 kali pengulangan
pada masing-masing perlakuan.Jadi, jumlah sampel minimal yang
digunakan adalah 24.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan
atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.

C. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Penelitian dilakukan di Laboratorium
Kimia Politeknik Negeri Pontianak.
2. Waktu Penelitian.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2018 sampai dengan
bulan Mei 2019.
29

D. Jenis Data Penelitian


1. Data Primer
Data primer didapat langsung dari hasil pengamatan observasi
dengan pengukuran kadar Albumin pada ikan gabus yang di kukus, ikan
gabus yang di rebus, ikan gabus yang di panggang dan ikan gabus yang di
goreng.

E. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan setelah dilakukan pengaruh
beberapa teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan gabus yang
dimasukan kedalam tabel pemeriksaan.
2. Instrumen Pengumpulan Data
a. Lembar ceklis
b. Spektrofotometri uv-vis
c. Termometer

F. Pengukuran dan Pengamatan Variabel Penelitian


1. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan untuk perngaruh teknik pemanasan
terhadap kadar albumin pada ikan gabus adalah Spektrofotometri.
2. Prinsip Pemeriksaan
Sinar yang berasal dari sumber cahaya pada panjang gelombang
tertentu akan diserap dan menembus sampel didalam kuvet, sebagaian
akan diserap dan sebagian lagi akan di teruskan menuju elektron yang
akan dideteksi oleh detektor dan akan menunjukan nilai serapan/absorbasi
dari sampel.
3. Alat
a. Sprektrofotometri Uv-vis
b. Neraca analitik
c. Tabung Sentrifuge
d. Gelas ukur 100ml
30

e. Gelas piala 500 ml


f. Centrifuge
g. Gelas arloji
h. Dandang
i. Wajan
j. pemanggang
k. Pipet tetes
l. Labu ukur 100 ml
m. Erlenmayer 250 ml
4. Bahan
a. Sampel ikan gabus
b. Na2CO3
c. CuSO4H2
d. Na-K-Tartrat 1%
e. NaOH 0,1 N
f. Bovin Serum Albumin Filin-Ciocalteu Phenolreagenz
g. Aquadest
5. Persiapan sampel (Ikan Gabus)
a. Preparasi ikan gabus (Fuadi, 2017)
1) Ikan gabus yang digunsakan adalah ikan gabus yang segar, tidak
busuk, dan tidak cacat
2) Ikan gabus yang telah dipilih kemudian dimatikan dengan cara
direndam dalam air es selama 60 menit.
3) Kemudian dibersihkan dengan cara membuang isi perut, sisik,
sirip, ekor, kepala dan diambil bagian daging dengan cara difilet
sebanyak 100 gr.
4) Daging yang telah difilet dicuci kembali dengan menggunakan
aquadest.
5) kemudian olah ikan gabus sesuai perlakuan :
b. Pengukusan Daging Ikan Gabus (Afianti, 2015).
1) Rebus air dalam panci.
2) Siapakan ikan gabus yang telah dibersihkan tadi.
31

3) Tempatkan daging ikan gabus dalam keranjang kukusan.


4) Masukkan keranjang kukusan diatas air mendidih.
5) Tutup panci.
6) Kukus daging ikan gabus selama 30 menit.
7) Tiriskan daging ikan gabus.
8) Dinginkan daging ikan gabus
9) Lalu daging ikan gabus yang sudah dikukus di blender.
c. Perebusan Daging Ikan Gabus (Putranto, 2015).
1) Siapkan daging ikan yang telah di bersihkan.
2) Siapkan panci dan masukan air kira-kira ¾ panci.
3) Daging ikan dimasukkan ke dalam panci aluminium pada saat suhu
air mencapai 80°C.
4) Tutup panci.
5) Daging ikan direbus selama 30 menit.
6) Perebusan awal ini dilakukan untuk mempermudah pembersihan
daging dari tulang, darah dan lemak yang masih menempel pada
daging.
7) Tiriskan daging ikan gabus biarkan hingga dingin.
8) Lalu daging ikan gabus yang sudah direbus di blender.
d. Pemanggangan Daging Ikan Gabus (Latupeirissa, 2016).
1) Penaskan pemanggang dengan api sedang
2) Siapakan ikan gabus yang telah dibersihkan tadi.
3) Letakkan daging ikan gabus ke alat pemanggang yang berada
diatas api
4) panggang selama 300 menit.
5) Tiriskan daging ikan gabus.
6) Dinginkan daging ikan gabus.
7) Lalu daging ikan gabus yang sudah di panggang blender.
e. Penggorengan Daging Ikan Gabus (Latupeirissa, 2016).
1) Masukkan minyak kedalam wajan tunggu hingga minyak panas.
2) Siapakan ikan gabus yang telah dibersihkan tadi.
3) Masukkan daging ikan gabus kedalam minyak yang sudah panas.
32

4) Goreng daging ikan gabus selama 30 menit.


5) Tiriskan daging ikan gabus.
6) Dinginkan daging ikan gabus.
7) Lalu daging ikan gabus yang sudah di goreng blender.
6. Pembuatan reagen
a. Reagen lowry A (Kusuma, 2018).
2gr Na2CO3 di larutkan dalam NaOH 0,1N hingga batas 100 ml
dalam labu takar.
b. Reagen lowry B (Kusuma, 2018).
0,5 gr CUSO4.5H2O dilarutkan dalam natrium kalium tatrat 1%
hingga batas 100ml dalam labu takar.

7. Prosedur kerja
c. Uji Kuantitatif (Manggabarani,2018).
1) Daging ikan gabus (masing masing untuk yang mentah, yang sudah
dikukus,direbus, dipanggang dan digoreng).
2) diblender dan ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 10
Gram. Belender dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
supernatan atau filtrat albumin.
3) Daging ikan gabus yang dibelender dicampur dengan aquadest
dengan perbandingan 1:6.
4) daging ikan yang dihomogenkan tersebut disentrifius dengan
kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit, dan diperoleh supernatan atau
filtrat albumin.
5) ambil sampel sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan dengan aquadest sampai volume total 4 ml.
6) tambahkan 5.5 ml reagen lowry A dimasukan ke dalam tabung
reaksi dan dihomogenkan serta dibiarkan selama 10 – 15 menit pada
suhu kamar.
7) tambahkan 0.5 ml reagen lowry B dimasukan ke dalam masing-
masing tabung reaksi dan dikocok dengan cepat serta dibiarkan
sampai ± 30 menit sampai terbentuk warna biru.
33

8) Sampel yang telah ditetapkan dan telah membentuk warna biru


selanjutnya diukur absorbsinya pada panjang gelombang 650 nm
dengan menggunakan spektrofotometer UV vis.
G. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
1. Teknik Pengolahan Data
a. Penyuntingan (Editing)
Editing atau penyuntingan data dilakukan setelah data
diperoleh. Setiap data yang masuk diperiksa kelengkapannya agar data
yang kurang lengkap dapat segera di perbaiki. Serta dilakukan
pengecekan ulang agar tidak ada kesalahan, sehingga dapat dihasilkan
data yang benar dan akurat (Sujarweni, 2014).
b. Pengkodean (Coding)
Pengkodean merupakan kegiatan pemberian kode pada sampel
untuk mempermudah pengolahan data (Priyono, 2016). Sampel
diberikan kode sebagai berikut :
IG1 - IG6 = ikan gabus tanpa pemanasan 1-6
IGDS1 - IGDS6 = ikan gabus dengan pemanasan 1-6
c. Pemasukan Data (Entering)
Pemasukan data adalah kegiatan memindahkan data yang telah
diubah menjadi kode ke dalam mesin pengolah data (Sujarweni,
2014). Dari hasil penelitian pengukuran Albumin dari ikan gabus
menggunakan proses pemanasan dengan hasil % b/b dan ikan gabus
tanpa pemanasan ditulis dalam bentuk data, selanjutnya dimasukkan
ke dalam bentuk tabel.

2. Penyajian Data
Seluruh data disajikan dalam bentuk tabel hasil pengukuran
Albumin dari ikan gabus menggunakan proses pemanasan dengan hasil
% b/b dan ikan gabus tanpa pemanasan.
Tabel 4.1 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin pada ikan gabus
tanpa proses pemanasan dengan proses pemanasan
No. Kode Sampel Volume Titran Yang Kadar Bilangan Peroksida
34

Ditambahkan (ml) (Meq O2/Kg


1. IG1
2. IG2
3. IG3
Dst Dst
17. IGDS1
18. IGDS2
19. IGDS3
Dst Dst

H. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis secara
komputerisasi menggunakan Program SPSS. Data yang diperoleh dari hasil
penelitian akan dianalisis dengan menggunakan ujiAnava yang diolah secara
komputerisasi menggunakan program SPSS.
DAFTAR PUSTAKA

Fitri (2015) ‘Penetapan Kadar Albumin Dalam Ikan Gabus (Channa Striata)
Kukus Dengan Metode Spektrofotometri Visible’, Journal of Pharmacy
Science, Jawa Tengah, 6(1), pp. 8–17.
Fuadi, M. et al. (2017) ‘Uji Kandungan Albumin Ikan Gabus (Channa Striata )
dalam Perbedaan Lingkungan Air Albumin level Test of Snakehead Fish
(Channa Striata) in different salinity Environment’, Jurnal Ilmiah
Biosaintropis (Bioscience-Tropic), 3, pp. 23–30.
Indiarti, M. (2018) Cara Pintar Menyiapkan ASI, Susu Formula, Dan Makanan
Bayi Disertai Dengan Resep-Resep Masakan Bayi Lezat. Yogyakarta:
Elmatera.
Kusmini, I. I. et al. (2016) Budidaya ikan gabus. Bogor: Penebar Swadaya.
Pramitha, S. (2018) Gizi Dasar Plus 30 Resep Makanan Lezat Dan Praktis.
Edited by S. D. Apriliana. Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Santhi, D. (2017) ‘Kimia Klinik Erba ® Mannheim’.
Suprayitno, E. (2017) Misteri Ikan Gabus. Jawa Timur: Universitas Brawijaya
Prees.
Susanto, H. (2015) Budidaya 25 ikan dipekarangan. Edited by B. P. W. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Takarina, D. (2014) Seri Teknik Memasak Masakan Serba Panggang. Edited by I.
Hardiman and Y. Asmoro. Jakarata: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wahyuni, I. S., Peristiowati, Y. and Siyoto, S. (2013) ‘Pengaruh Pemberian
(Albumin) Ikan Kutuk Terhadap Peningkatan Kadar Albumin Pada
Pasien Post Operasi Dengan Hipoalbumin Diruang Graha Hita RSUD
Dr.Iskak Tulungagung’.

Anda mungkin juga menyukai