PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar
merupakan pasar potensial untuk produk perikanan. Pada tahun 2011, hasil
perikanan nasional mencapai 12,39 juta ton (tangkap 5,41 juta ton dan
budidaya 6,98 juta ton). Jumlah budidaya ikan air tawar menyumbang hingga
1,1 juta ton dan sisanya budidaya tambak air payau dan laut. Hasil tersebut
masih bisa ditingkatkan karena potensinya masih terbuka (Kusmini et al.,
2016).
Ikan gabus dikenal dengan sebutan snakehead karena memang bentuk
kepalanya mirip ular. Ikan gabus sangat kaya akan albumin yang merupakan
salah satu jenis protein penting bagi tubuh dan masyarakat Indonesia
mengkonsumsi ikan gabus sebagai obat luka-luka pasca operasi (Susanto,
2015).
Kandungan albumin dalam ikan gabus sebesar 62,24 g/kg (6,22%)
yang tidak dimiliki oleh ikan lainnya seperti ikan lele, ikan gurami, ikan nila,
ikan mas dan sebagainya (Suprayitno, 2017). Albumin merupakan protein
dengan penyusun asam amino yang lengkap memilki berbagai macam fungsi
dalam tubuh yaitu membantu pembentukan jaringan sel baru,
mempertahankan intravaskular onkotik (koloid osmotik), memudahkan
pergerakan cairan tubuh dan memfasilitasi transportasi zat (Suprayitno,
2017).
Albumin pada ikan gabus diperlukan dalam jumlah yang banyak dan
kebutuhan akan filtrat albumin dirumah sakit juga semangkin meningkat.
Beberapa ahli gizi melakukan banyak penelitian pada ikan gabus yang
mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus dipilih karena relatif mudah
didapat dan harganya murah. Dalam percobaan pertama, puji memberi
masakan ikan gabus kepada pasien di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo,
Makasar, Sulawesi Selatan. Ikan gabus dalam bentuk makanan ini berhasil
meningkatkan kadar albumin. Dalam percobaan lainnya, hasil studi pernah
1
2
diujicobakan di instalasi gizi serta bagian bedah RSU dr. Saiful Anwar
Malang. Uji coba tersebut dilakukan pada pasien pasca operasi dengan kadar
albumin rendah (1,8 g/dl). Dengan perlakuan 2 kg ikan gabus masak perhari,
telah meningkatkan kadar albumin darah pasien menjadi normal (3,5-5,5 g/dl)
(Suprayitno, 2017).
Pengelolaan ikan gabus di masyarakat Indonesia sebagai obat
tradisional sampai saat ini masih ada hasil olahan sendiri. Cara yang biasa
digunakan oleh masyarakat yaitu Teknik mengukus (steaming) adalah
memasak dengan bahan makanan dengan menggunakan kukusan atau
risopan. (Indiarti, 2018). Teknik merebus (poaching) adalah proses
pengolahan bahan makanan dengan merendam bahan atau masakan kedalam
air yang panas (Pramitha, 2018). Teknik Panggang (Broiling) adalah
makanan yang diolah atau dimasak dengan panas radiasi yang tinggi dan
langsung atau cara memasak dengan suhu tinggi (Takarina, 2014). Dan teknik
menggoreng (Frying) adalah mengolah makanan dengan cara memasukkan
bahan makanan ke dalam minyak panas (Pramitha, 2018).
Dari beberapa teknik pemanasan diatas masing-masing dapat
memberikan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dalam pemanasan
yaitu mendapatkan bahan pangan yang aman dikonsumsi sedangkan
pengaruh negatif dari proses pemanasan dapat mengurangi kandungan gizi
dalam pangan. Menggunakan pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan perubahan kimia pada Albumin bersifat negatif (Fitri,
2015).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Chasanah dkk
menyatakan bahwa adanya perbedaan kadar albumin pada 100 gram fillet
ikan gabus yang di perlakukan dengan metode kukus dan rebus, pada metode
kukus didapatkan kadar albumin ikan gabus 1,42 gram sedangkan dengan
metode rebus didapatkan kadar albumin ikan gabus sebanyak 3,53 gram.
Penelitian Bella Nindita dkk menyatakan nugget ikan patin yang
ditambahkan ikan gabus sebanyak 20% memilki kadar albumin 2,87% setelah
dilakukannya proses penggorengan dengan suhu 170°C didapatkannya kadar
3
albumin 2,55%, pada suhu 175°C didapatkannya kadar albumin 1,80% dan
pada suhu 180°C didapatkannya kadar albumin 1,45%
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan adanya
perbedaan kadar albumin pada ikan gabus yang diperlakukan dengan metode
dikukus,direbus dan digoreng. Sehingga peneliti tertarik untuk mengambil
judul Perbedaan teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan
gabus (Channa striata) metode spektrofotometri.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Apakah ada perbedaan teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan
gabus (Channa striata) metode spektrofotometri”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi dan penjelasan secara objektif
tentang perbedaan teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan
gabus(Channa striata).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus tanpa pemanasan.
b. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan dikukus.
c. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan digoreng.
d. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan direbus.
e. Mengetahui kadar albumin pada ikan gabus dengan menggunakan
teknik pemanasan dipanggang.
f. Mengetahui perbedaan kadar albumin dengan teknik pemanasan pada
ikan gabus.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan bagi peneliti di bidang kimia makanan
khususnya tentang beberapa pengaruh teknik pemanasan terhadap kadar
albumin pada ikan gabus. Serta dapat mengetahui cara pengujian kadar
albumin untuk menambah pengalaman dalam melakukan penelitian
ilmiah.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan pengaruh teknik
pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan gabus yang dikukus,
goreng, bakar dan rebus sehingga dapat digunakan sebagai referensi dan
bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Serta
diharapkan dapat berguna untuk proses belajar mengajar terutama di
bidang kimia makanan.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh
teknik pemanasan terhadap kadar albumin pada ikan gabus dan
diharapkan dapat memperhatikan teknik pemanasan agar kadar albumin
tidak rusak khususnya pada ikan gabus.
5
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Perbedaan Teknik Pemanasan Terhadap
Kadar Albumin Pada Ikan Gabus (Channa striata) Metode
Spektrofotometri
Penulis/ Jenis
Judul Kesimpulan
Tahun Penelitian
Uswatun Pengaruh Eksperimental Pada metode perebusan diperoleh
Chasanah, Metode kadar albumin yang terekstraksi
Raditya Weka Ekstraksi sebanyak 3,53g setiap 100 g fillet
Nugraheni Terhadap Kadar ikan gabus dan dari metode
Albumin Ekstrak pengukusan didapat kadar albumin
Ikan Gabus terekstraksi 1,42±0,4g setiap 100
fillet ikan gabus. Berdasarkan hasil
tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa cara perebusan lebih efektif
untuk mengekstraksi albumin ikan
gabus.
6
7
a. Channa Striata
Nama lokal : Ikan gabus
Pakan/isi lambung : Ikan kecil, serangga, kodok kecil dan udang
Lingkungan hidup : Sungai, rawa, danau, tepi/pinggiran perairan,
kedalaman air 0,5-1 meter ph 4,5-6 unit, oksigen
terlarut 3,5-4,5 mg/l, suhu air 25-290C.
Ciri morfologi : Sisi atas tubuh dari kepala hingga ke
ekorberwarna gelap, hitam kecoklatan atau
kehijauan. Sisi bawah tubuh putih, mulai dagu ke
belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal
(striata, bercoret-coret) yang agak kabur. Warna
ini seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya.
Mulut besar, dengan gigi-gigi besar dan
tajam(Muslim & Sriwijaya, 2018).
b. Channa pleurophtalamus
Nama lokal : Serandang
Pakan/isi lambung : Ikan kecil
Lingkungan hidup : Sungai dan rawa, kedalaman air lebih dari 1-
4meter, pH 4-6 unit, oksigen terlarut 4.2–
5.3.mg/l, suhu air 25-29oC.
Ciri morfologi : Ada totol hitam ditubuh (bagian tutup insang dan
badan serta pangkal ekor), sisik berwarna
kekuning-kuningan, perak dan hitam (Muslim &
Sriwijaya, 2018).
9
Gambar 2.3Channapleurophtalamus
c. Channa Lucius
Nama Lokal : Bujuk
Pakan/isi lambung : Ikan kecil, udang kecil, insekta air
Lingkungan Hidup : Rawa-rawa kedalaman air 1-2 meter pH 4-5
unit,oksigen terlarut 4.0 4.5 mg/l, suhu air 25-
29oC.
Ciri Morfologi : Warna tubuh lebih gelap, sepanjang tubuh berupa
loreng hitam tengah badan berselang seling motif
hitam dikelilingi warna kecoklatan, bentuk kepala
lebih lancip (Muslim & Sriwijaya, 2018).
2 Air 69,6 G
11
3 Protein 25,2 G
4 Lemak 1,7 G
5 Kalsium 62 Mg
6 Fosfor 176 Mg
7 Besi 0,9 Mg
8 Karbohidrat 0 G
9 Vitamin A 45 Mcg
10 Vitamin B 0,04 Mg
11 Vitamin C 0 Mg
Sumber : (Lawang, 2013)
B. Albumin
Protein yang paling banyak terdapat diplasma darah adalah albumin.
Albumin menyumbang 50-60% dari total protein plasma. Antara lain albumin
pada telur laktalbumia, albumin serum dalam protein susu, leukosin serealia
dan legumen dalam biji polong. Protein globuler yang larut dalam air dan
garam adalah albumin. Pada suhu 250C. Ph >6 protein globuler terkoagulasi
oleh panas dan mengendap pada ammonium sulfat jenuh serta memiliki berat
molekul ±66.000 daltons, dan terdiri dari 585 asam amino (Suprayitno, 2017).
Albumin tersusun dari asam amino dan termasuk protein lengkap yang
dibangun oleh sejumlah asam amino efensial dan non efensial. Kandungan
protein pada ikan gabus cukup tinggi dibandingkan dengan ikan lain yaitu
sebesar 25,2 g/100g daging segar dan ikan gabus mengnadung albumin
62,24g/kg (Suprayitno, 2017).
13
dianggap sebagai akibat turunnya kadar serum albumin. hal ini selalu terjadi
pada penderita kuashiorkor atau penderita kekurangan protein dalam darah
(Suprayitno, 2017).
Albumin adalah protein yang paling umum didalam darah. Hal ini
penting untuk pengalihan cairan tubuh secara benar. Albumin membantu
memindahkan molekul kecil diseluruh tubuh. Karena albumin dibuat oleh hati
(Nugroho, 2013). Albumin merupakan salah satu jenis protein darah yang
diproduksi oleh hati (hepar). Hati yang normal mampu memproduksi 11-15g
albumin/hari (Nuraeni, 2013).
4. Hipoalbumin
a. Kwashiorkor
Penyakit kwashiorkor ini merupakan penyakit yang terjadi akibat
kekurangan albumin. Penyakit ini paling banyak ditemukan pada anak-
anak usia 1 hingga 3 tahun.
Ciri-ciri :
1) Mengalami kelelahan yang tinggi
2) Terjadi pembengkakan pada perut, juga pada punggung kaki dan
tangan
3) Sering mengalami diare
4) Berwajah bulat
5) Pandangan mata sayu
6) Rambut menjadi kusam, tipis hingga kemerahan dan gampang
dicabut
7) Kehilangan nafsu makan dan gambang rewel
8) Hati berlemak dan membesar
9) Kekeringan pada kulit sehingga bersisik dan pecah-pecah
10) Luka sulit untuk sembuh
11) Sering disertai dengan infeksi yang akut
12) Anemia dan xeroftalmia (kekurangan vitamin A pada mata)
b. Cachexia
Penyakit cachexia merupakan penyakit yang menyerang
seseorang akibat kekurangan albumin.
Ciri-ciri :
1) Kerap merasa lelah walaupun hanya beraktivias ringan
2) Menipisnya otot rangka.
3) Terjadinya degradasi albumin.
4) Berat badan menurun secara extream.
c. Rambut rontok
Rambut yang rontok secara tidak normal bisa terjadi akibat tubuh
kekurangan albumin.
Ciri-ciri :
18
C. Pemanasan
Pengolahan bahan pangan merupakan pengubahan bentuk asli kedalam
bentuk yang mendekati bentuk untuk dapat segera dimakan. Salah satu proses
pengolahan bahan pangan adalah menggunakan pemanasan. Proses
pemanasan makanan bertujan membunuh mikroorganisme yang merugikan
seperti bakteri, protozoa, kapang, khamir dan suatu proses untuk
memperlambat pertumbuhan mikroba pada makanan namun dapat pula
merusak zat gizi yang terkandung didalam makanan salah satunya kadar
albumin.biasanya proses pemanasan dilakukan dengan cara mengukus,
merebus, menggoreng dan memanggang. proses pemanasan dengan suhu
tinggi dapat merusak kadar albumin. Keadaan tersebut dapat terjadi karena
dengan semangkin tingginya suhu pemanasan maka energy kinetic akan
semangkin meningkat yang menyebabkan getaran molekul menjadi
semangkin cepat dan keras, sehingga menyebabkan putusnya hidrogen dan
interaksi hidrofobik (Devi, 2010).
Pengolahan pangan dengan menggunakan pemanasan dikenal dengan
proses pemasakan yaitu proses pemanasan bahan pangan dengan suhu 100⁰ C
atau lebih dengan tujuan utama adalah memperoleh rasa yang lebih enak,
aroma yang lebih baik, tekstur yang lebih lunak, untuk membunuh mikrobia
dan menginaktifkan semua enzim. Dalam banyak hal, proses pemasakan
diperlukan sebelum kita mengonsumsi suatu makanan. Pemasakan dapat
dilakukan dengan perebusan dan pengukusan (boiling dan steaming pada suhu
100⁰ C), broiling(pemanggangan daging), baking (pemanggangan roti),
roasting (pengsangraian) dan frying(penggorengan dengan minyak) dengan
20
suhu antara 150⁰- 300⁰ C. Penggunaan panas dalam proses pemasakan sangat
berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan tersebut (Dian Sundari, et.al.).
oleh karena itu, masyarakat harus memperhatikan teknik pengolahan
dalam memasak ikan gabus agar dapat mempertahankan kadar albuminnya.
1. Macam-Macam Pemanasan
a. Mengukus adalah memasak dengan cara pemaparan uap langsung pada
makanan. Bahan makanan yang sering dikukus adalah sayuran,baik
segar atau pun beku dan bahan lainnya. Mengukus dapat mengurangi
kehilangan vitamin yang larut seperti yang terjadi bila sayuran direbus.
Mengukus dengan tekanan tinggi biasanya dilakukan terhadap daging
ayam dan ikan (Rusilanti, 2014).
Pengukusan bertujuan untuk melunakkan tulang dan duri-duri ikan,
menghilangkan bau anyir dan amis, serta mematangkan dan
meningkatkan kelezatan daging ikan. Mengukus ikan agak berbeda
dengan bahan lain. Pengukusan ikan sebaiknya menggunakan dandang
bima. Bila menggunakan dandang biasa, sarangan perlu dialasi dengan
kain saring yang berukuran cukup besar sehingga ikan dapat
dikeluarkan dengan sekali angkat. Ikan diatur dalam sarangan, setiap
lapisan diberi pembatas kain saring agar tidak lengket. Pengukusan
dilakukan selama 20 menit, terhitung sejak air sudah mendidih
(Suprapti, 2015).
Prinsip dari mengukus :
1) Memasak dengan tekanan rendah hanya cocok untuk sayuran dan
pudding yang membutuhkan waktu masak lama.
2) Memasak dengan tekanan tinggi akan mempercepat waktu
memasak, misalnya sayuran 30-35% lebih cepat sedangkan untuk
daging dan kacang-kacang kering 70-75 %.
3) Sayuran dan pudding harus dikukus pada baki yang berlubang-
lubang yaitu modul gastronorm alat yang dibuat khusus untuk
mengukus.
21
Pada saat memanggang daging ikan usahakan jangan terlalu lama agar tidak
timbul zat yang bersifat karsinogen (pencetus kanker) kalau bisa sebelum
dipanggang makanan diempukan dulu dengan memasukkan kedalam microwave
selama 2 menit untuk mengurangi waktu lama pemanggangan (Devi, 2010).
24
D. Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau di diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang (Khopkar, 2014).
Kelebihan spektrofotometri dibandingkan dengan fotometer adalah
panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada
fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh
dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak
mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis,
melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40nm. Sedangkan pada
spektrofotometrii, panjang gelombang yang banar-benar terseleksi dapat
diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu
spektrofotometri tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator,
sel pengabsorpsi untuk larutan samper atau blangko dan suatu alat untuk
mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding
(Khopkar, 2014).
1. Spektrofotometri uv-vis
Penggunaan spektrofotometri uv-vis dalam analisis farmasi adalah
untuk analisis kualitatif, walaupun terbatas penggunaannya, serta analisis
kuantitatif. Kebanyakan spektrofotometri uv-vis ditunjukan untuk analisis
kuantitatif. Kedua analisis ini memanfaatkan proses penyerapan sinar uv-
25
vis oleh bagian molekul tertentu, seperti kromofor dan auksokrom. Untuk
analisis kualitatif paramenter spektrum uv-vis yang digunakan adalah
panjang gelombang maksimal dan nilai absorptivitasnya. Sementara untuk
analisis kuantitatif, paramenter yang bermanfaat adalah nilai serapan dan
absorbansinya (Gandjar, 2018).
2. Metode Lowry-Follin
metode lowry-follin merupakan pengembangan dari metode biuret.
metode lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
(follin-ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan
typtophan. reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca
diantara 500-750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan albumin
dengan konsetrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm
yang dapat digunakan untuk menentukan kadar albumin dengan
konsentrasi rendah. metode ini lebih sensitif untuk albumin
dbandingkan metode biuret. Pada metode lowry-Follin ini sering
digunakan larutan protein standar yaitu Bovine Serum Albumin (BSA).
Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang larut dalam
air dan terkoagulasi oleh panas (Purwanto, 2014).
Keuntungan metode lowry ini adalah lebih sensitif(100 kali) dari
pada metode biuret sehingga memerlukan sampel yang lebih sedikit
26
E. Kerangka Teori
Ikan Gabus
Pengukuran
Kadar Albumin
Menggunakan
Spektrofotometri
UV-Vis
A. Kerangka Konsep
Variabel Pengganggu
1. Suhu*
2. Umur Ikan
3. Bobot ikan
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2017b).
24
25
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Perbedaan Teknik Pemanasan Terhadap
Kadar Albumin Pada Ikan Gabus (Channa striata) Metode
Spektrofotometri
Hasil Skala
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Ukur ukur
Variabel Bebas
1. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang Dikukus melalui pemanasan Ceklis Tidak
menggunakan uap air dalam
wadah tertutup
2. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang Rebus dengan cara direndam dalam Ceklis Tidak
air mendidih
3. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang dengan cara dipanaskan di Ceklis Tidak
Dipanggang atas bara api
4. Ikan Gabus Proses pemanasan ikan gabus observasi Lembar Ya Nominal
Yang dengan cara dimasak Ceklis Tidak
Digoreng menggunakan minyak sebagai
medium penghantar panas
Variabel Terikat
1. Albumin protein plasma yang Pengukuran Spektrofoto g/dl Rasio
terkandung didalam ikan metri
gabus
Variabel
Pengganggu
o
1. Suhu Derajat panas yang terjadi saat Observasi Termometer C Interval
pengolahan
26
D. Hipotesis
Hipotesis yang merupakan jawaban sementara rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
seabagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
yang empiris (Sugiyono, 2017b). Dalam penelitian ini menggunakan Hipotesis
Alternatif (Ha)
Ha : Ada perbedaan kadar albumin pada ikan gabus dengan
menggunakan teknik pemanasan yang diukur secara
spektrofotometri.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan berbentuk penelitian eksperimen semu
(Quasi Eksperimen) adalah eksperimen yang mempunyai kelompok kontrol,
tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel
luar yang mempengaruhi eksperimen (Siswanto, 2017). Desain dalam
penelitian ini adalah eksperimental semu.
27
28
7. Prosedur kerja
c. Uji Kuantitatif (Manggabarani,2018).
1) Daging ikan gabus (masing masing untuk yang mentah, yang sudah
dikukus,direbus, dipanggang dan digoreng).
2) diblender dan ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 10
Gram. Belender dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
supernatan atau filtrat albumin.
3) Daging ikan gabus yang dibelender dicampur dengan aquadest
dengan perbandingan 1:6.
4) daging ikan yang dihomogenkan tersebut disentrifius dengan
kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit, dan diperoleh supernatan atau
filtrat albumin.
5) ambil sampel sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan dengan aquadest sampai volume total 4 ml.
6) tambahkan 5.5 ml reagen lowry A dimasukan ke dalam tabung
reaksi dan dihomogenkan serta dibiarkan selama 10 – 15 menit pada
suhu kamar.
7) tambahkan 0.5 ml reagen lowry B dimasukan ke dalam masing-
masing tabung reaksi dan dikocok dengan cepat serta dibiarkan
sampai ± 30 menit sampai terbentuk warna biru.
33
2. Penyajian Data
Seluruh data disajikan dalam bentuk tabel hasil pengukuran
Albumin dari ikan gabus menggunakan proses pemanasan dengan hasil
% b/b dan ikan gabus tanpa pemanasan.
Tabel 4.1 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin pada ikan gabus
tanpa proses pemanasan dengan proses pemanasan
No. Kode Sampel Volume Titran Yang Kadar Bilangan Peroksida
34
H. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis secara
komputerisasi menggunakan Program SPSS. Data yang diperoleh dari hasil
penelitian akan dianalisis dengan menggunakan ujiAnava yang diolah secara
komputerisasi menggunakan program SPSS.
DAFTAR PUSTAKA
Fitri (2015) ‘Penetapan Kadar Albumin Dalam Ikan Gabus (Channa Striata)
Kukus Dengan Metode Spektrofotometri Visible’, Journal of Pharmacy
Science, Jawa Tengah, 6(1), pp. 8–17.
Fuadi, M. et al. (2017) ‘Uji Kandungan Albumin Ikan Gabus (Channa Striata )
dalam Perbedaan Lingkungan Air Albumin level Test of Snakehead Fish
(Channa Striata) in different salinity Environment’, Jurnal Ilmiah
Biosaintropis (Bioscience-Tropic), 3, pp. 23–30.
Indiarti, M. (2018) Cara Pintar Menyiapkan ASI, Susu Formula, Dan Makanan
Bayi Disertai Dengan Resep-Resep Masakan Bayi Lezat. Yogyakarta:
Elmatera.
Kusmini, I. I. et al. (2016) Budidaya ikan gabus. Bogor: Penebar Swadaya.
Pramitha, S. (2018) Gizi Dasar Plus 30 Resep Makanan Lezat Dan Praktis.
Edited by S. D. Apriliana. Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Santhi, D. (2017) ‘Kimia Klinik Erba ® Mannheim’.
Suprayitno, E. (2017) Misteri Ikan Gabus. Jawa Timur: Universitas Brawijaya
Prees.
Susanto, H. (2015) Budidaya 25 ikan dipekarangan. Edited by B. P. W. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Takarina, D. (2014) Seri Teknik Memasak Masakan Serba Panggang. Edited by I.
Hardiman and Y. Asmoro. Jakarata: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wahyuni, I. S., Peristiowati, Y. and Siyoto, S. (2013) ‘Pengaruh Pemberian
(Albumin) Ikan Kutuk Terhadap Peningkatan Kadar Albumin Pada
Pasien Post Operasi Dengan Hipoalbumin Diruang Graha Hita RSUD
Dr.Iskak Tulungagung’.