Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING


DI PUSKESMAS MUARA JAWA

Dosen pembimbing : Ns. Ni Wayan Wiwin A., S.Kep., M.Pd

Disusun Oleh :

1. Agus Friyayi : 17111024110005


2. Egy Febiyanti : 17111024110036
3. M. Alfarizi Palewo : 17111024110058
4. Reza Pitaloka : 17111024110097
5. Sanita Putri Ardiyani : 17111024110106

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR 2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median
standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,
gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.
Stunting merupakan masalah yang sangat serius, karna dapat berpengaruh
pada masa depan anak, pada penelitian Syahri A (2020) stunting
menyebabkan gangguan pada tumbuh kembang anak pada periode golden
age, ditemukan bahwa stunting menyebabkan perkembangan motorik anak
terganggu baik motorik kasar maupun motorik halus, hal ini menyebabkan
perkembangan otak anak pada periode golden age tidak optimal, stunting juga
dapat menyebabkan perkembangan sosial dan afektif anak terganggu.
Stunting adalah salah satu dampak dari masalah gizi kurang. Anak yang
mengalami gizi kurang tidak hanya akan menghambat pertumbuhannya saja,
tetapi perkembangannya juga akan terhambat, khususnya perkembangan pada
otaknya. Apabila otak mengalami hambatan maka jumlah sel otak berkuang,
hal tersebut dapat menyebabkan keterlambatan tumbuh dan kembang pada
anak.
Menurut World Health Organization ( WHO ), prevalensi balita pendek
menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih,
karenanya persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan
masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Prevalensi balita pendek di
Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%),Vietnam (23%),
Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). ( WHO, 2016)
Di Indonesia kasus kejadian stunting masih terhitung tinggi, Riset
kesehatan dasar 2018 mencatat prevalensi stunting nasional pada baduta
adalah 29,9% (kemenkes, 2018) Kemenkes mengatakan prevalensi balita
stunting di Indonesia pada 2019 menurun dibandingkan 2018, yaitu 30,8 %
menjadi 27,7%. Meskipun terdapat penurunan, tetapi angkanya masih cukup
tinggi karena 28 dari 100 balita mengalami stunting. Badan Pusat Statistiik
(BPS) juga menjelaskan, prevalensi balita mengalami stunting di Indonesia
masih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan
menengah lainnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stunting sangat banyak
diantaranya yaitu BBLR. Tingginya angka BBLR diperkirakan menjadi
penyebab tingginya kejadian stunting di Indonesia. Penelitian di Malawi
menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah merupakan prediktor terkuat
kejadian stunting pada balita usia 12 bulan (Friska, 2014). Faktor risiko
kejadian stunting pada balita adalah riwayat BBLR. Menurut penelitian
Nasution, anak dengan riwayat BBLR memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami stunting dibandingkan anak yang lahir dengan berat normal.
Penelitian Lestari, dkk, di kota Subulussalam, Aceh juga menyebutkan BBLR
merupakan faktor risiko terjadinya stunting. Bayi BBLR juga mengalami
gangguan saluran pencernaan, karena saluran pencernaan belum berfungsi,
seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein sehingga
mengakibatkan kurangnya cadangan zat gizi dalam tubuh.
Asi ekslusif sangat penting bagi pertumbuhan anak. Riwayat asi ekslusif
yaitu pemberian asi ekslusif selama 6 bulan tanpa diberikan makanan
tambahan lain. Salah satu kerjadian stunting disebebakan oleh riwayat
pemberian asi ekslusif, menurut hasil penelitian Dewi P, dkk (2019) di
wilayah kerja Puskesmas Teluk Tiram Banjarmasin dari 47 balita stunting 34
diantaranya tidak mendapatkan asi ekslusif.
Pola Asuh Makan dengan kejadian stunting. Pola asuh makan yang
diterapkan oleh ibu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan balita karena kekurangan gizi pada masa balita akan bersifat
irreversible (tidak dapat pulih), sehingga pada masa ini balita membutuhkan
asupan makan yang berkualitas. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan di Nusa Tenggara Timur bahwa pola asuh makan yang diterapkan
oleh ibu akan menentukan status gizi balita. Semakin baik pola asuh
makannya maka semakin baik pula status gizinya. Pola asuh makan yang baik
dicerminkan dengan semakin baiknya asupan makan yang diberikan kepada
balita.
Pada balita terdapat pemberian imunisasi, imunisasi dikatakan lengkap
apabila anak sudah mendapatkan semua jenis imunisasi yaitu HB-0, satu kali
BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali Polio, dan satu kali imunisasi campak.
Pada penelitian Islah Wahyuni (2020), riiwayat Imunisasi merupakan salah
satu faktor kejadian stunting pada balita. Pada penelitian ini diperoleh data
tentang kelengkapan imunisasi balita menunjukkan bahwa mayoritas balita
Stunting memiliki riwayat imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 17 orang
(65%). Pemberian imunisasi pada anak adalah hal yang sangat penting,
karena dapat meningkatkan kekebalan tubuh balita dalam melawan penyakit.
Adanya serangan kuman dan mikroorganisme lainnya pada tubuh anak, tidak
akan menyebabkan anak mengalami infeksi berat dan lebih cenderung lebih
cepat pulihnya dibandingkan anak balita yang tidak diimunisasi (Lupiana et
al., 2018).
Keluarga mempunyai peranan penting dalam perawatan balita, karena
keluarga merupakan agen sosial yang akan mempengaruhi tumbuh kembang
balita, sehingga status gizi balita tidak akan terlepas dari lingkungan yang
merawat dan mengasuhnya. Orangtua terutama ibu, yang dominan dalam
merawat dan mengasuh balita seperti dalam pemenuhan gizi balita sangat
ditentukan oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga. Pada
penelitian Afiska, dkk (2019) bahwa dengan dukungan keluarga yang baik
terhadap gizi baduta akan mengurangi masalah gizi khususnya stunting.
Keadaan rumah berpengaruh terhadap status gizi balita. Sanitasi dan
Hygiene sangat berpengaruh kepada balita. Pada penelitian Dewi Khairiyah,
dkk (2020) ditemukan bahwa sanitasi lingkungan yang buruk memiliki
korelasi positif dan berkekuatan kejadian stunting pada balita usia 12-59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Mandala dan pada haasil penelitian dari
Chamilia Desyanti (2017) balita yang diasuh dengan higiene yang buruk akan
berisiko mengalami stunting 4,808 kali lebih besar daripada balita yang diasuh
dengan higiene yang baik.
Infeksi adalah salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak batita,
dimana salah satu penyebab infeksi adalah keadaan status gizi pada batita
yang kurang, yang secara langsung di pengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
Ibu khususnya tentang makanan yang bergizi. Kecukupan gizi yang baik pada
anak akan meningkatkan daya tahan terhadap suatu penyakit, anak yang
mengalami kurang gizi akan mudah terkena penyakit terutama penyakit
infeksi. Seperti kita ketahui, bahwa hubungan infeksi dengan status gizi
sangat erat, demikian juga sebaliknya. Riwayat penyakit infeksi memiki
hubungan pada kejadian stunting seperti pada penelitian Tyas Setiyo Yuniarti,
Ani Margawati & Nuryanto (2019) bahwa terdapat hubungan antara riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa kejadian infeksi yang menjadi risiko terjadinya stunting adalah
kejadian diare dan kejadian ISPA. Anak yang memiliki riwayat penyakit diare
berisiko 13,33 kali untuk terjadi stunting dan anak yang memiliki riwayat
penyakit ISPA berisiko 7,01 kali untuk terjadi stunting. kejadian stuting
seperti pada penelitian.
Diasia tenggara, prevalensi stunting balita di Indonesia terbesar kedua
setelah Laos (43,8%) (Kementrian Kesehatan, 2018). Kasus stunting di
Indonesia terjadi hampir diseluruh wilayah nusantara, termasuk Kutai
Kartanegara, Kecamatan Muara Jawa. Dari data 2019 di Puskesmas Muara
Jawa Handil 2 terdapat 306 anak mengalami stunting, angka ini terhitung
tinggi, sehingga menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui apakah faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting di Puskemas Muara Jawa
Handil 2 Kalimantan Timur.

B. MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “ Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
stunting di Puskesmas Muara Jawa ?’’

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya stunting.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden ibu (usia, pendidikan,
pekerjaan) dan anak (usia, jenis kelamin).
b. Mengidentifikasi hubungan riwayat asi ekslusif degan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
c. Mengidentifikasi hubungan pola pemberian makan dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
d. Mengidentifikasi hubungan kelengkapan imunisasi dasar dengan
kejadian stunting di Puskesmas Muara Jawa.
e. Mengidentifikasi hubungan riwayat penyakit infeksi pada kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
f. Mengindentifikasi hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
g. Mengindentifikasi hubungan riwayat penyakit infeksi dengan
kejadian stunting di Puskesmas Muara Jawa.
h. Mengindentifikasi hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
i. Mengindentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
j. Mengindentifikasi hubungan personal hygiene dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
k. Mengindentifikasi hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan
kejadian stunting di Puskesmas Muara Jawa.
l. Menganalisa karakteristik responden ibu (usia, pendidikan,
pekerjaan) dan anak (usia, jenis kelamin).
m. Menganalisa hubungan riwayat asi ekslusif degan kejadian stunting
di Puskesmas Muara Jawa.
n. Menganalisa hubungan pola pemberian makan dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
o. Menganalisa hubungan kelengkapan imunisasi dasar dengan
kejadian stunting di Puskesmas Muara Jawa.
p. Menganalisa hubungan riwayat penyakit infeksi pada kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
q. Menganalisa hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
r. Menganalisa hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.
s. Menganalisa hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting
di Puskesmas Muara Jawa.
t. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan kejadian stunting
di Puskesmas Muara Jawa.
u. Menganalisa hubungan personal hygiene dengan kejadian stunting di
Puskesmas Muara Jawa.
v. Menganalisa hubungn pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian
stunting di Puskesmas Muara Jawa.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti
Hasil Penelitian ini di harapkan untuk menanbah wawasan , pengetahuan
dan keterampilan dalam melakukan penelitian serta menambah informasi
mengenai Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan stunting.
2. Bagi responden
Memberikan Informasi kepada keluarga atau orang tua tentang factor-
faktor apa saja yang dapat menyebabkan stunting pada balita. Sehingga
orang tua atau keluarga dapat mencegah kejadian stunting pada bayi baru
lahir.
3. Bagi pelayanan keperawatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam pemberian
asuhan keperawatan pada upaya pencegahan dan pennekanan pada angka
stunting.
4. Bagi institusi pendidikan keperawatan.
Hasil penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan keperawatan
khususnya asuhan keperawatan pada anak.
5. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan informasi bagi
peneliti selanjutya dengan ruang lingkup yang sama.

E. KEASLIAN PENELITIAN
1. Dalam Jurnal yang sudah dilakukan oleh Beauty Grace Nainggolan dan
Monalisa Sitompul (2019) dengan judul “Hubungan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 1-3 Tahun”. i
Persamaan penelitian ini terdapat pada variabel yang diteliti yaitu sama-
sama meneliti mengenai riwayat Berat Badan Lahir Rendah dengan
kejadian stunting dan persamaan desain penelitian yaitu cross sectional,
Sedangkan perbedaan penelitian terletak pada responden yang akan
diteliti yaitu usia 1-3 tahun. Sedangkan penelitian ini responden yang
digunakan adalah balita usia 1-5 tahun
2. Dalam Jurnal yang sudah dilakukan oleh Dewi Pusparani Sinambela,
Putri Vidiasari D dan Nurul Hidayah (2019) dengan judul “Pengaruh
Riwayat Pemberian Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Tiram Banjarmasin" persamaan
Penelitian ini sama-sama meneliti riwayat asi eksklusif dengan kejadian
stunting pada balita dan menggunakan uji chi square. Perbedaan
penelitian Dewi Pusparani Sinambela, dkk (2019) terletak pada jenis
penelitian yang diambil yaitu penelitian survei analitik, teknik
pengumpulan menggunakan checklist. Sedangkan pada penelitian yaitu
jenis penelitian cross sectional dan teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner.
3. Dalam jurnal penelitian yang sudah dilakukan oleh Dewi Khairiyah &
Adhila Fayasari (2020) dengan judul ‘’Perilaku higiene dan sanitasi
meningkatkan kejadian stunting balita usia 12-59 tahun di Banten’’
persamaan penelitian ini meneliti mengenai sanitasi menjadi faktor
berpengaruh pada kejadian stunting, dan menggunakan analisis data uji
chi square, dan alat bantu kuesioner. Perbedaan penelitian terletak pada
desain penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Dewi Khairiyah &
Adhila Fayasari (2020) meggunakan desain case control, sedangkan
dalam penelitian menggunakan cross sectional
4. Dalam jurnal penelitian yang sudah dilakukan oleh Novita Nining
Widyaningsih, Kusnandar dan Sapja Anantanyu (2018) dengan judul
“Keragaman pangan, pola asuh makan dan kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan” Desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional study. Teknik pemilihan subjek dengan teknik simple random
sampling. Data berat badan lahir dan panjang badan lahir diperoleh dari
buku KMS. Keragaman pangan diukur menggunakan kuesioner IDDS
(Individual Dietary Diversity Score) dan pola asuh makan diperoleh
melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data kemudian
dianalisis menggunakan analisis bivariate (chi square) dan analisis
multivariate (regresi logistik).
5. Dalam Jurnal yang sudah dilakukan oleh Islah Wahyuni (2020) dengan
judul “Analisis Faktor Masalah Pertumbuhan (Status Gizi, Stunting) Pada
Anak Usia < 5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kota
Pekanbaru” Persamaan penelitian ini sama-sama meneliti riwayat
imunisasi dengan kejadian stunting pada anak usia < 5 Tahun dan
penelitian ini sama-sama menggunakan pendekatan cross sectional.
Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada uji yang digunakan yaitu uji
yang digunakan dalam jurnal ini adalah uji Spearman Rank sedangkan uji
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Chi square.
6. Dalam jurnal penelitian yang sudah Mirna Kawalusan dkk (2017) "Pola
Asuh Dan Pendapatan Keluarga Dengan Kajadian Stunting pada Anak
Usia 2-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahabok” Persamaan
penelitian ini sama-sama menggunakan metode observational dengan
rancangan Cross Sectional dan menggunakan uji Chi Square. Perbedaan
penelitian terletak pada alat bantu penelitian yaitu pada penelitian Mirna
Kawalusan dkk hanya melakukan wawancara tanpa kuesioner.
7. Dalam Jurnal yang di lakukan oleh Pringsewu Afiska Prima Dewi, Tri
Novi Ariski dan Desi Kumalasari (2019) dengan judul “Faktor – Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita 24 – 36 Bulan
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gadingrejo Kabupaten “ persamaan
penelitian ini sama – sama meneliti dukungan keluarga terhadap kejadian
stunting dan metode yang di gunakan dalam penelitian ini sama-sama
menggunakan cross sectional dan Teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin.
Perbedaan dalam Penelitian jurnal ini adalah Sampel dalam penelitian
menggunakan stratifikasi random sampling yaitu pengambilan sampel
secara acak dari populasi yang ada sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan pengambilan sampel dengan teknik Non probability
sampling dengan purposive sampling.
8. Chamilia Desyanti dan Triska Susila Nindya (2017) dalam penelitiannya
dengan judul “Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Higiene
dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya” metode yang digunakan adalah
observasional analitik, instrumen yang digunakan adalah pengukuran
tinggi badan dan wawancara, uji yang digunakan adalah uji chi square
(p< 0,05) dan uji OR. Perbedaan pada desain penelitian yang digunakan
desain case control, penelitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional.

9. Dalam jurnal penelitian Ida Ayu Kade Chandra Dewi dan Kadek Tresna
Adhi (2016) “Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng serta Riwayat
Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting pada Anak Balita Umur 24-
59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III”metode yang
digunakan adalah systematic random sampling, Persamaan penelitian ini
sama-sama meneliti riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting
pada anak usia < 5 Tahun dan penelitian ini sama-sama menggunakan
pendekatan cross sectional. Perbedaan penelitian terletak pada responden
yang akan diteliti yaitu balita usia 24-59 tahun. Sedangkan penelitian ini
responden yang digunakan adalah balita usia 1-5 tahun.
10. Dalam jurnal penelitian Yessie Finandita Pratiwi dan Dyah Intan
Puspitasari (2017) “Efektivitas Penggunaan Media Booklet terhadap
Pengetahuan Gizi Seimbang pada Ibu Balita Gizi Kurang di Kelurahan
Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta”. Persamaan pada
penelitian adalah sama sama meneliti pengetahuan ibu tentang gizi dan
instrument yang digunakan kuesioner pengetahuan gizi seimbang.
Sedangkan perbedaan penelitian terletak pada desain yang digunakan
yaitu pretest posttest with control group. penelitian ini menggunakan
desain penelitian cross sectional. Uji yang digunakan adalah uji wilcoxon
signed rank test dan uji independent t-test

Anda mungkin juga menyukai