Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ARTRITIS RHEUMATOID

DISUSUN OLEH :

MIRDAYANTI SY. NAUKOKO 201801068


DINO JULIANTO PAS 201801055
DESINTA LAMBO 201801054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
A. Konsep Medis
1. Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis
berarti radang sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998)
mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan
penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari
membran sinovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi
penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi. Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan
sekitarnya.
2. Anatomi

3. Aspek Epidemiologi
Epidemiologi artritis rheumatoid bervariasi di berbagai dunia,
dengan angka kejadian lebih tinggi di Amerika dan Eropa, dan insiden
yang lebih rendah di Asia Tenggara dan Timur Tengah.
a. Global
Prevalensi artritis rheumatoid secara global pada tahun 2010
adalah 0,24%, menunjukan tidak adanya perubahan bermakna
sejak tahun 1990. Disability adjusted life year (DALY) meningkat
dari 3,3 juta pada tahun 1990 menjadi 4,8 juta pada tahun 2010,
baik karena pertumbuhan populasi maupun meningkatnya usia
harapan hidup. Meta-estimasi prevalensi artritis rheumatoid pada
negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah:
1) Asia Tenggara : 0,4%
2) Timur Tengah : 0,37%
3) Eropa : 0,62%
4) Amerika : 1,25%
5) Pasifik Barat : 0,42%
b. Indonesia
Angka kejadian artritis rheumatoid di Indonesia pada penduduk
dewasa ( diatas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3% sedangkan
prevalensi pada anak dan remaja ditemukan satu per 100.000
orang. Prevalensi artritis rheumatoid lebih banyak ditemukan
pada perempuan di banding dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan
dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian
tertinggi di dapatkan pada dekade keempat dan kelima kehidupan.
4. Etiologi
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi
beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGc dan
faktor Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),
faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah,
2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis
reumatoid adalah;
1. Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya
adalah 2-3:1.
2. Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun.
Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak
(artritis reumatoid juvenil)
3. Riwayat Keluarga.
Jika terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka resiko terjadinya
penyakit ini lebih tinggi.
4. Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

5. Patofisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. 
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. 
Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun
pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,
1996).

6. Pathway
7. Manifestasi klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan
tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar
sendi.
a. Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan
berat badan.
b. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi
pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi
lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-
klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang
terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi
hari, pembengkakan dan nyeri sendi.

8. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis, pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi, pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya
kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas, pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif
dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
9. Pencegahan
a. Olahraga teratur dan ringan untuk menjaga fleksibilitas sendi. Pilihan
olahraga yang baik untuk pengidap arthritis adalah berenang karena
tidak memberikan tekanan pada sendi.
b. Hindari melakukan aktivitas berlebihan dan terus-menerus, yang
melibatkan persendian.
c. Makan makanan yang kaya antioksidan untuh mencegah dan
mengurangi peradangan sendi.
d. Pertahankan diet yang sehat dan jaga berat badan ideal untuk
mengurangi risiko timbulnya arthritis dan mengurangi gejala pada
pengidapnya.
10. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar
salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b. Natrium meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap
terapikolin dan asetamenofen obat
c. Obat mengatasianti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis
200 – 600 mg/hari keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing
sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
d. Garam emas

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya


dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik
antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang
merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu
yang lama.

11. Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih
dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah
akan meningkat.

B. Proses keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang
memburuk dengan stress pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari,
biasanya terjadi secara bilateral dan simetris. Keterbatasan fungsional
yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat, dan pekerjaan.
Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit;
kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
Gejala        : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat
intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal.
c. Integritas Ego
Gejala        : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial.
Keputusasaan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra
tubuh, identitas diri misal ketergantungan pada orang lain, dan
perubahan bentuk anggota tubuh.
d. Makanan/Cairan
Gejala        : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi
makan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk
mengunyah.
Tanda        : Penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e. Hiegiene
Gejala        : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
f. Neurosensori
Gejala        : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan.
Tanda        : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala        : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai
pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan
kekakuan (terutama pada pagi hari).
h. Keamanan
Gejala        : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga. Demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membran
mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala        : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain,
perubahan peran, isolasi.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan
kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan
mobilitas.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak
atau depresi.
3. Intervensi dan rasional
a. Diagnosis keperawatan       : Nyeri akut/kronis berhubungan
dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi,
destruksi sendi.
No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta Membantu dalam menentukan
catat lokasi dan intensitas, faktor - faktor kebutuhan manajemen nyeri
yang mempercepat, dan respons rasa dan efektivitas program.
sakit nonverbal.
2. Biarkan klien mengambil posisi yang Pada penyakit yang berat/
nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. eksaserbasi, tirah baring
Tingkatkan istirahat di tempat tidur mungkin diperlukan untuk
sesuai indikasi. membatasi nyeri/cedera.
3. Anjurkan klien untuk sering merubah Mencegah terjadinya kelelahan
5 posisi. Bantu klien untuk bergerak di umum dan kekakuan sendi.
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di Menstabilkan sendi,
atas dan di bawah, serta hindari gerakan mengurangi gerakan/rasa sakit
yang menyentak. pada sendi.

4. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Meningkatkan relaksasi otot


6 Sediakan waslap hangat untuk kompres dan mobilitas, menurunkan rasa
sendi yang sakit. Pantau suhu air sakit, dan menghilangkan
kompres, air mandi, dan sebagainya. kekakuan pada pagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan.
5. Berikan masase yang lembut. Meningkatkan relaksasi/
7 mengurangi tegangan otot.

b. Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan,
intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.

No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Evaluasi/ lanjutan pemantauan Tingkat aktivitas/ latihan
tingkat inflamasi/ rasa sakit pada tergantung dari perkembangan
sendi. resolusi proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring/ Istirahat sistemik dianjurkan
duduk jika diperlukan. Buat jadwal selama eksaserbasi akut dan
aktivitas yang sesuai dengan seluruh fase penyakit yang penting,
toleransi untuk memberikan untuk mencegah kelelahan, dan
periode istirahat yang terus- mempertahankan kekuatan.
menerus dan tidur malam hari
yang tidak terganggu.
3. Bantu klien latihan rentang gerak Mempertahankan/ meningkatkan
pasif/ aktif, demikian juga latihan fungsi sendi, kekuatan otot, dan
resistif dan isometrik jika stamina umum. Latihan yang tidak
memungkinkan. adekuat dapat menimbulkan
kekakuan sendi, karenanya
aktivitas yang berlebihan dapat
merusak sendi.
4. Ubah posisi klien setiap dua jam Menghilangkan tekanan pada
dengan bantuan personel yang jaringan dan meningkatkan
cukup. Demonstrasikan/ bantu sirkulasi. Mempermudah
teknik pemindahan dan perawatan diri dan kemandirian
penggunaan bantuan mobilitas. klien. Teknik pemindahan yang
tepat dapat mencegah robekan
abrasi kulit.
5. Posisikan sendi yang sakit dengan Meningkatkan stabilitas jaringan
bantal, kantung pasir, gulung (mengurangi risiko cedera) dan
trokanter, bebat, dan brace. mempertahankan posisi sendi yang
diperlukandan dan kesejajaran
tubuh serta dapat mengurangi
kontraktur.

c. Diagnosa Keperawatan      : Gangguan citra tubuh / perubahan


penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau
ketidakseimbangan mobilitas.
No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Dorong klien mengungkapkan Memberikan kesempatan untuk
perasaannya mengenai proses mengidentifikasi rasa
penyakit dan harapan masa depan. takut/kesalahan konsep dan mampu
menghadapi masalah secara
langsung.

2. Diskusikan arti dari kehilangan/ Mengidentifikasi bagaimana


perubahan pada klien/ orang penyakit memengaruhi persepsi diri
terdekat. Pastikan bagaimana dan interaksi dengan orang lain
pendangan pribadi klien dalam akan menentukan kebutuhan
berfungsi dalam gaya hidup terhadap intervensi/konseling lebih
sehari-hari, termasuk aspek-aspek lanjut.
seksual.
3. Diskusikan persepsi klien Isyarat verbal/nonverbal orang
menganai bagaimana orang terdekat dapat memengaruhi
terdekat menerima keterbatasan bagaimana klien memandang
klien. dirinya sendiri.
4. Akui dan terima perasaan berduka, Nyeri konstan akan melelahkan,
bermusuhan, serta ketergantungan. perasaan marah, dan bermusuhan
umum terjadi.
5. Observasi perilaku klien terhadap Dapat menunjukkan emosional atau
kemungkinan menarik diri, metode koping maladaftif,
menyangkal atau terlalu membutuhkan intervensi lebih
memperhatikan perubahan tubuh. lanjut/dukungan psikologis.

e. Diagnosa Keperawatan    : Defisit perawatan diri berhubungan dengan


kerusakan muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat
bergerak atau depresi

No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Mandiri
Diskusikan dengan klien tingkat Klien mungkin dapat melanjutkan
fungsional umum sebelum aktivitas umum dengan
timbulnya/eksaserbasi penyakit melakukan adaptasi yang
dan resiko perubahan yang diperlukan pada keterbatasan saat
diantisipasi. ini.
2. Pertahankan mobilitas, control Mendukung kemandirian
terhadap nyeri, dan program fisik/emosional klien.
latihan.
3. Kaji hambatan klien dalam Menyiapkan klien untuk
partisipasi perawatan diri. meningkatkan kemandirian, yang
Identifikasi/buat rencana untuk akan meningkatkan harga diri.
modifikasi lingkungan.
4. Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli terapi Berguna dalam menentukan alat
okupasi. bantu untuk memenuhi kebutuhan
individual, missal memasang
kancing, menggunakan alat bantu,
emmakai sepatu, atau
menggantungkan pgangan untuk
mandi pancuran.
5. Mengatur evaluasi kesehatan di Mengidentifikasi masalah-masalah
rumah sebelum dan setelah yang mungkin dihadapi karena
pemulangan. tingkat ketidakmampuan actual.
Memberikan lebih banyak
keberhasilan usaha tim dengan
orang lan yang ikut serta dalam
perawatan, missal tim terapi
okupasi.

e. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar


mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemanjanan/mengingat, kesalahan interprestasi informasi.

No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Mandiri
Tinjau proses penyakit, prognosis, Memberikan pengetahuan di mana
dan harapan masa depan. klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi yang
disampaikan.
2. Diskusikan kebiasaan klien dalam Tujuan control penyakit adalh
penatalaksanaan proses sakit untuk menekan inflamasi
melalui diet, obat-obatan, serta sendi/jaringan lain guna
program diet seimbang, latihan, mempertahankan fungsi sendi dan
dan istirahat. mencegah deformitas.
3. Bantu klien dalam merencanakan Memberikan striuktur dan
jadwal aktivitas yang realistis, megurangi ansietas pada waktu
periode istirahat, perawatan diri, menangani proses penyakit kronis
pemberian obat-obatan, terapi yang kompleks.
fisik, dan menajemen stress.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan Keuntungan dari terapi obat-
manajemen farmakoteraupeutik. obatan tergantung ketepatan dosis.
DAFTAR PUSTAKA

Tobon, G.J., Youinou, P., Saraux, A. (2010). The Environment, Geo- Epidemiology, and
Autoimmune Disease: Rheumatoid Arthritis, Elsevier, doi:10.1016/j.autrev.2010.11.019

Sumariyono, H.I. (2010). Predictor Of Joint Damage In Rheumatoid Arthritis. Indonesian


Journal of Rheumatology, vol.03, no.02, pp. 15-20

McInnes, I.B., Schett, G. (2011). The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N Engl J Med,
vol. 365, pp. 2205-19

Rudan, I., et al. (2015). Prevalence Of Rheumatoid Arthritis In Low– And Middle–Income
Countries: A Systematic Review And Analysis. Journal of Global Health, vol.5, no.1, pp.1-10

McInnes, I.B., Schett, G. (2011). The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N Engl J Med,
vol. 365, pp. 2205-19

Anda mungkin juga menyukai